• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bambu Tali

Bambu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki kandungan lignoselulosa melimpah di Indonesia dan berpotensi besar untuk dijadikan sebagai bahan pengganti kayu karena pertumbuhannya lebih cepat dari kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan papan partikel. Namun, dalam penelitian ini bambu dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan OSB. Prospek pengembangan OSB dari bambu di Indonesia cukup baik karena ketersediaan kayu gergajian dan kayu lapis di pasaran yang semakin sedikit sedangkan bambu banyak ditemukan (Adrin et al., 2013).

Saat ini, bambu menjadi bahan alternatif pengganti kayu karena memiliki kelebihan seperti cepat tumbuh, mudah diproduksi dan diolah, memiliki sifat mekanis yang baik, serta dapat menjadi bahan baku beberapa produk (Febrianto et al., 2013). Menurut Mustafa (2011), secara umum bambu merupakan material yang bersifat ortotrofik, yaitu memiliki sifat yang berbeda pada 3 arah sumbu yaitu longitudinal, radial, dan tangensial. Tapi bambu juga merupakan bahan yang bersifat biologis serta perbedaan sifat karakteristik bambu disebabkan beberapa faktor, antara lain: jenis bambu, umur bambu, keadaan tanah, keadaan lingkungan, dan bagian batang bambu. Berdasarkan pernyataan Nuryawan et al. (2008) pemberian beban searah serat membutuhkan beban yang lebih besar dibandingkan dengan arah memotong serat sehingga serat bambu yang

lurus menjadikannya lebih tahan terhadap beban yang besar dibandingkan dengan jenis serat yang acak.

Dari 75 genus yang terdiri atas 1.500 spesies bambu di seluruh dunia, 10 genus atau 125 jenis diantaranya terdapat di Indonesia, antara lain : Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Namun tidak selamanya merupakan tanaman asli Indonesia. Pada umumnya bambu ditemukan di tempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air (Berlian dan Rahayu, 1995).

Bambu tali (Gigantochloa apus) secara taksonomi adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Poales

Famili : Poaceae Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa apus Kurz. (Plantamor, 2014).

Bambu tali diduga berasal dari Burma, dan sekarang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Bambu tali umumnya tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1.000 mdpl. Bambu tali berbatang kuat, liat dan lurus sehingga cocok

dijadikan bahan baku kerajinan (Berlian dan Rahayu, 1995).

Bambu merupakan bahan alternatif yang tepat karena sifat atau kekuatannya yang mirip dengan kayu serta merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan bahwa bambu berumur 3-5 tahun memiliki kekuatan yang baik apabila digunakan sebagai komponen struktural. Bambu merupakan kumpulan rumput-rumputan berbentuk pohon kayu atau perdu yang tumbuh lurus ke atas, kadang-kadang memanjat, dan bercabang-cabang (Mustafa, 2011).

Bambu tali (Gigantochloa apus) merupakan jenis bambu dengan rumpun rapat berbentuk simpodial dan tegak lurus sehingga bambu ini mudah diolah menjadi berbagai macam bentuk mulai dari perkakas, tiang, papan laminasi serta

strand untuk OSB. Bambu ini banyak tersebar di Indonesia mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi sehingga bambu ini memiliki potensi yang besar

untuk dimanfaatkan (Sujarwo et al., 2010).

Oriented Strand Board

SBA (2005) menyatakan oriented strand board (OSB) adalah panel struktur yang cocok untuk penggunaan yang luas dalam bidang konstruksi dan industri. Panel berbentuk lembaran ini dibuat dari strand yang dipotong tipis dari pohon berdiameter kecil dan cepat tumbuh dan disatukan dengan perekat dan dikempa panas. Sucshland dan Woodson (1991) menyatakan bahwa geometri atau bentuk dari suatu strand memiliki peranan penting dalam sifat papan yang dihasilkan yang berkaitan dengan tekanan didapat pada saat pembuatan OSB yang berpengaruh pada kerapatan yang akan dihasilkan. Selain itu lamanya waktu pengempaan dan juga suhu pengempaan juga berpengaruh pada kualitas papan

yang akan dihasilkan (Iswanto et al., 2013).

Bentuk geometri dari strand sangat berpengaruh terhadap sifat–sifat

kekuatannya (Maloney, 1993) yaitu:

1. Sifat mekanis seperti kelenturan, kuat tarik internal bond, kuat tahan baut,

dan kuat pegang paku.

2. Selain itu juga penampakan luarnya seperti kehalusan permukaan dan

sisinya mempengaruhi pada finishing.

3. Respon terhadap kadar air dan kelembaban udara.

4. Sifat permesinannya atau pengolahan seperti penggergajian, pelobangan, pembentukan, dan pengampelasan .

Cara membuat strand, pertama kali bambu dipotong setiap ruasnya kemudian dipotong menurut ukuran yang diinginkan serta dikupas kulitnya agar menghasilkan strand dengan daya rekat yang baik. Ukuran geometri strand adalah lebar 2,5 cm dengan panjang 7 cm. Ukuran ini tidak mutlak (Ginting, 2009).

Perekat Isosianat

Perekat merupakan hal penting dalam pembuatan OSB karena perekat berperan sebagai pengikat elemen-elemen kayu pembentuknya. Perekat isosianat

adalah perekat yang mampu merekatkan berbagai jenis sirekat (adherens). Keunggulan dari isosianat adalah kebutuhan penggunaan yang lebih sedikit, suhu kempa rendah, waktu kempa singkat, serta toleran dengan

partikel berkadar air tinggi, stabilitas dimensi tinggi dan tidak mengandung formaldehida (Marra, 1992).

Perekat isosianat juga memiliki keunggulan yang lebih dari tipe perekat lainnya karena reaktivitasnya yang tinggi, kekuatan ikatan serta daya tahan yang

tinggi sehingga menghasilkan produk dengan sifat fisis dan mekanis yang sangat baik. Dari sifat–sifat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan perekat isosianat memiliki pengaruh yang besar terhadap produksi OSB dengan kekuatan serta daya tahan yang tinggi (Adrin et al., 2013).

Perekat isosianat umum digunakan untuk pembuatan OSB walaupun biaya pembuatannya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan PF (phenol formaldehida). Tapi, ikatan pada OSB dari isosianat memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan dengan OSB yang terbuat dari perekat PF ketika terkena kelembaban. Tidak seperti PF, isosianat tidak hanya membentuk ikatan mekanis antara bagian kayu, tapi juga dapat membentuk ikatan kovalen dengan bagian kayu. Ikatan kimia ini lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan ikatan mekanis, sehingga dalam pembuatan OSB dapat mengurangi penggunaan perekat isosianat

untuk mencapai kekuatan yang sama atau lebih tinggi

(Ibrahim dan Febrianto, 2013).

Hasil penelitian Nuryawan et al. (2008) pada OSB yang menggunakan perekat isosianat memiliki kualitas sifat fisis dan mekanis yang terbaik dibandingkan menggunakan perekat PF. Perekat isosianat memiliki reaktivitas yang tinggi, serta kekuatan ikatan dan daya tahan yang tinggi sehingga dapat menghasilkan produk dengan sifat fisis dan mekanis yang sangat baik. Selain itu perekat isosianat juga memiliki sifat cepat kering, memiliki pH netral dan kedap terhadap pelarut organik serta memiliki daya guna yang luas untuk merekatkan berbagai macam kayu (Saad dan Hilal, 2012).

Panjang Strand

panjang suatu strand maka semakin besar nilai slenderness yang dimiliki strand

tersebut serta semakin besar nilai aspect ratio yang dimiliki strand tersebut. Menurut Moslemi (1974), nilai slenderness yang tinggi menghasilkan area kontak dengan perekat yang semakin baik antar lapisan sehingga meningkatkan sifat mekanis dan dapat mengurangi kebutuhan perekat pada OSB yang dibuat. Sedangkan nilai aspect ratio yang lebih dari satu menurut Maloney (1993) dapat memudahkan dalam penyusunan lapisan pada saat pembuatan OSB. Penelitian yang dilakukan oleh Kuklewski et al. (1985) menyatakan bahwa nilai aspect ratio

pada suatu strand yang mencapai dua dapat menghasilkan OSB dengan sifat fisis dan mekanis yang sangat baik.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri kehutanan di Indonesia saat ini menghadapi beberapa masalah yang kompleks yaitu terbatasnya kayu bulat yang dapat dihasilkan per tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS (2013) menjelaskan bahwa produksi kayu bulat untuk pertukangan dan komposit tahun 2012 sebanyak 25,33 juta m3 dan mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 23,22 juta m3.

Kondisi ini mengakibatkan sulitnya untuk memenuhi peningkatan permintaan kebutuhan kayu yang ada, sehingga perlu dicari bahan baku alternatif pengganti kayu untuk memenuhi industri perkayuan dan komposit. Beberapa alternatif telah dilakukan dalam rangka mengatasi hal itu, yaitu dengan memanfaatkan perkembangan teknologi komposit seperti OSB (oriented strand board), papan semen, papan serat, dan lain–lain (Iswanto et al., 2010).

Seiring timbulnya berbagai isu lingkungan serta tuntutan konsumen akan produk yang berkualitas, maka pemanfaatan bahan-bahan non-kayu berlignoselulosa, seperti bambu sebagai bahan baku OSB, dapat menjadi salah satu alternatif untuk mensubstitusi kebutuhan akan kayu sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan (Setyawati et al., 2006). Bambu sebagai material non-kayu mengandung lignoselulosa yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan baku komposit seperti OSB. Menurut SBA (2005) OSB adalah panel struktur yang cocok untuk penggunaan yang luas dalam bidang konstruksi dan industri. Panel berbentuk lembaran ini dibuat dari strand yang dipotong dari

pohon berdiameter kecil dan cepat tumbuh dan disatukan dengan perekat dan dikempa panas. APA (2009) menyebutkan bahwa OSB dibuat dengan pola saling tegak lurus mirip kayu lapis untuk menghasilkan panil struktur yang kuat dan keras. OSB disusun oleh strand yang tipis dan berbentuk persegi panjang dengan arah yang teratur satu sama lain. OSB disatukan dengan perekat tahan air.

Menurut Sulastiningsih et al., (2013), bambu di Indonesia terdiri atas 160 jenis; 38 jenis di antaranya merupakan jenis introduksi dan 122 jenis merupakan tanaman asli. Menurut data FAO & INBAR (2005), luas tanaman bambu di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 2,1 juta ha yang terdiri atas 0,7 juta ha luas tanaman bambu di dalam kawasan hutan dan 1,4 juta ha luas tanaman bambu di luar kawasan hutan.

Pemahaman atas sifat-sifat bambu diperlukan karena akan digunakan sebagai bahan baku, khususnya dalam pembuatan OSB. Sifat-sifat OSB dipengaruhi oleh struktur lapisan, panjang strand, jenis perekat dan arah susunan

strand (Sumardi et al., 2008) . Penggunaan bahan baku yang sesuai dengan sifat dasarnya akan memberikan manfaat yang lebih besar. Informasi sifat dasar bambu (sifat anatomi, kimia, fisis, dan mekanis) menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan bahan yang efisien (Nugroho et al., 2013).

Bambu tali dipilih sebagai bahan baku pembuatan OSB karena sifat bambu tali yang memiliki serat lurus serta memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan beban di atasnya. Fokus penelitian ini adalah melihat pengaruh panjang strand

terhadap kualitas OSB yang dihasilkan. Strand yang panjang memiliki nilai

slenderness (perbandingan antara panjang strand dengan tebal strand) yang tinggi serta aspect ratio (perbandingan antara panjang strand dengan lebar strand) yang

tinggi. Nilai slenderness yang tinggi menghasilkan kekuatan mekanis yang tinggi pada OSB yang dihasilkan, sedangkan nilai aspect ratio yang lebih dari satu memudahkan penyusunan strand dalam proses pembentukan OSB (Maloney, 1993).

Penelitian ini menggunakan bambu tali (Gigantochloa apus) sebagai bahan baku utama pembuatan strand. Berdasarkan uraian tersebut, untuk optimalisasi pemanfaatan bambu, maka penelitian mengenai pengaruh panjang

strand terhadap kualitas OSB dari bambu tali dilakukan.

Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh panjang strand bambu tali terhadap kualitas OSB berdasarkan standar JIS A 5908 (2003).

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pemanfaatan bambu tali sebagai bahan baku pembuatan OSB

2. Diharapkan OSB dari bahan bambu tali ini dapat menjadi alternatif material pengganti kayu

Hipotesis

ABSTRAK

MUHAMMAD IDRIS. Pengaruh Panjang Strand terhadap Kualitas

Oriented Strand Board dari Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz.).Dibawah bimbingan APRI HERI ISWANTO dan TITO SUCIPTO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh panjang strand

terhadap kualitas OSB dari bambu tali. Perlakuan dari penelitian ini adalah ukuran panjang strand 5, 10, 15, 20, dan 25 cm. Papan dibuat berukuran 25x25 cm2 dengan target ketebalan dan kerapatan masing-masing sebesar 1 cm dan 0,7 g/cm3. OSB dibuat 3 lapis bersilang tegak lurus dengan komposisi face:core:back

sebesar 1:2:1. Perekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah isosianat tipe H3M dengan kadar perekat 5% dan solid content 98%. Pencetakan lembaran papan dengan menggunakan kempa panas pada suhu 1600C selama 5 menit dengan tekanan 25 kgcm-2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter sifat fisis telah memenuhi standar JIS A 5908 (2003) kecuali kadar air. Parameter sifat mekanis secara keseluruhan telah memenuhi standar. MOR dan MOE menunjukkan kecenderungan semakin panjang strand yang digunakan menyebabkan peningkatan MOR dan MOE, tetapi pada internal bond terjadi sebaliknya.

ABSTRACT

MUHAMMAD IDRIS. Effect of Strand Length on Oriented Strand Board Quality made from Tali Bamboo (Gigantochloa apus Kurz). Under supervised

APRI HERI ISWANTO and TITO SUCIPTO.

The objective of this research was to evaluate the effect of strand length on OSB quality made from Tali bamboo. Variation of strand length that used in this research was 5, 10, 15, 20 and 25 cm. The size of boards, thickness and density target were 25x25 cm2, 1 cm, and 0,7 g/cm3 respectively. OSB was manufactured in three layer with perpendicular strand orientation for each layers. Layers ratio in face:core:back was 1:2:1. The amount of 5% Isocyanate resin (H3M type) with 98% solid content for binding in manufacturing of board. After mat forming, the next step was hot pressing process in 1600C temperature for 5 minutes and 25 kgcm-2 pressure. The results showed that parameter of physical properties had fulfill requirement of JIS A 5908 (2003) except of moisture content. Furthermore, overall the parameter of mechanical properties had fulfill those standard. Trend of MOR and MOE showed that increasing of strand length caused of increasing those parameter, but the opposite trend occured on internal bond.

PENGARUH PANJANG STRAND TERHADAP KUALITAS

Dokumen terkait