• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ransum

Ransum merupakan formulasi pakan yang memenuhi persyaratan dan dibuat sesuai dengan kebutuhan ternak. Ransum mempunyai beberapa bentuk yaitu mash

(tepung), pellet, dancrumble. Setiap ransum mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan ransum bentukcrumble yaitu apabila ransum terlalu halus (mash), ketika ayam minum maka ransum tersebut akan membentuk pasta dan lengket diparuh (Amrullah, 2003). Kebutuhan ayam broiler starter menurut Leeson dan Summer (2005) dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan persyaratan mutu standar pakan ayam

broiler stater berdasarkan SNI No. 01-3930-2006 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Kebutuhan NutrisiBroiler Starter

Komponen Jumlah

Protein Kasar (%) 22,00

Energi Metabolis (kkal/kg) 3.050

Ca (%) 0,95 Phospor (%) 0,45 Histidin (%) 0,40 Threonin (%) 0,72 Arginin (%) 1,40 Metionin (%) 0,50 Metionin+sistin (%) 0,95 Valin (%) 0,85 Phenilalanin (%) 0,75 Isoleusin (%) 0,75 Leusin (%) 1,40 Lysin (%) 1,30

Tabel 2. Persyaratan Mutu Standar Pakan Ayam Broiler Stater Berdasarkan SNI No. 01-3930-2006

Komponen Jumlah

Kadar Air (%) Maks 14,0

Protein Kasar (%) Min 19,0

Lemak KAsar (%) Maks 7,4

Serat Kasar (%) Maks 6,0

Ca (%) 0,9-1,2

Phospor Total (%) 0,6-1,0

Phospor Tersedia (%) Min 0,4

Total Aflatoxin (µg/kg) Maks 50,0

Energi Termetabolis (kkal/kg) Min 2900

Lisin (%) Min 1,1

Metionin (%) Min 0,4

Metionin+sistin (%) Min 0,6

Sumber: Standar Nasional Indonesia (2006)

Ransum bentukcrumble adalah ransum yang tidak seragam bentuknya atau bisa dikatakan tanpa bentuk. Ransum bentukcrumbledibuat daripellet yang dipecah kembali dan merupakan tipe bentuk pertengahan antara ransummash danpellet serta pemberian ransum ini dimulai dari ayam umur sehari hingga dipasarkan. Menurut Jahan et al. (2006) pakan dalam bentuk crumble lebih baik daripada pakan bentuk

mash danpellet broiler komersial selama umur 21-56 hari. Pengemasan

Kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus bahan atau komoditi sebelum disimpan agar memudahkan pengaturan, pengangkutan, penempatan pada tempat penyimpanan, serta memberikan perlindungan pada bahan atau komoditi (Imdad dan Nawangsih, 1999).

Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Hasil pengolahan dapat dikendalikan dengan pengemasan, termasuk pengendalian cahaya,

Potensi terbesar bagi mikroba untuk tumbuh terutama kapang pada permukaan kemasan adalah bila permukaan-permukaan kemasan mempunyai kelembaban yang sangat tinggi (Winarno dan Jenie, 1984). Menurut Syarief et al. (1989), bahan kemas mempunyai kemampuan dalam menahan serangan mikroba, hal ini ditentukan oleh ada tidaknya lubang-lubang yang sangat kecil pada permukaannya.

Karung Goni

Karung merupakan alat pembungkus yang banyak digunakan untuk menyimpan hasil-hasil pertanian, yang akan disimpan dalam jangka waktu lama maupun sementara, akan tetapi tidak semua komoditi pertanian memerlukan karung baru untuk pengemasannya, ada yang menggunakan karung bekas dan ada pula yang menggunakan karung sintesis. Apabila dibandingkan dengan karung serat sintesis, karung goni mempunyai kualitas yang lebih baik, karena sifat-sifat yang dimiliki karung goni tidak sepenuhnya dimiliki oleh karung serat sintesis (Soekartawi, 1989).

Karung goni terbuat dari yute atau rami. Kelebihan karung goni dibandingkan dengan karung plastik ialah : (a) dapat dipindah-pindahkan dengan menggunakan alat ganco, (b) dapat ditumpuk sampai tinggi, (c) contoh dapat dengan mudah diambil dengan cara memasukkan alat pengambil contoh ke dalam karung, (d) untuk menyimpan komoditi tertentu (misalnya gula) tidak akan menggumpal sebagaimana jika disimpan dalam karung plastik, dan (e) mudah disimpan dan jika karung goni dibuang, dapat membusuk dengan mudah (Soekartawi, 1989). Kelemahan karung goni yaitu mempunyai lubang yang relatif lebih besar meskipun lubang-lubang ini berguna memudahkan penetrasi gas yang digunakan pada saat fumigasi (Hasjmy, 1991).

Karung Plastik

Karung plastik telah banyak digunakan untuk mengganti karung goni, meskipun masih banyak kekurangan yaitu daya tahannya kurang, sehingga karung lebih mudah pecah serta mudah meluncur kebawah pada tumpukan-tumpukan di gudang. Karung plastik diganco maka akan bocor, karena tidak dapat tertutup kembali seperti halnya karung goni (Winarno dan Laksmi, 1974).

Karung plastik umumnya terbuat dari polyolefin film yaitu polyethylene.

Low Density Polyethylene (LDPE),Medium Density Polyethylene (MDPE), danHigh Density Polyethylene (HDPE). LDPE paling banyak digunakan sebagai kantung, mudah dikelim dan sangat murah. MDPE lebih kaku daripada LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi dari LDPE. HDPE paling kaku di antara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi (1200) sehingga dapat digunakan untuk kemasan produk yang harus mengalami sterilisasi (Syarief dan Irawati, 1988).

Keuntungan dari Polyethylene yaitu permeabilitas uap air dan air rendah, mudah dikelim panas, fleksibel, dapat digunakan untuk penyimpanan beku (-500C), transparan sampai buram, dapat digunakan sebagai bahan laminasi dengan bahan lain. Kerugian dari Polyethylene yaitu permeabilitas oksigen agak tinggi, dan tidak tahan terhadap minyak (Syarief dan Irawati, 1988). Karung plastik mulai pesat dipakai karena mempunyai sifat kuat, tahan air, lembam, transparan, dapat dibentuk, diisi dan disegel dengan mesin.

Plastik

Plastik merupakan bahan kemasan yang penting di dalam industri pengemasan. Plastik dapat digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat melindungi produk dari cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Aliran gas dan uap air yang melalui plastik dipengaruhi oleh pori-pori plastik, tebal plastik, dan ukuran molekul yang berdifusi produk (Syarief dan Irawati, 1988).

Plastik umumnya terbuat daripolyolefin film yaitupolyethylene.Polyethylene

(PE) terbuat dari ethylene polimer dan terdiri dari tiga macam yaitu Low Density Polyethylene (LDPE), Medium Density Polyethylene (MDPE), dan High Density Polyethylene (HDPE). LDPE paling banyak digunakan sebagai kantung, mudah dikelim dan sangat murah. MDPE lebih kaku daripada LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi dari LDPE. HDPE paling kaku di antara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi (1200) sehingga dapat digunakan untuk kemasan produk yang harus mengalami sterilisasi (Syarief dan Irawati, 1988).

dikemas) dalam bentuk dus atau boks karton. Kelemahan kertas adalah mudah robek dan terbakar, tidak dapat untuk mengemas cairan, dan tidak dapat dipanaskan, akan tetapi sampah kertas dapat didegradasi secara alami (Junaedi, 2003).

Kertas dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu kertas kultural atau kertas halus, dan kertas industri atau kertas kasar (Junaedi, 2003). Menurut macamnya, kertas digolongkan menjadiglassine, parchment paper, waxed paper, karton (kertas manila danchipboard), tyvek (kertas dengan kualitas istimewa misalnya warnanya putih, sangat kuat, tidak mengkerut, tahan terhadap bahan kimia) dan kertas berlapis polyethylene (Syarief dan Irawati, 1988). Kertas yang biasa digunakan untuk mengemas seperti kertas kraft, kertas kraft karung, kertas manila, yang termasuk dalam kertas industri (Junaedi, 2003).

Penyimpanan

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan penyimpanan yang selalu berkaitan dengan waktu (Thahir et al., 1988). Menurut Winarno dan Laksmi (1974) proses penyimpanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menahan atau menunda suatu barang sebelum barang tersebut dipakai tanpa merubah bentuk barang tersebut.

Menurut Imdad dan Nawangsih (1999) lingkungan hidup yang ideal bagi pertumbuhan serangga yaitu pada suhu 25–30 0C. Menurut Sofyan dan Abunawan (1974) dalam Yuliastanti (2001), syarat umum untuk ruang penyimpanan antara lain suhu berkisar antara 18-24 0C, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, bebas dari serangan serangga dan tikus yang dapat merusak.

Serangan Serangga

Sistem penyimpanan mempunyai karakteristik yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhan serangga. Siklus hidup serangga dimulai dari telur, ulat (larva atau jentik), kepompong (pupa), selanjutnya menjadi serangga dewasa. Serangga dewasa dan ulat aktif merusak bahan simpanan (Imdad dan Nawangsih, 1999).

Sitophilus oryzae atau serangga penggerak merupakan hama utama pada beras yang disimpan. Adanya serangga ini pada beras yaitu ditandai dengan butir beras berlubang–lubang atau hancur menjadi tepung karena gerakan serangga. Akibat hama ini yaitu beras dapat kehilangan berat (susut berat) mencapai 23% setelah disimpan beberapa bulan. Sitophilus oryzae mempunyai ciri yaitu sewaktu

masih muda berwarna cokelat atau cokelat kehitaman dan setelah dewasa berwarna hitam. Panjang tubuh berkisar 2–5 mm (rata–rata yaitu 2–3,5 mm), pada sayap bagian depan terdapat empat buah bintik berwarna kuning kemerahan. Cara hidup serangga ini yaitu serangga betina yang akan bertelur menggerek salah satu sisi butiran beras dengan moncongnya untuk makan dan membuat liang, kemudian telur ditempatkan dalam liang gerakan. Serangga betina dapat bertelur sebanyak 300-400 butir, setelah beberapa hari telur akan menetas menjadi ulat. Lingkungan hidup yang ideal pada suhu 25–30 0C dengan kelembaban 70% dan kadar air bahan 10–15%. Dalam kondisi seperti ini, siklus hidupnya berlangsung 31–37 hari (Imdad dan Nawangsih, 1999).

Beberapa faktor fisik dan lingkungan yang mempengaruhi kehidupan serangga antara lain : suhu, kelembaban relatif, dan kadar air dari komoditas pangan yang disimpan. Suhu mempunyai pengaruh kuantitatif terhadap perkembangbiakan serangga. Suhu rendah menyebabkan pertumbuhan serangga sangat lambat dan mortalitas relatif tinggi. Setiap spesies serangga mempunyai suhu optimum, dimana tingkat pertumbuhan akan mencapai titik optimum (Syarief dan Halid, 1993).

Sifat Fisik

Menurut Kling dan Woehlbier (1983) dalam Khalil (1999a), sekurang-kuarangnya ada tujuh sifat fisik pakan yang penting, yaitu ukuran parikel, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis. Sedangkan menurut Wirakartakusumah et al. (1992), sifat fisik bahan pakan banyak dipengaruhi oleh kadar air dan ukuran partikel suatu bahan, juga dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk dan karakteristik permukaan suatu bahan.

Kadar Air

Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berdasarkan berat basah adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan berat total bahan, sedangkan kadar air berdasarkan bahan kering adalah perbandingan antara

terikat secara fisik yaitu air yang terikat menurut system kapiler air absorpsi karena tenaga penyerapan, 3) air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air yang terikat dalam system dispersi (Winarnoet al., 1980).

Kandungan air bahan senantiasa berubah yang dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu, dan kelembaban (Suadnyana, 1998). Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara sekitarnya, bila kadar air bahan rendah atau suhu bahan tinggi sedangkan RH disekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi (Winarnoet al., 1980).

Kadar air dalam bahan makanan dapat menentukan acceptability dan daya tahan bahan. Air yang terdapat dalam suatu bahan menurut derajat keterkaitannya terbagi atas empat tipe yaitu: 1) tipe satu adalah molekul air yang terikat pada moleku-molekul lain melalui suatu ikatan hydrogen yang berenergi besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa, 2) tipe dua adalah molekul-molekul air yang membentuk ikatan hydrogen dengan molekul air lain. Air tipe ini lebih sulit dihilangkan, dan apabila dihilangkan akan mengakibatkan penurunan aktivitas air (Aw), apabila air ini dihilangkan sebagian, maka pertumbuhan mikroba, reaksi

browning, hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi, sedangkan apabila air ini dihilangkan semuanya, kadar air bahan berkisar antara 3-7% dan kestabilan produk suatu bahan akan tercapai, 3) tipe tiga adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matrik bahan. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25% dengan aktivitas air kira-kira 0,8 tergantung dari jenis bahan dan suhu. Air tipe ini disebut dengan air tipe bebas, 4) tipe empat adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni (Winarno, 1997).

Aktivitas Air (Aw)

Aktivitas air bahan pakan merupakan air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarif dan Halid, 1993). Winarno (1997) menyatakan bahwa berbagai mikroorganisme mempunyai aktivitas air minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri tumbuh pada

aktivitas air 0,9, khamir pada aktivitas air 0,8-0,9 dan kapang pada aktivitas air 0,6-0,7.

Bahan yang akan disimpan sebaiknya memiliki aktivitas air dibawah 70% atau pada kelembaban relatif dibawah 70% (Winarno, 1997). Suatu bahan dengan kadar air dan aktivitas air rendah dapat lebih awet dalam proses penyimpinan dibanding dengan bahan dengan kadar air dan aktivitas air tinggi (Syarif dan Halid, 1993).

Ukuran Partikel

Pengujian ukuran partikel bertujuan untuk menentukan kategori kadar kehalusan dari pakan atau ransum yang dihasilkan dengan menggunakan Ro Tap Sieve Shaker(Henderson dan Perry, 1981).

Ukuran partikel bahan dalam pakan yang dibutuhkan oleh ternak tergantung pada umur, jenis dan ukuran tubuh ternak. Menurut Ensminger et al. (1990), pengecilan ukuran partikel dilakukan untuk mempermudah konsumsi dan meningkatkan kecernaan pakan, sedangkan pembesaran ukuran partikel dilakukan untuk pakan sapi atau domba di lapang, untuk memperkecil penyusutan bahan, menghindari pemilihan pakan yang lebih disukai oleh ternak dan meningkatkan efisiensi penanganan.

Behnke dan Beyer (2007) menyatakan bahwa klasifikasi ukuran crumble

kasar yaitu berkisar 4,0 mm, crumble medium sebesar 1,5-4,0 mm, dan crumble

halus yaitu berkisar 1,5 mm. Berat Jenis (BJ)

Berat jenis adalah perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya, satuannya adalah g/ml. Berat jenis (BJ) memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Berat jenis memberikan pengaruh besar terhadap daya ambang dari partikel, faktor penentu dari kerapatan tumpukan, dan faktor penentu dari densitas curah. Berat jenis sangat mempengaruhi tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan, seperti dalam proses pengemasan dan pengeluaran dari dalam silo untuk dicampur atau

karakteristik permukaan partikel. Khalil (1999a) mengungkapkan bahwa pengecilan ukuran partikel dan kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap pengukuran berat jenis dari berbagai kelompok bahan pakan sumber energi, sumber hijauan, sumber protein nabati dan hewani serta bahan pakan sumber mineral.

Sudut Tumpukan (ST)

Sudut tumpukan merupakan sudut yang dibentuk jika bahan dicurahkan dari suatu tempat pada bidang datar yang akan bertumpukan dan terbentuk suatu gundukan menyerupai kerucut antara bidang datar dan kemiringan tumpukan yang terbentuk jika bahan dicurahkan serta menunjukkan kebebasan bergerak suatu partikel dari suatu tumpukan bahan (Pratomo, 1976). Bentuk kerucut akan menandakan mudah tidaknya bahan meluncur pada bidang masing–masing karena pengaruh gaya gravitasi.

Kegunaan praktis dari sifat sudut tumpukan adalah dalam pemindahan dan pengangkutan bahan karena akan mempengaruhi kapasitas belt conveyor dan alat

material handling lainnya. Sifat tersebut juga penting untuk menentukan derajat kemiringan dari suatu gudang penyimpanan bahan untuk keperluan pengosongannya oleh gaya gravitasi.

Khalil (1999b) menyatakan bahwa pergerakan partikel yang ideal ditunjukkan oleh pakan bentuk cair, dengan sudut tumpukan sama dengan nol, sedangkan ransum dalam bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20-50°. Menurut Fasina dan Sokhansanj (1993) bahan yang sangat mudah mengalir memiliki sudut tumpukan berkisar antara 20-300, bahan yang memiliki sudut tumpukan berkisar antara 30-380 memiliki laju alir yang mudah mengalir, bahan yang memiliki sudut tumpukan 38-450 laju alirnya medium atau sedang dan bahan yang memiliki sudut tumpukan berkisar antara 45-550 laju alirnya sulit mengalir dengan bebas.

Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, dan karakteristik permukaan partikel, kandungan air, berat jenis dan kerapatan tumpukan (Kling dan Woehlbier, 1983dalamKhalil, 1999b).

Kerapatan Tumpukan (KT)

Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati, dengan satuan kg/m (Khalil, 1999a). Kerapatan

tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara otomatis, begitu juga dengan berat jenis ( Kling and Woehlbier, 1983 dalam Khalil 1999a). Kerapatan tumpukan digunakan untuk menentukan volume ruang penyimpanan bahan dengan berat tertentu (Syarief dan Irawati, 1988). Semakin tinggi nilai kerapatan tumpukan maka ruang penyimpanan yang dibutuhkan semakin kecil (Khalil, 1999a)

Nilai kerapatan tumpukan menunjukkan porositas bahan, yaitu jumlah rongga udara yang terdapat diantara partikel–partikel bahan (Wirakartakusumah et al.,

1992). Nilai kerapatan tumpukan berbanding terbalik dengan kandungan air dan partikel asing dalam bahan (Fasina dan Sonkhansanj, 1993) sehingga peningkatan kandungan air atau partikel asing akan menurunkan nilai kerapatan tumpukan bahan tersebut.

Menurut Ruttloff (1981) dalam Khalil (1999a) pencampuran bahan dengan ukuran partikel yang sama tetapi mempunyai perbedaan kerapatan tumpukan yang besar (lebih dari 500 kg/m) akan sulit dicampur dan campurannya akan mudah terpisah kembali. Pakan yang mempunyai kerapatan tumpukan yang rendah (kurang dari 450 kg/m) waktu jatuh atau mengalir lebih lama dan dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetrik maupun gravimetrik.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT)

Densitas berwadah merupakan perbandingan berat bahan terhadap volume ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan seperti digoncangkan dengan satuan kg/m (Khalil, 1999a). Kerapatan pemadatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan.

Nilai kerapatan pemadatan tumpukan sangat penting diketahui karena sangat bermanfaat pada saat pengisian bahan ke dalam wadah yang diam tetapi bergetar. Pemadatan pakan berukuran partikel kecil akan mengurangi ruang antar partikel dan menyebabkan bobot bahan setiap satuan volume meningkat. Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan tumpukan mempunyai hubungan sangat erat dan sangat berperan terhadap penentuan kapasitas silo, dan pencampuran bahan. Kerapatan

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2008. Pengujian aktivitas air, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumputan, sudut tumpukan, dan serangan serangga dilakukan di Laboratorium Industri Pakan Ternak dan pengujian kadar air dilakukan di Laboratorium Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Masa penyimpanan dilakukan selama 8 minggu di gudang Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan IPB.

Materi

Alat

Alat yang digunakan adalah alat produksi (mixer, pelleter, crumbler), alat analisa (oven dan Aw meter), dan alat ukur (timbangan, mistar, gelas ukur 500 ml), serta alat bantu (corong dan plat baja).

Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan ransum broiler starter yaitu jagung, dedak padi, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, CGM, CPO, premix. Kemasan yang digunakan yaitu karung goni, karung plastik, kemasan plastik, dan kemasan kertas. Karung goni dan karung plastik dipotong dan dijahit dengan ukuran 17 x 40 cm. Kemasan plastik yang digunakan yaitu ukuran 17 x 40 cm dan kemasan kertas yang digunakan dipotong dan dilem dengan ukuran 17 x 40 cm. Setiap kemasan diisi dengan bahan penelitian dengan berat 1 kg. Setelah semua kemasan diisi dengan bahan penelitian, kemudian kemasan karung goni, karung plastik, dan kemasan kertas ditutup dengan cara dijahit, sedangkan untuk kemasan plastik ditutup dengan cara dilaminasi. Semua jenis kemasan yang digunakan merupakan kemasan baru.

Pembuatan formulasi ransum yaitu disusun berdasarkan kebutuhan broiler starter menurut Leeson dan Summer (2005), dengan protein kasar (PK) 22% dan kebutuhan energi metabolis (EM) 3.050 kkal/kg ransum. Pembuatan formulasi ransum menggunakan metodetrialanderror (coba-coba). Formulasi ransum broiler starter dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Formulasi RansumBroiler Starter

Bahan Pakan Persen

Jagung 40,0 Dedak Padi 15,7 Bungkil Kedelai 15,0 Bungkil Kelapa 15,0 Tepung Ikan 5,0 CGM 6,0 CPO 3,0 Premix 0,3 Total 100

Kandungan zat makanan ransum disusun dengan menggunakan metode trial

anderror (coba-coba) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Ransum Berdasarkan Perhitungan

Komponen Jumlah

Energi Metabolis (kkal/kg) 2948

Protein Kasar (%) 21,75 Serat Kasar (%) 4,91 Calsium (%) 0,93 Phospor Total (%) 0,97 Lysin (%) 1,01 Metionin (%) 0,48 Metionin+sistin (%) 0,92 Rancangan Perlakuan

Perlakuan yang diberikan adalah jenis kemasan dan lama penyimpanan. Jenis ransum yang digunakan yaitu broiler stater. Kemasan yang digunakan yaitu karung goni, karung plastik, kemasan plastik, dan kemasan kertas, yang diisi dengan bahan

Jenis Kemasan Lama Penyimpanan (Minggu) Karung Goni (A1) Karung Plastik (A2) Kemasan Kertas (A3) Kemasan Plastik (A4) 0 (A10)1 (A20)1 (A30)1 (A40)1 (A10)2 (A20)2 (A30)2 (A40)2 (A10)3 (A20)3 (A30)3 (A40)3 (A10)4 (A20)4 (A30)4 (A40)4 2 (A12)1 (A22)1 (A32)1 (A42)1 (A12)2 (A22)2 (A32)2 (A42)2 (A12)3 (A22)3 (A32)3 (A42)3 (A12)4 (A22)4 (A32)4 (A42)4 4 (A14)1 (A24)1 (A34)1 (A44)1 (A14)2 (A24)2 (A34)2 (A44)2 (A14)3 (A24)3 (A34)3 (A44)3 (A14)4 (A24)4 (A34)4 (A44)4 6 (A16)1 (A26)1 (A36)1 (A46)1 (A16)2 (A26)2 (A36)2 (A46)2 (A16)3 (A26)3 (A36)3 (A46)3 (A16)4 (A26)4 (A36)4 (A46)4 8 (A18)1 (A28)1 (A38)1 (A48)1 (A18)2 (A28)2 (A38)2 (A48)2 (A18)3 (A28)3 (A38)3 (A48)3 (A18)4 (A28)4 (A38)4 (A48)4

Model

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 5 dengan 4 ulangan, yang terdiri :

Faktor P : P1 : Karung goni P2 : Karung plastik P3 : Kemasan kertas P4 : Kemasan plastik Faktor M :

M1: Lama penyimpanan 0 minggu M2: Lama penyimpanan 2 minggu M3: Lama penyimpanan 4 minggu M4: Lama penyimpanan 6 minggu M5: Lama penyimpanan 8 minggu

Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Yijn = µ + i + j + ( )ij + ijn

i : Perlakuan jenis kemasan (karung goni, karung plastik, kemasan kertas, kemasan plastik)

j : Lama penyimpanan (0, 2, 4, 6, 8 minggu) n : Ulangan

Keterangan :

Yijn = Nilai pengamatan uji fisik pada faktor P taraf ke-i faktor M taraf ke-j dan ulangan ke-n

µ = Rataan umum jenis kemasan terhadap lama penyimpanan

i = Pengaruh jenis kemasan (karung goni, karung plastik, kemasan plastik, dan kemasan kertas) ke-i

j = Pengaruh lama penyimpanan (0, 2, 4, 6, dan 8 minggu) ke-j ij = Pengaruh interaksi jenis kemasan dengan lama penyimpanan ijn = Galat akibat pengaruh jenis kemasan dengan lama penyimpanan

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam mengikuti prosedur Steel dan Torrie (1993), dan apabila hasilnya menunjukkan berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan.

Peubah

Peubah yang diamati meliputi sifat fisik ransum yaitu kadar air (KA), aktivitas air (Aw), ukuran partikel (UP), berat jenis (BJ), sudut tumpukan (ST), kerapatan tumpukan (KT), dan kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), sedangkan serangan serangga dibahas secara deskripsi.

Prosedur

Pembuatan Ransum

Ransum yang digunakan merupakan ransum buatan sendiri yang dibuat di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Proses pembuatannya meliputi penimbangan bahan sesuai formulasi. Cara pembuatan ransum yaitu: a) bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, dan CGM dicampur menjadi satu (campuran 1), b) CPO dicampur dengan jagung yaitu dengan cara mengambil sedikit jagung, kemudian dicampur dengan semua jagung (campuran 2), c) premix dicampur dengan campuran 1 (campuran 3), d) campuran 3 dicampur dengan dedak padi (campuran 4), e) kemudian campuran 2 dicampur dengan campuran 4, setelah tercampur menjadi satu kemudian campuran tersebut di pellet,

cooling, dancrumbler.

Crumbledimasukkan ke dalam karung goni, karung plastik, kemasan plastik, dan kemasan kertas, masing–masing sebanyak 1 kg. Setelah semua kemasan diisi dengan bahan penelitian, kemudian kemasan karung goni, karung plastik, dan kemasan kertas ditutup dengan cara dijahit, sedangkan untuk kemasan plastik ditutup dengan cara dilaminasi.

Penyimpanan

Ransum tersebut disimpan selama 8 minggu. Penyimpanan dilakukan di

Dokumen terkait