• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usahatani Tembakau

Tembakau merupakan salah satu komoditas utama perdagangan di dunia dengan produk utama daun tembakau dan rokok. Agribisnis tembakau menurun sejak tahun 2000-an setelah mengalami peningkatan selama beberapa dekade yang terlihat dari luas panen, produksi, serta konsumsi tembakau dan rokok. Hal ini disebabkan oleh tekanan kelompok masyarakat yang peduli dengan kesehatan dan lingkungan serta kebijakan pembatasan tembakau yang mengakibatkan pergeseran produksi ke negara berkembang. Produksi tembakau turun lebih cepat dibandingkan penurunan konsumsinya, sedangkan penawaran dan permintaan tembakau tumbuh sejalan dengan pertumbuhan penduduk sehingga menyebabkan kenaikan harga tembakau di dunia. Hal ini dapat menjadi peluang bagi negara berkembang seperti Indonesia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Rachmat dan Nuryanti 2009).

Secara historis, komoditas tembakau telah menjadi komoditas komersial dan mendapat perhatian yang besar sejak pemerintahan Hindia Belanda. Kebijakan penanaman tembakau dilanjutkan pemerintah Indonesia melalui Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) dan perkebunan-perkebunan swasta di luar

Jawa. Saat ini usahatani tembakau diusahakan secara meluas oleh petani rakyat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hasil penelitian Saptana et al. (2003) menunjukkan bahwa usahatani tembakau memberikan keuntungan yang relatif tinggi atau di atas keuntungan normal walaupun pasar tembakau terdistorsi, terutama oleh tingginya bea cukai. Usahatani tembakau asepan di desa contoh irigasi teknis dan semi teknis serta tembakau rajangan di desa contoh irigasi sederhana di Kabupaten Klaten memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukkan nilai koefisien DRC<1 dan sekaligus memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai PCR<1 sehingga untuk Kabupaten Klaten, dari segi ekonomi maupun privat, akan lebih menguntungkan meningkatkan produksi dalam negeri dibandingkan impor. Komoditas tembakau layak untuk dikembangkan tidak hanya dari segi ekonominya saja, namun akan berperan dalam penyerapan tenaga kerja secara ekstensif, serta dalam rangka memperoleh sekaligus menghemat devisa. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah yang kurang bersahabat dengan petani dan pabrik rokok perlu ditinjau kembali.

Salah satu daerah yang banyak membudidayakan tembakau adalah Madura. Tembakau Madura memiliki dua peranan penting, yaitu sebagai bahan baku rokok kretek dan juga berperan dalam perekonomian mikro dan makro. Tembakau Madura memiliki kualitas spesifik yang dibutuhkan oleh pabrik rokok, terutama dari segi aroma. Tembakau Madura yang dibudidayakan di Pamekasan telah menjadi primadona bagi petani dan juga pabrik rokok karena dikenal memiliki kualitas yang tidak tertandingi di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Fauziyah (2010), beberapa permasalahan yang dihadapi petani tembakau di Pamekasan adalah penurunan produktivitas secara terus menerus, petani hanya bertindak sebagai price taker dalam pemasaran tembakau, dan lemahnya konsolidasi kelembagaan. Analisis frontier yang dilakukan menghasilkan faktor-faktor yang berpengaruh pada produksi tembakau, yaitu bibit, pupuk urea, pupuk TSP, dan pupuk kandang. Terdapat empat faktor yang berpengaruh pada inefisiensi usahatani, yaitu sumber pendapatan lain, penyuluhan pertanian, kontrak dengan perusahaan, dan keikutsertaan petani dalam koperasi.

Kajian mengenai keuntungan usahatani tembakau rakyat dan efisiensi ekonomisnya juga dilakukan oleh Larsito (2005). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa usahatani tembakau rakyat di Kendal belum memberikan tingkat keuntungan maksimum pada produsen. Hal ini disebabkan penggunaan masing-masing input variabel tenaga kerja, bibit dan pestisida belum belum optimal, sedangkan variabel pupuk telah optimal. Input variabel upah tenaga kerja, pupuk, dan input tetap luas lahan berpengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan, sedangkan input variabel bibit, pestisida, dan input tetap peralatan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan. Rata-rata skala usahatani tembakau rakyat di Kendal berada pada keadaan increasing returns to scale. Oleh karena itu, peningkatan keuntungan dilakukan dengan cara meningkatkan alokasi penggunaan input-input variabel maupun peningkatan manajemen usaha secara optimal. Berdasarkan hasil analisis efisiensi ekonomi relatif, terdapat perbedaan antara petani kecil dan petani besar. Petani yang mengelola lahan ≤ 0,5 ha lebih efisien dibanding dengan petani yang mengelola lahan > 0,5 ha. Permintaan input tenaga kerja dan pestisida elastis terhadap keuntungan, sedangkan permintaan bibit dan pupuk inelastis terhadap keuntungan. Penawaran produk tembakau inelastis terhadap perubahan keuntungan.

Walaupun tembakau merupakan komoditi bernilai ekonomis tinggi dengan peluang mendapat keuntungan yang besar namun usahatani tembakau juga berpotensi menimbulkan kerugian karena memiliki risiko yang besar. Ihsanudin (2010) melakukan penelitian mengenai risiko usahatani tembakau di Kabupaten Magelang. Pengusahaan tembakau memiliki risiko besar, baik risiko produksi, harga, biaya, dan pendapatan. Magelang merupakan daerah penghasil tembakau terbesar kedua di Jawa Tengah dengan produksi tembakau temanggung yang ditanam di dataran tinggi dan tembakau muntilan yang ditanam di dataran rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usahatani tembakau Kabupaten Magelang petani mengalami kerugian di mana tidak ada perbedaan pendapatan (kerugian) antara petani yang mengusahakan tembakau temanggung dan tembakau muntilan karena sama-sama mengalami kerugian. Usahatani tembakau temanggung memiliki risiko biaya, produksi, harga, dan pendapatan lebih tinggi dibandingkan usahatani tembakau jenis muntilan. Hal ini disebabkan oleh tingginya curah hujan, keadaan lahan, dan harga jual yang rendah.

Pengembangan agribisnis tembakau berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan petani, pendapatan negara, dan penyediaan lapangan kerja. Agribisnis tembakau tanpa dukungan teknologi akan berakibat pada menurunnya potensi kesuburan lahan, rendahnya mutu tembakau, dan tidak efisiennya biaya produksi. Dengan demikian, agribisnis tembakau membutuhkan dukungan inovasi teknologi yang tepat guna, efisien, dan ramah lingkungan. Inovasi teknologi berperan dalam mendukung perkembangan dan keberlanjutan agribisnis tembakau yang menjamin kelestarian lingkungan. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat telah menghasilkan teknologi-teknologi spesifik yang sesuai dengan kegunaan tembakau dan areal pengembangannya. Teknologi agribisnis tembakau yang dihasilkan untuk rokok kretek adalah varietas-varietas unggul tembakau madura dan temanggung berkadar nikotin lebih rendah, teknologi konservasi lahan, dan teknologi model simulasi untuk menentukan faktor-faktor ekologi yang menentukan potensi tembakau temanggung untuk berproduksi dan bermutu tinggi. Salah satu inovasi teknologi tembakau Virginia fc untuk rokok putih adalah oven pengering portabel, sedangkan teknologi untuk agribisnis tembakau cerutu besuki NO adalah teknologi pengairan, pengendalian hama dengan insektisida nabati, dan sistem pemanasan dilengkapi pengatur suhu otomatis untuk prosesing tembakau cerutu (Djajadi et al. 2007).

Tembakau merupakan komoditas yang kontradiktif, karena selain berperan penting dalam perekonomian nasional tembakau juga berdampak negatif pada pemborosan dan kesehatan. Tirtosastro (2011) berupaya menekan bahan berbahaya pada tembakau melalui perbaikan sistem produksi dan pengolahan. Bahan berbahaya yang terbentuk selama pengovenan dalam proses pembuatan rokok adalah nikotin (alkaloid), tobacco specific nitrosamines (TSNA), benzo(a)pyrene (B(a)P), residu pupuk dan pestisida, dan bahan asing lainnya. Pengolahan tembakau dengan cara dipanaskan langsung melalui pengovenan dapat meningkatkan kandungan bahan berbahaya tersebut. Persentase TSNA meningkat 87 persen akibat pemanasan langsung, demikian juga B(a)P. Pemanasan tidak langsung memang lebih baik namun meningkatkan konsumsi bahan bakar sebanyak 14.66 persen. Beberapa cara untuk menekan bahan berbahaya sekaligus meningkatkan efisiensi bahan bakar, antara lain: (1) pengelolaan dan penggunaan bahan bakar sesuai kebutuhan; (2) konstruksi oven

yang dapat menjamin efisiensi energi (tidak bocor); (3) penerapan teknologi dan cara panen yang optimal; (4) manajemen pengisian oven yang optimal; dan (5) mengisi oven dengan daun satu mutu olah. Jenis bahan bakar juga mempengaruhi suhu dan kemudahan pengendalian. Kriteria bahan bakar alternatif yang dapat digunakan adalah (1) mudah didapat; (2) mudah dibakar dan dikendalikan;(3) tidak berpengaruh negatif terhadap rasa; (4) aman bagi lingkungan; (5) ekonomis; dan (6) sesuai dengan kebijakan energi nasional. Bahan bakar yang prospektif adalah batu bara, gas, dan kayu.

Di dalam kegiatan usahanya, petani juga melakukan kemitraan dengan perusahaan pengelola untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling menguntungkan dan membutuhkan. Surusa dan Zulkifli (2009) melakukan penelitian mengenai efektivitas kemitraan pada usahatani tembakau virginia di Kabupaten Lombok Timur. Kemitraan yang dilakukan petani dengan perusahaan pengolah dirancang agar menguntungkan kedua belah pihak dengan pembagian tugas dan keuntungan yang jelas. Kemitraan ini membantu petani dalam mendapatkan kepastian modal, teknologi, dan pasar, sedangkan perusahaan perusahaan memperoleh kepastian lahan dan tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemitraan petani dengan perusahaan tembakau virginia di Lombok berjalan efektif. Keefektifan kemitraan ini terlihat dari rasio keuntungan aktual/keuntungan yang direncanakan (112,24 persen), rasio efisiensi aktual/efisiensi yang direncanakan (103.07 persen), dan rasio produktivitas aktual/produktivitas yang direncanakan (104.60 persen). Angka-angka tersebut memiliki arti bahwa keuntungan, produktivitas, dan efisiensi yang ditawarkan perusahaan pada petani sudah sesuai.

Tembakau yang telah diproses menjadi tembakau rajang dan krosok kemudian dibeli oleh pabrikan. Tidak hanya usahataninya yang menghadapi masalah, Industri Hasil Tembakau (IHT) juga mengalami beberapa kendala. Menurut Haryono (2006), beberapa masalah yang saat ini dihadapi IHT, antara lain belum terwujudnya iklim kompetisi yang sehat, harga di tingkat konsumen yang terdistorsi, mutu tembakau dan pasokan tembakau tidak sesuai dengan kebutuhan, tujuan yang ambivalen, adanya ketidakpastian usaha, serta beban cukai dan pajak yang tinggi. Selain itu, peraturan pemerintah yang mengatur keharusan pencantuman peringatan bahaya rokok pada kemasan rokok, pembatasan iklan di media cetak, media luar ruangan dan elektronik, serta beberapa regulasi di daerah yang membatasi merokok di tempat umum, ikut berpengaruh pada pengembangan IHT. Pengembangan IHT bertujuan untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan penerimaan negara melalui cukai dan pajak, menjamin kelangsungan usaha budi daya tembakau dan cengkeh sehingga industri-industri tumbuh dengan baik, kesejahteraan petani meningkat, dan menumbuhkan industri terkait dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan masyarakat.

Jenis tembakau cerutu Indonesia yang dikenal di pasar Eropa dan Amerika Serikat antara lain tembakau deli, tembakau besuki NO, dan tembakau vorstenland. Agribisnis tembakau cerutu di Indonesia menghadapi masalah degradasi dan okupasi lahan. Agribisnis tembakau cerutu dunia juga terhambat oleh kampanye anti rokok. Afriansyah (2000) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan perdagangan tembakau cerutu di Indonesia. Areal dan produksi tembakau cerutu semakin berkurang akibat penurunan permintaan

cerutu di pasar internasional. Hal ini menyebabkan petani mengurangi areal dan mengonversi lahan dengan tanaman lain yang lebih ekonomis. Volume ekspor tembakau cerutu melalui pasar lelang semakin berkurang akibat harga jual dan kartel pedagang cerutu di pasar internasional. Penurunan harga lelang merupakan respon permintaan cerutu yang semakin rendah di pasar Eropa dan Amerika Serikat.

Karakteristik Kewirausahaan

Kewirausahaan merupakan langkah strategis dalam membangun perekonomian bangsa. Dewi (2011) mengkaji pembentukan entrepreneurship dari sudut pandang bidang ilmu komunikasi. Penelitian ini berdasarkan asumsi bahwa interaksi seseorang dengan lingkungan bisnis dapat mendorong terbentuknya entrepreneurship dalam diri seseorang. Peneliti melihat dan mengkaji bagaimana pengelola usaha berinteraksi dan memaknai situasi sosial dan situasi diri mereka sendiri serta pengaruhnya terhadap pembentukan jiwa kewirausahaan, dengan lokasi penelitian di KemChicks. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa situasi sosial kewirausahaan di lingkungan KemChicks yang nyaman dengan konsep kekeluargaan dimaknai secara berbeda. Pemilik perusahaan menjadi figur penting yang berperan dalam pengembangan jiwa kewirausahaan pengelola perusahaan. Situasi sosial lain yang berperan dalam pengembangan dan perilaku jiwa kewirausahaan adalah tuntutan peran. Situasi sosial berpengaruh pada perkembangan dan perilaku kewirausahaan KemChicks, namun dengan derajat yang berbeda-beda sesuai dengan makna sosial bagi mereka. Selain itu, situasi diri berpengaruh sama penting dengan situasi sosial dalam pembentukan dan pengembangan jiwa kewirausahaan pengelola KemChicks. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa interaksi dengan diri sendiri dan sosial secara bersama-sama, simultan, dan konvergen, saling mempengaruhi.

Kecenderungan berwirausaha didefinisikan sebagai kecenderungan organisasi dalam menerima proses kewirausahaan, praktek, dan pembuatan keputusan yang dicirikan oleh beberapa karakter. Karakter kewirausahaan yang dimaksud antara lain pilihan inovasi, pengambilan risiko, dan tingkat keproaktifan. Inovatif yang dimaksud adalah organisasi bersedia menggunakan dan menerima ide baru, hal baru, eksperimen, dan proses kreatif. Hal ini merupakan kemauan dasar untuk berpindah dari teknologi atau praktek yang telah ada. Pengambilan risiko adalah kesediaan organisasi untuk memasukkan sumber daya untuk kesempatan yang layak dari kemungkinan gagal. Proaktif didefinisikan sebagai kesediaan organisasi untuk mengantisipasi masalah di masa yang akan datang, kebutuhan pelanggan, atau perubahan lingkungan pasar (Verhees et al. 2008).

Ilham (2012) menganalisis pengaruh lingkungan keluarga, pendidikan, dan sosial terhadap jiwa kewirausahaan dan minat kewirausahaan mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Peneliti menggunakan data cross sectional dengan metode survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jiwa kewirausahaan mahasiswa laki-laki berkorelasi positif dan nyata dengan lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan sosial, begitu juga pada mahasiswa

perempuan. Variabel yang berhubungan nyata dengan minat wirausaha antara lain pengalaman kerja, lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan sosial. Penghasilan ayah dan ibu berpengaruh nyata namun berkorelasi negatif dengan minat kewirausahaan. Secara keseluruhan minat kewirausahaan berhubungan nyata dengan pengalaman kerja, pekerjaan ayah (wirausaha), lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan sosial, jiwa kewirausahaan. Secara umum, variabel yang berpengaruh signifikan terhadap minat kewirausahaan mahasiswa adalah lingkungan sosial dan jiwa kewirausahaan, dimana lingkungan sosial menjadi faktor yang paling mempengaruhi minat kewirausahaan.

Morgan et al. (2009) meneliti kemampuan kewirausahaan petani di Toscana dan Welsh. Analisis mereka terkonsentrasi pada tiga bidang utama, yaitu keterampilan kewirausahaan petani dan kondisi untuk pengembangan keterampilan kewirausahaan; interaksi dan pengembangan keterampilan-keterampilan dalam kelembagaan; dan bagaimana keterampilan-keterampilan kewirausahaan petani dapat kegiatan pertanian. Studi ini meneliti kemampuan kewirausahaan petani dan kondisi untuk perkembangan mereka dengan menekankan pada petani dan faktor spesifik pertanian (pendidikan, usia, jenis kelamin, lokasi tanah pertanian) bersama-sama dengan faktor-faktor relasional (hubungan sosial, politik, budaya, kelembagaan, dan kondisi komersial). Hasil penelitian menggambarkan berbagai keterampilan di kalangan petani menggambarkan interaksi yang kompleks antara karakteristik pribadi, jenis usaha, sosial ekonomi lokal, dan kondisi kelembagaan. Karakter interaktif keterampilan kewirausahaan petani terlihat begitu jelas, analisis yang dilakukan menghasilkan berbagai karakteristik petani dan kombinasi keterampilan dengan faktor-faktor lain menjelaskan perkembangan usaha pertanian.

Kewirausahaan pada Petani

Selama ini petani disarankan untuk berjiwa wirausaha, tetapi sedikit penelitian empiris menunjukkan bahwa kecenderungan dalam kewirausahaan yang membuat kinerja petani lebih baik. Penelitian Verhees et al. (2008) menguji secara empiris apakah entrepreneurial proclivity (EP) memberikan kontribusi terhadap kinerja peternakan. Peneliti membuat hipotesis mengenai hubungan EP dengan kinerja dengan unit analisis petani Belanda dan Slovenia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EP berpengaruh positif pada kinerja dan kinerja yang diharapkan petani Belanda dan Slovenia. Pengaruh yang mendasari dimensi EP terdiri dari inovasi, proaktif dan pengambilan risiko.

Gambar 1 Pengaruh kecenderungan kewirausahaan pada kinerja dan ekspektasi kinerja petani

Sumber:Verheeset al (2008)

Selain perubahan dalam lingkungan bisnis di era globalisasi saat ini, perubahan di bidang pertanian juga berdampak pada kewirausahaan. Perubahan drastis dalam pertanian Belanda telah membuat kewirausahaan di bidang pertanian semakin kompleks. Penelitian yang dilakukan oleh Lauwere et al. (2002) bertujuan untuk memberikan gambaran sebenarnya keadaan kewirausahaan pertanian Belanda. Penelitian difokuskan pada karakteristik pribadi pengusaha, pada berbagai strategi yang mereka gunakan untuk menghadapi perubahan radikal dalam pertanian, pengetahuan penggunaan infrastruktur dan akibatnya, serta penggunaan jaringan sosial dan inovasi. Selain itu, dianalisis juga sejauh mana petani berorientasi pada produk, proses, sistem, rantai dan masyarakat, karena ini memberikan gambaran tahap pengembangan dari pertanian. Survei dilakukan pada 1 500 pengusaha pertanian, dilengkapi dengan informasi kualitatif yang lebih rinci dari 45 petani dengan cara wawancara. Hasil awal menggambarkan bagaimana fitur pertanian, seperti cara pertanian, faktor lingkungan seperti daerah, dan fitur pribadi seperti usia, dapat mempengaruhi kewirausahaan. Satu temuan yang menarik adalah bahwa petani dari bagian barat Belanda tampak lebih berorientasi sosial dan proaktif daripada petani di daerah lainnya, sementara petani dari utara kurang begitu berorientasi sosial dan proaktif dibandingkan petani lain di Belanda. Hal ini dikarenakan petani di barat hidup dalam persaingan dengan urbanisasi, sementara petani di utara yang tinggal di daerah semi pertanian.

Proses restrukturisasi pertanian di Eropa telah sangat dipengaruhi oleh dukungan dari Common Agriculture Policy (CAP) dan liberalisasi pasar, dan petani didesak untuk lebih memiliki jiwa kewirausahaan. Morgan et al. (2010) mengeksplorasi interaksi dari tujuan kebijakan di dua daerah di mana bentuk pembangunan pedesaan multifungsi diterapkan. Keterampilan kewirausahaan petani digunakan sebagai kerangka pengorganisasian dan berhubungan dengan pengembangan pertanian, baik untuk pertanian dan faktor-faktor spesifik pada petani seperti konteks kelembagaan, budaya, sosial dan ekonomi. Studi tentang keterampilan kewirausahaan terkait dengan bagaimana pertanian multifungsi dinyatakan pada level pertanian dan bagaimana bisnis pertanian dapat merespon inisiatif pembangunan pedesaan. Peneliti menganalisis kemampuan dan perilaku wirausaha petani dalam dua pasar, regulasi, kebijakan regional, kerangka

kelembagaan, sosial ekonomi, dan kondisi budaya yang berbeda. Perbedaan antara Model Tuscan dan Welsh Agri-Food Strategy mencerminkan perbedaan jaringan budaya, persepsi, dan realisasi peluang. Oleh karena itu, fitur penting dari kerangka keterampilan wirausaha yang diterapkan pada individu petani, yaitu orientasi strategi, sikap untuk jaringan dan kapasitas untuk mewujudkan peluang, tercermin dalam karakter kerangka kebijakan dan kelembagaan.

Model Tuscan menggambarkan satu set hubungan yang dalam antar petani, sebuah kesadaran dan apresiasi dari hubungan antara produksi pangan, kualitas pangan, dan lansekap. Selain itu juga satu satu set dari lembaga-lembaga yang berhubungan erat yang difokuskan pada mempertahankan dan mengatur mereka. Petani sampel menunjukkan simpati dengan model, beberapa dari petani menunjukkan dengan lebih jelas dibandingkan yang lainnya, namun pengembangan yang tidak bersambungan satu sama lain oleh lembaga-lembaga lokal mempengaruhi cara petani mengidentifikasi perannya dan strategi bisnis. Efek ini dibuktikan dengan keterampilan wirausaha dan jalur pembangunan pertanian mereka. Model Welsh muncul dari kebutuhan kontemporer untuk kembali mengarahkan dan mengatur hubungan komersial dan hubungan antara sektor pertanian dan konteks sosial ekonomi lokalnya. Strategi pemerintah untuk pertanian Welsh berdasarkan kelangsungan hidup keluarga petani dan kontribusi mereka untuk ekonomi pedesaan yang berkelanjutan.

Pengaruh Kewirausahaan terhadap Kinerja

Model hubungan kewirausahaan dengan kinerja digambarkan oleh Delmar (1996). Model ini terdiri dari empat komponen utama, yaitu individu, lingkungan, kewirausahaan, dan kinerja. Kewirausahaan dibentuk oleh individu dan lingkungan. Individu mencakup kemampuan dan motivasi, sedangkan komponen lingkungan meliputi lingkungan internal dan eksternal. Individu juga dipengaruhi oleh lingkungan dan lingkungan juga memiliki pengaruh langsung pada kinerja. Kinerja perusahaan bergantung pada lingkungan karena bisnis akan berjalan, jika terdapat permintaan akan barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan. Berdasarkan model pada Gambar 2, kinerja terbentuk dari kewirausahaan dan lingkungan usaha. Kewirausahaan yang dimaksud adalah tindakan-tindakan yang dilakukan wirausaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Gambar 2 Model kewirausahaan dengan kinerja Sumber: Delmar (1996)

Individu

Kinerja Kewirausahaan

Kewirausahaan memiliki peranan yang penting dalam perekonomian, termasuk pembangunan pertanian di dalamnya. Beberapa kajian telah menunjukkan peran kewirausahaan dalam menggerakkan perekonomian. Selain itu, kewirausahaan juga berpengaruh pada kinerja usaha. Priyanto (2005), Sadjudi (2009), Bayu (2007), Karim (2007), dan Priyanto (2009) melakukan kajian mengenai pengaruh kewirausahaan terhadap kinerja usaha. Karim (2007) menganalisis pengaruh kewirausahaan terhadap kinerja perusahaan pada pabrik pengolahan crumb rubber di Palembang. Penelitian ini dilakukan dengan dasar pentingnya kewirausahaan korporasi dan penelitian mengenai kewirausahaan korporasi masih terbatas dan belum banyak dilakukan. Terlebih lagi, jumlah pabrik pengolahan crumb rubber di Palembang semakin meningkat maka perusahaan harus mampu bersaing untuk memperoleh laba. Hal ini dapat dicapai dengan berperannya fungsi kewirausahaan di perusahaan tersebut. Objek penelitian yang diteliti adalah pabrik pengolahan crumb rubber di Palembang dengan pengambilan sampel secara sensus. Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan SPSS versi 13.0 for Windows diperoleh hasil bahwa dimensi proaktif kewirausahaan korporasi berhubungan positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan, sedangkan dimensi inovasi dan kesediaan mengambil risiko hubungannya adalah negatif dan tidak signifikan. Aspek perusahaan atau korporasi akan mempengaruhi hubungan antara orientasi kewirausahaan dengan kinerja perusahaan. Faktor dominan yang mempengaruhi kewirausahaan korporasi terhadap kinerja perusahaan adalah dimensi proaktif. Dimensi inovasi dan dimensi kesediaan mengambil risiko tidak menjadi faktor dominan, namun tetap berpengaruh pada kinerja di mana kedua dimensi tersebut tercermin di dalam dimensi proaktif.

Selain di tingkat korporasi, perilaku kewirausahaan juga berpengaruh pada kinerja usahatani. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Priyanto (2005) dan Sadjudi (2009). Keduanya meneliti pengaruh kewirausahaan terhadap kinerja usahatani tembakau dengan alat analisis menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Priyanto (2005) menitikberatkan pada pengaruh eksternal dalam adopsi inovasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja usaha. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari lingkungan eksternal terhadap kewirausahaan petani dan pengaruh dari masing-masing konstraknya. Penelitian dilakukan di Jawa Tengah dengan unit analisis petani tembakau yang berperan sebagai manajer atau pemilik usahatani tembakau. Model yang dibentuk mampu menjelaskan fenomena pengaruh berjenjang antar variabel. Lingkungan fisik, lingkungan ekonomi, lingkungan organisasi, dan karakteristik individual

Dokumen terkait