• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penjelasan atas PP No 82 Tahun 2001 menyebutkan bahwa, air merupakan sumberdaya alam yang digunakan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, sehingga perlu dilindungi agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan pengendalian.

Selanjutnya, pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya. Pelestarian air dilakukan pada sumber air yang terdapat di hutan lindung. Sedangkan pengelolaan kualitas air pada sumber di luar hutan lindung dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu upaya memelihara fungsi air, sehingga kualitas air memenuhi baku mutu air.

Dengan demikian, air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk, sehingga mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion).

Air sebagai komponen sumberdaya alam yang sangat penting harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa penggunaan air untuk berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar tersedia dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan dan perikehidupan

6

manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara ekologis, guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Di satu pihak usaha atau kegiatan manusia memerlukan air yang berdaya guna, tetapi di lain pihak berpotensi menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan air, daya guna, daya dukung, daya tampung, dan produktivitasnya. Agar air dapat lestari dan pembangunan dapat berkelanjutan. maka dalam pelaksanaan pembangunan perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Konsep Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ini harus diselenggarakan secara terpadu dengan pendekatan ekositem. Mengingat sifat air yang dinamis dan pada umumnya berada dan mengalir melintasi batas wilayah administrasi pemerintahan, maka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri (partial) oleh satu pemerintah daerah. Dengan demikian harus dilakukan secara terpadu antar wilayah administrasi dan didasarkan pada karakter ekosistemnya, sehingga tercapai pengelolaan yang efisien dan efektif.

Keterpaduan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ini dilakukan melalui upaya koordinasi antar pemerintah daerah yang berada dalam satu kesatuan ekosistem air dan satu kesatuan pengelolaan sumberdaya air antara lain daerah aliran sungai (DAS). Kerjasama antar daerah dapat dilakukan melalui badan kerjasama antar daerah. Dalam koordinasi dan pemantauan kualitas air, penetapan baku mutu air, penetapan daya tampung, penetapan mekanisme perijinan pembuangan air limbah, pembinaan dan pengawasan penataan. Konsep pengelolaan kualitas air yang ditawarkan Chapra (1997) seperti yang disajikan pada Gambar 1, terdiri dari beberapa tahap perencanaan antara lain; penetapan peruntukan air, penetapan baku mutu air, kemungkinan upaya pengendalian pencemaran air, evaluasi

8

sistem DAS, evaluasi beban pencemar, penyusunan model kualitas air, dan strategi pengelolaan kualitas air.

Penetapan Peruntukan Air

Klasifikasi peruntukan air menurut PP Nomor 82 Tahun 2001, yaitu :

1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana dan sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi

pertanamandan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Klasifikasi ini ditetapkan sebagai upaya pendayagunaan menurut potensi pemanfaatan atau penggunaan airnya, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitasnya, serta pendayagunaan menurut fungsi ekologis. Penetapan kelas air seperti yang dimaksud adalah :

1) Sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah propinsi dan merupakan lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

2) Sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah kabupaten atau kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi

3) Sumber air yang berada dalam wilayah kabupaten atau kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota.

9

Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu air, dan kemungkinan kegunaannya. Tingkatan kelas satu merupakan tingkatan terbaik. Secara relatif tingkatan mutu kelas satu lebih baik dari kelas dua dan selanjutnya. Penetapan kelas air diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten.atau Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pengkajian lebih lanjut. Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air ditetapkan oleh Menteri.

Penetapan Baku Mutu air

Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air. Baku mutu air ini dapat dinyatakan dalam status mutu air yaitu kondisi tercemar apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air dan kondisi tidak tercemar apabila mutu air memenuhi baku mutu air. Baku mutu air parameter DO dan BOD untuk peruntukan air kelas I-IV disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria mutu air berdasarkan kelas

Parameter Satuan Kelas

I II III IV Keterangan

pH

6-9 6-9 6-9 5-9

Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan

BOD mg/l 2 3 6 12

DO mg/l 6 4 3 0 Angka batas minimum

NO3-

sebagai N mg/l 10 10 20 20

NH3-N mg/l 0,5 (-) (-) (-) Perikanan ≤ 0.02 mg/l

Nitrit

sebagai N mg/l 0,6 0,0 0,6 (-)

Pengolahan air minum NO2-N ≤ 1 mg/l

Sumber : Lampiran PP No 28 Tahun 2001.

Klasifikasi mutu air ini merupakan pendekatan untuk menetapkan kriteria mutu air dari setiap kelas, yang akan menjadi dasar untuk penetapan baku mutu air. Setiap

10

kelas air mempersyaratkan mutu air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.

Pengendalian Pencemaran Air

Pengendalian pencemaran air bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran air serta pemulihan kualitas airnya yang dapat menjamin kualitas air tersebut sesuai dengan baku mutu air. Baku mutu yang dimaksud adalah kondisi kualitas air yang diukur dan diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian upaya pengendalian pencemaran air antara lain dilakukan dengan membatasi beban pencemaran yang dapat ditenggang masuknya ke dalam badan air, sebatas tidak akan menyebabkan air menjadi tercemar (sebatas masih memenuhi baku mutu air).

Sumber pencemar organik karbon (BOD), pada umumnya disebabkan oleh limbah rumahtangga dan industri. Beberapa contoh industri yang membuang air limbah organik karbon antara lain industri kertas, tekstil dan kulit. Secara teknis pengolahan air limbah industri lebih sulit dibandingkan air limbah rumahtangga, karena limbah industri sangat luas ragamnya dan fluktuasinya cukup tinggi. Beban pencemaran yang dibuang oleh suatu industri tergantung pada bahan baku yang digunakan, kapasitas dan proses produksi serta cara penyaluran air buangannya. Sedang beban pencemaran dari rumahtangga biasanya ditentukan oleh beberapa faktor antara lain; komposisi masyarakat, jenis dan sistem penyalurannya, standar hidup, geografi, dan ada tidaknya buangan sampah.

Menurut Metcalf and Eddy (1991), usaha pengendalian pencemaran air secara garis besar dibagi dalam tiga cara yaitu :

1) Pengurangan beban pencemar (khususnya dalam industri). Beban pencemar dalam industri dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan mengubah proses, penggantian bahan kimia yang berdaya cemar tinggi

11

dengan zat-zat kimia yang berdaya cemar rendah, mengefektifkan pemakaian zat-zat kimia dan lainnya.

2) Meningkatkan efisiensi pengolahan air buangan yang pada dasarnya meliputi metode fisis kimia, biolgis dan kombinasinya. Efisiensi dari pengolahan tersebut berbeda-beda tergantung pada cara atau metode pengolahan yang digunakan. Pengolahan secara fisis dapat digunakan dengan penyaringan (screening) atau sedimenasi (pengendapan). Cara ini cukup ekonomis, namun efisiensinya sangat kecil terutama hanya efektif untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan padatan tersuspensi. Pengolahan secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan kimia yang bersifat koagulan, sehingga terjadi koagulasi (penggumpalan). Adapun pengolahan biologis dimaksudkan untuk memberi oksigen yang cukup untuk mengoksidasi bahan organik yang ada atau yang tersisa sampai pada tingkat yang diinginkan. Cara pengolahan biologis ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan proses lumpur aktif, kolam stabilisasi atau kolam oksidasi.

3) Penyaluran air buangan :

a) Penyaluran bahan buangan cair harus memperhatikan lingkungan di sekitarnya, yaitu menyangkut pemukiman penduduk, pertanian, peternakan, perikanan dan lain-lain.

b) Penyaluran air buangan yang telah diolah harus memenuhi ketentuan atau standar kualitas buangan (efluen standar) dari instansi berwenang. c) Sistem penyaluran buangan melalui daerah pemukiman harus diusahakan

dengan konstruksi permanen yang tidak mengganggu kesehatan dan keselamatan penduduk.

d) Pemilihan tempat penampungan buangan padat dan penyaluran buangan cair harus melalui perizinan.

12

Evaluasi penanganan limbah bertujuan untuk mengetahui secara rinci faktor- faktor yang menyebabkan persoalan dan kendala teknis maupun non teknis di lapangan. Dengan teridentifikasinya faktor-faktor penyebabnya maka keberhasilan penanganan limbah secara terstruktur diharapkan dapat memaksimalkan pencapaian tujuan pengelolaan secara keseluruhan. Adapun factor-faktor yang perlu dievaluasi antara lain meliputi :

1) Daerah aliran sungai (DAS)

a) Teridentifikasi batas-batas DAS yang tercakup dalam peta DAS Ciliwung skala 1 : 25.000.

b) Teridentifikasinya anak-anak sungai, tataguna lahan, dan kontur lahan yang tercakup dalam peta DAS Ciliwung skala 1 : 25.000

c) Teridentifikasiya luas dan panjang DAS Ciliwung dalam peta skala 1 : 25.000

2) Sumber pencemar

a) Teridentifikasinya lokasi sumber air limbah dan sampah dari sumber- sumber domestik dan industri yang tercakup dalam peta DAS Ciliwung skala 1 :25.000

b) Teridentifikasinya kuantitas beban air limbah dan limbah padat saat ini dan perkembangannya dari sumber-sumber domestik dan industri yang tercakup dalam DAS Ciliwung

c) Teridentifikasinya lokasi buangan air limbah ke dalam SungaiCiliwung skala 1 : 25.000

d) Teridentifikasinya beban air limbah sumber titik maupun menyebar saat ini dan perkembangannya yang dipikul Sungai Ciliwung ruas Puncak Bogor sampai Pejomongan DKI- Jakarta dalam bentuk peta skala 1 : 5000

13

f) Teridentifikasinya batas beban pencemar yang diperbolehkan masuk ke dalam Sungai Ciliwung ruas Puncak Bogor sampai Pejompongan DKI- Jakarta dalam bentuk peta skala 1 : 5000

g) Teridentifikasinya alternatif konsep dan strategi penanggulangan Sungai Ciliwung ruas Puncak Bogor sampai Pejompongan DKI-Jakarta ditinjau dari aspek teknis.

3) Geografi dan topografi

a) Teridentifikasinya satuan wilayah administrasi (kecamatan) yang tercakup dalam wilayah DAS Ciliwung

b) Teridetifikasinya topografi wilayah perencanaan dalam peta skala 1 : 25.000

c) Teridentifikasinya sistem penyaluran air limbah sumber titik (domestik, industri, komersial, rumah sakit) dalam peta skala 1 : 25.000

d) Teridentifikasinya jaringan jalan di wilayah DAS Ciliwung dalam peta skala 1 : 25.000

4) Iklim dan hidrologi

a) Teridentifikasinya karakter iklim wilayah DAS Ciliwung

b) Teridentifikasinya dimensi saluran dari sistem jaringan pengatusan air hujan maupun buangan air limbah dalam peta skala 1 : 25.000

c) Teridentifikasinya fluktuasi debit aliran dan debit aliran banjir yang masuk Sungai Ciliwung

d) Teridentifikasinya pengaturan debit aliran Sungai Ciliwung di pintu air Katulampa atau Manggarai

e) Teridentifikasinya kualitas air Sungai Ciliwung di ruas Puncak Bogor sampai Pejompongan DKI- Jakarta

14

5) Kependudukan dan tataguna lahan

a) Teridentifikasinya kepadatan dan jumlah penduduk dan perkembangannya tiap satuan wilayah administrasi (kecamatan) di wilayah DAS Ciliwung dalam peta tematik skala 1 : 25.000

b) Teridentifikasinya tataguna lahan, saat ini dan perkembangannya di wilayah DAS Ciliwung dalam peta tematik skala 1 : 25.000

6) Sosial, ekonomi, dan budaya

a) Teridentifikasinya kendala sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dalam penanggulangan pencemaran Sungai Ciliwung

b) Teridentifikasinya tatanan sosial, ekonomi, budaya masyarakat yang menunjang dan dapat dikembangkan dalam penanggulangan pencemaran Sungai Ciliwung ruas Puncak Bogor sampai Pejompongan DKI- Jakarta 7) Kelembagaan, peraturan, dan perundangan

a) Teridentifikasinya lembaga-lembaga formal dan non formal yang berpotensi menunjang dalam pengelolaan kualitas air Sungai Ciliwung ruas Puncak Bogor sampai Pejompongan DKI- Jakarta

b) Teridentifikasinya peraturan dan perundangan-udangan yang menunjang pengelolaan kualitas air Sungai Ciliwung.

c) Teridentifikasinya peruntukan Sungai Ciliwung ruas Puncak Bogor sampai ke Pejompongan DKI- Jakarta

d) Teridentifikasinya alternatif-alternatif penanggulangan pencemaran Sungai Ciliwung ruas Puncak Bogor sampai Pejompongan DKI-Jakarta. 8) Daya dukung Sungai Ciliwung

a) Teridentifikasinya hidrodinamika Sungai Ciliwung menyangkut kecepatan aliran, debit, kedalaman air (maksimum, rata-rata, dan minimum), ruas Puncak Bogor sampai Pejompongan DKI-Jakarta.

b) Teridentifikasinya karakteristik fisik, kimia dan biologi kualitas air Sungai Ciliwung ruas Puncak Bogor sampai Pejompongan DKI-Jakarta.

15

c) Teridentifikasinya daya purifikasi Sungai Ciliwung ruas Puncak Bogor sampai Pejompongan DKI- Jakarta.

Beban Pencemaran

Beban pencemar bisa berasal dari sumber pencemar titik dan sumber pencemar menyebar. Beban dari sumber pencemar titik biasanya ditunjukkan dalam satuan massa/waktu atau kg/hari, sumber pencemar menyebar ditunjukkan dalam satuan ton/km2.hari, atau g/m2.hari. Sumber pencemar menyebar jauh lebih sulit untuk dikendalikan dan dipantau, sedang sumber pencemar titik dapat dimonitor dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam standar kualitas air seperti efluen standar. Sumber pencemar titik umumnya terlokalisir dan dapat berasal dari pipa efluen dari instalasi pengolahan air buangan, saluran-saluran, atau sumber–sumber pencemar yang terkurung yang dibuang ke dalam sungai. Sumber pencemar meyebar tidak terlokalisir sebagai contoh limpasan permukaan dari daerah pemukiman yang mengandung limbah domestik, limpasan permukaan dari daerah pertanian membawa endapan lumpur yang mengandung pestisida, hara, zat organik

Gambar 2. Ilustrasi sumber pencemar titik dan menyebar dalam sungai.

IPAL

Danau

Limpasan

Pertanian Pembangunan lahan

Pedesaan Efluen Sumber menyebar Sumber titik s ungai Perkotaan

16

Penyusunan Model

Menurut The American Heritage Dictionary (1987), model adalah sebuah obyek kecil yang menjelaskan obyek besar dan rumit menjadi lebih sederhana dan dapat dipertanggung jawabkan. Model yang dimaksud adalah model matematika yang diperlukan untuk menghitung kualitas (response) di badan air penerima (sistem) sebagai fungsi dari efluen air limbah (stimuli). Bentuk persamaan umumnya adalah

.c = f(w; fisika, kimia, biologi) (1) Hubungan antara beban (w) dan konsentrasi (c) berbanding lurus (linier) yaitu :

w a

c=1 (2)

Keterangan :

a = faktor asimilasi (liter/hari), c = konsentrasi (mg/l)

w = beban buangan limbah (kg/hari)

Ada tiga cara dalam perenapan model kualitas air yaitu :

1) Model simulasi dipakai untuk mensimulasi response (c) sebagai fungsi stimulus (w) dan karakteristik (a), seperti yang dinyatakan dalam persamaan 2. 2) Desain kapasitas asimilasi dipakai untuk memperkirakan beban W yang sesuai

dengan stream standard agar (c) perairan dapat dicapai yang dinyatakan dalam persamaan

W =ac (3)

3) Modifikasi lingkungan, dipakai untuk memodifikasi kapasitas asimilasi, a bila badan air belum mampu memikul upaya penurunan (reduksi) beban, w. Bentuk modifikasi ini misal pengerukan dasar sedimen, aerasi buatan, dan penambahan debit (4) c W a=

17

Strategi Pengelolaan Kualitas Air

Mengacu pada KEP-05/MENKLH/6/1987 tentang Pedoman Rencana Pengelolaan Llingkungan (RKL), pengelolaan kualitas air biasa dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain :

1) Pendekatan Teknologi

a) Penanggulangan limbah bahan berbahaya dan beracun b) Membatasi atau mengisolasi limbah

c) Stabilisasi limbah dengan menambah zat kimia tertentu supaya tidak membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnya.

d) Mengubah proses untuk mencegah dan mengurangi volume limbah e) Sistem daur ulang limbah, yaitu penggunaan bahan baku maupun bahan

lainnya yang kurang atau tidak menghasilkan limbah bahan beracun. f) Mencegah, mengurangi, memperbaiki kerusakan dan menanggulangi

pemborosan sumberdaya alam, berupa :

1) Pencegahan erosi sistem terasiring atau tanaman penutup tanah 2) Reklamasi lahan rusak atau konversi untuk pembangunan lainnya. 3) Meningkatkan pendayagunaan bahan baku.

2) Pendekatan Ekonomi

a) Permintaan bantuan kepada pemerintah untuk turut menanggulangi dampak lingkungan karena keterbatasan kemampuan pemrakarsa.

b) Kemudahan prosedur pengadaan peralatan, terutama bila peralatan tersebut dibeli dari luar negeri

c) Keringanan bea masuk peralatan pengendali pencemaran

d) Kemudahan dan keringanan kredit bank untuk pembelian peralatan maupun biaya lainnya untuk pengelolaan lingkungan

e) Penanggulangan masalah sosial ekonomi dan sosial budaya antara lain : 1) Sistem imbalan atau ganti kerugian bagi penduduk yang terpaksa

18

taraf hidup masyarakat atau paling tidak sama dengan taraf hidup pada keadaan kondisi awal

2) Bagi kelompok masyarakat yang terkena dampak negatif diberikan prioritas utama untuk mengembangkan kemampuan mengatasi perubahan yang timbul, antara lain dengan jalan memberikan pendidikan dan ketrampilan

3) Mengendalikan masalah sosial yang telah ada dan yang akan timbul akibat kegiatan tersebut

3) Pendekatan Institusional

a) Pengembangan kerjasama antar instansi yang berkepentingan dan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup

b) Pengembangan peraturan perundang-undangan yang menunjang pengelolaan lingkungan

c) Pengembangan pengawasan baik intern maupun ekstern yang meliputi pengawasan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat

d) Pengembangan kerja sama antar negara dalam pengendalian dampak lingkungan.

Parameterisasi Model

BOD Uji Laboratorium

BOD merupakan indikator pencemaran organik yang diukur berdasarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme selama perombakan bahan organik. Pengujian BOD adalah rangkaian penetapan kadar oksigen terlarut dari sebuah contoh air pada hari ke 0 dan hari ke 5 setelah melalui masa inkubasi pada suhu 20oC yang selanjutnya dinyatakan sebagai BOD5,20. Pengambilan suhu 20oC

dan inkubasi 5 hari merupakan pendekatan terhadap kejadian alami di perairan beriklim sedang dan umumnya bahan organik tersebut sudah terkonsumsi antara 60-

19

70%. Sedang oksidasi sempurna (95-99%) dibutuhkan ± 29 hari (Metcalf dan Eddy, 1991)

Thomann, (1987) menyatakan, reaksi biokinetik dari perombakan tersebut sangat kompleks. Penyederhanaan dalam menjelaskan reaksi biokinetik BOD dalam botol diterapkan model reaksi kinetik tingkat pertama. Pada model ini, laju penyisihan BOD hanya tergantung pada jumlah bahan organik yang masih tersisa pada saat t

(5)

Keterangan :

kd = konstanta deoksigenasi atau laju pemakaian oksigen ordo pertama (1/hari)

L = jumlah bahan organik yang tersisa saat t hari dinyatakan dalam BOD (mg/l).

Jumlah bahan organik yang tersisa dalam waktu t dapat dicari dengan mempertimbangkan bentuk integrasi dari persamaan 5,

t kd e Lo

L = . − . (6)

Bila oksigen yang dikonsumsi selama proses dekomposisi

L Lo

y= − , (7)

maka jumlah oksigen yang telah digunakan pada saat t adalah ) 1

( e kd.t Lo

y= − − , (8)

y = BOD terpakai selama t (mg/l)

kd = konstanta dekomposisi BOD ordo pertama (1/hari)

Untuk BOD5 ) 1 ( 5. 0 5 kd e L y = − − (9)

Penjelasannya dapat dilihat pada gambar ilustrasi kurva jumlah BOD terpakai dan BOD tertinggal dalam botol BOD sebagai berikut :

L k dt dL d. − =

20

Gambar 3. Hubungan antara BOD terpakai dengan BOD tertinggal

Dari Metcalf dan Eddy (1991), nilai kd dihitung dengan metode kuadrat

terkecil : 0 0 2− = + = − +

∑∑

i i yy y b y a y y b na (10) b kd =− (11) Keterangan :

y = nilai BOD laboratorium masa inkubasi hari ke n pada 20oC (mg/l)

t y y yi n n Δ + = + 2 1 (12)

a,b = angka konstanta n = jumlah data

∆t = selisih waktu

Reaksi BOD dilakukan oleh bakteri dan mikroorganisme lainnya seperti protozoa

dan rotifera. Menurut vant Hoff-Arrhenius dalam Davis and Cornwell (1991), bahwa laju oksidasi bahan organik di dalam air akan semakin meningkat seiring kenaikan suhunya. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 w aktu (hari) K ons ent ras i ( m g/ l) Lo BOD terpakai BOD tertinggal y LO - y

21 20 20 ) ( ) (kd T = kd θT− (13) Keterangan :

(kd)T = laju oksidasi pada suhu toC

(kd)20 = laju oksidasi pada suhu 20oC

Θ = faktor konversi = 1,056

Namun demikian dengan adanya kenaikan suhu yang berlanjut hingga melampaui suhu optimum, laju reaksi biokimia akan turun seiring dengan kenaikan suhunya. Nilai kd dalam praktek sangat tergantung dari resistensi bahan organik

karbon yang ada. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim HidroQual (1983) pada air buangan domestik, nilai kd tergantung pada derajat penyisihan BOD dalam

perjalanannya. Untuk derajat penyisihan yang tinggi akan menaikkan sisa bahan yang resisten dan akan menurunkan laju kd, seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Laju reaksi BOD, kd dari air limbah

Derajat penyisihan (kd)20

Rentang Rata-rata Tidak terdapat penyisihan

Pengolahan primer atau sekunder Efluen lumpur aktif

0,30-0,40 0,10-0,30 0,05-0,10 0,35 0,20 0,075 Sumber : Thomann (1987).

Menurut Krenkel (1980), faktor-faktor lain yang mempengaruhi oksidasi bahan organik karbon dalam padanan BOD adalah :

1) pH. Mikroorganisme yang merombak bahan organik akan menyesuaikan diri pada kisaran pH yang sempit, biasanya antara pH 6,5 – 8,3.

2) Nutrien. Dalam merombak bahan organik kabon bakteri memerlukan nutrien, baik yang berasal dari organik maupun anorganik untuk metebolisme sel secara optimum.

3) Aklimasi populasi mikroba akan mempengaruhi mikroba dalam beradaptasi terhadap beban organik karbon yang ada. Bila aklimasi populasi mikroba tidak

22

sesuai dengan beban bahan organik karbonnya, maka mikroba kemungkinan akan mati dan aktivitasnya akan menurun.

4) Zat beracun. Berbagai macam unsur kimiawi bersifat racun terhadap mikroorganisme. Pada konsentrasi tinggi, beberapa zat kimia akan membunuh mikroba, dan pada kondisi sedikit kurang (sub lethal) dapat menurunkan kegiatan mikroba.

BOD Perairan

Seperti halnya BOD uji laboratorium, nilai BOD di perairan juga mengalami penurunan seiring dengan waktu perjalanannya. Peluruhan BOD di perairan sungai dianggap mengikuti peluruhan ordo pertama. Pada kondisi tertentu peluruhan BOD yang berasal dari efluen sumber titik akan terdistribusi ke arah hilir sungai disertai dengan proses pengendapan.

Pada kondisi tunak (stabil), persamaan 6 akan berubah mengilkuti persamaan 14 berikut, L k dx L Q d A r. ) . ( 1 0=− 1 − (14)

Pada x = 0, L = Lo, dan Lo adalah BODpuncak campuran antara sungai dan efluen

Dokumen terkait