Bio-Ekologi Anggrek Dendrobium lasianthera Taksonomi
Anggrek Dendrobium lasianthera merupakan tanaman asli dari daerah tropis Asia dan Pasifik, tepatnya di Papua (Gilbert, 1953). Taksonomi anggrek Dendrobium lasianthera adalah Kingdom: Plantae; Sub kingdom: Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh); Divisi: Spermatophyta; Sub Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida (berkeping satu/monokotil); Sub Kelas: Liliidae; Ordo: Orchidales; Famili: Orchidaceae (suku anggrek-anggrekan); Genus: Dendrobium; Spesies: Dendrobium lasianthera (Anonim, 2008).
Morfologi
Anggrek merupakan salah satu tanaman yang memiliki beragam warna pada bunganya. Ciri khas dari anggrek Dendrobium lasianthera adalah sepal dan petal bunganya yang terpilin menyerupai spiral. Warna bunganya perpaduan warna coklat, merah marun dan ungu (Gambar 1b). Morfologi tanaman anggrek terdiri dari berbagai bagian yaitu, akar, batang, daun, bunga, dan buah.
Akar anggrek Dendrobium lasianthera bebentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah. Bagian ujung akar meruncing, licin dan sedikit lengket. Akar tampak berwarna putih keperakan dan hanya bagian ujung akar berwarna hijau atau tampak keunguan. Akar mempunyai filamen, yaitu lapisan luar terdiri dari beberapa lapis sel berongga dan transparan, serta merupakan lapisan pelindung pada sistem saluran akar (Destri dan Jodi, 2006). Filamen ini berfungsi melindungi akar dari kehilangan air selama proses transpirasi dan evaporasi, menyerap air, melindungi bagian dalam akar, serta membantu akar melekat pada benda yang ditumpanginya. Air atau hara yang langsung mengenai akar akan diabsorbsi (diserap) oleh filamen dan ujung akar (Darmono, 2008).
Menurut Darmono (2008), bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang ramping, gemuk berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa umbi semu (pseudobulb). Batang anggrek Dendrobium
5 lasianthera berbentuk ramping memanjang dan tingginya hampir mancapai tiga meter (Gilbert, 1953). Batang anggrek dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu tipe simpodial dan tipe monopodial (Destri dan Jodi, 2006). Tipe simpodial mempunyai beberapa batang utama dan berumbi semu (pseudobulb) dengan pertumbuhan ujung batang terbatas. Pada tipe monopodial mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas, bentuk batang ramping tidak berumbi dan tangkai bunga keluar di antara dua ketiak daun. Anggrek Dendrobium lasianthera termasuk dalam tipe simpodial karena pertumbuhan ujung batang terbatas dan mempunyai beberapa batang utama (Gambar 1a).
Daun anggrek Dendrobium lasianthera berbentuk bulat telur memanjang, dengan tebal daun agak berdaging dan kaku. Bagian tepi tidak bergerigi, tidak bertangkai, dan sepenuhnya duduk pada batang. Tulang daun sejajar dengan tepi daun berakhir di ujung daun. Susunan daun berselang-seling atau berhadapan. Warna daun hijau muda sampai hijau tua (Latif, 1960).
Gambar 1. Batang Anggrek Dendrobium lasianthera (a); Bunga Anggrek Dendrobium lasianthera
Sumber: (David, 2010)
Bunga anggrek Dendrobium lasianthera tersusun dalam karangan bunga dan pada satu karangan dapat terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Anggrek Dendrobium lasianthera memiliki lima bagian utama bunga seperti bunga anggrek Dendrobium lainnya (Gambar 2) yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik) dan ovarium (bakal buah). Sepal berjumlah tiga buah, sepal bagian atas disebut sepaldorsal, sedangkan dua lainnya
6 disebut sepal lateral. Petal berjumlah tiga buah, petal pertama dan kedua letaknya berseling dengan sepal, dan petal ketiga mengalami modifikasi menjadi labellum (Latif, 1960). Tangkai bunga dapat keluar dari ujung pseudobulb atau dari samping pseudobulb.
Pada anggrek Dendrobium lasianthera modifikasi sepal dan petal yang terlihat melintir menyerupai spiral tidak terlihat seperti layaknya sepal dan petal anggrek Dendrobium lainnya. Column (tungu) yang terdapat di bagian tengah bunga merupakan tempat alat reproduksi jantan dan alat reproduksi betina. Pada ujung column (tungu) terdapat anter atau kepala sari yang merupakan gumpalan serbuk sari atau pollinia. Pollinia tertutup dengan sebuah cap (anther cap). Stigma (kepala putik) terletak dibawah rostellum dan menghadap ke labellum. Ovarium bersatu dengan dasar bunga dan terletak di bawah column, sepal dan petal (Latif, 1960).
Gambar 2. Bagian-bagian Bunga Anggrek Dendrobium Sumber: (Subhan, 2010).
Menurut Sumartono (1981), buah anggrek mengandung ribuan sampai jutaan biji yang sangat halus, berwarna kuning sampai coklat. Pembiakan dengan biji lebih sukar dibandingkan dengan cara lainnya, karena biji anggrek tidak mengandung endosperma atau cadangan makanan. Pembiakan dengan biji yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan varietas baru.
7
Ekologi
Anggrek merupakan tanaman terna perenial dengan perawakan yang beraneka ragam, hidup sebagian besar epifit, ada yang saprofit dan terrestrial (Tjitrosoepomo, 2007). Anggrek Dendrobium lasianthera menyukai sinar matahari penuh dengan intensitas yang tinggi. Pertumbuhan anggrek Dendrobium lasianthera dipengaruhi oleh cahaya (intensitasnya, panjang hari atau lama penyinaran), kelembaban udara, dan temperatur udara (Gilbert, 1953).
Aklimatisasi Bibit Anggrek
Tahap akhir dalam kegiatan budidaya tanaman secara kultur jaringan adalah aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan jika planlet sudah memiliki organ lengkap yang umumnya berumur delapan hingga dua belas bulan. Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang merupakan masalah penting dalam budidaya tanaman menggunakan bibit dari teknik kultur jaringan. Banyak kegagalan yang terjadi pada saat proses aklimatisasi berlangsung.
Karakteristik planlet hasil kultur in vitro sangat berbeda bila dibandingkan dengan tanaman yang hidup pada kondisi in vivo (Zulkarnain, 2009). Tanaman hasil perbanyakan kultur in vitro menunjukkan beberapa karakterikstik yang khas diantaranya: daun tanaman yang berasal dari kultur in vitro sering memperlihatkan lapisan kutikula yang kurang berkembang sebagai akibat tingginya kelembaban dalam wadah kultur (90-100%). Lapisan kutikula yang tipis mengakibatkan tanaman akan kehilangan air dalam jumlah cukup besar melalui evaporasi kutikula pada saat tanaman dipindahkan pada kondisi in vivo. Planlet kadang memiliki daun yang tipis, lunak, tidak aktif berfotosintesis, dan tidak adaptif terhadap kondisi in vivo. Sel-sel palisade lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Stomata tidak berfungsi dengan sempurna sehingga menyebabkan terjadinya cekaman air (Zulkarnain, 2009).
Pada planlet hasil kultur jaringan, sistem pembuluh angkut antara pucuk dan akar sering tidak terhubung dengan sempurna sehingga menyebabkan berkurangnya transport air dan hara. Sistem perakaran yang cenderung mudah
8 rusak dan tidak berfungsi dengan baik akan membuat pertumbuhan tanaman pada kondisi in vivo sangat tertekan (Zulkarnain, 2009).
Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya persentase tumbuh tanaman jika proses aklimatisasi tidak dilakukan dengan baik. Kegiatan aklimatisasi merupakan kegiatan penting yang akan menentukan hasil akhir keberhasilan teknik kultur jaringan. Kondisi non aseptik dan tidak terkontrol baik suhu, cahaya, dan kelembaban, memaksa tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof. Perlakuan yang tepat dan terkontrol pada planlet akan menentukan tingkat keberhasilan saat aklimatisasi.
Banyak metode yang sudah dilakukan untuk meminimalisir kegagalan seperti pemberian sungkup, paranet, rumah lindung (green house), pengaturan cahaya, hingga proses hardening. Kondisi lingkungan yang kondusif seperti intensitas cahaya, suhu, kelembaban, dan suplai hara akan mendukung tercapainya proses aklimatisasi (Zulkarnain, 2009).
Paclobutrazol
Zat penghambat tumbuh tanaman adalah senyawa organik yang menghambat perpanjangan batang, meningkatkan warna hijau daun, dan secara tidak langsung mempengaruhi pembungaan tanpa menyebabkan pertumbuhan abnormal (Cathey, 1975). Zat penghambat tumbuh (retardan) menyebabkan perubahan biokimia dalam sel seperti stimulasi aktivitas peroxidase dan IAA oksidase, penghambatan respirasi, meningkatkan permeabilitas membran, penghambatan oksidasi tryptomin menjadi indole acetaldehyde, dan meningkatkan fotosintesis tanaman (Harjadi, 2009). Paclobutrazol termasuk zat pengatur tumbuh golongan retardan yang berpengaruh terhadap metabolisme tanaman pada meristem sub apikal.
Paclobutrazol merupakan anggota dari triazoles, yang tercatat sebagai penghambat pertumbuhan, yang mempunyai keaktifan paling tinggi digolongannya (Purohit, 1986). Triazol ditransportasikan oleh daun melalui xylem, tetapi dapat ditransportasikan keluar pada daun menuju bagian lain pada tanaman (Purohit, 1986). Paclobutrazol merupakan turunan pirimidin yang memiliki rumus empirik C15H20CIN3O dengan nama kimia Paclobutrazol (2RS,
9 3RS) - 1 - (4-chlorophenyl) - 4,4 - dimethyl - 2 - (1H-1,2,4-triazol-1-yl) pentan-3- ol (Hazarika, 2003).
Prinsip kerja paclobutrazol di dalam tanaman yaitu menghambat sintesis giberelin dengan cara menghambat oksidasi kaurene menjadi asam kaurenat (Gambar 3). Terhambatnya sintesis giberelin mengakibatkan pemanjangan dan pembelahan sel pada sub apikal berjalan lambat (Krishnamoorthy, 1981). Hal ini mengakibatkan penurunan laju pemanjangan sel secara morfologi dan secara tidak langsung mengalihkan asimilat ke fase generatif.
Mevalonic acid
ABA Farnesy pyrophosphate
Geranyl geranyl pyrophosphate
Copalyl pyrophosphate ent-kaurene ent-kaurenol ent-kaurenal GA12 aldehyde Other giberellins chlorophyll chlorda BTS 44584 chloromequat chloride mepiquat chloride paclobutrazol tripenthenol uniconazol ancymidol flurprimidol tetcyclasis Squalen 2.3-oxidosqualene cycloeucalenol obtusifoliol stigmasterol
Gambar 3. Skema Penghambatan Sintesis Giberelin oleh Paclobutrazol (Hazarika, 2003).
10 Paclobutrazol merupakan zat pengatur tumbuh yang telah dibuktikan dapat mempengaruhi ketegaran planlet dan menambah butir-butir klorofil. Akar dan batang menjadi kuat bila ditambahkan anti giberelin (Lestari dan Purnamaningsih, 2005). Paclobutrazol dengan konsentrasi rendah dapat meningkatkan perakaran dan kualitas planlet. Paclobutrazol menyebabkan banyak perubahan morfologi, anatomi, fisiologi dan biokimia pada tanaman melalui reduksi reaksi hydroxilasi yang dibutuhkan untuk giberelin dan biosintesis sterol (Sitepu, 2007).
Tanaman yang diberi retardan menunjukkan daun yang lebih hijau, ruas lebih pendek, dan pengurangan kerusakan tanaman (Harjadi, 2009). Pemberian retardan dapat menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman dan dapat memperpendek tinggi tanaman serta mengurangi tingkat kerebahan, sehingga tanaman tampak roset dan kompak (Harjadi, 2009). Pemberian paclobutrazol 600 ppm menghasilkan ruas batang lebih pendek, luas daun semakin sempit dan meningkatkan jumlah tunas berbunga pada tanaman melati (Jasminum sambac) (Herlina dan Dwiatmini, 1996).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB, selama tiga bulan yaitu: Oktober hingga Desember 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya planlet anggrek Dendrobium lasianthera berumur sekitar satu tahun, berasal dari Nursery Budi Handoyo Orchid, di kota Malang Jawa Timur, media tanam pakis cacah, fungisida, bakterisida, pupuk daun, dan retardan paclobutrazol.
Alat yang digunakan adalah SPAD (Soil Plant Analysis Development) alat tanam, pinset, pot anggrek, sprayer, jangka sorong, sarung tangan, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan faktor tunggal yaitu konsentrasi paclobutrazol. Terdapat lima taraf konsentrasi paclobutrazol yaitu: 0, 5, 10, 15, 20 ppm. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali, sehingga terdapat 25 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 10 planlet anggrek Dendrobium lasianthera. Jumlah total planlet yang ditanam adalah 250 planlet. Masing-masing satuan percobaan terdapat lima planlet yang diamati sehingga terdapat 125 planlet sebagai satuan amatan. Pemberian perlakuan pada masing-masing kelompok percobaan adalah sebagai berikut:
Kontrol : planlet ditanam dalam media pakis cacah tanpa paclobutrazol (kelompok kontrol)
P1 : planlet ditanam dalam media pakis cacah + 5 ppm paclobutrazol P2 : planlet ditanam dalam media pakis cacah + 10 ppm paclobutrazol P3 : planlet ditanam dalam media pakis cacah + 15 ppm paclobutrazol P4 : planlet ditanam dalam media pakis cacah + 20 ppm paclobutrazol
12 Model matematika yang digunakan yaitu:
Yij = μ + τi + εij (i = 1,…p; j = 1,…r)
Dimana :
Yij = Respon pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j μ = Nilai tengah umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Data hasil pengamatan diuji dengan uji-F dan jika hasil yang diperoleh berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α = 5% (Gomez dan Gomez, 2007).
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan dan Sterilisasi Peralatan
Media tanam pakis cacah direndam dalam air bersih yang diberi larutan fungisida. Pinset, pot tanam, dan peralatan tanam lainnya dicuci dengan air bersih.
Pemindahan Planlet dari Botol Kultur
Planlet dikeluarkan dari dalam botol kultur dimulai dengan memasukkan air ke dalamnya, kemudian botol digoyang sehingga planlet terlepas dari medianya. Planlet dikeluarkan satu persatu menggunakan pinset panjang. Planlet dicuci bersih dari media agar-agar yang menempel, kemudian direndam pada larutan fungisida dan bakterisida selama ± 10-15 menit. Planlet diletakkan diatas kertas koran dan dikering anginkan selama satu hari.
Sterilisasi Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dalam tahap aklimatisasi terdiri dari lingkungan umum yaitu ruang transfer secara keseluruhan dan lingkungan khusus yaitu lingkungan di dalam rak-rak tanam (green house). Kebersihan lingkungan khusus dilakukan
13 dengan pembersihan media tanam dari gulma dan tanaman pengganggu lainnya, dan menjaga kebersihan green house (Gambar Lampiran 2a).
Perlakuan
Pemberian perlakuan dengan perendaman larutan paclobutrazol dilakukan sehari setelah planlet dikeluarkan dari botol. Volume larutan yang digunakan, yaitu 250 mL sehingga dapat merendam seluruh planlet. Pemberian paclobutrazol dilakukan dengan merendam planlet selama 30 menit sesuai perlakuan (Gambar Lampiran 1).
Penanaman
Penanaman planlet dilakukan dalam green house, dengan media tanam dan peralatan yang sebelumnya sudah dipersiapkan. Pot diisi dengan pakis cacah kurang lebih 3/4 bagian. Planlet ditanam di dalam pot dengan diameter 15 cm sebanyak 10 planlet dalam tiap satuan percobaan. Jarak tanam diatur agar planlet tidak saling menutupi dan memiliki ruang tumbuh yang kondusif (Gambar Lampiran 2b).
.
Pemeliharaan
Pecegahan terhadap hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan aplikasi bakterisida Agrept dengan konsentrasi 1 g/L, dan fungisida Dithane M-45 1 g/L yang disemprotkan setiap dua minggu.
Pemeliharaan juga dilakukan dengan memberikan pemupukan secara berkala setiap minggu. Pemupukan dimaksudkan untuk menjaga ketersediaan hara selama kelangsungan hidup tanaman. Pemupukan diberikan setiap minggu dengan konsentrasi 1 g/L dan perbandingan unsur hara N:P:K adalah 30:10:10, pupuk yang digunakan adalah pupuk daun. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan frekuensi penyiraman satu kali setiap hari.
14
Pengamatan
Peubah yang diamati pada masing-masing perlakuan dalam penelitian ini meliputi:
1. Persen tumbuh planlet (diamati setiap minggu hingga akhir pengamatan) Keberhasilan aklimatisasi (%) = Jumlah planlet hidup
x
100%Total planlet
2. Jumlah daun total (jumlah daun yang telah membuka sempurna)
3. Panjang daun (diamati setiap minggu dan diukur dari pangkal hingga ujung daun terpanjang)
4. Lebar daun (diamati setiap minggu dan diukur dari daun terlebar)
5. Pertambahan jumlah tunas baru (diamati setiap minggu dan dihitung pertambahan jumlah tunas yang muncul)
6. Jumlah Akar (dihitung pada 8 MSP) 7. Panjang akar primer (diamati pada 8 MSP)
8. Diameter akar (diukur dari bagian tengah akar terbesar pada 8 MSP, dengan menggunakan jangka sorong)
9. Warna daun (diamati dengan menggunakan alat SPAD pada 8 MSP)
Penggunaan alat SPAD dengan tahapan: kalibrasi alat, kemudian meletakkan daun pada penjepit yang sudah terdapat pada alat tersebut. Nilai warna daun akan ditunjukkan pada layar dan perhitungannya menggunakan rumus:
Nilai kalibrasi x Nilai yang tertera pada layar alat Nilai baku yang tertera pada alat
10.Jumlah Klorofil (diamati dengan metode USIDA pada 8 MSP)
Pengamatan jumlah kloroifl menggunakan metode USIDA dengan cara kerja: daun tanaman ditimbang 0.05 g kemudian dihaluskan dengan mortar dan ditambahkan aseton 2 mL sehingga terbentuk cairan. Cairan tersebut dimasukkan dalam tabung ependorf dan disentrifuge. Fitrat dipisahkan dalam labu takar dan diekstraksi kembali hingga tidak terbentuk warna, kemudian ditambahkan aseton sampai tanda tera. Setelah cairan siap dimasukkan ke dalam alat spektrofotometer pada gelombang 645 nm dan 663 nm. Nilai yang absorban yang keluar dari alat spektofotometer
15 digunakan dalam perhitungan dengan rumus sebagai berikut untuk memperoleh nilai klorofil a dan klorofil b (Yoshida, et al., 1976):
Klorofil a (mg/g) = [(12.7 x A 663) – (2.69 x A 645)] x fp Bobot sample (g) Klorofil b (mg/g) = [( 22.9 x A 645) – (4.68 x A 663)] x fp Bobot sample (g) fp = 10 mL x 1L 1000 mL
11.Kerapatan stomata (diamati pada 8 MSP)
Kerapatan stomata (per mm2) dihitung menggunakan rumus: Jumlah stomata pada bidang pandang
Luas bidang pandang (perbesaran) 12.Kerapatan sel palisade (diamati pada 8 MSP)
Kerapatan sel palisade (per mm2) dihitung menggunakan rumus: Jumlah sel palisade pada bidang pandang
Luas bidang pandang (perbesaran) 13.Diameter sel palisade (diamati pada 8 MSP)
Pengukuran diameter sel palisade menggunakan mikroskop dan bantuan software DP2-BSW.
14.Tinggi tanaman (diamati pada 4 dan 8 MSP)
15.Bobot segar tanaman (ditimbang seluruh bagian tanaman, baik akar, batang dan daun pada 8 MSP
HASIL DAN PEMMBAHASSAN
Keadaan UUmum Se baik dalam putih Pseu merah T menyebab menyebab keperakan Gambar 4 Pe larutan A konsentras seminggu pemupuka menyempo Pemupuka daun kons dari selur cara umum m green ho udococcus s Tenuipalpus bkan daun bkan daun n yang berlik 4. Planlet An (a); Planlet Tungau Me nanggulang grept deng si 1 g/L. La sekali. Ke an. Frekuen otkan air ke an dilakuka sentrasi 1 g ruh perlak m planlet an ouse, walau spp pada um pacificus menjadi seperti be ku-liku (San nggrek Den upun terdap mur 4 MSP s (Gambar menguning ergambar p ndra, 2010) ndrobium l pat planlet (minggu se r 4). Sera g, sedangk eta dengan . asianthera yang terse telah perlak angan ham kan hama n adanya g tumbuh de erang hama kuan) dan tu ma kutu tungau m garis-garis engan kutu ungau putih merah putih nggrek Den t Anggrek D erah (b). gan hama d an konsent arutan terse egiatan pem nsi penyira e seluruh pe an satu ming g/L. Persent kuan lebih ndrobium la Dendrobium dan penyak trasi 1 g/L ebut disemp meliharaan y aman dilak ermukaan p ggu sekali d tase tanama dari 70% a asianthera T m lasianther kit dilakuka dan fungis protkan ke s yang dilaku kukan satu planlet dan dengan men an yang hid %. Tanama Terserang H ra Akibat Te an dengan sida Dithan seluruh per ukan yaitu u kali setia media tana nyemprotka dup hingga an yang d Hama Kutu P b erserang Ha Putih b ama menyempr ne M-45 de rmukaaan p penyiraman ap hari de am hingga b an larutan p akhir pene diberi perla otkan engan lanlet n dan engan basah. pupuk elitian akuan17 paclobutrazol umumnya memiliki penampilan yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman control (tanpa aplikasi paclobutrazol)
.
Hasil
Berdasarkan hasil rekpitulasi sidik ragam (Tabel Lampiran 1), diketahui bahwa pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun total dan lebar daun tanaman anggrek Dendrobium lasianthera . Pada peubah jumlah daun total dan lebar daun berpengaruh nyata pada 6 MSP dan berpengaruh sangat nyata pada 7 dan 8 MSP.
Paclobutrazol tidak memberikan respon yang nyata pada peubah persen tumbuh, panjang daun, pertambahan jumlah tunas, jumlah akar, panjang akar, diameter akar, diameter sel palisade, warna daun, tinggi tanaman, dan bobot segar tanaman. Jumlah stomata berkisar antara 50.96 hingga 86.64 per mm2, jumlah sel palisade berkisar antara 229.35 hingga 346.58 per mm2 dan jumlah klorofil (a+b) berkisar antara 0.4296 hingga 0.8477 mg/g.
Persentase Tumbuh Planlet
Persen tumbuh pada data hasil analisis (Tabel 1) menunjukkan bahwa persentase tumbuh planlet tidak berbeda nyata antar perlakuan. Perlakuan dengan aplikasi paclobutrazol tidak meningkatkan persen tumbuh planlet anggrek Dendrobium lasianthera.
Planlet anggrek Dendrobium lasianthera cenderung mengalami penurunan daya tumbuh selama delapan minggu selama pengamatan. Persen tumbuh planlet yang diberi aplikasi paclobutrazol masih tinggi (mencapai 90%) sampai 3 MSP.
18 Tabel 1. Rata-Rata Persentase Tumbuh Planlet Anggrek Dendrobium lasianthera Paclobutrazol (ppm) Waktu pengamatan (MSP) 1 2 3 4 5 6 7 8 ...%... 0 92 92 90 84 80 76 74 72 5 96 96 96 94 88 80 78 78 10 94 94 94 90 86 82 80 78 15 98 98 98 94 94 83 78 78 20 98 98 98 98 88 88 84 84 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn KK 6.93 6.93 8.13 8.55 10.87 10.82 14.46 14.72
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
KK = Koefisien Keragaman
Jumlah Daun Total
Jumlah daun total diamati setiap minggu hingga 8 MSP, jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna. Aplikasi paclobutrazol terhadap jumlah daun total tidak berpengaruh nyata pada 1 hingga 5 MSP (Tabel 2). Hasil analisis statistik pada 8 MSP menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 10 ppm berbeda nyata dengan semua perlakuan dengan jumlah daun total tanaman 6 helai.
Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Daun Total Anggrek Dendrobium lasinathera Paclobutrazol (ppm) Waktu pengamatan (MSP) 1 2 3 4 5 6 7 8 ……….helai……… 0 3.32 3.32 3.32 3.32 4.32 4.56b 5b 5.16b 5 3.48 3.48 3.48 3.48 4.52 4.92ab 5.28b 5.52b 10 3.76 3.76 3.76 3.76 4.76 5.20a 5.8a 6a 15 3.36 3.36 3.36 3.36 4.04 4.48b 5.04b 5.36b 20 3.6 3.6 3.6 3.6 4.2 4.84ab 5.2b 5.52b Uji F tn tn tn tn tn * ** ** KK 9.71 9.71 9.71 9.71 9.38 7.90 6.79 5.96
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%
** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%
tn = tidak berbeda nyata
MSP = Minggu Setelah Perlakuan
19
Panjang Daun
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi paclobutrazol tidak berpengaruh nyata menghambat panjang daun (Tabel 3). Sejak minggu awal setelah perlakuan, rata-rata panjang daun tanaman cenderung meningkat hingga akhir pengamatan.
Tabel 3. Rata-Rata Panjang Daun Anggrek Dendrobium lasianthera Paclobutrazol (ppm) Waktu pengamatan (MSP) 1 2 3 4 5 6 7 8 ………cm………. 0 4.28 4.3 4.36 4.39 4.49 4.6 4.67 4.7 5 4.9 5.02 5.05 5.06 5.24 5.2 5.34 5.41 10 5.39 5.40 5.44 5.44 5.46 5.54 5.60 5.66 15 5.24 5.24 5.24 5.25 5.27 5.32 5.36 5.41 20 4.75 4.76 4.76 4.77 4.78 4.82 4.86 4.89 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn KK 11.29 11.37 11.38 11.27 11.11 11.24 11.14 10.94
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
KK = Koefisien Keragaman
Lebar Daun
Lebar daun tidak dihambat oleh pemberian paclobutrazol pada 1 hingga 5 MSP (Tabel 4). Konsentrasi paclobutrazol 15 ppm berbeda nyata dengan perlakuan 0 ppm, dan 5 ppm. Perlakuan paclobutrazol 15 ppm menghasilkan lebar daun terkecil pada 8 MSP, dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pemberian paclobutrazol menunjukkan respon linier pada 6 dan 7 MSP, serta respon kuadratik pada 8 MSP. Respon linier pada 7 MSP memiliki persamaan y = 0.7344 - 0.01072x, dengan R2 = 0.46 (Gambar 6). Respon kuadratik pada 8 MSP memiliki persamaan y = 0.8037 – 0.02730x + 0.000857x2, dengan R2 = 0.54 (Gambar 7). Pemberian paclobutrazol menurunkan lebar daun anggrek Dendrobium lasianthera pada 6 dan 7 MSP.
20 Tabel 4. Rata-Rata Lebar Daun Anggrek Dendrobium lasianthera
Paclobutrazol (ppm)
Waktu pengamatan (MSP)
1 2 3 4 5 6 7 8
………..cm………
0 0.46 0.49 0.53 0.58 0.62 0.71a 0.76a 0.79a 5 0.44 0.49 0.50 0.51 0.56 0.6ab 0.67ab 0.70ab 10 0.48 0.49 0.52 0.52 0.52 0.57bc 0.60bc 0.62bc 15 0.44 0.45 0.45 0.45 0.46 0.49c 0.52c 0.56c 20 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48 0.52bc 0.57bc 0.61bc
Uji F tn tn tn tn tn * ** **
KK 20.35 19.54 17.13 16.22 17.01 13.84 12.96 12.15
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%
** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%
tn = tidak berbeda nyata
MSP = Minggu Setelah Perlakuan
KK = Koefisien Keragaman
y = 0.7344 – 0.01072x
Gambar 5. Respon Lebar Daun terhadap Pemberian Paclobutrazol pada 7 MSP.
y = 0.8037-0.02730X + 0.000857x2
Gambar 6. Respon Lebar Daun terhadap Pemberian Paclobutrazol pada 8 MSP
21
Pertambahan Jumlah Tunas Baru
Tunas baru pada planlet anggrek Dendrobium lasianthera mulai muncul pada 5 MSP (Tabel 5). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa konsentrasi paclobutrazol tidak nyata meningkatkan pertambahan jumlah tunas baru pada 5 hingga 8 MSP. Jumlah tunas baru yang dihasilkan tanaman rata-rata tertinggi terdapat pada 5 MSP.
Tabel 5. Rata-Rata Pertambahan Jumlah Tunas Baru Anggrek D. lasianthera Paclobutrazol (ppm) Waktu pengamatan (MSP) 5 6 7 8 0 0.56 0.08 0.12 0.04 5 0.64 0.24 0.08 0.04 10 0.60 0.20 0.24 0.04 15 0.48 0.36 0.40 0.04 20 0.52 0.40 0.20 0.12 Uji F tn tn tn tn KK 1.73 2.93 2.42 1.13
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
KK = Koefisien Keragaman
Jumlah Akar, Panjang Akar, dan Diameter Akar
Konsentrasi paclobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah, panjang, dan diameter akar tanaman anggrek Dendrobium lasianthera (Tabel 6). Panjang akar tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan 0 ppm yaitu sebesar 3.85 cm. Pada perlakuan 20 ppm memiliki rata-rata panjang akar terkecil yaitu 3.03 cm. Diameter akar terbesar terdapat pada tanaman kontrol yaitu sebesar 0.17 cm dan terkecil pada perlakuan 5 ppm yaitu sebsar 0.11 cm. Pada penelitian ini pemberian paclobutrazol menginduksi terbentuknya akar lateral tanaman. Akar lateral terdapat pada seluruh perlakuan dengan paclobutrazol, 5, 10, 15, dan 20 ppm. Tanaman kontrol menunjukkan tidak terdapat akar lateral (Gambar 8).
22 Tabel 6. R D Rata-Rata Ju Paclobut (ppm 0 5 10 15 20 Uji F KK Keterangan G Warna D Wa pengamata Developm 0 ppm endrobium umlah Akar trazol m) J F : tn KK Gambar 7. P aun arna daun an 8 MSP