• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Kedelai

Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rasales, famili Leguminosae, genus Glycine, spesies Glycine max (L.) Merril. Sistem perakaran kedelai terdiri atas dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi (Adisarwanto, 2007).

Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak di antara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam, antara lain kuning, hitam, hijau, dan cokelat. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong, bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi, tergantung varietas. Di Indonesia besar biji bervariasi 6-30 g (Suprapto, 2001).

Adisarwanto (2007) menyatakan bahwa batang berasal dari poros embrio. Selama perkecambahan, hipokotil merupakan bagian batang kedelai, dengan batas mulai dari pangkal akar hingga kotiledon. Plumula dan dua kotiledon yang masih melekat pada hipokotil akan menembus permukaan tanah.

Menurut Sumarno (1985) tanaman kedelai termasuk tanaman hari panjang bila ditanam di Amerika Serikat. Varietas yang beradaptasi di daerah yang panjang harinya lebih dari 12 jam, umumnya akan lebih cepat berbunga bila ditanam di daerah yang panjang harinya 12 jam. Sebaliknya, kedelai dari daerah tropik akan berbunga lebih lambat bila ditanam di daerah beriklim sedang yang panjang harinya lebih dari 12 jam. Pemendekan lama penyinaran akan mempersingkat pertumbuhan vegetatif dan mempercepat waktu berbunga serta waktu panen. Inilah yang menyebabkan varietas unggul dari Amerika Serikat akan rendah hasilnya bila ditanam di Indonesia, karena adanya pemendekan fotoperiode. Di negara-negara subtropik panjang hari berkisar 13-15 jam, sedangkan di negara tropik hanya 12 jam.

5

Viabilitas dan Vigor Benih

Kualitas benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigor benih tersebut. Sadjad (1975) menyatakan bahwa pengujian viabilitas benih berada dalam konteks agronomi disamping sebagai parameter untuk berbagai pendekatan ilmiah, juga dalam rangka menentukan sehat tidaknya benih. Benih harus memiliki tingkat daya berkecambah tertentu, yang ditetapkan oleh suatu peraturan pemerintah di daerah itu, agar dapat diklasifikasikan sebagai benih. Sebagian besar ahli teknologi benih dan kalangan perdagangan mengartikan viabilitas sebagai kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan kecambah secara normal (Copeland dan Mc Donald, 1995). Sadjad (1972) menyatakan bahwa viabilitas benih adalah gejala hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui metabolisme benih dengan gejala pertumbuhan.

Menurut Sadjad (1993), tujuan analisis viabilitas benih adalah untuk memperoleh informasi mutu fisiologi benih. Gejala yang dimaksud adalah potensi tumbuh dan daya berkecambah. Mugnisjah et al. (1994) menyatakan bahwa metode pengujian viabilitas benih terdiri dari dua cara, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Penilaian pada metode langsung dilakukan terhadap setiap individu benih, sedangkan pada metode tidak langsung penilaian dilakukan terhadap sekelompok benih. Penilaian viabilitas dari gejala pertumbuhannnya disebut sebagai penilaian dengan indikasi langsung, sedangkan penilaian viabilitas dari gejala metabolismenya disebut dengan penilaian viabilitas dengan indikasi tidak langsung. Oleh karena itu, uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tidak langsung, misalnya dengan mengukur gejala metabolisme atau secara langsung dengan mengamati dan membandingkan pertumbuhan unsur-unsur tumbuh yang penting dari benih dalam suatu periode tumbuh tertentu (Sadjad, 1973).

Gejala metabolisme dapat ditunjukkan dari analisis biokimia, sedangkan gejala pertumbuhan diketahui lewat indikasi fisiologis yang mencakup potensi tumbuh maksimum, bobot kering kecambah normal, dan daya berkecambah. Daya berkecambah dilihat dari perbandingan jumlah benih yang berkecambah normal dalam kondisi dan periode perkecambahan tertentu (Dermawan, 2007). Benih dengan viabilitas tinggi akan menghasilkan bibit yang kuat dengan perkembangan akar yang cepat sehingga menghasilkan pertanaman yang sehat dan mantap.

Ciri utama dari benih ialah bila benih itu dapat dibedakan dari biji karena mempunyai daya hidup yang disebut viabilitas. Semua insan benih, apapun fungsi yang disandangnya, senantiasa mendambakan benih vigor, tidak sekedar benih hidup (viable) sebab benih yang viabilitasnya tinggi belum tentu memiliki vigor yang tinggi. Benih yang hanya mempunyai potensi hidup normal pun tidak cukup (Sadjad et al., 1999).

Vigor benih sewaktu disimpan merupakan faktor penting yang mempengaruhi umur simpannya. Vigor dan viabilitas benih tidak selalu dapat dibedakan, terutama pada lot-lot yang mengalami kemunduran cepat. Terlepas dari masalah tersebut, beberapa peneliti menunjukkan bahwa lot-lot benih yang mengalami kemunduran cepat, mengandung benih yang bervigor rendah dan benih yang masih vigor. Proses kemunduran benih berlangsung terus dengan semakin lamanya benih disimpan sampai akhirnya semua benih mati. Lot benih yang baru dan vigor mempunyai daya simpan yang lebih lama dibanding dengan lot benih yang lebih tua yang mungkin sedang mengalami proses kemunduran sangat cepat (Justice dan Bass, 2002).

Benih yang ditanam memberikan dua kemungkinan hasil. Pertama, benih tersebut menghasilkan tanaman normal sekiranya kondisi alam tempat tumbuhnya optimum. Kedua, tanaman yang tumbuh abnormal atau mati. Benih mempunyai daya hidup potensial atau Viabilitas Potensial (Vp), karena hanya akan tumbuh menjadi tanaman normal manakala kondisi alamnya optimum. Benih yang masih mampu menumbuhkan tanaman normal, meski kondisi alam tidak optimum atau suboptimum disebut benih yang memiliki Vigor (Vg). Benih yang vigor akan menghasilkan produk di atas normal kalau ditumbuhkan pada kondisi optimum (Sadjad et al., 1999).

Benih vigor yang mampu menumbuhkan tanaman normal pada kondisi alam suboptimum dikatakan memiliki Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) yang mengindikasikan bahwa vigor benih mampu menghadapi lahan pertanian yang kondisinya dapat suboptimum. Bila benih yang memiliki VKT tinggi ditanam di lahan produksi, akan menumbuhkan tanaman yang tegar, tanaman yang pada akhirnya akan membuahkan produksi yang normal walaupun kondisi alamnya tidak optimum (Sadjad et al., 1999).

7

Respirasi Benih

Menurut Winarno dan Amman (1979) respirasi atau pernafasan adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein dan lemak yang akan menghasilkan CO2, air, dan sejumlah besar elektron-elektron. Menurut Kamil (1979) respirasi merupakan proses perombakan sebagian cadangan makanan (seperti karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana lagi seperti CO2 dan H2O serta dibebaskan sejumlah tenaga yang disimpan dalam makanan.

Sadjad (1975) menyatakan bahwa respirasi dalam kaitannya dengan perkecambahan benih, respirasi merupakan proses yang menghasilkan energi, sehingga proses perkecambahan tergantung pada respirasi benih itu sendiri. Agrawal (1980) menyatakan bahwa repirasi, terutama saat awal proses imbibisi air ke dalam benih telah menunjukkan keeratan korelasi dengan tingkat pertumbuhan benih buncis, jagung, gandum, kedelai, dan padi.

Faktor yang mempengaruhi respirasi menurut Curtis dan Clark (1950) diantaranya dalah temperatur, kadar air, oksigen, dan karbon dioksida. Menurut Masyagina et al. (2009) laju respirasi benih pinus gmelin dan siberian meningkat seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan selama proses perkecambahan. Tatipata et al. (2004) menyatakan bahwa menurunnya daya berkecambah benih kedelai yang disimpan berhubungan dengan tingginya kadar air menyebabkan struktur membran mitokondria tidak teratur sehingga permeabilitas membran meningkat. Peningkatan permeabilitas menyebabkan banyak metabolit antara lain gula, asam amino dan lemak yang bocor keluar sel, sehingga substrat untuk respirasi berkurang sehingga energi yang dihasilkan untuk berkecambah berkurang. Oleh karena itu benih yang sudah mengalami kemunduran, laju respirasi akan semakin bekurang.

Cantrell et al. (1971) menyatakan bahwa tingkat respirasi benih jagung terus meningkat pada tingkat perkecambahan dan perkembangan benih yang berbeda. Pian (1981) menambahkan bahwa peningkatan absorbsi O2 dan produksi CO2 mengakibatkan peningkatan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, vigor, dan ukuran struktur ukuran kecambah. Kusumadewi (1988) menyatakan bahwa pada benih kedelai, kapasitas respirasi berkorelasi positif sangat erat

dengan viabilitas total dengan tolok ukur tetrazolium dengan nilai koefisien korelasi yang sangat besar. Disamping itu, kapasitas respirasi juga berkorelasi positif dengan vigor daya simpan, dengan tolok ukur keserempakan tumbuh dan dengan vigor kekuatan tumbuh dengan tolok ukur kecepatan tumbuh. Oleh karena itu, respirasi benih dapat digunakan untuk mendeteksi viabilitas dan vigor benih.

Tatipata et al.(2004) menyatakan bahwa menurunnya aktivitas spesifik suksinat dehidrogenase dan sitokrom oksidase pada benih kedelai menyebabkan laju respirasi menurun, dengan demikian energi yang dihasilkan rendah. Rendahnya energi menyebabkan daya kecambah dan vigor rendah. Sebelumnya Throneberry dan Smith (1955) menyatakan bahwa terlambatnya perkecambahan berkaitan dengan menurunnya aktivitas mitokondria. Aktivitas spesifik suksinat dehidrogenase dan sitokrom oksidase merupakan indikator aktivitas mitokondria.

Kosmotektor

Semua jenis benih masih mengalami proses metabolisme meskipun sudah dipanen dari tanaman induknya. Besarnya kadar metabolisme dari benih tergantung dari kadar air yang terkandung di dalamnya dan kondisi lingkungan tempat penyimpanan benih. Salah satu proses metabolisme yang dilakukan adalah respirasi benih. Respirasi merupakan proses penguraian karbohidrat sehingga dihasilkan energi, CO2 dan uap air. Salah satu alat pengukuran kadar respirasi yang dapat digunakan adalah kosmotektor. Alat ini sering digunakan untuk mengukur kadar CO2 yang dihasilkan dari proses respirasi produk-produk hortikultura seperti sayuran dan buah-buahan. Kadar CO2 yang diperoleh, kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan untuk didapatkan laju respirasi yang didapatkan (New Cosmos Electric, 1999). Pengukuran respirasi yang dihasilkan dari produk-produk hortikultura digunakan untuk menentukan daya simpan produk. Menurut Purwoko et. al.(2002) daya simpan pada buah pisang dapat diperpanjang dengan menekan laju respirasi dan laju produksi etilena serta menunda terjadi puncak klimakterik buah pisang sehari setelah kontrol.

Kosmotektor memiliki banyak jenis dan tipe. Masing-masing tipe memiliki kelebihan sendiri. Kosmotektor tipe XP-314 merupakan salah satu jenis

9

kosmotektor dengan beberapa kelebihan. Kelebihan yang dimiliki oleh kosmotektor tipe ini antara lain, mengukur gas yang mudah terbakar atau tidak mudah terbakar meliputi karbon dioksida, argon dan helium, dapat memeriksa gas yang ada didalam tangki dalam jumlah banyak, selain itu dapat dimanfaatkan untuk bidang pertanian yaitu untuk mengontrol konsentrasi kadar CO2 (New Cosmos Electric, 1999).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih dan Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Wilis yang dipanen pada bulan Desember 2010 yang diperoleh dari BPTP Banten. Bahan-bahan lain yang digunakan yaitu plastik polyethilene, kertas steinsiel, kertas merang, kain strimin, plastik, solatif, plastik wrap, label, kertas amplop, dan air destilata.

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kosmotektor tipe XP-314 (Gambar 1). Alat-alat lainnya yaitu ruang ber-AC, ruang bersuhu kamar, timbangan digital, pipet, refrigerator, waterbath, keranjang, toples inkubasi, oven pengering (105oC), oven pemanas (60oC), desikator, sealer, alat pengepres IPB 75-1, germinator IPB 72-1, bak plastik, cawan, dan termohigrometer.

11

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menguji laju respirasi pada lima taraf lot benih dengan kondisi vigor yang berbeda-beda. Sebelum diukur laju respirasinya, masing-masing lot benih diberi perlakuan awal agar aktivitas laju respirasi benih meningkat. Perlakuan awal yang diberikan agar aktivitas respirasi benih dapat meningkat terdiri atas; 1) pelembaban selama 10 jam; 2) pelembaban selama 15 jam; 3) pelembaban selama 20 jam; 4) inkubasi pada suhu 600C selama 15 menit; 5) inkubasi pada suhu 600C selama 30 menit dan; 6) inkubasi pada suhu 600C selama 45 menit. Metode ini dipilih karena alat yang digunakan kurang sensitif dan benih dengan kadar air rendah, respirasi yang dihasilkan sedikit, sehingga diberi perlakuan agar laju respirasi benih meningkat dan dapat terdeteksi oleh alat kosmotektor. Lot benih yang digunakan ada 5 taraf yang terdiri atas lot benih vigor 1, lot benih vigor 2, lot benih vigor 3, lot benih vigor 4, dan lot benih vigor 5. Penelitian ini terdiri dari tiga ulangan, sehingga seluuruhnya terdapat 90 satuan percobaan.

Penelitian ini menggunakan analisis keragaman data tingkat vigor lot benih dan analisis regresi linier sederhana. Analisis keragaman data tingkat vigor lot benih menggunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan dengan satu faktor, yaitu tingkat vigor lot benih. Masing-masing tingkat vigor lot benih diulang sebanyak tiga kali ulangan.

Model percobaan yang digunakan adalah: Yij = µ + αi + εij (i = 1, 2, 3, 4, 5; j = 1, 2, 3) Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan tingkat vigor lot benih ke-i pada ulangan ke-j µ : Nilai tengah umum

αi : Pengaruh taraf ke-i faktor tingkat vigor lot benih εij : Galat percobaan

Uji lanjut yang digunakan pada hasil yang berpengaruh nyata pada analisis ini menggunakan Duncans Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%.

Pendekatan dengan analisis regresi bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan hubungan antara peubah laju repirasi dengan berbagai parameter

viabilitas dan vigor benih. Persamaan regresi yang diperoleh dari analisis tersebut yaitu :

Y = a + bX dengan :

Y : peubah laju respirasi

a : titik potong garis dengan sumbu Y b : kemiringan garis

X : parameter vigor dan viabilitas (peubah bebas)

Hasil analisis regresi ini digunakan dua metode pendekatan. Pendekatan pertama analisis korelasi regresi antara laju respirasi dengan parameter viabilitas dan vigor benih. Parameter viabilitas dan vigor benih dinyatakan sebagai sumbu X dan laju respirasi dinyatakan sebagai sumbu Y. Nilai koefisien korelasi (r) digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara peubah laju respirasi dengan peubah viabilitas dan vigor benih. Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 menggambarkan adanya keeratan hubungan atau korelasi antara laju respirasi benih dengan parameter viabilitas dan vigor benih yang sesungguhnya. Laju respirasi benih dapat dideteksi berdasarkan viabilitas dan vigor benih melalui persamaan regresi apabila koefisien korelasi nyata.

Selain menggunakan analisis keragaman data tingkat vigor lot benih dan analisis regresi, dilakukan pemilihan perlakuan awal untuk pengukuran laju respirasi yang terbaik dari nilai standar deviasinya. Nilai standar deviasi yang paling kecil menunjukkan data laju respirasi yang diperoleh lebih seragam. Perlakuan awal yang memiliki nilai standar deviasi kecil lebih baik daripada perlakuan awal dengan nilai standar deviasi besar.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan pembuatan lot benih terlebih dahulu. Satu lot besar benih kedelai dibagi menjadi 5 lot benih yang diberi perlakuan sehingga terbentuk 5 lot benih dengan berbeda vigor. Lot benih vigor 1 disimpan pada ruangan bersuhu AC selama 4 minggu. Lot benih vigor 2 disimpan pada ruangan bersuhu AC selama 4 minggu lalu dipindah ke ruang bersuhu kamar selama 4 minggu. Lot benih vigor 3 sedang diperoleh dari Pengusangan Cepat

13

Terkontrol (PCT) dengan waterbath selama 8 jam. Lot benih vigor 4 diperoleh dari Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT) dengan waterbath selama 12 jam. Dan lot benih vigor 5 diperoleh dari Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT) dengan waterbath selama 16 jam.

Kelima lot benih tersebut disamakan kadar airnya dengan cara pemaparan diruangan bersuhu kamar selama ±4 hari (Gambar 2). Setelah dipaparkan dari masing-masing lot benih dibagi menjadi tiga bagian, bagian pertama dianalisis viabilitas dan vigornya dengan cara mengecambahkannya menggunakan metode UKDdp (Uji Kertas Digulung Didirikan dalam Plastik). Benih yang dikecambahkan masing-masing gulungannya berisi 25 butir benih.

Gambar 2. Pemaparan Benih di Ruang Suhu Kamar untuk Penyamaan Kadar Air

Bagian kedua dan ketiga merupakan perlakuan awal yang diberikan untuk meningkatkan respirasi benih sebelum diukur, yaitu dengan dilembabkan dengan kertas steinsiel basah (Gambar 3) dan diinkubasi pada suhu 600C. Bagian benih kedua dilembabkan selama 10 jam, lalu dimasukkan ke dalam toples inkubasi dengan masing-masing toples berisi 40 gram benih yang telah dilembabkan. Benih yang sudah dimasukkan, direkatkan dengan isolasi dan plastik wrap. Benih diinkubasi ke dalam oven dengan suhu 600C dengan waktu 15 menit, 30 menit, dan 45 menit. Setelah dikeluarkan dari dalam oven, diinkubasi dalam ruangan suhu kamar selama ±24 jam. Lalu diukur respirasinya yang dihasilkan (Gambar 4).

Gambar 3. Pelembaban Benih dengan Kertas Steinsiel Basah

Bagian benih ketiga dilakukan pelembaban sebagai perlakuan awal dengan menggunakan kertas steinsiel basah (Gambar 2). Pelembaban dilakukan dengan waktu 10 jam, 15 jam, dan 20 jam. Setelah dilembabkan benih dimasukkan ke dalam toples inkubasi dengan masng-masing toples berisi 40 gram benih yang telah dilembabkan, lalu direkatkan tutupnya. Proses inkubasi ini dilakukan di ruangan bersuhu kamar selama ±24 jam. Lalu diukur laju respirasinya (Gambar 4). Bagan alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Pengukuran Respirasi Benih

Pelaksanaan Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT)

Pelaksanaan pengusangan cepat terkontrol diawali dengan meningkatkan kadar air benih menjadi 20%. Lot benih dimasukkan ke dalam plastik polyethilene dan ditambahkan aquades. Penambahan aquades dilakukan hingga kadar air benih meningkat mencapai ±20%. Penambahan aquades dilakukan di atas neraca digital. Benih dalam aluminium foil yang telah memiliki berat yang sesuai dimasukkan ke dalam refrigerator bersuhu 4oC dan didiamkan selama 24 jam (Wafiroh, 2010). Akan tetapi, pada penelitian ini yang digunakan adalah plastik polyethilene sebagai pengganti aluminium foil. Berat benih pada kadar air benih yang diinginkan diperoleh dari rumus penentuan (ISTA dalam Wafiroh, 2010) sebagai berikut :

15

W2 = 100 – A x W1 100 – B

Keterangan :

A = Kadar air benih awal dari benih (%) B = Kadar air benih yang diinginkan (%)

W1 = Berat awal benih yang telah diketahui (gram)

W2 = Berat benih dengan kadar air yang diinginkan (gram)

Benih yang telah berkadar air sesuai selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 45oC selama 8, 12, dan 16 jam.

Gambar 5. Bagan Alir Penelitian

Pengamatan respirasi benih

Out Put :

Korelasi antara laju respirasi benih kedelai dengan parameter viabilitas dan vigor benih

Analisis Viabilitas dan Vigor benih : 1. daya berkecambah benih 2. potensi tumbuh maksimum 3. indeks vigor 4. keserempakan tumbuh 5. kecepatan tumbuh 6. bobot kering kecambah normal Perlakuan lama inkubasi pada suhu 600C benih : 1. 15 menit 2. 30 menit 3. 45 menit Perlakuan lama pelembaban benih : 1. 10 jam 2. 15 jam 3. 20 jam 1 LOT BENIH KEDELAI

Pembuatan Lot Benih:

1. Disimpan pada suhu AC selama 4 minggu

2. Disimpan pada suhu AC selama 4 minggu lalu dipindah pada tempat dengan suhu ruangan 4 minggu

3. Pengusangan Cepat Terkontrol selama 8 jam 4. Pengusangan Cepat Terkontrol selama 12 jam 5. Pengusangan Cepat Terkontrol selama 16 jam

Penyamaan kadar air benih

Pelembaban 10 jam Dimasukkan kedalam toples inkubasi Dimasukkan kedalam toples inkubasi Inkubasi di dalam toples ±24 jam

17

Pengamatan

Pengamatan dilakukan untuk menganalisis mutu benih meliputi analisis berbagai parameter viabilitas dan vigor yang meliputi penetapan kadar air, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah normal, keserempakan tumbuh, dan laju respirasi.

1. Daya Berkecambah (DB)

Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah normal dalam lingkungan tumbuh yang optimum. Menurut ISTA dalam Dina et al. (2006) yang dimaksud dengan daya berkecambah dalam pengujian laboratorium adalah muncul dan berkembangnya kecambah sampai suatu tahap dimana struktur esensialnya mengindikasikan dapat tidak berkembang lebih lanjut menjadi tanaman yang memuaskan pada kondisi tanah yang sesuai. Uji daya berkecambah dilakukan dengan metode UKDdp (Uji Kertas Didirikan dalam Plastik). Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal pada hari ke-3 dan ke-5.

DB (%) = Σ KN I + KN II × 100% Benih yang ditanam

Keterangan :

KN I : Kecambah Normal pada hitungan I KN II : Kecambah Normal pada hitungan II

2. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Potensi Tumbuh Maksimum adalah total benih hidup atau menunjukkan gejala hidup (Sadjad, 1994). Potensi Tumbuh Maksimum merupakan presentase pemunculan kecambah yang dihitung berdasarkan jumlah benih tumbuh terhadap jumlah benih yang ditanam.

PTM (%) = Σ benih yang tumbuh × 100% Σ benih yang ditanam

3. Indeks Vigor (IV)

Presentase kecambah normal pada hitungan pertama pengujian daya berkecambah menunjukkan presentase benih yang cepat berkecambah dan hal ini menunjukkan indeks vigor. Nilai indeks vigor selalu lebih rendah dibandingkan nilai DB tetapi cenderung mendekati

field emergence (Copeland dan McDonald, 1995). Pada penelitian nilai indeks vigor benih kedelai didapat pada hari ke-3 pengamatan daya berkecambah.

4. Keserempakan Tumbuh (KST)

Prosedur pengecambahan untuk pengamatan ini sama seperti pada pengamatan potensi tumbuh maksimum dan daya berkecambah. Pengamatan dilakukan pada hari ke-4 setelah tanam. Nilai keserempakan tumbuh benih dinyatakan sebagai persen kecambah normal kuat.

5. Kecepatan Tumbuh (KCT)

Benih yang lebih cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut memiliki vigor yang lebih tinggi. Pengujian kecepatan tumbuh (Kct) dilakukan dengan mengambil dan menghitung kecambah normal setiap etmal (24 jam) mulai dari hari pertama penanaman hingga hari ke-5. Nilai Kct menunjukkan presentase rata-rata kecambah yang tumbuh setiap hari. Semakin tinggi nilai Kct semakin tinggi pula vigor lot benih tersebut. Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus :

KCT = Σ N/t Keterangan :

N = % KN setiap waktu pengamatan T = waktu pengamatan

6. Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN)

Seluruh kecambah normal dibungkus dengan menggunakan kertas atau aluminium foil, kemudian di oven pada suhu 600C selama 3×24 jam. Selanjutnya kecambah dimasukkan ke dalam desikator ± 30 menit dan

19

ditimbang. Pengujian ini dilakukan di akhir pengamatan ketika pengamatan daya berkecambah telah selesai.

7. Respirasi Benih

Respirasi benih dihitung dengan menggunakan alat yang bernama kosmotektor. Benih yang akan diukur laju respirasinya ditimbang dahulu bobotnya. Kemudian dimasukkan ke dalam toples inkubasi lalu ditutup rapat dan direkatkan dengan isolasi agar tidak terjadi kebocoran. Lalu didiamkan selama 1 hari. Besarnya kadar karbondioksida yang dihasilkan diukur. Kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan di bawah untuk dihitung laju respirasinya. Benih yang telah diukur laju respirasinya dihitung volume udara bebasnya yang ada di dalam toples.

Dokumen terkait