• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Bahan Organik Terhadap Ketersediaan Hara Tanah

Tingkat ketersediaan hara tanah bagi tanaman umumnya bervariasi bergantung pada jenis tanah dan kesuburannya (Suwandi 2009). Indonesia merupakan salah satu wilayah yang berada di daerah tropika basah yang memiliki beberapa masalah dalam usaha tani. Menurut William dan Joseph (1976), bahwa masalah yang penting dalam usaha tani dikawasan tropika basah adalah rendahnya kandungan hara tanah, ketersediaan bahan organik tanah, dan kemampuan tanah menahan air. Sugito et al. (1995) melaporkan bahwa 60% areal sawah di Jawa mengandung bahan organik kurang dari 1%. Sebagian besar tanah di luar Jawa dikategorikan sebagai tanah marginal dan submarginal dengan tingkat kesuburan yang rendah (Sutanto 2005), padahal sistem pertanian bisa menjadi berkelanjutan jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2% (Handayato 1999).

Untuk menambahkan bahan organik tanah dapat digunakan pupuk organik. Bahan organik tanah terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas flora dan fauna, perakaran tanaman yang hidup dan mati yang sebagian terdekomposisi dan mengalami modifikasi, serta hasil sintesis baru yang berasal dari tanaman dan hewan (Sutanto 2005). Menurut Permentan No.28/Permentan/SR.130/5/2009, pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan/atau kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami dan/atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Menurut Simanungkalit et al. (2006) definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya. C-organik inilah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Pupuk organik dalam bentuk kompos atau segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sebagai sumber nutrisi tanaman. Pupuk organik yang telah dikomposkan dapat menyediakan hara dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dalam bentuk segar (Ditjen PLA 2008).

Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui peranan pupuk organik terhadap ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Pemberian pupuk organik berupa

kompos jerami dan pupuk kandang dapat meningkatkan serapan hara N, kandungan klorofil a dan klorofil b tanaman padi (Iqbal 2008). Syukur dan Indah (2008) melaporkan bahwa penambahan pupuk organik pada takaran 40 ton/ha dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah dan N total tanah, dan penambahan takaran pupuk organik dapat memperbaiki aerasi tanah yang memacu bakteri nitrifikasi sehingga lebih banyak NH4+ yang diubah menjadi NO3.-

Pemberian pupuk organik 30 ton/ha dapat meningkatkan secara nyata Cu tersedia, Mn tersedia dan kandungan Mn pada jaringan tanaman jagung. (Indrasari & Syukur 2006).

Pupuk Organik dan Produktivitas Tanaman

Penelitian tentang pemanfaatan pupuk organik untuk peningkatan produktivitas tanaman telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Akil (2007) menyebutkan bahwa pemberian bahan organik berupa pupuk kandang pada tanaman jagung di lahan kering dengan takaran 1 ton/ha memberikan keuntungan lebih tinggi dan menghasilkan bobot biomassa yang lebih besar dibandingkan pemberian takaran 5 ton/ha. Faesal et al. (2003) melaporkan bahwa penggunaan pupuk organik dapat mensubstitusi urea sampai 75%. Arafah & Sirappa (2003) menyebutkan bahwa penggunaan pupuk organik yang bersumber dari jerami pada musim tanam pertama belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan komponen hasil padi, namun ada kecenderungan pertumbuhan dan hasil tanaman yang menggunakan bahan organik lebih tinggi dibanding tanpa pupuk organik, baik secara tunggal maupun interaksinya dengan pupuk NPK. Hasil penelitian Iqbal (2008) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik yang diimbangi dengan pemberian pupuk N buatan sampai dengan 50% dosis anjuran dapat meningkatkan komponen fisiologi dan hasil tanaman padi sawah.

Rhizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman sebagai Pupuk Hayati

Menurut Permentan No.28/Permentan/SR.130/5/2009 pupuk hayati ialah produk biologi aktif terdiri dari mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah. Pupuk hayati juga didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman (Simanungkalit et al.2006). Vessey (2003) mendefinisikan pupuk hayati sebagai

suatu substansi yang mengandung mikroorganisme hidup, yang bila diterapkan pada bibit tanaman atau tanah, koloni rhizosfer atau bagian tanaman akan memacu pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan ketersediaan hara utama tanaman. Ada 4 kelompok mikroorganisme pupuk hayati. yaitu (1) penambat nitrogen simbiotik, misalnya Rhizobium dan Anabaena azollae, (2) penambat nitrogen non- simbiotik, misalnya Azotobacter dan Azospirillum, (3) cendawan mikoriza, misalnya Acaulospora dan Gigaspora, (4) pelarut fosfat, misalnya Bacillus dan Pseudomonas (Simanungkalit 2001).

Rhizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman yang lebih dikenal dengan istilah PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) merupakan bakteri yang hidup bebas di sekitar perakaran tanaman dan dapat tumbuh pada sekitar jaringan tanaman serta dapat memacu pertumbuhan tanaman. Bakteri yang dikelompokkan dalam PGPR diantaranya adalah genus Alcaligenes, Acinetobacter, Arthrobacter, Burkholderia, Enterobacter, Erwinia, Flavobacterium, Rhizobacterium, Serratia, Azospirillum, Azotobacter, Pseudomonas, dan Bacillus (FNCA 2006). Penelitian ini memanfaatkan PGPR dari spesies Azotobacter sp., Azospirillum sp., Pseudomonas beteli, dan Bacillus subtilis yang berperan sebagai pupuk hayati.

Azotobacter sp. merupakan bakteri aerob berbentuk batang (Handayanto & Hairiah 2007), dari famili Azotobacteriaceae, hidup bebas pada tanah netral sampai basa dengan kerapatan 104- 106coloni forming unit (cfu)/g tanah, mampu memproduksi antifungi dan antibiotik, mampu mensintesis IAA dan giberelin, dan mampu memfiksasi nitrogen 10 mg N/g C (Mahdi et al. 2010). IAA merupakan suatu hormon tumbuhan yang berperan dalam pemanjangan batang, dominasi apikal, penyembuhan luka, dan penuaan daun (Taiz & Zeiger 2002), penundaan gugurnya daun, bunga dan buah (Salisbury & Ross 1995). Giberelin merupakan hormon tumbuhan yang berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman utuh, memacu perkecambahan biji dorman, memacu pertumbuhan kuncup dorman, mendorong pembungaan, memacu pengangkutan makanan dan unsur mineral dalam sel penyimpan biji, dan menyebabkan perkembangan buah tanpa biji (Salisbury & Ross 1995).

Azospirillumsp. merupakan bakteri gram negatif yang hidup bebas di sekitar perakaran, dapat bersifat aerob maupun anaerob, berbentuk koma atau spiral

dengan flagel di seluruh permukaan tubuh. Azospirillum sp. berperan dalam meningkatkan jumlah dan panjang rambut akar, meningkatkan luas permukaan akar (Okon & Labandera-Gonzalez 1993), mampu memfiksasi nitrogen sebesar 20-40 kg/ha, mampu bersimbiosis khususnya dengan tanaman C4 dan sangat direkomendasikan untuk tanaman jagung (Mahdi et al. 2010).

Pseudomonas merupakan bakteri gram negatif kemoorganotrof (Handayanto & Hairiah 2007), bila ditumbuhkan dalam media dengan penambahan asam amino triptofan mampu memproduksi IAA (Sutariati et al. 2006), mampu memproduksi asam organik berupa gluconic acid yang berperan dalam melarutkan fosfat (FNCA 2006).

Bacillus merupakan bakteri gram positif berbentuk batang yang mampu memproduksi asam organik berupa 2-ketogluconic acid yang berperan dalam pelarutan fosfat (FNCA 2006).Wahyudi et al. (2011) melaporkan bahwa 90 dari 118 isolat Bacillus sp. yang dikulturkan dengan penambahan triptofan mampu memproduksi IAA dengan konsentrasi 0,81-86,82 mg/L, dan dari 12 isolat 97,7% mampu melarutkan fosfat dan 100% mampu memproduksi siderofor.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis dan peran pupuk hayati yang berhubungan dengan kesuburan tanah dan peningkatan produktivitas tanaman. Hasil penelitian Purwaningsih (2004) menunjukkan bahwa Rhizobium yang diinokulasikan pada tanaman Acacia mangium mampu membentuk bintil akar. Hal ini menunjukkan bahwa Rhizobium dapat bersimbiosis secara efektif dan efisien, yang ditandai dengan pertumbuhan vegetatif tanaman yang diinokulasi lebih bagus dibanding tanpa diinokulasi dan tanpa dipupuk N. Benih cabai yang mendapat perlakuan Pseudomonas sp. meningkatkan daya kecambah 87-88%, potensi tumbuh maksimum 97-99%, indeks vigor 68-72%, spontanitas tumbuh 84-86%, kecepatan tumbuh relatif 74- 76% dan menurunkan waktu kecambah 4,44-4,52 hari (Sutariati et al. 2006).

Pemberian pupuk hayati mempengaruhi kemampuan mikroba dalam penyediaan unsur hara dalam tanah. Penelitian Mezuan et al. (2002) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan total tanaman padi dengan nilai rata-rata tertinggi sebesar 2.58 batang per pot untuk formula Azotobacter sp., Aspergillus sp., Streptomyces sp.. Hasil lebih

baik pada formula tersebut kemungkinan berkaitan dengan kemampuan mikroba dalam membantu menyediakan unsur hara terutama N dan P bagi tanaman padi. Mikroba penambat N dan pelarut P memiliki kemampuan dalam menghasilkan urea reduktase dan enzim fosfatase yang berperan penting dalam penambatan N bebas dari udara dan pelarutan P dari senyawa P sukar larut. Pemberian pupuk hayati pada tanaman kedelai di tanah ultisol Bengkulu mampu menghasilkan peningkatan kadar hara N 10% dan peningkatan serapan hara P sebesar 854% (Bertham et al. 2005).

Pemberian pupuk hayati yang dikombinasikan dengan NPK maupun pupuk organik dapat meningkatkan produksi tanaman. Pemupukan NPK dosis anjuran pada tanaman jagung manis jika diberi inokulan mikroba cenderung meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis daripada tanpa mikroba (Simanihuruk et al. 2002). Pemberian mikroba ke dalam kompos dapat meningkatkan hasil biji kering kedelai sebesar 25% dibanding kontrol (Sudarsana 2005). Penggunaan terpadu PGPB (Plant Growth Promoting Bacteria) dan kompos yang diperkaya P pada tanaman buncis meningkatkan biomasa segar, jumlah polong tanaman dan hasil biji berturut-turut sebesar 84%, 97%, dan 79% dibanding tanpa kompos (Shahzad et al. 2008).

Dokumen terkait