• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikan

Ikan adalah binatang air dan biota perairan lainnya yang berasal dari kegiatan penangkapan di laut maupun perairan umum (waduk, sungai dan rawa) dan dari hasil kegiatan budidaya (tambak, kolam, keramba dan sawah) yang dapat diolah menjadi bahan makanan yang umum dikonsumsi masyarakat (Baliwati 2002). Menurut definisi FAO, ikan adalah organisme yang hidup di air. Kelompok organisme yang digolongkan sebagai ikan adalah ikan bersirip (finfish), krustasea, moluska, binatang air lainnya dan tanaman air (Nikijuluw & Abdurahman 2004).

Ikan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu ikan air laut, air tawar dan air payau atau tambak. Ikan yang hidup di air tawar dan air laut sangat banyak, sehingga dibedakan menjadi golongan yang dapat dikonsumsi dan ikan hias (Anonim 2004a). Beberapa jenis ikan memang tidak dikonsumsi manusia. Ikan hias (ornamental fish) yang tinggi nilai dan permintaan pasarnya ternyata tidak dimakan tetapi untuk hiasan dan rekreasi (Nikijuluw & Abdurahman 2004).

Bagian atau komponen ikan yang dapat dikonsumsi tergantung pada jenis ikannya dan umumnya komponen ikan yang bisa dimakan sekitar 65-80% berat ikan. Ikan yang masih segar tampak pada dagingnya yang kenyal kalau ditekan, sisiknya yang tidak mudah lepas dan tidak berbau amis. Matanya masih bening, tidak pucat dan cekung (Buckle et al. 1987).

Protein ikan kaya akan asam-asam amino esensial yang lebih lengkap susunannya (lebih mendekati pada susunan protein tubuh manusia) sehingga sangat diperlukan dalam tubuh manusia. Bahan pangan yang tergolong sumber protein tinggi, pada umumnya mengandung 16-33% protein (Lubis 1987). Ikan merupakan sumber protein bersifat perishable (mudah rusak), oleh karenanya menuntut penanganan pasca panen, sistem distribusi, dan pengolahan yang baik. Ikan laut memiliki asam lemak omega-3, vitamin dan mineral yang tinggi. Sebaliknya, ikan air tawar terutama tinggi karbohidrat dan asam lemak omega-6. Kedua jenis ikan tersebut merupakan sumber zat gizi yang bermutu sehingga dapat secara bergantian dikonsumsi agar saling melengkapi kekurangan zat gizi lainnya (Harli 2004). Kandungan zat gizi ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan zat gizi ikan, telur ayam dan daging sapi

No Kandungan Zat Gizi Ikan segar Telur ayam Daging sapi

1 Energi (kkal) 113 162 207 2 Protein (g) 17,0 12,8 18,8 3 Lemak (g) 4,5 11,5 14,0 4 Karbohidrat (g) 0 0,7 0 5 Kalsium (mg) 20,0 54,0 11,0 6 Fosfor (mg) 200,0 180,0 170,0 7 Besi (mg) 1,0 2,7 2,8 8 Vit. A (RE) 47 309 9 9 Vit. C (mg) 0 0 0 10 Vit. B1 (mg) 0,05 0,10 0,08 11 Air (g) 76,0 74,0 66,0 BDD 80 90 100

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Hardinsyah 1994)

Ikan juga mengandung lemak (minyak ikan) antara 0,2 sampai 0,24 yang kaya dengan sumber-sumber asam lemak esensial. Asam lemak esensial ini sangat diperlukan dalam pembentukan sel-sel otak untuk meningkatkan kecerdasan dan pencegahan bahkan penyembuhan berbagai penyakit jantung dan “arterosklerosis”. Ikan laut juga banyak mengandung senyawa yodium yang sangat diperlukan untuk mencegah penyakit gondok khususnya bagi masyarakat yang bermukim di wilayah pegunungan (Dahuri 2004).

Faktor Internal yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Ikan Umur

Siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usianya. Sejak lahir ke dunia, seorang manusia telah menjadi konsumen. Ia terus menjadi konsumen dengan kebutuhan yang berbeda sesuai dengan usianya. Kotler (1991) menyatakan bahwa umur dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap beberapa barang dan jasa.

Menurut Papalia dan Olds (1986) umur dewasa awal berkisar 20-40 tahun, sedangkan menurut Bromley’s (1974), diacu dalam Papalia dan Olds (1986) kisaran umur separuh baya untuk wanita adalah 50-55 tahun. Hal ini menandakan bahwa dewasa akhir berkisar 41-49 tahun. Sesuai dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) dalam Widyakarya Nuansa Pangan dan Gizi 2004, AKP untuk wanita dengan kisaran umur 19-29 dan 30-49 tahun (wanita dewasa) adalah 50 g (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Pendidikan dan Pekerjaan

Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Beberapa profesi seperti dokter, pengacara, akuntan, ahli laporan memerlukan syarat pendidikan formal agar bisa bekerja sebagai profesi tersebut. Profesi dan pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan yang diterimanya (Sumarwan 2003).

Orang yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk memilih makanan yang lebih baik kualitasnya daripada orang yang berpendidikan rendah (Suhardjo & Hardinsyah 1987). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan dengan pengetahuan gizi yang lebih tinggi pula. Hal ini dimungkinkan seseorang memiliki informasi tentang gizi dan kesehatan yang lebih baik dan mendorong terbentuknya perilaku makan yang baik pula (Sediaoetama 1996).

Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai- nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek (Sumarwan 2003). Tingkat pendidikan umum yang lebih tinggi tanpa disertai dengan pengetahuan di bidang gizi terutama ibu, ternyata tidak berpengaruh terhadap pemilihan makanan untuk keluarga (Sediaoetama 1996).

Ibu merupakan pendidik pertama dalam keluarga, untuk itu ibu perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu disamping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga (Suhardjo 1989).

Pengetahuan Gizi

Menurut Engel et al. (1994) pengetahuan adalah informasi yang disimpan di dalam ingatan seseorang. Pengetahuan adalah salah satu proses pendidikan dan atas hasil penginderaan terhadap masalah tersebut (dalam hal ini gizi dan kesehatan) yang terjadi melalui indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang akan berdampak pada motivasi sikap dan perilaku.

Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan sehingga

tidak menimbulkan penyakit, cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmodjo 1993). Khumaidi (1989) menyatakan bahwa pengetahuan gizi akan berhasil jika disertai suatu pengetahuan tentang sikap, kepercayaan, dan nilai- nilai dari masyarakat. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih langgeng bila dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan.

Menurut Suhardjo (1989) peranan ibu banyak berpengaruh terhadap pola makan keluarga. Semakin meningkatnya pengetahuan gizi yang dimiliki ibu diharapkan semakin tinggi pula kemampuan ibu dalam memiliki dan merencanakan makanan dengan ragam dan kombinasi yang sesuai dengan syarat-syarat gizi. Ibu yang mempunyai pengetahuan gizi dan berkesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan yang sehat sedini mungkin kepada semua putra-putrinya.

Preferensi

Preferensi merupakan tingkat kesukaan yang didasarkan atas sikap seseorang dalam memilih dan menentukan pangan yang dikonsumsinya (Sanjur 1982). Menurut Suhardjo (1989) yang dimaksud dengan preferensi makanan (food preferences) adalah tindakan/ukuran suka atau tidak sukanya terhadap makanan dan akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Preferensi merupakan suatu fenomena yang didasarkan atas sikap seseorang dalam menentukan pangan yang dikonsumsinya. Derajat kesukaan juga dapat diperoleh dari pengalaman terhadap makanan tertentu dan dapat berpengaruh kuat terhadap preferensi.

Fisiologi, perasaan dan sikap terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Preferensi mempunyai suatu struktur yang dapat berubah serta dipelajari sejak kecil. Preferensi terhadap pangan dapat berubah-ubah, terutama pada orang-orang muda dan akan permanen apabila seseorang telah memiliki gaya hidup yang kuat. Preferensi konsumen dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu faktor dari karakteristik makanan itu sendiri, karakteristik individu dan karakteristik lingkungan di sekitarnya (Sanjur 1982). Model yang dapat diajukan untuk mempelajari konsumsi adalah sebagai berikut :

Gambar 1 Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan.

(Elizabeth & Sanjur 1981, diacu dalam Suhardjo 1989)

Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Ikan Besar Keluarga

Besar keluarga dapat dilihat dari jumlah anggota keluarganya, sedangkan untuk bentuk keluarga dibagi atas: keluarga inti (terdiri dari sepasang suami istri dengan anak- anaknya) dan keluarga dalam arti luas (keluarga yang tidak terbatas hanya pada keluarga inti, melainkan terdiri dari beberapa generasi selain orang tua dan anaknya terdapat pula kakek, nenek, paman, bibi, saudara sepupu, menantu, dan cucu) (Suhardjo 1989). Menurut BKKBN (1998), besar keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (= 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (= 7 orang).

Besar keluarga berkaitan dengan pendapatan per kapita keluarga yang akhirnya akan mempengaruhi ketersediaan pangan keluarga. Pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika anggota keluarga yang harus diberi makan jumlahnya sedikit terutama pada keluarga yang berpenghasilan rendah (Suhardjo 1989).

Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Jumlah pendapatan akan

Karakteristik makanan Karakteristik lingkungan Karakteristik individu Preferensi Makanan Konsumsi Makanan • Rasa • Rupa • Tekstur • Harga • Tipe makanan • Bentuk • Bumbu • Kombinasi makanan • Musim • Pekerjaan • Mobilitas • Perpindahan penduduk • Jumlah Keluarga • Tingkatan sosial pada masyarakat •Umur •Jenis kelamin •Pendidikan •Pendapatan •Pengetahuan gizi •Keterampilan memasak •Kesehatan

Dokumen terkait