• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekspor

Ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Wilayah Re-publik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang kepabeanan (RI , 1998). Ekspor merupakan sa-lah satu sumber utama perolehan devisa negara yang diperlukan untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional sehingga perlu untuk terus ditingkatkan dengan te-tap menjaga ketersediaan barang dan bahan untuk kebutuhan dalam negeri. Ekspor dapat dilakukan oleh perseorangan, lembaga dan badan usaha baik untuk badan hu-kum maupun badan non huhu-kum. Semua barang bebas diekspor kecuali barang yang dibatasi ekspor, barang dilarang ekspor, atau ditentukan lain oleh undang-undang (RI , 2012).

Untuk mampu mengekspor negara tersebut harus mampu menghasilkan barang-barang dan jasa yang mampu bersaing dipasar Internasional. Kemampuan bersaing ini sangat ditentukan oleh banyak faktor, antara lain sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, manajemen bahkan sosial budaya (Muwahidatul , 2016). Se-mua faktor di atas nanti akan menentukan mutu dan harga barang yang dihasilkan. Jika mutu rendah, minat orang luar negeri untuk membelinya rendah pula. Begitu juga jika harga yang tawarkan terlalu mahal, orang akan mencari produksi dari ne-gara lain yang relatif lebih murah.

18

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa di dalam dunia yang sudah terbu-ka ini, hampir tidak ada lagi negara-negara yang bisa diterbu-kataterbu-kan benar-benar man-diri, tapi satu sama lain saling membutukan dan saling mengisi. Kenyataan ini lebih menyakinkan akan bertambah pentingnya peranan perdagangan Internasio-nal dalam masa mendatang demi kepentingan nasioInternasio-nal. Dalam hal ini, hubungan ekonomi Internasional dalam suatu negara ditunjukan oleh kegiatan ekspor impor sebagai salah satu komponen penting dalam hubungan ekonomi luar negeri. Eks-por akan memperluas pasar barang buatan dalam negeri dan ini memungkinkan perusahaan-perusahaan dalam negeri mengembangkan kegiatannya (Made Suyana Utama , 2014).

2.2. Kendaraan Bermotor

Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralat-an mekperalat-anik berupa mesin yperalat-ang digunakperalat-an untuk trperalat-ansportasi darat selain kendaraperalat-an yang berjalan di atas rel (BPS , 2013). Umumnya kendaraan bermotor menggu-nakan mesin pembakaran dalam, namun motor listrik dan mesin jenis lain juga da-pat digunakan. Fungsi utama dari kendaraan bermotor adalah memudahkan orang untuk mengakses daerah yang jaraknya lebih jauh tapi hanya membutuhkan wak-tu yang lebih singkat. Selain iwak-tu dengan adanya kendaraan bermotor orang bisa memindahkan berbagai macam benda maupun barang dengan mudah dengan daya angkut yang jauh lebih banyak dan besar. Perkembangan yang terjadi pada jumlah kendaraan bermotor secara langsung memberikan gambaran mengenai kondisi sub-sektor angkutan darat (Pardamean , 2010).

Jumlah kendaraan bermotor yang cenderung meningkat, merupakan indika-tor semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap sarana transportasi yang me-madai sejalan dengan mobilitas penduduk yang semakin tinggi (Winardi , 1991).

19

Sampai tahun 2010, ada lebih dari 1 miliar kendaraan bermotor di seluruh dunia, ti-dak termasuk kendaraan off-road dan kendaraan berat. Kepemilikan kendaraan per-kapita global adalah 148 kendaraan beroperasi tiap 1000 orang. Pada tahun 2011, 80 juta mobil dan kendaraan komersial diproduksi di seluruh dunia. Pada tahun 2009, terdapat 1 kendaraan tiap pemegang SIM, dan terdapat 1,87 mobil per rumah tangga.

2.2.1. Kendaraan Bermotor Roda Empat

Perkembangan mobil pertama dengan prinsip kendaraan bermotor berhasil ditemukan pada tahun 1769. Penemunya adalah Nicholas Joseph Cugnot (1725-1804), dengan mobil bermesin tenaga uap air. Setelah temuan mesin uap, giliran mesin dengan tenaga uap minyak bumi yang diterapakan untuk menggerakkan ken-daraan. Motorwagen, mobil pertama dengan bahan bakar bensin. Motorwagen menjadi dasar dari mobil modern yang kita kendarai sekarang. Penemuan mobil tersebut belum membuat para ahli dan penemu mobil tersebut bangga dengan pe-nemuannya, justru ingin terus melanjutkan penelitiannya, diantaranya model dan design mobil tersebut, karena tanpa didesign secara cermat, setelah diteliti ternyata berpengaruh terhadap kecepatan dari gaya gesekan terhadap udara. Dengan de-mikian, orang-orang yang bekerja di departemen desain menghadapi tugas baru yang lebih berat, seiring dengan semakin lebarnya rentang model yang dikeluark-an masing-masing merk mobil. Pada saat ydikeluark-ang sama, diharapkdikeluark-an muncul dengdikeluark-an desain-desain yang menggabungkan keaslian dengan kosmopolitan.

2.2.2. Kendaraan Bermotor Roda Dua

Sepeda motor telah menjadi sarana transportasi yang sangat dekat dalam keseharian masyarakat. Sepeda motor merupakan alat transportasi roda dua yang

20

efisien, efektif dan ekonomis serta terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Saat ini kebutuhan transpotasi pribadi jenis roda dua ini sudah menjadi kebutuhan ma-syarakat umum. Hal ini menunjukan bahwa sepeda motor sangat diperlukan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena kegunaannya yang dapat menghemat waktu dan fleksibel untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Pasar sepeda motor saat ini tampil lebih beragam untuk memikat konsumen dengan diluncurkan-nya berbagai variasi merek, jenis, dan kapasitas mesin sepeda motor. Dalam hal ini konsumen dapat dengan mudah membandingkan berbagai produk sepeda motor yang tersedia dalam berbagai alternatif pilihan merek, jenis, dan harga (Budiarto , 2013).

Kemacetan yang terjadi membuat sepeda motor menjadi sarana transportasi yang sangat dekat dengan keseharian masyarakat, ditambah lagi sarana transportasi umum yang tersedia sebagian ada yang belum dapat menjangkau di semua tempat. Inilah yang menjadi bahan pertimbangan masyarakat untuk membeli sepeda motor karena lebih efisien untuk digunakan pada kondisi kemacetan dan untuk menjang-kau daerah-daerah yang sempit atau jalan tikus. Saat ini terdapat empat merek se-peda motor anggota Asosiasi Industri Sese-peda Motor (AISI) yang menguasai pasar yaitu Honda, Yamaha, Suzuki, dan Kawasaki (Budiarto , 2013).

2.3. Peramalan

Setelah model akhir didapat, maka model tersebut digunakan untuk mera-malkan nilai time series di masa depan. Peramalan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperkirakan kejadian di masa depan berdasarkan data masa lalu sehingga dengan demikian metode peramalan diharapkan dapat memberikan objektivitas yang lebih besar (Muwahidatul , 2016). Selain itu metode peramalan dapat memberikan cara pengerjaan yang teratur dan terarah, dengan demikian

21

pat dimungkinkannya penggunaan teknik penganalisaan yang lebih maju. Dengan penggunaan teknik-teknik tersebut maka diharapkan dapat memberikan tingkat ke-percayaan dan keyakinan yang lebih besar karena dapat diuji penyimpangan atau deviasi yang terjadi secara ilmiah.

Dalam melakukan suatu peramalan tentunya diperlukan metode yang sesuai dengan data dan informasi yang akan diramalkan agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Hasil peramalan dikatakan baik jika nilai ramalannya dekat dengan data aktual. Untuk mengukur kedekatan antara nilai aktual dan ramalan ini dapat digu-nakan beberapa kriteria kebaikan model (Sukarna , 2006). Untuk kepentingan akan evaluasi peramalan, data time series dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Data yang dipakai untuk kepentingan pemodelan, disebut juga sebagai data in sampleatau data training.

b. Data yang dipakai untuk kepentingan evaluasi peramalan, data ini disebut juga data out sample atau data testing.

1. Jenis-jenis Peramalan:

Berdasarkan sifatnya, peramalan dibedakan menjadi dua macam yaitu: a. Peramalan Kualitatif

Peramalan kualitatif adalah peramalan yang didasarkan atas pendapat suatu pihak dan datanya tidak dapat direpresentasikan secara tegas menjadi sua-tu angka atau nilai (Sugiyono , 2007). Hasil peramalan yang dibuat sangat bergantung pada orang yang menyusunnya. Hal ini penting karena hasil per-amalan tersebut ditentukan berdasarkan pemikiran yang intuisi, pendapat dan pengetahuan serta pengalaman penyusunnya.

22

Peramalan kuantitaf adalah peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif masa lalu dan dapat dibuat dalam bentuk angka yang biasa disebut sebagai data time series (Jumingan , 2009).

2. Jangka Waktu Peramalan

Jangka waktu peramalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu (Ren-der , 2005):

a. Peramalan jangka pendek

Peramalan untuk jangka waktu kurang dari tiga bulan. Dapat juga untuk jang-ka waktu satu tahun yang ajang-kan datang atau kurang dari satu tahun.

b. Peramalan jangka menengah

Peramalan untuk jangka waktu antara tiga bulan, dapat juga untuk jangka waktu satu tahun sampai lima tahun ke depan.

c. Peramalan jangka panjang

Peramalan untuk jangka waktu lebih dari tiga tahun hingga dari lima tahun ke depan.

2.4. Data Runtun Waktu

Data runtun atau deret waktu merupakan data yang dibuat secara berurut atau beruntun sepanjang waktu. Metode runtun waktu adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan peramalan untuk waktu yang akan datang berdasarkan data dari masa lalu atau waktu sebelumnya. Metode runtun waktu dapat berupa data dalam bentuk harian, mingguan, bulanan, tahunan dan lainnya. Data runtun waktu merupakan data kejadian pada masa lalu dan digunakan untuk mengetahui peramalan dimasa mendatang (Luky Dwi Agnes , 2015). Data yang dikumpulkan secara berurutan sesuai dengan waktu disebut rangkaian waktu atau time series.

23

Ada beberapa variasi atau gerakan dari data rangkaian waktu pada pola data berikut (I Wayan Sumarjaya , 2016).

2.5. Pola Data

Peramalan atau prediksi suatu data harus membutuhkan informasi tentang pola data di masa lalu. Dengan hal tersebut maka dapat mempertimbangkan bentuk dari pola data sehingga diketahui metode peramalan yang paling baik untuk digu-nakan. Terdapat empat jenis pola data yaitu sebagai berikut (I Wayan Sumarjaya , 2016):

1. Pola Trend (T)

Tren adalah pergerakan naik turun suatu keadaan dalam jangka panjang. Data runtun waktu menunjukkan arah perkembangan secara umum yang memiliki ke-cenderungan naik (trend positif) atau keke-cenderungan turun (trend negatif). Ben-tuk pola tren ditunjukkan pada Gambar berikut (Luky Dwi Agnes , 2015):

Gambar 2.1 Pola Data Tren

2. Pola Musiman atau Seasonal (S)

Data musiman adalah suatu pola atau gerakan yang naik turun secara teratur yang cenderung untuk terulang kembali. Data ini biasanya dipengaruhi oleh

24

faktor-faktor musiman, misalnya kurtalan, semesteran, bulanan, mingguan, hari-an, dan tahunan. Pola musiman cenderung memiliki panjang konstan dan terjadi berulang dalam jangka periode yang teratur. Pola dari data musiman ditunjukkan seperti gambar berikut (I Wayan Sumarjaya , 2016):

Gambar 2.2 Pola Musiman atau Seasonal

3. Pola Siklus (C)

Data Siklus adalah suatu pola atau gerakan yang naik turun secara teratur yang cenderung untuk terulang kembali dalam jangka waktu lebih dari satu tahun. Da-ta tersebut dipengaruhi fluktuasi jangka panjang yang biasanya berbentuk osilasi (gelombang sinus). Pola Siklus memiliki panjang yang bervariasi. Contoh data siklus yaitu data terjadinya siklus hujan setiap 10 tahunan. Bentuk pola siklus ditunjukkan pada gambar berikut (Ari Cynthia , 2015):

Gambar 2.3 Pola Siklus

25

Variasi data acak atau random adalah suatu gerakan naik turun yang terjadi se-cara tiba-tiba sehingga sulit untuk diperkirakan sebelumnya dan menunjukkan gerakan yang tidak teratur. Bentuk pola acak atau random ditujukkan pada gam-bar berikut (Luky Dwi Agnes , 2015):

Gambar 2.4 Pola Data Acak

2.6. Stasioner

Dalam melakukan penelitian menggunakan model analisis deret waktu ter-kadang menemukan data yang belum stasioner. Data tersebut dapat dikatakan sta-sioner jika rata-rata (average) dan variansinya konstan dari waktu ke waktu. Data tersebut dikatakan stasioner jika tidak terdapat perubahan kenaikan atau penurunan dalam rata-rata dan variansinya secara tajam. Berdasarkan rata-rata dan variansi-nya, terdapat dua jenis kestasioneran data yaitu: (Pardamean , 2010)

1. Data stasioner dalam rata-rata (mean)

Dalam mengatasi data yang tidak stasioner pada rata-rata dapat dilakukan proses diferensiasi differencing terhadap deret data asli. Proses diferensiasi digunakan untuk mencari perbedaan antara data satu periode dengan periode sebelumnya secara berurutan. Operator shift mundur (backward shift) sangat tepat untuk menggambarkan proses differencing (Makridakis , 1999). Notasi dalam metode pembedaan adalah operator shift mundur (backward shift) disimbolkan dengan

26

B sebagai berikut.

BZt= Zt−1 (2.1)

Dengan:

Zt: nilai variabel Z pada waktu t Zt−1: nilai variabel Z pada waktu t-1 B : backward shift

Pada persamaan diatas, notasi B yang dipasang pada Ztmemiliki efek mengge-ser data satu periode ke belakang. Proses diferensiasi pada orde pertama meru-pakan selisih antara data ke t dengan data ke t-1 sebagai berikut:

∆Zt = Zt− Zt−1 = Zt− BZt = (1 − B)Zt

(2.2)

untuk diferensiasi orde-2 adalah ∆2Zt= ∆Zt− ∆Zt−1 = (Zt− Zt−1) − (Zt−1− Zt−2) = Zt− 2Zt−1+ Zt−2 = Zt− 2BZt+ B2Zt = (1 − 2B + B2)Zt = (1 − B)2Zt

Tujuan dari menghitung pembedaan adalah mencapai stasioneritas dan secara umum apabila terdapat pembedaan orde ke-d untuk mencapai stasioneritas dapat

27

didefinisikan sebagai berikut.

dZt= (1 − B)dZt (2.3)

2. Data stasioner pada variansi

Jika kondisi stasioner tidak terpenuhi maka perlu dilakukan transformasi data asli dengan akar kuadrat atau secara umum dengan transformasi pangkat. Tran-sformasi Box-Cox adalah tranTran-sformasi pangkat pada variabel respon yang di-temukan oleh Box dan Cox. Transformasi Box-Cox mempertimbangkan kelas transformasi berparameter tunggal yaitu λ yang dipangkatkan pada variabel res-pon Ztdengan bentuk transformasi sebagai berikut:

y = Ztλ (2.4)

λ merupakan parameter yang harus diduga. Pada transformasi Box-Cox hal per-tama yang harus dilakukan adalah menduga parameter λ (Wei , 2006). Langkah-langkah mendapatkan nilai lambda (λ) sebagai berikut:

Langkah 1. Ambil nilai λ dengan range −2 hingga 2 Langkah 2. Menghitung nilai:

b

Z = (z1× z2× · · · × zn)n1 (2.5)

28

Langkah 4. Menghitung nilai:

V1 = W1 b Zλ−1, W =  Ztλ− 1 λ ; λ 6= 0 limλ→0T (Zt) = limλ→0 (Zt λ− 1) λ = ln(Zt); λ = 0 (2.6) Langkah 5. Meregresikan antara variabel V dan X, sehingga hasil regresi akan didapatkan Jumlah Kuadrat Sisa (JKS). Untuk mendapatkan nilai JKS terlebih dahulu menghitung nilai Jumlah Kuadrat Total (JKT) yang diperoleh dari per-samaan J KT = P Z2, kemudian Jumlah Kuadrat koefisien α yang diperoleh dengan persamaan J K(α) = (P Z)2. Selanjutnya menghitung nilai Jumlah Kuadrat regresi (β

α) dengan persamaan J K( β

α) = β(P XZ(P X)(P Z)

n ).

Setelah mendapatkan nilai JKT, J K(α), dan J K(β

α) maka dapat menghitung nilai JKS dengan persamaan:

J KS = J KT − J K(α) − J K(β

α) (2.7)

Langkah 6. Menentukan nilai λ yang memiliki nilai Jumlah Kuadrat Sisa (JKS) terkecil.

Langkah 7. Setelah mendapatkan nilai λ maka selanjutnya melakukan transfor-masi data dengan menggunakan λ yang memiliki nilai JKS terkecil yang dipero-leh dari langkah 6.

29

Tabel 2.1 Nilai λ dan transformasinya

Nilai lamda λ Transformasi −1 Zt−1 = Z1 t −0.5 Zt−0.5= 1 Zt 0 Zt0 = LnZt 0.5 Zt0.5 =√ Zt 1 Z1 t = Zt

Selanjutnya dalam transformasi Box Cox setelah diperoleh nilai λ, nantinya akan menentukan transformasi yang harus dilakukan. Khusus λ = 0 dapat dilakukan dengan persamaan berikut:

lim

λ→0T (Zt) = lim

λ→0

(Ztλ− 1)

λ = ln(Zt) (2.8)

Dengan menggunakan kaidah L’Hospital maka persamaan diatas telah terbukti dengan proses penurunan sebagai berikut:

lim λ→0 Ztλ− 1 λ = limλ→0 Ztλ × lnZt 1 = Zt0× lnZt 1 = 1 × lnZt 1 = lnZt (2.9)

2.7. ACF (Autocorrelation Function)

Autocorrelation Function(ACF) merupakan cara untuk melihat adanya hu-bungan atau korelasi pada data yang sama antar waktu. ACF adalah suatu huhu-bungan linier pada data time series antara Zt dan Zt+k yang terpisah dengan waktu lag k. ACF digunakan untuk mengidentifikasikan model time series yang akan digunakan dan melihat kestasioneran data dalam mean. Persamaan fungsi autokorelasi dari

30

data pada lag k sebagai berikut (Raisa Ruslan , 2013):

b ρk = Σ n−k t=1(Zt− Z)(Zt+k− Z) Σn t=1(Zt− Z)2 (2.10) Dengan: b

ρk: koefisien autokorelasi pada lag-k k : selisih waktu

n : jumlah observasi

Z : rata-rata dari pengamatan (Zt) Zt: pengamatan pada waktu ke-t

Zt+k : pengamatan pada waktu ke t + k, k = 1, 2, 3, ...

Pada plot Autocorrelation Function atau ACF, diagram ini berfungsi untuk mengenali tentang kestasioneran pada data. Ciri-ciri data yang belum stasioner dalam rata-rata dapat ditandai dengan apabila diagram fungsi autokorelasi turun dengan linier atau terlihat lamban. Gambar plot ACF dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.5 Pola ACF Belum Stasioner

31

2.8. PACF (Partial Autocorrelation Function)

Partial Autocorrelation Function(PACF) digunakan untuk mengukur ting-kat keeratan hubungan antara Zt dan Zt+k dengan mengabaikan ketidakbebasan Zt+1, Zt+2, . . . , Zt+k−1. Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur derajat asosiasi antara Ztdan Zt+k, ketika efek dari rentang atau jangka waktu (time lag) 1, 2, 3, . . . , k − 1 dianggap terpisah. Fungsi PACF dinotasikan dengan φkk dengan perhitungan untuk indeks yang sama dirumuskan sebagai berikut:

b

φkk = ρbk− Σk−1

j=1φbk−1,jρbk−j

1 − Σk−1j=1φbk−1,jρbj (2.11)

Sedangkan perhitungan dengan indeks berbeda dirumuskan sebagai berikut:

b

φk,j = bφk−1,j− bφkkφbk−1,k−j (2.12)

Keterangan:

j = 1, 2, . . . , k dengan nilai bφ11b1 b

φk−1,j = fungsi autokorelasi parsial pada lag ke k+1 dengan j b

φk+1,k+1 = fungsi autokorelasi parsial pada lag ke k+1 dengan k+1 b

ρk= fungsi autokorelasi pada lag ke k+1

2.9. Identifikasi Model

Dalam mengidentifikasi model yang akan digunakan data harus stasioner apabila belum stasioner maka perlu dilakukan proses stasioner terlebih dahulu un-tuk mendapatkan aspek AR dan MA dalam Model ARIMA yang akan dipilih. Jika data yang digunakan sudah dalam kondisi stasioner terhadap varians dan stasio-ner terhadap rata-rata kemudian dilakukan plot ACF dan PACF terhadap data yang

32

telah stasioner. Plot tersebut digunakan untuk mengidentifikasi orde AR dan MA yang akan digunakan dalam menentukan model kemudian akan dilakukan uji untuk menentukan model terbaik untuk mengetahui hasil peramalan mendatang. Berikut merupakan tabel ketentuan plot ACF dan PACF pada model ARIMA (Wei , 2006).

Tabel 2.2 Pola Plot ACF dan PACF

Model ACF PACF

AR (p) Menurun secara cepat (dies down) Terpotong pada lag ke-p (cut off ) MA (q) Terpotong pada lag ke-q (cut off ) Menurun secara cepat (dies down) AR(p) dan MA(q) Terpotong pada lag ke-q (cut off ) Terpotong pada lag ke-p (cut off )

ARMA(p,q) Menurun secara cepat (dies down) Menurun secara cepat (dies down)

2.10. Tahap Estimasi Parameter

Pada tahap ini dilakukan proses estimansi parameter dan uji signifikan dari model yang diperoleh dari tahap identifikasi. Metode estimasi parameter yang di-gunakan adalah CLS (Conditional Least Square). Metode ini membuat nilai error yang tidak diketahui menjadi sama dengan nol dan meminimumkan nilai SSE (Sum Square Error). Misalkan untuk menguji signifikansi parameter model AR (p) de-ngan hipotesis sebagai berikut:

H0 : φj = 0

H1 : φj 6= 0, dengan j = 1, 2, . . . , p Statistik uji yang digunakan adalah

thitung = φbj

SE( bφj) (2.13)

dimana: b

33

SE( bφj) = standard error dari parameter model AR H0 ditolak jika nilai |thitung| > tα

2,(n−np) dengan n adalah banyaknya pengamatan dan np adalah jumlah parameter yang diestimasi. Sedangkan hipotesis yang digu-nakan untuk melakukan uji signifikansi parameter untuk model MA adalah sebagai berikut:

H0 : θj = 0

H1 : θj 6= 0, dengan j = 1, 2, . . . , q Statistik uji yang digunakan adalah

thitung = bθj

SE(bθj) (2.14)

dimana: b

θj = estimasi dari parameter model MA

SE(bθj) = standard error dari parameter model MA H0 ditolak jika nilai |thitung| > tα

2,(n−np) dengan n adalah banyaknya pengamatan dan np adalah jumlah parameter yang diestimasi.

2.11. Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) telah dipelajari secara mendalam oleh George Box dan Gwilym Jenkins pada tahun 1967. Model diterapkan untuk analisis time series, peramalan, dan pengendalian. Model Auto-regressive(AR) pertama kali diperkenalkan oleh Yule pada tahun 1926, kemudian dikembangkan oleh Walker. Sedangkan pada tahun 1937, model Moving Average (MA) pertama kali digunakan oleh Slutzsky. Sedangkan Wold adalah orang per-tama yang menghasilkan dasar-dasar teoritis dari proses kombinasi ARMA. Wold membentuk model ARMA yang dikembangkan untuk mencakup time series

34

siman dan pengembangan sederhana yang mencakup proses-proses nonstasioner (ARIMA) (Wei , 2006)

ARIMA terdiri dari beberapa bagian yaitu:

1. Model Autoregressive (AR)

Model AR pada orde p yang dapat didefinisikan AR (p) menerangkan bahwa suatu model dimana pengamatan waktu ke-t berhubungan linier dengan waktu sebelumnya t − 1, t − 2, . . . , t − p. Sehingga fungsi untuk model AR (p) dapat menggunakan persamaan berikut ini:

Zt = φ1Zt−1+ · · · + φpZt−p+ αt Zt− φ1Zt−1− · · · − φpZt−p = αt

Persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk

(1 − φ1B − . . . − φpBp)Zt= αt (2.15)

Untuk BZt= Zt−1, sehingga dapat dtulis sebagai berikut:

φp(B)Zt= αt (2.16)

Dimana, φp(B) = (1 − φ1B − . . . − φpBp) Contoh:

(a) Jika model autoregressive ordo satu dapat ditulis AR(1), yaitu p = 1 dan q = 0 dapat dinyatakan sebagai berikut.

Zt= φ1Zt−1+ αt

(b) Jika model autoregressive ordo dua dapat ditulis AR(2), yaitu p = 2 dan q = 0 dapat dinyatakan sebagai berikut.

35

Zt= φ1Zt−1+ φ2Zt−2+ αt

2. Model Moving Average (MA)

Model MA pada orde q menyatakan bahwa suatu model pengamatan ke-t dipe-ngaruhi oleh kesalahan masa lalu. Sehingga fungsi model MA (q) dapat meng-gunakan persamaan berikut ini:

Zt = αt− θ1αt−1− . . . − θqαt−q

Persamaan diatas juga dapat ditulis sebagai berikut: Zt = (1 − θ1B − . . . − θqBqt

Untuk Bαt= αt−1sehingga dapat ditulis sebagai berikut:

Zt= θq(B)αt (2.17)

Dimana, θq(B) = (1 − θ1B − . . . − θqBq) Contoh:

(a) Jika model moving average ordo satu dapat ditulis MA(1), yaitu p = 0 dan q = 1 dapat ditulis sebagai berikut:

Zt= αt− θ1αt−1

(b) Jika model moving average ordo dua dapat ditulis MA(2), yaitu p = 0 dan q = 2 dapat ditulis sebagai berikut:

Zt= α1− θ1αt−1− θ2αt−2

3. Model Autoregressive Moving Average (ARMA)

Model ARMA merupakan model penyatuan antara model AR dan model MA yang umum ditulis ARMA (p,q) dengan bentuk persamaan fungsi model AR-MA orde p dan q sebagai berikut: (Raisa Ruslan , 2013)

36 Zt= φ1Zt−1+ . . . + φpZt−p+ αt− θ1αt−1− . . . − θqαt−q Zt− φ1Zt−1− . . . − φpZt−p= αt− θ1αt−1− . . . − θqαt−q (1 − φ1B − . . . − φpBp)Zt = (1 − θ1B − . . . − θqBqt φp(B)Zt= θq(B)αt (2.18) Contoh:

(a) Jika model campuran antara AR(1) dan MA(1) yaitu p = 1 dan q = 1 dapat dinyatakan ARMA(1,1) dengan persamaan sebagai berikut:

Zt= φ1Zt−1+ αt− θ1αt−1

(b) Jika model campuran antara AR(2) dan MA(1) yaitu p = 2 dan q = 1 dapat dinyatakan ARMA(2,1) dengan persamaan sebagai berikut:

Zt= φ1Zt−1+ φ1Zt−2+ αt− θ1αt−1

2.12. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Model ARIMA merupakan perluasan dari model ARMA dengan penambah-an parameter d ypenambah-ang merupakpenambah-an jumlah proses differencing. Parameter p merupak-an model AR dmerupak-an parameter q adalah model MA. Nilai konstmerupak-anta p dmerupak-an q biasmerupak-anya didapatkan dari estimasi gambar ACF dan PACF. Sedangkan untuk nilai d umumnya didapatkan dari melakukan trial error terhadap nilai p dan q yang sudah didapatkan. Secara umum persamaan ARIMA(p,d,q) sebagai berikut: (Luky Dwi Agnes , 2015)

φp(B)(1 − B)dZt = θq(B)αt (2.19)

Dimana, AR (p) adalah φp(B) = (1 − φ1B − . . . − φpBp) MA (q) adalah θq(B) = (1 − θ1B − . . . − θqBq)

37

Nilai residual pada saat t adalah αt.

Berikut ini merupakan bentuk model ARIMA:

a Model ARIMA (1,1,0)

Jika model ARIMA yaitu p = 1, d = 1, q = 0 dapat ditulis:

Zt = φ0+ (1 + φ1)Zt−1− φ1Zt−2+ αt

b Model ARIMA (2,1,0)

Jika model ARIMA yaitu p = 2, d = 1, q = 0 dapat ditulis:

Zt = φ0+ (1 + φ1)Zt−1− (φ1− φ2)Zt−2− φ2Zt−3+ αt

c Model ARIMA (2,1,1)

Jika model ARIMA yaitu p = 2, d = 1, q = 1 dapat ditulis:

Zt = φ0+ (1 + φ1)Zt−1− φ1Zt−2+ αt− θ1αt−1

Keterangan:

Zt= Variabel Z pada periode ke-t Zt+k = Variabel Z pada periode ke t + k ρk= Koefisien autokorelasi pada lag ke k

B = Operator langkah mundur (backshift operator) λ = Parameter transformasi

Ln = Logaritma natural

φkk = Koefisien autokorelasi parsial pada lag ke k φp(B) = Operator autoregresi dengan variabel p θq(B) = Operator moving average dengan variabel q αt= nilai kesalahan pada saat t

38

p, d, q = orde AR, Diferensiasi, dan MA (1 − B)d= Orde diferensiasi

2.13. Uji Diagnostik

Proses ini dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut telah layak atau tidak dalam pemilihan model terbaik. Yaitu dilakukan pengecekan kesesuaian model dengan memodelkan data dimana hasil residual harus memenuhi asumsi resi-dual white noise dan berdistribusi normal. Lalu untuk pengecekan varians menggu-nakan plot residual dan mengetahui residual white noise dengan menghitung hasil dari ACF dan PACF yang signifikan. Pemeriksaan asumsi white noise bisa dilihat dari plot ACF. Dikatakan telah memenuhi asumsi bila pada plot ACF tidak terdapat lag yang melewati batas signifikan. Apabila hasil grafik menunjukkan bahwa residu akan berada disekitar garis diagonal atau garis linear maka artinya residu berdistri-busi normal, namun jika grafik menunjukkan residu menyebar atau tidak berada di

Dokumen terkait