• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 HIV/AIDS

Proyeksi jumlah orang yang hidup dengan HIV dan kematian akibat AIDS di Indonesia meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2015 jumlah orang yang hidup dengan HIV sebesar 735.256 orang dan diproyeksikan meningkat pada tahun 2016 sebesar 785.821 orang. Jumlah kematian akibat AIDS sebesar 36.586 pada tahun 2015 dan meningkat hingga mencapai 40.349 kematian pada tahun 2016 (Ministry of Health Indonesia, 2014). Peningkatan kasus HIV/AIDS yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa perlunya perhatian khusus dalam menanggulanginya.

2.2.1 Pengertian HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi ini menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga mudah terserang berbagai macam penyakit. HIV

14

menyebar kedalam tubuh manusia melalui cairan tubuh tertentu yang kemudian secara khusus menyerang sel CD4 atau sering disebut dengan sel T. CD4 dalam tubuh manusia berperan dalam melawan infeksi, apabila manusia terinfeksi HIV, maka dapat menurunkan jumlah CD4 yang berdampak pada melemahnya sistem pertahanan tubuh manusia (CDC, 2015). HIV harus masuk langsung ke aliran darah agar dapat bertahan didalam tubuh manusia. Diluar tubuh manusia HIV sangat mudah mati oleh air panas, sabun, dan bahan pencuci hama lain. HIV terdapat di dalam cairan darah, cairan kelamin dan air susu ibu (KPA kota Denpasar, 2015).

Saat HIV sudah bertahan lama didalam tubuh dan menurunkan sistem kekebalan manusia, maka muncul AIDS yang merupakan fase akhir dari infeksi HIV. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala penyakit akibat dari menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia. Akibat dari menurunnya sistem kekebalan tubuh, maka tubuh mudah terserang penyakit dari bakteri atau virus yang sebenarnya tidak ganas (infeksi oportunistik). Seseorang didiagnosa AIDS saat jumlah CD4 didalam darah kurang dari 200 sel/mm3 atau memiliki gejala khusus AIDS (AIDSinfo, 2012).

2.2.2 Cara Penularan dan Faktor Risiko

HIV hanya dapat ditularkan melalui manusia ke manusia bukan melalui binatang atau gigitan serangga. Virus masuk dan bertahan didalam tubuh manusia melalui cairan darah, cairan kelamin (cairan sperma dan vagina) serta air susu ibu. HIV tidak dapat menular melalui kontak fisik seperti ciuman, pelukan, berjabat tangan, berbagi pemakaian barang bersama, dan makanan atau minuman (WHO, 2015). Saat HIV masuk kedalam tubuh manusia memerlukan waktu yang cukup panjang untuk menimbulkan gejala – gejala sakit atau disebut masa inkubasi yaitu 5 – 10 tahun. Seseorang terinfeksi HIV yang masih terlihat sehat, namun sudah mampu

15

menularan HIV ke orang lain (KPA Kota Denpasar, 2015). Secara umum, fase – fase yang dilewati seseorang sebelum terdiagnosis AIDS meliputi (Depkes, 2008):

1. Fase Pertama

Pada fase ini seseorang yang terinfeksi HIV masih terlihat sehat dan belum menunjukkan gejala sakit. Saat melakukan tes darah, HIV belum terdeteksi karena belum adanya sistem antibodi terhadap HIV yang terbentuk, namun dapat menularkan HIV ke orang lain. Masa ini disebut window period yang biasanya terjadi antara 1 – 6 bulan.

2. Fase Kedua

Pada fase kedua, HIV telah bereplikasi dalam tubuh sehingga diketahui dari tes HIV dan telah positif HIV. Fase ini berlangsung 5 – 10 tahun yang dikenal dengan masa laten HIV/AIDS dan belum menunjukkan gejala – gejala sakit. 3. Fase Ketiga

Pada fase ketiga, sudah mulai muncul gejala – gejala awal penyakit yang disebut dengan penyakit terkait HIV, namun belum disebut sebagai gejala AIDS. Gejala yang berkaitan dengan HIV meliputi keringat berlebihan pada waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu tidak sembuh – sembuh, nafsu makan berkurang dan lemah, berat badan berkurang, pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh dan sistem kekebalan tubuh mulai berkurang. Tahap ini berlangsung selama lebih dari 1 bulan.

4. Fase Keempat

Fase keempat merupakan fase akhir yang sudah memasuki tahap AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa saat kekebalan tubuh sangat berkurang yang dilihat dari jumlah sel-T nya dan menimbulkan infeksi oportunistik. Pada umumnya, orang yang terinfeksi HIV akan memasuki fase AIDS sangat tergantung pada gizi yang

16

dikonsumsi, dan obat – obatan yang membantu proses pembentukan pertahanan tubuh.

Lamanya seseorang yang terinfeksi HIV berkembang menjadi AIDS sangat bervariasi diantara individu. Seseorang yang terinfeksi HIV tanpa adanya pengobatan yang rutin, maka 5 – 10 tahun kemudian akan menderita penyakit akibat HIV. Jarak waktu antara diagnosis terinfeksi HIV dan berkembang menjadi AIDS biasanya 10 – 15 tahun (WHO, 2015). Adapun perilaku dan kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang terinfeksi HIV yaitu (National Institute of Allergy and Infectious Disease, 2009):

1. Berhubungan seksual melalui anal, vaginal, atau oral dengan orang yang terinfeksi HIV, multipartner, dan partner yang tidak menggunakan pengaman (kondom).

2. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, dimana jarum suntiknya tidak steril atau digunakan secara bersama antar satu individu dan indiidu lainnya.

3. Ibu hamil yang terinfeksi HIV menularkan ke anaknya sebelum atau selama melahirkan atau melalui air susu ibu yang terinfeksi HIV.

2.2.3 Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS

Upaya pencegahan penularan HIV/AIDS harus dilakukan dengan penyuluhan dan penjelasan yang benar terkait dengan penyakit HIV/AIDS, sehingga pengetahuan masyarakat terkait HIV/AIDS dapat meningkat dan berperilaku yang dapat mencegah penularan HIV/AIDS. Adapun strategi yang digunakan untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko dalam upaya mencegah penularan HIV berdasarkan peraturan menteri kesehatan RI Nomor 51 tahun 2013 yaitu:

1. A (Abstinence), artinya absen seks atau tidak melakukan hubungan seksual bagi orang yang belum menikah dan cukup umur.

17

2. B (Be faithful), artinya bersikap saling setia kepada satu pasangan seks atau tidak berganti – ganti pasangan seks.

3. C (Condom), artinya cegah penularan HIV melalui hubungan seksual yang aman yaitu menggunakan kondom yang baik dan benar

4. D (Drug No), artinya dilarang menggunakan narkoba terutama menggunakan jarum suntik.

Bagi seseorang yang berperilaku berisiko dan terinfeksi HIV maka diberikan pengobatan HIV yang disebut sebagai antiretroviral terapi atau ART, dan obat yang diberikan disebut dengan ARV (antiretroviral). Terapi tersebut tidak dapat menyembuhkan seseorang dari HIV, namun dapat meningkatkan kualitas hidup dan dapat memperpanjang hidup orang yang terinfeksi HIV. ARV berfungsi untuk menekan jumlah HIV sehingga sistem kekebalan tubuh tidak menurun secara drastis dan dikonsumsi seumur hidup (AIDSinfo, 2012). HIV dapat ditekan pertumbuhannya melalui kombinasi 3 atau lebih obat antiretroviral yang juga dapat berfungsi untuk meningkatkan fungsi kekebalan tubuh manusia (WHO, 2015).

Upaya pengendalian HIV/AIDS tidak hanya dilakukan melalui pengobatan, namun juga melalui penemuan penderita secara dini. Upaya penemuan penderita dilakukan melalui skrining HIV dan AIDS terhadap darah donor, pemantauan pada kelompok berisiko penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) seperi Wanita Penjaja Seks (WPS), Penyalahguna NAPZA dengan suntikan (IDUs), penghuni lapas atau penelitian pada kelompok berisiko rendah seperti ibu rumah tangga (Kemenkes, 2013). Dengan penemuan penderita sejak dini, maka selanjutnya aktivitas konseling, perawatan, dan pengobatan dapat segera dilakukan.

18

2.2.4 Remaja dan HIV/AIDS

Masa remaja diidentikan dengan masa mencari jati diri dan memiliki tingkat emosional yang cenderung tidak stabil, sehingga memiliki risiko yang tinggi untuk berperilaku berisiko. Tingginya mobilitas sosial masa remaja juga berpengaruh terhadap tingginya kerentanan remaja tertular HIV/AIDS (Pratiwi, N.L & Hari B, 2011). Diperkirakan pada tahun 2012, diantara 35,3 juta orang yang hidup dengan HIV, sebesar 2,1 juta merupakan remaja usia 10 – 19 tahun, dimana mayoritasnya adalah perempuan (56%). Pada tahun yang sama terdapat 300.000 infeksi baru HIV pada remaja usia 15 – 19 tahun, dan diperkirakan setiap hari 830 remaja terinfeksi HIV (Idele P, et al, 2014). Walaupun ada penurunan jumlah infeksi baru sejak tahun 2000, namun kematian akibat AIDS meningkat 2 kali lipat. Pada tahun 2014, HIV/AIDS diperkirakan menjadi penyebab kematian tertinggi kedua, dan kelompok remaja putri merupakan kelompok yang jumlah kasus kematian akibat AIDS yang tidak menurun (Mahmy M, & Idele P, 2014).

Di Indonesia, menurut data UNICEF (2012), satu dari setiap lima orang yang terinfeksi HIV adalah remaja yang berusia di bawah 25 tahun. Sebesar 18% dari total kasus baru HIV pada tahun 2011 merupakan remaja usia 15 – 24 tahun. Remaja sebagai kelompok yang rentan memiliki risiko 30% lebih besar untuk terinfeksi HIV. Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya kasus HIV/AIDS di kalangan remaja, termasuk faktor seks berisiko. Hasil penelitian menemukan bahwa 5 – 10% wanita dan 18 – 38% pria muda berusia 16 – 24 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah serta sebanyak 5 – 10% pria muda usia 15 – 24 tahun telah melakukan aktifitas seksual yang berisiko sebelum menikah (Suryoputro, 2006). Sejalan dengan itu, survey yang dilakukan oleh KISARA pada 384 remaja usia 10 –

19

24 tahun, diketahui bahwa 19,8% remaja telah melakukan hubungan seksual dengan usia pertama kali berhubungan seksual adalah 13 tahun (KISARA, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian Yani (2014) menunjukkan bahwa sebesar 60% remaja di kota Denpasar memiliki perilaku seksual berisiko tinggi, walaupun 62,7% remaja memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi. Namun, pengetahuan yang baik tidak secara langsung mempengaruhi perilaku remaja dalam upaya pencegahan HIV/AIDS karena diperlukan juga pengetahuan yang benar terkait HIV/AIDS. Sejalan dengan itu, hasil pencapaian target MDGs pada tahun 2012 menunjukkan proporsi remaja usia 15 – 24 tahun yang memiliki pengetahuan yang benar mengenai HIV/AIDS hanya sebesar 21,25%. Oleh sebab itu, intervensi program yang seharusnya dijalankan tidak hanya dapat meningkatkan pemahaman remaja mengenai informasi HIV/AIDS yang benar, tetapi juga dapat mempengaruhi perilaku remaja dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS.

2.3 Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN)

Dokumen terkait