• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelompokan monyet ekor panjang dalam sistematika taksonomi menurut Lekagul dan McNeely (1977) adalah sebagai berikut: Filum Chordata, Sub-filum Vertebrata, Kelas Mammalia, Ordo Primata, Sub-ordo Antropoidae, Famili Cercophitecidae, Sub-famili Cercopithecinae, Genus Macaca, Spesies Macaca fascicularis Raffles 1821.

Gambar 1. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Macaca fascicularis dinamakan sebagai monyet ekor panjang karena memiliki ekor yang panjang. Panjang ekor monyet ini antara 80-110% dari total panjang kepala dan tubuh. Ukuran tubuh jantan memiliki panjang 412-648 mm dengan bobot badan 4,7-8,3 kg, sedangkan betina mempunyai panjang 385-503 mm dan bobot badan 2,5-5,7 kg. Ekor berbentuk silindris dan muskular serta ditutupi oleh rambut (Lekagul dan McNeely, 1977).

MEP memiliki warna bulu yang bervariasi dari coklat muda, kelabu sampai coklat. Variasi ini terjadi berdasarkan pada umur, musim dan lokasi. Monyet ekor panjang yang menghuni kawasan hutan umumnya berwarna lebih gelap, sedangkan yang menghuni daerah pantai umumnya berwarna lebih terang dan lebih mengkilap (Lekagul dan McNeely, 1977). Rambut bagian kepala pendek dan mengarah ke

4 belakang dari bagian alis yang terlihat seperti jambul. Pada bagian bawah mata terdapat kulit yang tidak berbulu berbentuk segitiga dan bulu pada bagian pipi mengarah ke depan (Deliana, 2004). Krisnawan (2000) menyatakan bahwa rambut pipi pada monyet jantan lebih lebat dibanding betina. Spesies ini mempunyai kantong pipi yang berperan dalam penyimpanan cadangan makanan.

Napier dan Napier (1985) menyatakan bahwa MEP bersifat diurnal, teresterial (banyak melakukan aktivitas di atas tanah) dan tidur di atas pohon untuk menghindari pemangsa. MEP hidup dalam grup dengan sistem multimale atau multifemale yang terdiri dari 6-58 individu. Sistem hierarki di dalam grup berdasarkan sistem matrilineal. Ketika mencapai dewasa kelamin, MEP jantan akan meninggalkan natal grupnya dan bergabung dengan kelompok jantan muda atau grup sosial baru, sedangkan betina tetap tinggal.

Alderich-Black menyatakan bahwa pembagian waktu aktivitas harian MEP di alam terdiri dari 35% untuk makan, 20% untuk menjelajah, 34% untuk istirahat, 12% untuk grooming (berkutu-kutuan) dan 0,05% untuk aktivitas lainnya. Lekagul dan McNeely (1977) menyebutkan bahwa pada saat istirahat MEP sering kali melakukan grooming.

Monyet ekor panjang mempunyai kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru dan kehadiran manusia. MEP dapat dijumpai pada daerah aliran sungai, hutan primer dan sekunder, hutan bakau daerah mangrove, dan daerah pertanian. MEP biasanya dijumpai pada daerah dengan ketinggian 1200 m diatas permukaan laut dan mempunyai daerah teritorial sejauh 1,25-2,00 km (Bonadio, 2000).

Satwa Primata Sebagai Hewan Model

Satwa primata adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan satwa primata memiliki kemiripan dengan manusia secara anatomis dan fisiologis dibandingkan dengan hewan model lainnya (Sajuthi dan Lelana, 1993) dengan kedekatan hubungan filogenetik dan perbedaan evolusi yang pendek (Bennett et al., 1995). Satwa primata adalah hewan yang sesuai sebagai hewan model obesitas. Tidak seperti tikus, satwa primata yang berukuran besar dan jangka waktu hidupnya lebih lama memungkinkan

5 pengambilan sampel untuk waktu yang lama (Wagner et al., 1996). MEP sangat sesuai sebagai hewan model obesitas, karena memiliki kemiripan pola obesitas dengan manusia yang ditunjukkan dengan adanya penimbunan lemak di sekitar perut (Putra et al., 2006). Sulaksono (2002) menyatakan bahwa variasi nilai rujukan parameter faal Macaca fascicularis menurut sentra hewan dan jenis kelamin, masih dalam batas yang dapat ditolerir untuk hewan percobaan yang dipelihara dengan kondisi pemeliharaan konvensional, sehingga dengan demikian para peneliti Indonesia yang menggunakan monyet sebagai model penelitiannya dapat menggunakan nilai rujukan tersebut sebagai salah satu referensinya.

Obesitas

Obesitas adalah kondisi kelebihan bobot tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing 20% dan 25% dari bobot tubuh normal (Rimbawan dan Siagian, 2004). Mokagon dan Ikhsan (2007) menambahkan bahwa obesitas adalah suatu keadaan yang disebabkan cadangan energi yang tersimpan pada jaringan lemak sangat meningkat, hingga mencapai tingkat tertentu yang terkait erat dengan gangguan kondisi kesehatan tertentu dan meningkatnya angka kematian.

Obesitas disebabkan oleh beberapa faktor seperti genetik, tingkah laku, lingkungan, fisiologi, sosial dan budaya (Racette et al., 2003). Penelitian WHO (2006) menyimpulkan bahwa tingkah laku dan lingkungan merupakan faktor pertama penyebab obesitas dalam dua dekade terakhir. Faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab terjadinya obesitas adalah perilaku makan, aktivitas fisik, trauma (neurologik atau psikologik), obat-obatan (golongan steroid) dan sosial ekonomi (Merdikoputro, 2006).

Vaisse et al. (2000) menyebutkan faktor genetik obesitas pada manusia melibatkan lima bentuk monogen. Gen-gen yang terlibat merupakan protein penyandi obesitas dari leptin axis dan leptin target pada sel otak yang melibatkan melanokortin. Gen-gen tersebut adalah leptin, leptin receptor,proconvertase 1, pro-opiomelanocortin (POMC) dan melanocortin-4 receptor (MC4-R). Menurut Merdikoputro (2006) terdapat 7 gen penyebab obesitas pada manusia: leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone (alfa MSH), prohormone convertase-1 (PC-1), leptin, Barder5t-Biedl dan Dunnigan

6 partial lypo-dystrophy. MC4R yang diekspresikan dalam nukleus otak mempunyai keterkaitan dengan tingkah laku makan.

Kurnianingsih (2005) menyebutkan bahwa obesitas juga dapat disebabkan oleh virus. Virus ini menginfeksi lemak dan berasal dari adenovirus 36. Adenovirus 36 biasanya ditularkan melalui udara, kontak langsung, dan lewat air. Cara penularannya sama seperti penularan flu biasa, yaitu dari seseorang yang terinfeksi ke orang yang tidak terinfeksi. Virus ini mempunyai kecenderungan menyerang orang yang gemuk, namun tidak menutup kemungkinan menyerang orang yang kurus.

Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan seseorang. Obesitas meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit seperti kardiovaskular, strok, diabetes melitus Tipe II, hipertensi, dislipidemia, kanker (payudara, endometrium, prostat dan usus besar), gagal ginjal, osteoarthritis, masalah pernafasan (asma dan tidur apneu) bahkan depresi (Racette et al., 2003).

Menurut Adam (2005), banyak cara untuk menentukan apakah seseorang obes atau tidak, tetapi cara yang paling mudah secara medis adalah dengan mengukur body mass index (BMI). Indeks massa tubuh merupakan perbandingan bobot badan (dalam kg) dengan kuadrat tinggi tubuh (dalam meter) (Racette et al., 2003). Dua tabel berikut (Tabel 1) disajikan kategori nilai BMI yang dikeluarkan oleh WHO untuk tipe Eropa dan Asia.

Tabel 1. Kategori BMI untuk Eropa dan Asia

Kategori bobot badan BMI untuk Eropa BMI untuk Asia

--- (kg/m2) --- Kurang ≤ 18,5 ≤ 18,5 Normal 18,5 – 24,9 18,5 – 22,9 Overweight ≥ 25,0 ≥ 23,0 Pre Obesitas 25,0 – 29,9 23,0 – 24,9 Obesitas ≥ 30,0 -- Obesitas tipe 1 30,0 – 34,9 25,0 – 29,9 Obesitas tipe 2 35,0 – 39,9 ≥ 30,0 Obesitas tipe 3 ≥ 40,0 --

7 Obesitas terjadi pada MEP jantan dan betina, baik dewasa atau remaja. MEP memiliki kemiripan pola obesitas dengan manusia yang ditunjukkan dengan adanya penimbunan lemak di sekitar perut. Monyet yang hidup di kawasan wisata Bali menunjukkan tanda-tanda obesitas dengan body mass index (BMI) sampai 61,57 kg/m2 pada jantan dan 60,07 kg/m2 pada betina (Putra et al., 2006).

Pakan

Menurut Ensminger et al. (1990) hewan mengkonsumsi pakan bertujuan untuk mendapatkan zat makanan yang berguna untuk berbagai proses dan fungsi tubuh seperti kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan reproduksi. Sutardi (1980) menambahkan bahwa nutrisi yang terdapat dalam pakan mempunyai beberapa fungsi fisiologis. Peranan fisiologis pakan adalah (1) menyediakan energi untuk melansungkan berbagai reaksi dalam tubuh, (2) membangun bagian tubuh yang aus dan mempertahankan bagian tubuh yang terpakai dan (3) mengatur keseimbangan proses-proses yang terjadi dalam tubuh dan mempertahankan kondisi tubuh.

MEP termasuk satwa omnivora (Legakul dan McNeely, 1977). Jenis makanan yang dikonsumsi antara lain buah-buahan, akar-akaran, daun-daunan, serangga, hasil pertanian dan moluska (Napier dan Napier, 1985). Clutton (1977) menyatakan bahwa pakan utama dari monyet ekor panjang adalah 60% buah-buahan. Fiennes (1976) menyatakan bahwa pemberian pakan untuk monyet yang dipelihara dalam sebuah penangkaran, sebaiknya terdiri dari: buah-buahan, umbi-umbian, daun muda dan biji-bijian. Menurut Edwards (1977), semua primata yang tertangkap harus diberikan makanan kering yang seimbang sebagai makanan utama dengan penambahan buah-buahan atau sayuran sampai 50% dengan pertimbangan kandungan nutrisi yang kaya dan kandungan air yang mencapai 88-94%.

Pakan dasar yang dibutuhkan oleh satwa primata mengandung 24% protein kasar, 7,5% lemak kasar dan kurang lebih 2,5% serat. Pakan yang diberikan paling baik berbentuk pelet (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pakan tambahan diberikan untuk melengkapi nilai gizi pakan utama. Pakan tambahan ini seperti pisang, pepaya, tebu dan sayuran segar. Menurut Astuti (2000), pakan yang diberikan untuk monyet jantan dewasa 160g/ekor/hari dan untuk monyet muda 80g/ekor/hari. Kebutuhan nutrisi monyet ekor panjang diperlihatkan pada Tabel 2.

8 Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Monyet Ekor Panjang

Zat Makanan Kadar

Protein Kasar (%) 8,00

Essensial n-3 fatty acid (%) 0,50

Essensial n-6 fatty acid (%) 2,00

Kalsium (%) 0,55 Fosfor (%) 0,33 Magnesium (%) 0,04 Besi (mg/kg) 100,00 Mangan (mg/kg) 44,00 Tembaga (mg/kg) 15,00 Tiamin (mg/kg) ≥0,06-3 Riboflavin (mg/kg) 1,70 Asam pantotenat (mg/kg) 20,00 Niasin (mg/kg) 16,00 Vitamin B6 (mg/kg) 4,40 Biotin (mg/kg) 0,11 Folasin (mg/kg) 1,50 Vitamin B12 (mg/kg) 0,01 Vitamin C (mg/kg) 110,00 Vitamin A (UI/kg) 5.000,00 Vitamin D (UI/kg) 1.000,00 Vitamin K (UI/kg) 68,00 Sumber: NRC, 2003

Menurut McDonald et al. (2002), pakan sumber energi adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi dibedakan menjadi empat kelompok yaitu kelompok serealia atau biji-bijian (jagung, gandum, dan sorgum), kelompok hasil sampingan serealia (limbah penggilingan), kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya) dan kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput benggala

9 dan rumput setaria). Selain jenis pakan diatas ada beberapa sumber pakan yang memiliki kandungan energi tinggi yang bersumber dari karbohidrat dan lemak (Tabel 3).

Tabel 3. Kandungan Gross Energy dari Beberapa Bahan Makanan

Bahan makanan Gross Energy

(kal/g)

Tallow (lemak hewan) 9.0001

Minyak goreng 8.0002

Gula 4.5004

Tepung maizena 3.6203

Kuning telur 3.6101

Gandum 3.1634

Keterangan : 1. NRC (1994), 2. Winarno (1979), 3. Riana (2000), 4. Bogasari (1999)

Bahan makanan seperti tallow (lemak hewan), kuning telur dan minyak goreng merupakan sumber energi yang bersumber dari lemak. Kandungan lemak pada kuning telur adalah 99%, meliputi trigliserida 65,5%, fosfolipid 28,3%, dan kolesterol 5,2%. Selain lemak kuning telur juga memiliki kandungan nutrisi yang komplek, yaitu protein 16,6%, kalsium, besi, fosfor, seng, tiamin, B6, folat, dan B12 sebanyak 90%. Kandungan vitamin A, D, E dan K sebanyak 100%. Tallow terdiri dari saturated 52%, monounsaturated 32%, polyunsaturated 3% dan kolesterol 0,68%. Lemak sebagai bahan penyusun ransum mempunyai beberapa keuntungan diantaranya sebagai sumber energi dan disimpan dalam kelenjar adiposa, sebagai sumber asam-asam lemak esensial, pembawa vitamin, sumber kholin dan prostaglandin. Menurut Jensen et al. (1970), lemak dapat meningkatkan caloric density dan metabolic efficiency. Selanjutnya Wiseman (1985) menyatakan bahwa lemak juga dapat meningkatkan heat increment dan mempunyai extra caloric effect.

Menurut McDonald (2002), bahwa lemak merupakan salah satu sumber energi yang disimpan dalam jaringan lemak dengan bentuk trigliserida. Dalam tubuh trigliserida dapat dimobilisasi untuk mensuplai energi dengan bantuan enzim lipase. Jaringan lemak mempunyai fungsi yaitu sebagai calorichomeostasis (mengatur jumlah asam lemak bebas dan trigliserida yang dibutuhkan di dalam jaringan). Energi diperoleh melalui perombakan karbohidrat, protein dan lemak dalam

10 makanan menjadi asetil koenzim-A melalui siklus asam trikarboksilat yang merupakan jalur metabolisme utama (Tillman et al. 1998). Degradasi molekul dalam proses metabolisme dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama, polisakarida dihidrolisis menjadi monosakarida, protein dihidrolisis menjadi komponen asam amino, dan triasigliserol sebagai sumber utama lipid makanan dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.

Tahap kedua, monosakarida, gliserol dan asam lemak didegradasi membentuk asetil KoA, dalam glikolisis heksosa diubah menjadi piruvat kemudian menjadi asetil KoA. Hal yang sama juga terjadi pada asam lemak rantai panjang dioksidasi menjadi asetil KoA, sementara gliserol diubah menjadi piruvat dan asetil KoA melalui rangkaian glikolitik. Mononukleotida didegradasi menjadi gula pentosa, basa nitrogen dan lainnya. Khusus untuk asam amino pada tahap kedua asam amino seperti alanin, serin, treonin, glisin dan sistein, didegradasi menjadi piruvat dan diubah menjadi asetil KoA. Asam amino prolin, histidin, glutamin, dan arginin, didegradasi menjadi asam glutamat melalui proses transaminasi menghasilkan α-ketoglutarat. Setelah proses kedua tahap diatas, kerangka karbon asam amino, karbohidrat, dan lipid menghasilkan senyawa untuk siklus asam sitrat atau asetil KoA. Pada tahap ketiga, ATP yang kaya akan energi dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif.

Bennett et al. (1995) mendefinisikan pakan obes adalah pakan yang di dalamnya terkandung energi sebesar 4,2 kkal/kg, 21-31% lemak dan 50-70% soluble carbohydrates (sukrosa dan dextrin). Pada penelitian ini digunakan formula pakan menurut Astuti et al. (2007) yang terdiri dari gandum, dextrin, gula, lemak sapi (tallow), minyak sayur, tepung ikan, maizena, bungkil kedelai, agar-agar, CMC (carboxymethyl cellulose), mineral mix, kalsium karbonat dan kalsium fosfat.

Darah

Menurut Rastogi (1977) darah merupakan jaringan ikat yang berbentuk larutan dan mengalir dalam sistem peredaran yang tertutup. Tortora dan Anagnostakos (1990) mengelompokkan peranan penting darah menjadi 3 fungsi utama yaitu fungsi transportasi, fungsi pengaturan dan fungsi pertahanan tubuh. Darah mendistribusikan oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

11 mengangkut karbondioksida dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru. Makanan yang telah dicerna pada saluran pencernaan diangkut oleh darah ke seluruh sel. Darah juga mengangkut sisa metabolisme seperti urea, asam urat, kreatin, air, karbondioksida dibawa keluar tubuh melalui ginjal, paru-paru, kulit dan saluran pencernaan. Disamping itu, darah juga berperan penting dalam mengangkut hormon dari kelenjar endokrin dan enzim ke organ-organ lain di dalam tubuh (Rastogi, 1977).

Fungsi pengaturan ditujukan agar kondisi tubuh tetap dalam keadaan homeostatis. Dalam hal ini, darah berperan dalam menjaga keseimbangan pH dan komposisi elektrolit dalam cairan interstisial dan mengatur suhu tubuh tetap normal dengan mendistribusikan panas ke seluruh tubuh melalui oksidasi karbohidrat dan lemak serta menjaga keseimbangan air tubuh dengan pertukaran air antara darah dengan cairan pada jaringan (Rastogi, 1977).

Fungsi ketiga yaitu fungsi pertahanan tubuh. Darah mengandung komponen-komponen yang dapat menjaga tubuh dari benda asing dan infeksi. Di samping itu, terdapat mekanisme pembekuan darah apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah untuk mencegah terjadinya kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (Rastogi, 1977).

Darah merupakan cairan yang kental. Viskositas darah berkisar antara 4,5-5,5. Darah memenuhi 8% dari total bobot tubuh. Volume darah rata-rata pada pria dan wanita secara berturut-turut adalah 5-6 l dan 4-5 l. Temperatur darah sekitar 38oC (Tortora dan Anagnostakos, 1990). Dalam keadaan normal pH darah berkisar antara 7,35-7,45. Nilai pH dipertahankan dengan adanya larutan penyangga terutama oleh natrium bikarbonat (Frandson, 1986). Dalam keadaan normal, darah mempunyai tekanan osmotik sebesar 28 mmHg (Rastogi, 1977).

Darah akan menghasilkan dua fraksi yang berpisah apabila disentrifusi yaitu fraksi padatan yang disebut butir-butir darah dan fraksi cairan (plasma). Butir darah dapat digolongkan menjadi 3 komponen penting yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan platelet atau trombosit (Rastogi, 1977).

12 Sel Darah Merah

Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf (pinggiran sirkuler dengan ketebalan 1,5 dan pusat sel yang tipis). Sel darah merah mempunyai diameter sebesar 7,5 (Frandson, 1986). Dalam proses pembentukannya, sel darah merah kehilangan organela dan kekurangan mitokondria, ribosom dan nukleus (Martini et al., 1992). Sel darah merah dapat hidup selama 120 hari pada manusia (Ganong, 1979).

Jumlah sel darah merah dalam peredaran darah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, jenis kelamin, keadaan gizi, masa laktasi, kebuntingan, produksi telur, pelepasan epinefrin, siklus estrus, volume darah, waktu harian, temperatur lingkungan dan ketinggian (Swenson, 1984). Jika jumlah sel darah merah dalam tiap mm3 darah meningkat, viskositas darah ikut meningkat dan mengalir lebih lambat. Jumlah sel darah yang terlalu tinggi memungkinkan sel darah merah akan menggumpal dan menghambat aliran darah pada pembuluh kapiler. Jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit (rendah) menyebabkan tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan asupan oksigen, darah akan menjadi tipis dan mengalir lebih cepat (Marieb, 1988).

Hemoglobin

Rastogi (1977) menyatakan bahwa warna merah pada darah disebabkan karena adanya hemoglobin. Hemoglobin merupakan kompleks protein dan besi. Globin merupakan komponen protein dan heme merupakan komponen besi nonprotein. Empat molekul heme bergabung dengan satu molekul globin membentuk hemoglobin. Hemoglobin disintesis pada sel darah merah dari asam asetat dan glisin. Menurut Kaneko (1980) dalam proses pembentukan hemoglobin diperlukan vitamin B6, vitamin B12, asam folat, asam asetat dan glisin.

Adanya hemoglobin membuat darah dapat mengikat oksigen dalam bentuk oksihemoglobin (HbO2) dan karbondioksida dalam bentuk karboksihemoglobin HbCO2. Semakin banyak jumlah molekul hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah, semakin banyak oksigen yang dapat diikat. Konsentrasi hemoglobin diukur dalam g/100 ml darah (Frandson, 1986). Penurunan kemampuan darah

13 mengikat oksigen disebut anemia. Anemia bisa disebabkan oleh jumlah sel darah merah di bawah normal atau hemoglobin yang terkandung dalan sel darah merah dibawah normal (Marieb, 1988).

Bila sel darah merah tua dihancurkan dalam sistem reticulo-endothelial, bagian globin dari molekul hemoglobin dipisahkan. Heme diubah menjadi biliverdin. Pada manusia, sebagian besar heme diubah menjadi bilirubin. Bilirubin dieksresikan dalam empedu. Besi dari heme dipakai kembali untuk sintesis hemoglobin (Ganong, 1979).

Hematokrit

Menurut Wijayakusuma dan Sikar (1986), hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Pada hewan normal nilai hematokrit sebanding dengan jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin. Kebanyakan hewan mempunyai nilai hematokrit antara 38-48% dengan rataan 40%. Martini et al., (1992) menyatakan hematokrit biasanya digunakan untuk memonitor sirkulasi sel darah merah. Hematokrit abnormal menunjukkan adanya masalah pada sirkulasi darah merah. Pengujian nilai hematokrit digunakan untuk diagnosa anemia dan polycytemia (Tortora dan Anagnostakos, 1990).

Mean Corpuscular Volume (MCV)

Mean Corpuscular Volume (MCV) menunjukkan ukuran (volume) rata-rata dari satu sel darah merah. MCV akan naik bila ukuran sel darah merah lebih besar dari ukuran normal (macrocytic), contohnya pada anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. MCV turun berarti ukuran sel darah merah lebih kecil dari ukuran normal (microcytic), biasanya terjadi karena defisiensi zat besi atau thalasemia (American Association for Clinical Chemistry, 2009).

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) menunjukkan rata-rata jumlah oksigen terikat hemoglobin yang terdapat dalam satu sel darah merah. MCH yang rendah mengindikasikan sel darah mengandung hemoglobin yang rendah. Hal ini disebabkan karena produksi hemoglobin yang kurang. Saat diperiksa di bawah

14 mikroskop, sel darah terlihat pucat. MCH yang rendah ini disebut anemia hypochromic. Anemia hypochromic biasanya disebabkan oleh kekurangan zat besi. MCH biasanya akan meningkat dalam keadaan anemia macrocytic yang berhubungan dengan defisiensi vitamin B12 dan asam folat (American Association for Clinical Chemistry, 2009).

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) merupakan konsentrasi hemoglobin rata-rata pada setiap sel darah merah. Penurunan nilai MCHC (hypochromia) terlihat pada kondisi hemoglobin dalam sel darah merah yang encer. Hal ini dapat terjadi karena anemia defisiensi zat besi dan thalasemia. Peningkatan nilai MCHC (hyperchromia) terlihat pada kondisi hemoglobin dalam sel darah merah yang pekat. Hemoglobin yang pekat dalam darah terjadi pada pasien yang mengalami kebakaran (luka bakar berat), hereditary spherocytosis, dan kelainan congenital. MCHC dapat turun saat nilai MCV turun, sedangkan peningkatannya terbatas hanya sampai pada jumlah hemoglobin yang layak dalam kapasitas tampung sebuah sel darah merah (American Association for Clinical Chemistry, 2009)

Diferensiasi Sel Darah Putih

Sel darah putih berdasarkan granula dalam sitoplasmanya dibagi menjadi 2 jenis yaitu granulosit dan agranulosit. Kelompok granulosit adalah neutrofil, eosinofil, dan basofil, sedangkan yang termasuk kelompok agranulosit adalah limfosit dan monosit. Neutrofil berbeda dengan dua granulosit lainnya karena mempunyai granul yang lebih kecil dan lebih pucat di dalam sitoplasma. Inti dari sel neutrofil dicirikan dengan jembatan tipis di antara lobulus. Inti berbentuk seperti tapal kuda. Ketika infeksi terjadi, neutrofil diproduksi di sumsum tulang. Eosinofil dicirikan dengan inti yang mempunyai 2 lobus, sama seperti neutrofil, berbentuk tapal kuda tetapi warna terang dan lebih besar. Basofil merupakan leukosit yang sangat sedikit ditemui. Basofil dicirikan dengan granul di dalam sitoplasma yang berwarna gelap, intinya besar dan bentuknya bervariasi (Benson et al., 1999).

Limfosit mempunyai nukleus yang besar dan berbentuk kacang. Di dalam tubuh, limfosit bertebaran dimana saja dan tidak menunjukkan adanya pergerakan.

15 Limfosit mengandung antibodi dan berfungsi pada reaksi pertahanan tubuh. Limfosit juga berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Monosit adalah sel darah yang terbesar. Monosit dapat dikenali dengan ciri inti yang berlekuk atau berbentuk tapal kuda. Pergerakan monosit terjadi karena terdapatnya pseudopodia yang merupakan alat fagositik untuk menelan dan menghancurkan kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Rastogi, 1977).

Penyimpangan persentase jumlah dari diferensiasi sel darah putih menunjukkan kondisi patologis yang serius. Neutrofil yang tinggi terjadi ketika terjadi infeksi, sedangkan akan rendah pada demam dan influenza. Eosinofil yang tinggi mengindikasikan terjadinya kondisi alergi atau serangan cacing. Limfosit akan tinggi pada saat terjadi batuk parah, atau serangan virus. Peningkatan pada jumlah monosit terjadi karena kemunculan virus Epsein-Barr (Benson et al., 1999). Pada Tabel 4 disajikan profil hematologi normal pada monyet ekor panjang.

Tabel 4. Nilai Normal Hematologi pada Monyet Ekor Panjang

Parameter (Satuan) Nilai

RBC (× 106/ml) Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%) MCV (fl) MCH (pg) MCHC (g/dl) WBC (× 106/ml) Neutrofil (%) Eosinofil (%) Basofil (%) Limfosit (%) Monosit (%) Platelet (× 103) 5,3-6,3 11,0-12,4 33,1-37,5 59,0-66,0 19,0-21,0 32,0-35,0 6,1-12,5 35,0-61,0 1,3-9,1 0,0-0,2 34,0-56,0 0,4-3,0 300,0-512,0 Sumber: Fortman et al., 2001

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait