TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Cetak
2.1.1 Pengertian dan syarat bahan cetak
Bahan cetak adalah bahan yang digunakan untuk membuat replika atau cetakan negatif dari jaringan keras maupun jaringan lunak rongga mulut. Untuk menghasilkan cetakan yang akurat, bahan yang digunakan untuk membuat tiruan dari jaringan oral dan ekstraoral harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu bahan tersebut harus cukup cair untuk beradaptasi dengan jaringan mulut serta cukup kental untuk tetap berada dalam sendok cetak yang menghantar bahan cetak ke dalam mulut, bahan tersebut harus berubah atau setting menjadi padat menyerupai karet dalam waktu tertentu selama di dalam mulut, dan cetakan yang setting harus tidak berubah
atau robek ketika dikeluarkan dari mulut. 8,9
2.1.2 Klasifikasi bahan cetak
Berdasarkan cara mengerasnya, bahan cetak dapat dikelompokkan menjadi
ireversibel atau reversibel. Ireversibel berarti bahan tersebut tidak dapat kembali ke bentuk semula karena telah terjadi reaksi kimia, misalnya alginat, oksida seng
eugenol (OSE), elastomer dan gips cetak sedangkan reversibel berarti bahan tersebut
dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena tidak terjadi perubahan kimia, misalnya kompoun dan agar. Menurut perubahan fisik,
reaksi kimia, atau perubahan polimerisasi, bahan cetak dibedakan menjadi elastis
atau non-elastis.9
Tabel 2.1.2 Klasifikasi bahan cetak kedokteran gigi
Berdasarkan aplikasi atau sifat mekanis Berdasarkan mekanisme
pengerasan
Tidak elastis Elastis
Ireversibel Plaster of paris
Oksida seng eugenol
Alginat Elastomer
Reversibel Kompoun Agar
Sumber: Anusavice KJ. Phillip’s buku ajar ilmu bahan kedokteran gigi Edisi ke-10. Alih bahasa: Budiman JA, Purwoko S. Jakarta: EGC; 2004.h.95
2.1.2.1 Bahan cetak tidak elastis
Bahan cetak tidak elastis digunakan untuk semua pencetakan sebelum
ditemukannya agar. Meskipun bahan tersebut sudah tidak dipakai lagi untuk pasien bergigi, bahan tidak elastik ini memiliki keunggulan dalam pembuatan cetakan untuk
pasien tak bergigi, karena tidak menekan jaringan selama pencetakan.9
a. Gips cetak
Gips cetak bersifat rigid dan lebih mudah patah.Bahan ini kaku setelah setting
dan dimensinya stabil, dan paling cocok digunakan bila tidak ada undercut tulang. Sekarang Gips cetak jarang digunakan sebagai bahan cetak karena telah digantikan oleh bahan yang kurang kaku seperti hidrokoloid dan elastomer. Gips ini harus disimpan dalam kantung kedap udara karena akan menyerap air dari udara dan akan
b. Oksida seng eugenol (OSE)
Pada kondisi yang tepat, reaksi antara oksida seng dan eugenol menghasilkan massa relatif keras dan dimensinya stabil. Pemakaian OSE terutama adalah sebagai bahan cetak untuk gigi tiruan pada lingir edentulus dengan undercut kecil atau tanpa
undercut. 9,10
c. Kompoun
Kompoun merupakan bahan termoplastik yang melunak jika dipanaskan dalam
uap air dengan suhu antar 55-70o. Indikasi utama penggunaanya adalah untuk
mencetak lingir tanpa gigi. 9,11
2.1.2.2 Bahan cetak elastis
Bahan cetak elastis dapat secara akurat mereproduksi baik struktur keras maupun lunak dari rongga mulut, termasuk undercut dan celah interproksimal. Meskipun bahan ini dapat dipakai untuk mencetak pasien tanpa gigi, kebanyakan digunakan
untuk membuat model stone untuk gigi tiruan sebagian cekat atau lepasan.9
a. Alginat
Bahan cetak alginat adalah bahan cetak hidrokoloid yang setting secara kimia. Bahan dasarnya adalah asam alginat yang diperoleh dari ganggang laut. Kelebihan alginat adalah nyaman bagi pasien dan tidak mahal sedangkan kekurangannya adalah
b. Elastomer
Secara kimia, terdapat empat jenis elastomer kedokteran gigi yang digunakan
sebagai bahan cetak yaitu polisulfid, polieter, silikon polimerisasi dan silikon polimerisasi kondensasi. Bahan-bahan ini elastis dan mudah kembali ke bentuk semula dengan baik, dan stabil dimensinya, tetapi relatif mahal. Bahan-bahan ini mudah penggunaannya serta memiliki rentang waktu yang cukup untuk setting,
sehingga cocok untuk hampir semua teknik. 9,11
c. Agar
Agar merupakan bahan cetak yang paling akurat. Bahan ini memiliki riwayat keberhasilan yang cukup panjang untuk pembuatan gigi tiruan cekat sebagian karena akurasinya yang tinggi, tetapi bahan ini sudah tidak digunakan karena
memerlukan peralatan yang rumit. 10,13
2.2 Alginat
2.2.1 Penggunaan alginat dalam kedokteran gigi
Bahan cetak digunakan untuk membuat replika atau cetakan dari jaringan keras maupun jaringan lunak rongga mulut. Alginat merupakan salah satu bahan cetak yang paling sering digunakan untuk mencetak rongga mulut pasien. Alginat dipilih sebagai bahan cetak karena harganya murah, penggunaannya lebih mudah dan
2.2.2 Komposisi alginat
Komposisi bahan cetak alginat, fungsi, dan persentase berat dari masing-masing
komponen ditunjukkan pada tabel yang diberikan berikut ini: 10
TABEL 2.2.2. Formula komponen bubuk bahan cetak alginat
Komponen Fungsi Persentase
Berat Sodium atau potassium
alginate Reaktan 12-15
Kalsium sulfat dihidrat Reaktan 8-12
Sodium fosfat Retarder 2
Partikel pengisi, misalnya tanah diatoma
Partikel pengisi untuk
mengontrol pengerasan gel 70
Potassium sulfat atau alkali zinc fluoride
Membuat permukaan model
gips yang baik ~10
Pewarna dan perasa Estetik Sedikit
Sumber: O’brien WJ, editor. Dental materials and their selection 3rd ed. Chicago: Quintessence Publishing Co, Inc.; 2002.p.96
2.2.3 Proses gelasi
Bubuk alginat yang dicampur dengan air akan menghasilkan bentuk pasta. Dua reaksi utama terjadi ketika bubuk bereaksi dengan air selama proses setting. Tahap pertama, sodium fosfat bereaksi dengan kalsium sulfat yang menyediakan waktu
pengerjaan yang adekuat: 10
2Na3PO4 + 3CaSO4 Ca3 (PO4)2 + 3Na2SO4
Tahap kedua, setelah sodium fosfat telah bereaksi, sisa kalsium sulfat bereaksi dengan sodium alginat membentuk kalsium alginat yang tidak larut, yang dengan air
H2O
Na alginat + CaSO4 Ca alginat + Na2SO4
(bubuk) (gel)
Menurut kecepatan proses gelasinya, alginat dibedakan menjadi dua jenis, yakni : 13
1. Quick setting alginate, mengeras dalam 1 menit dan digunakan untuk mencetak
rahang anak-anak atau penderita yang mudah mual.
2. Regular setting alginate, mengeras dalam 3 menit dan dipakai untuk pemakaian
rutin.
Gelasi alginat yang normal tercapai dalam 3-4 menit. Gerakan pada waktu gelasi berlangsung, misalnya pasien batuk, bergerak, muntah, atau menelan menyebabkan
stres internal pada alginat. 9,14
2.2.4 Penyimpanan
Temperatur penyimpanan dan kontaminasi kelembaban udara merupakan faktor utama yang mempengaruhi lama penyimpanan bahan cetak alginat. Bahan yang
sudah disimpan selama satu bulan pada 650C tidak dapat digunakan dalam perawatan
gigi, karena bahan tersebut tidak dapat setting sama sekali atau setting terlalu cepat.
Bahkan pada temperatur 540C ada bukti kerusakan karena alginat mengalami
depolarisasi.9
Bahan cetak alginat dikemas dalam kantung tertutup secara individual dengan berat bubuk yang sudah ditakar untuk membuat satu cetakan, atau dalam jumlah besar di kaleng. Bubuk yang dikemas dalam kantung lebih disukai karena mengurangi kontaminasi selama penyimpanan dan perbandingan air dengan bubuk
lebih terjamin karena dilengkapi dengan takaran plastik untuk mengukur banyaknya
air.9
2.2.5 Stabilitas dimensi
Alginat memiliki elastic recovery 97,3% yang menunjukkan bahwa alginat kurang elastis dan kurang akurat dibandingkan agar, silikon, dan polieter. Perubahan stabilitas dimensi dari alginat dipengaruhi oleh proses sineresis dan imbibisi. Tekanan yang diterima oleh gel pada sendok cetak saat proses gelasi juga
menyebabkan terjadinya perubahan stabilitas dimensi. 10,14
Perubahan suhu juga menyebabkan perubahan dimensi, misalnya cetakan akan
mengerut sedikit karena perbedaan suhu rongga mulut (370C) dan suhu ruangan
(230C). 14
Perubahan dimensi dianalisis sesuai dengan American National Standars
Institute/American Dental Association (ANSI/ADA) spesifikasi no.18 bahwa bahan
cetak tidak boleh menunjukkan perubahan lebih 0,5% dari master die yang diukur
mengggunakan kaliper. 12
2.2.6 Pengecoran
Dalam proses pengecoran, rasio antara bubuk gips dan air harus sesuai dengan petunjuk pabriknya. Adonan terlalu encer akan menghasilkan model yang rapuh. Sebaliknya, adonan yang terlalu kental akan menyebabkan ketidaktepatan model
karena distorsi alginat.13
Adanya eksudat mukus pada permukaan cetakan akan memperlambat reaksi kimia pada model dan menghasilkan permukaan kasar pada model. Hal ini dapat
dihindarkan dengan penggunaan larutan pengeras K2SO4 2%. Larutan ini berguna untuk mendapatkan permukaan halus dari model, mempercepat pengerasan bahan gipsum, dan memperoleh konsistensi permukaan model yang lebih padat. Alginat masa kini biasanya tidak perlu lagi direndam dalam larutan seperti ini. Pengecoran
dilakukan setelah bahan cetak mengalami waktu elastic recovery yaitu 10 menit. 8,13
2.2.7 Melepas model dari cetakan
Cara melepas model dari cetakan tergantung dari bahan cetak yang digunakan karena tiap jenis bahan membutuhkan perlakuan khusus. Untuk alginat, segera setelah gips mengeras, kurang lebih 30-60 menit, model harus segera dilepas dari cetakan sehingga permukaan model akan tetap halus. Bila cetakan dibiarkan dan baru
besoknya dilepas, alginat biasanya mengerut dan keras.14
2.3 Dental stone
2.3.1 Penggunaan dental stone dalam kedokteran gigi
Secara kimiawi, gips yang digunakan dalam kedokteran gigi berbahan dasar
kalsium sulfat hemihidrat (CaSO42H2O). Dental stone digunakan dalam kedokteran
gigi untuk membuat model studi dari rongga mulut. 9
2.3.2 Tipe dental stone
Terdapat 5 tipe dental stone yang terdaftar oleh spesifikasi ADA No. 25 yaitu : 8,9
a. Dental stone tipe I jarang digunakan untuk mencetak dalam kedokteran gigi karena telah digantikan oleh bahan yang kurang kaku seperti elastomer.
b. Dental stone tipe II sekarang digunakan untuk mengisi kuvet dalam pembuatan gigi tiruan.
c. Dental stone tipe III digunakan untuk pengecoran dalam membuat model kerja. Dental stone tipe III lebih disukai untuk pembuatan model kerja karena memiliki kekuatan yang cukup.
d. Dental stone tipe IV memiliki kekuatan besar dan ekspansi yang kecil.
e. Dental stone tipe V merupakan produk gips yang memiliki kekuatan kompresi yang lebih tinggi dibandingkan dental stone tipe IV.
2.4 Kontrol infeksi
2.4.1 Infeksi silang
Prosedur pencetakan merupakan tahap yang sangat menentukan dalam pembuatan gigitiruan lepasan maupun cekat. Namun, terdapat risiko penularan infeksi ke dokter gigi maupun petugas laboratorium ketika pencetakan rahang pasien,
melalui saliva dan darah pasien.13,15
Beberapa penyebab infeksi yaitu Streptococcus dan Staphylococcus species,
Bacillus species, Enterobacter species, virus Hepatitis, virus Herpes simpleks, dan human immunodeficiency virus (HIV). Peningkatan insiden infeksi HIV dan hepatitis
menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap infeksi silang. Kontaminasi bakteri
2.4.2 Desinfeksi cetakan
Pertimbangan yang harus tetap diperhatikan dalam memilih teknik desinfeksi cetakan adalah pengaruh larutan desinfektan terhadap stabilitas dimensi dan detail permukaan cetakan, serta efek mematikan bakteri, dan mengurangi jumlah pertumbuhan bakteri. Lamanya desinfeksi pada bahan cetak juga hal yang berpengaruh pada saat dilakukan desinfeksi. Hal ini menjadi pertimbangan para doktergigi dalam melakukan desinfeksi agar cetakan yang dihasilkan tetap memiliki
tingkat keakuratan yang tinggi. 16
2.4.2.1 Bahan desinfeksi cetakan
Bahan disinfeksi yang biasa digunakan yaitu bahan kimia maupun bahan alami. Bahan kimia berupa larutan alkohol, larutan aldehid, klorheksidin, fenol, larutan iodine, dan sodium hipoklorit sedangkan bahan alami yang biasa digunakan yaitu
daun sirih, jahe, lidah buaya, daun alpukat, dan bawang putih.12,17
2.4.2.2 Teknik desinfeksi cetakan
Pemakaian disinfektan pada cetakan dapat dengan cara perendaman ataupun penyemprotan dengan menggunakan sprayer. Permasalahan yang dapat timbul
setelah tindakan desinfeksi adalah perubahan keakuratan dimensi dari cetakan.5
Desinfeksi cetakan dengan teknik perendaman dapat menimbulkan beberapa kerugian, antara lain dapat menghilangkan beberapa sifat dari cetakan alginat tersebut seperti keakuratan dimensi, stabilitas dan wettability. Teknik perendaman cetakan alginat pada larutan desinfektan akan menyebabkan terjadinya imbibisi karena cetakan alginat berkontak lebih banyak dengan larutan desinfektan. Teknik
penyemprotan lebih menguntungkan karena dapat mengurangi terpaparnya cetakan
alginat terhadap larutan desinfektan. 1
2.5 Bawang putih
2.5.1 Definisi bawang putih
Bawang putih adalah salah satu tumbuhan yang dikenal memiliki efek antibakteri, antifungi, dan antivirus. Efek antimikroba ini dapat berlaku terhadap
kedua spesies baik gram positif maupun gram negatif. 18
Gambar 2.5.1 Bawang Putih
Sumber : Bawang Putih [Internet]. Available from:
http://assets.kompas.com/data/photo/2013/04/06/1838486-bawang-putih-bawang-p.jpg. Diakses pada 21 Desember 2014
2.5.2 Taksonomi
Klasifikasi ilmiah atau toksonomi dari bawang putih adalah sebagai berikut :
19
a. Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) b. Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) c. Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
d. Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu) e. Ordo : Liliales (Liliflorae)
f. Famili (suku) : Amaryllidaceae g. Genus (marga) : Allium
2.5.3 Kegunaan Bawang Putih
Bawang putih memiliki manfaat dan kegunaan yang besar bagi kehidupan
manusia. Bawang putih dijadikan bumbu dapur sehari-hari serta bahan obat tradisional yang memiliki multi khasiat. Bawang putih memiliki sifat antimikroba terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif seperti Escherichia, Salmonella,
Streptococcus mutans, Porphyromonas gingivalis, Staphylococcus, Klebsiella, Proteus dan Helicobacter pylori. Dalam industri makanan, bawang putih dapat
dijadikan ekstrak, bubuk atau tepung, dan diolah menjadi acar.
19,20
Kandungan senyawa pada bawang putih adalah allisin dan sulfur amino acid
alliin. sulfur amino acid alliin diubah oleh enzim alllisin liase menjadi asam piruvat, ammonia, dan allisin antimikroba. Selanjutnya allisin mengalami perubahan menjadi diallil sulfida. Senyawa allisin dan diallil sulfida inilah yang memiliki banyak
kegunaan dan berkhasiat obat.
19
2.5.4 Aktivitas Antimikroba Bawang Putih
Sifat antimikroba bawang putih pertama kali dijelaskan oleh Pasteur pada tahun 1958. Sejak itu, berbagai penelitian telah menunjukkan efektivitas bawang putih terhadap bakteri, protozoa, jamur dan beberapa virus.
21
Komponen antimikroba aktif mayor bawang putih adalah thiosulfinate terutama
allicin. Komponen allicin dibentuk ketika sebutir bawang mentah dipotong dan
dihancurkan. Pada saat itu enzim allinase dilepaskan dan mengkatalisis pembentukan asam sulfenik dari cysteine sulfoxide. Asam sulfenik ini secara spontan saling
bereaksi dan membentuk senyawa yang tidak stabil yaitu thiosulfinate yang dikenal sebagai allicin.
22
Tabel 2.5.4. Spesies mikroba yang pertumbuhannya dihambat ekstrak bawang putih.
Bakteri Jamur Virus Protozoa
1.Staphylococcus aureus 2.α-&β-hemolytic streptococcus 3. Citrobacter freundii 4. Enterococuc cloacae 5.Enterpbacter cloacae 6. Eschericia coli 7. Proteus vulgaris 8.Salmonella enteritidis 9. Citrobacter 10.Klebsiella pneumonia 11. Mycobacteria 12.Pseudomonas aeruginosa 13. Helicobacter pylori 14.Lactobacillus odontyliticus 1.Candida albicans 2.Cryptococcuc neofarmans 3.Aspergillus niger 4.Fusarium oxysporium 5.Saccharomyces cereviseae 6.Geotrichum candidanum Cladosporium werneckii 1.Herpes simplex virus tipe 1 2.Herpes simplex virus tipe 2 3. Parainfluenza tipe 3 4. Vaccinia virus 5.Vessicular stomatitis Virus 6.Human rhinovirus tipe 2 1.Trypanosoma brucei 2.Trypanosoma congolense 3.Trypanosoma vivax
Sumber: Hernawan UE, Setyawan AD. Senyawa organosulfur bawang putih (Allium sativum L.) dan aktivitas biologinya. Biofarmasi 2003; 1 (2) : 73
Bawang putih mengandung allicin yang dipercaya berperan penting sebagai antimikroba. Allicin merupakan molekul tidak stabil, sehingga tidak ditemukan di dalam darah maupun urin meskipun dikonsumsi dalam jumlah banyak. Selama dekade terakhir, para ahli menganggap allicin-lah yang memiliki peran antimikroba pada bawang putih.Turunan allicin yang memiliki efek antimikroba adalah diallyl
lebih stabil di dalam tubuh seperti S-allyl cystein (SAC), namun penelitian belum menunjukkan efek antimikroba.