• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

TINJAUAN PUSTAKA

Cabai dan Syarat Tumbuh

Tanaman cabai (Capsicum sp.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman setahun, berbentuk perdu, dari famili terung-terungan (Solanaceae). Buah tanaman cabai sangat digemari karena memiliki rasa pedas dan merupakan perangsang selera makan. Buah cabai juga memiliki kandungan vitamin, protein, dan gula fruktosa. Di Indonesia tanaman cabai mempunyai nilai ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah sayuran kacang-kacangan (Rusli et al. 1997)

Tanaman cabai dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut, tetapi pertumbuhan di dataran tinggi lebih lambat. Suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah 25-27 oC pada siang hari dan 18-20 oC pada malam hari (Wien 1997). Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah sekitar 600-1200 mm per tahun. Tanah yang ideal untuk penanaman cabai merah adalah tanah yang gembur, remah, mengandung cukup bahan organik (sekurangnya 1.5%), unsur hara dan air, serta bebas dari gulma. Tingkat kemasaman (pH) yang sesuai adalah 6-7 (Sumarni dan Muharam 2005).

Unsur Hara dan Pupuk

Unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman mencakup unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro antara lain karbon, oksigen, hidrogen, Unsur hara tersebut diserap dari tanah oleh akar dalam bentuk ion-ion organik, kecuali C, H dan O diserap oleh tanaman dari udara melalui daun (Hardjowigeno

Penelitian penyusunan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah ini menindaklanjuti penelitian yang telah dilakukan oleh Amisnaipa et al. (2009) di lokasi yang sama namun komoditias berbeda. Penelitian yang dilakukan harus terencana, berkesinambungan, dan spesifik lokasi. Semakin banyak penelitian dilakukan akan memperbaiki keakuratan rekomendasi dosis tersebut (Izhar 2012).

Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mendapatkan dosis rekomedasi optimum pemupukan K untuk budi daya tanaman cabai di tanah Inceptisols Dramaga.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat dosis rekomendasi optimum pemupukan K untuk budi daya cabai di tanah Inceptisols Darmaga.

TINJAUAN PUSTAKA

Cabai dan Syarat Tumbuh

Tanaman cabai (Capsicum sp.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman setahun, berbentuk perdu, dari famili terung-terungan (Solanaceae). Buah tanaman cabai sangat digemari karena memiliki rasa pedas dan merupakan perangsang selera makan. Buah cabai juga memiliki kandungan vitamin, protein, dan gula fruktosa. Di Indonesia tanaman cabai mempunyai nilai ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah sayuran kacang-kacangan (Rusli et al. 1997)

Tanaman cabai dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut, tetapi pertumbuhan di dataran tinggi lebih lambat. Suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah 25-27 oC pada siang hari dan 18-20 oC pada malam hari (Wien 1997). Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah sekitar 600-1200 mm per tahun. Tanah yang ideal untuk penanaman cabai merah adalah tanah yang gembur, remah, mengandung cukup bahan organik (sekurangnya 1.5%), unsur hara dan air, serta bebas dari gulma. Tingkat kemasaman (pH) yang sesuai adalah 6-7 (Sumarni dan Muharam 2005).

Unsur Hara dan Pupuk

Unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman mencakup unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro antara lain karbon, oksigen, hidrogen, Unsur hara tersebut diserap dari tanah oleh akar dalam bentuk ion-ion organik, kecuali C, H dan O diserap oleh tanaman dari udara melalui daun (Hardjowigeno

2010). Unsur hara yang tersedia dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman dipengaruhi oleh kesuburan tanah itu sendiri, kemasaman tanah, kelembaban tanah, tinggi rendahnya bahan organik dalam tanah, kemampuan tanaman menyerap unsur hara tersebut, faktor iklim dan nilai ekonomi tanaman yang dibudi dayakan (Sutedjo 1987).

Pupuk dapat diartikan sebagai bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Banyak bahan yang dikelompokkan sebagai pupuk. Pupuk dapat berasal dari alam atau pabrik (buatan). Pupuk dapat merupakan senyawa organik maupun anorganik. Pupuk dapat terdiri atas satu atau lebih unsur hara (Lestari 2008). Pemupukan atau penambahan unsur hara hanya dilakukan jika tanah tidak dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Tanah yang subur dan dapat memenuhi kebutuhan hara yang dibutuhkan tanaman tidak perlu dilakukan pemupukan (Leiwakabessy dan Sutandi 2004).

Kebutuhan Kalium (K)

Menurut penelitian yang dilakukan Golcz et al. (2012) dibandingkan tanaman hortikultura lain, cabai memiliki kebutuhan terbesar untuk Kalium (40%) dan Nitrogen (31%) dalam kaitannya dengan jumlah total nutrisi yang diserap. Penelitian pada tanaman sayuran termasuk cabai, hasil respon terhadap kalium sangat penting bagi kualitas tanaman. Sebagian besar petani menggunakan terlalu banyak atau terlalu sedikit pupuk K yang mengakibatkan turunnya kualitas dan kuantitas tanaman (Ortas 2013).

Penelitian lain yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa pupuk kalium dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Al Karaki 2000; Gupta dan Sengar 2000) hasil akhir dan kualitas (Nanadal et al. 1998). Kalium juga diketahui sebagai unsur yang memiliki pengaruh penting terhadap faktor kualitas hasil panen (Imas dan Bansal 1999; Lester et al. 2006). Penelitian Zhen et al. (1996) telah membuktikan bahwa K memainkan peran utama dalam proses fisiologis dan biokimia seperti aktivasi enzim, metabolisme karbohidrat dan senyawa protein. Marschner (1995) serta Mengel dan Kirkby (1980) juga menambahkan dalam penelitiannya bahwa K dapat meningkatkan ukuran buah dan merangsang pertumbuhan akar. Johnson dan Decoteau (1996) menunjukkan bahwa biomassa, jumlah buah, dan bobot buah per tanaman meningkat secara linear dengan meningkatkan tingkat K. Unsur K juga mempengaruhi kualitas fisik produk cabai. Menurut Subhani et al. (1992) Kalium dapat memperbaiki warna, kilau (glossiness) dan akumulasi bahan kering dalam buah-buahan.

Kandungan K di dalam tanah sangat beragam, mulai dari 0.1%-3%, dengan rata-rata 1% K. Ketersediaan K dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah kadar lengas tanah, kapasitas tukar kation (KTK), kandungan kation lain, pH, aerasi dan jenis tanah. Sebagian besar K yang terdapat di dalam tanah terikat dalam bentuk mineral sehingga sulit diserap oleh tanaman. Unsur hara K yang dapat diserap oleh tanaman dari tanah berbentuk ion K+ (Munawar 2011).

Tanaman yang kekurangan unsur K memiliki daun muda yang berwarna hijau tua, batang kecil dan buku pendek atau dengan kata lain tanaman mengalami kerdil. Daun tua pada tanaman mengalami nekrosis pada bagian pinggir atau ujung daun atau mengalami nekrosis pada pertulangan daun. Unsur K bersifat mobile di dalam tanaman, sehingga gejala kekurangan K pertama kali dapat muncul pada bagian tanaman yang tua. Tanaman yang kekurangan K biasanya sering dijumpai pada tanah-tanah dengan tekstur kasar atau dengan kandungan pasir tinggi (Munawar 2011). Selain itu, kekurangan unsur K juga mengakibatkan berkurangnya hasil fotosintesis dan hasil panen akhir (Ding et al. 2006).

Inceptisols

Inceptisols merupakan salah satu jenis tanah yang paling luas penyebarannya di Indonesia, sekitar 70.25 juta hektar atau 37.5% dari keseluruhan daratan Indonesia (Puslittanak 2000). Tanah inceptisols di Indonesia memiliki tingkat kesuburan yang bervariasi dari sangat rendah sampai tinggi. Tingkat keasaman dari asam sampai netral, kandungan bahan organik rendah sampai sedang, N &P potensial rendah sampai tinggi, K potensial sangat rendah sampai sedang dan KTK sedang sampai tinggi (Subagyo et al. 2000).

Menurut Nursyamsi dan Suprihati (2005) kebutuhan pupuk K di tanah Inceptisols lebih tinggi dibandingkan kebutuhan K pada tanah lain seperti Vertisol dan Andisol. Tanah Inceptisols juga memiliki keberagaman produktivitas karena tidak memiliki karakter fisik dan kimia khusus, sehingga pemanfaatannya ke depan perlu ditingkatkan (Hanudin et al. 2012).

Rekomendasi Pemupukan

Pengujian tanah dan membuat rekomendasi pemupukan merupakan dua hal yang berbeda. Hasil uji tanah adalah memperkirakan nutrisi tanaman yang tersedia di lapang, sedangkan rekomendasi pemupukan yang didasarkan pada interpretasi hasil uji tanah, menentukan berapa banyak hara yang dibutuhkan oleh suatu tanaman tertentu di lapangan (Murdock 2010).

Menurut Melsted dan Peck (1973) ada enam kriteria yang harus diketahui dalam pembuatan rekomendasi pemupukan yaitu: (1) status hara tanah, (2) tanaman yang akan ditanam, (3) pola tanam dan luasan yang akan digunakan, (4) kebutuhan maksimum tanaman untuk pertumbuhannya, (5) peningkatan laju pertumbuhan tanaman dengan pemberian pupuk, dan (6) metode pemupukan.

Rekomendasi pemupukan harus berdasar analisis hara tanah yang dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi hara terbaik. Metode tersebut harus menunjukkan hasil yang sesuai dengan kandungan hara sebagai representasi tingkat kesuburan tanah. Berdasarkan penelitian Amisnaipa et al. (2009) metode ekstraksi hara tanah yang terbaik untuk tanah Inceptisols Dramaga adalah menggunakan Morgan karena metode ekstraksi ini yang memberikan nilai konsisten dengan kondisi hara dalam tanah. Kriteria nilai K terekstrak Morgan untuk menilai tingkat ketersediaan hara K adalah : (1) tergolong sangat rendah, jika nilai terekstraknya < 58.25 ppm K, (2) rendah jika nilai terekstraknya

58.25≤103.25 ppm K, (3) sedang, jika nilai terekstraknya 103.25 ≤205.00 ppm K, (4) tinggi dan sangat tinggi, jika nilai terekstraknya ≥205.00 ppm K.

Amisnaipa et al. (2009) juga mendapatkan rekomendasi pemupukan K di Inceptisols Dramaga disusun untuk kelas ketersediaan K sangat rendah, rendah, dan sedang. Sementara untuk kelas ketersedian hara K tinggi dan sangat tinggi tidak perlu dilakukan pemupukan karena tanaman tidak menunjukkan respon terhadap pemupukan. Penyusunan rekomendasi pemupukan dapat menggunakan kurva respon umum tanaman (generalized curve) terhadap pemupukan K untuk masing-masing kelas ketersediaan hara K tanah. Namun dalam penelitian ini kelas ketersediaan hara K tanah hanya pada satu kelas karena keterbatasan waktu.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2014 sampai Juli 2014. Penelitian merupakan percobaan lapang yang dilakukan di Kebun Percobaan University Farm IPB, Cikabayan, Darmaga, Bogor dengan ketinggian tempat sekitar 250 m dari permukaan laut. Jenis tanah adalah Inceptisols Darmaga. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia dan Uji Tanah, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu benih cabai varietas Gada F1 (Lampiran 1) yang cocok di daerah dataran rendah sampai menengah. Bahan lain adalah pupuk urea (46% N), SP-36 (36% P2O5) dan KCl (60% K2O), pupuk kandang ayam, kapur Kalsium Karbonat (CaCO3), media semai berupa arang sekam, pestisida Dursban 200 EC bahan aktif klorpirifos, dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah. Alat yang digunakan dalam pembuatan petak-petak percobaan serta penanaman adalah seperangkat alat budi daya pertanian berupa cangkul, sekop, ember, garu, tali tanam, dan sebagainya.

Rancangan Penelitian

Percobaan ini akan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu dosis pemupukan K yang terdiri atas 5 taraf perlakuan. Setiap taraf perlakuan dilakukan empat ulangan, sehingga diperoleh 20 satuan percobaan. Pemberian dosis K di setiap petakan didasarkan pada kondisi hara K yang diuji menggunakan metode pengekstrak Morgan. Dosis pemupukan K yang digunakan yaitu 0X, 1/4X, 1/2X, 3/4X, dan X dimana X= 772.39 kg K2O ha-1. Nilai X didapatkan dari kurva erapan pada penelitian Amisnaipa et al. (2009) yang dilakukan di lokasi yang sama dengan ukuran petak sebesar 28 m2.

Model matematika rancangan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :

58.25≤103.25 ppm K, (3) sedang, jika nilai terekstraknya 103.25 ≤205.00 ppm K, (4) tinggi dan sangat tinggi, jika nilai terekstraknya ≥205.00 ppm K.

Amisnaipa et al. (2009) juga mendapatkan rekomendasi pemupukan K di Inceptisols Dramaga disusun untuk kelas ketersediaan K sangat rendah, rendah, dan sedang. Sementara untuk kelas ketersedian hara K tinggi dan sangat tinggi tidak perlu dilakukan pemupukan karena tanaman tidak menunjukkan respon terhadap pemupukan. Penyusunan rekomendasi pemupukan dapat menggunakan kurva respon umum tanaman (generalized curve) terhadap pemupukan K untuk masing-masing kelas ketersediaan hara K tanah. Namun dalam penelitian ini kelas ketersediaan hara K tanah hanya pada satu kelas karena keterbatasan waktu.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2014 sampai Juli 2014. Penelitian merupakan percobaan lapang yang dilakukan di Kebun Percobaan University Farm IPB, Cikabayan, Darmaga, Bogor dengan ketinggian tempat sekitar 250 m dari permukaan laut. Jenis tanah adalah Inceptisols Darmaga. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia dan Uji Tanah, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu benih cabai varietas Gada F1 (Lampiran 1) yang cocok di daerah dataran rendah sampai menengah. Bahan lain adalah pupuk urea (46% N), SP-36 (36% P2O5) dan KCl (60% K2O), pupuk kandang ayam, kapur Kalsium Karbonat (CaCO3), media semai berupa arang sekam, pestisida Dursban 200 EC bahan aktif klorpirifos, dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah. Alat yang digunakan dalam pembuatan petak-petak percobaan serta penanaman adalah seperangkat alat budi daya pertanian berupa cangkul, sekop, ember, garu, tali tanam, dan sebagainya.

Rancangan Penelitian

Percobaan ini akan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu dosis pemupukan K yang terdiri atas 5 taraf perlakuan. Setiap taraf perlakuan dilakukan empat ulangan, sehingga diperoleh 20 satuan percobaan. Pemberian dosis K di setiap petakan didasarkan pada kondisi hara K yang diuji menggunakan metode pengekstrak Morgan. Dosis pemupukan K yang digunakan yaitu 0X, 1/4X, 1/2X, 3/4X, dan X dimana X= 772.39 kg K2O ha-1. Nilai X didapatkan dari kurva erapan pada penelitian Amisnaipa et al. (2009) yang dilakukan di lokasi yang sama dengan ukuran petak sebesar 28 m2.

Model matematika rancangan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Yij = hasil pada pemupukan K ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai rataan umum

Pi = pengaruh pemupukan K pada taraf ke-i

βk = pengaruh ulangan pada taraf ke-j

Eijk = pengaruh galat percobaan pada pemupukan K pada taraf ke-I dan ulangan ke-j

Pengaruh dari pemupukan kalium dapat diketahui dengan menggunakan uji F pada taraf kesalahan 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Kontras Polynomial Orthogonal untuk mengetahui pola respon peubah terhadap perlakuan (Matjik dan Sumertajaya 2006).

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan penelitian diawali dengan mengambil sampel tanah dari lokasi penelitian yang merupakan hamparan lahan seluas 150 m2. Sampel tanah diambil dari kedalaman 20 cm dari 10 titik pengambilan sampel. Analisis tanah dilakukan terhadap tekstur tanah, kadar C-organik, N-total, P(HCl 25% dan Bray 1), pH, KTK, KB, Al-dd, H-dd, Fe-bebas, unsur mikro tersedia (Fe, Cu, Zn, Mn). Nilai K terekstrak tanah diperoleh dengan menganalisis kandungan K tanah menggunakan metode ekstraksi NH4-OAc 1 M pH 4.8 (Morgan). Pengujian K terekstrak secara khusus dilakukan menggunakan metode pengekstrak Morgan karena dinilai lebih konsisten dibandingkan pengekstrak yang lain (Amisnaipa 2009).

Ukuran petak percobaan adalah 5 m x 1.5 m (7.5m2) sebanyak 20 petak dengan ukuran bedeng efektif 0.9 m x 5 m. Tinggi bedeng 0.3 m, jarak antar bedeng 0.6 m. Tanah yang digunakan merupakan Inseptisols Darmaga. Sementara dilakukan pengolahan lahan, benih cabai varietas Gada F1 disemai di tray menggunakan media tanam berupa arang sekam.

Pengapuran dengan dosis 4 ton ha-1 dilakukan setelah pengolahan tanah dengan tujuan untuk menaikkan pH yang sesuai bagi tanaman cabai. Kapur diberikan dengan cara disebar merata kemudian dilakukan pembalikan tanah. Inkubasi kapur dilakukan seminggu sebelum penanaman.

Dosis pemupukan N dan P berdasarkan rekomendasi Balitsa (Nurtika dan Hilman 1995) yaitu 151 kg N ha-1 dan 69 kg P2O5 ha-1. Aplikasi pupuk kandang 20 ton ha-1 dan SP-36 192 kg ha-1 dilakukan dua minggu sebelum tanam. Dosis pemupukan K berdasarkan perlakuan. Pupuk susulan yaitu urea sebanyak 328 kg ha-1 dan KCl diberikan 3 kali pada umur 3, 6, dan 9 minggu setelah tanam masing-masing 1/3 dosis dengan cara disebarkan disekitar lubang tanam kemudian ditutup dengan tanah.

Bibit cabai yang ditanam adalah hasil persemaian selama 28 hari. Tanaman hasil persemaian akan ditanam di petak percobaan dengan double row jarak tanam 50 cm dalam baris dan 60 cm antar baris. Populasi bibit yang ditanam per petak adalah 20 tanaman dengan jumlah populasi total 400 tanaman.

Tahapan pemeliharaan yang dilakukan selama masa tumbuh tanaman cabai meliputi penyulaman, penyiraman, pemberantasan gulma dan pencegahan hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam dengan mengganti tanaman yang kering dan mati. Pemberantasan gulma dilakukan satu minggu sekali, penyiraman dilakukan setiap hari, dan dilakukan aplikasi pestisida bila diperlukan. Pemanenan pertama dilakukan pada 70 HST saat buah masak 80% merah.

Pengamatan

Tiap satuan percobaan diambil sepuluh tanaman contoh yang diambil secara acak untuk diamati. Pengamatan dilakukan dua minggu setelah pindah ke lapang (transplanting) sampai dengan panen, dengan variable pengamatan sebagai berikut:

1. Komponen Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

a. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal tanaman sampai titik tumbuh tertinggi.

b. Jumlah daun (buah), dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang sudah terbuka sempurna.

2. Pengamatan generatif cabai

a. Waktu antesis (HST) : diamati ketika sepuluh tanaman tiap perlakuan (50%) sudah mempunyai bunga mekar. Jumlah hari dihitung dari waktu pindah tanam.

b. Umur buah masak (HST) : diamati ketika sepuluh tanaman tiap perlakuan (50%) sudah mempunyai buah siap panen (80% merah). Jumlah hari dihitung dari waktu pindah tanam.

c. Diameter buah (cm) : bagian tengah buah dari 10 buah segar dari setelah panen kedua.

d. Panjang buah (cm) : dari pangkal hingga ujung buah diukur dari 10 buah segar setelah panen kedua.

e. Bobot/buah (g) : diukur dari 10 buah segar setelah panen kedua dan dirata-ratakan.

f. Bobot buah/tanaman (g) : jumlah keseluruhan bobot layak pasar dan tidak layak pasar tanaman contoh yang kemudian dibagi sesuai jumlah tanaman contoh.

g. Bobot buah layak pasar (g/tanaman) : grade 1 (panjang buah 12-14 cm), grade 2 (panjang buah 9-11 cm), grade 3 (panjang buah <9 cm). Bobot buah layak pasar (marketable yield) merupakan penjumlahan grade 1, 2, dan 3.

h. Bobot buah total (g): jumlah keseluruhan bobot layak pasar dan tidak layak pasar seluruh petakan.

Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan dalam pengamatan adalah menyusun rekomendasi pemupukan kalium pada untuk tanaman cabai yang didasarkan pada kurva respon hasil relatif yang diperoleh dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi dihitung menggunakan metode kuadrat terkecil, yaitu dengan meminimumkan jumlah kuadrat dari sisaan. Asumsi yang mendasari metode ini adalah sisaannya menyebar normal, bebas dan ragam sama. Persamaan garis regresinya adalah:

RY = a + bK + cK2 Keterangan:

RY = hasil relatif (%)

K = dosis pupuk K (kg KCl ha-1) a,b dan c = konstanta

Selanjutnya dari persamaan regresi tersebut dibuat kurva. Penentuan dosis K yang menunjukkan hasil relatif maksimum dengan rumus turunan dari

persamaan regresinya, yaitu:

dRY/dK = b + 2cK = 0 K = -b/2c Keterangan: RY = hasil relatif (%) K = dosis pupuk K (kg KCl ha-1) b dan c= konstanta

Dosis yang direkomendasikan adalah dosis pupuk K untuk mencapai hasil maksimum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Curah hujan pada saat penelitian antara 84.7-511 mm bulan-1 dengan suhu di lapang berkisar 25.8-26.5 ᵒC dan kelembaban udara antara 83-85 % (BMKG 2014). Cabai dipindah ke lapang pada 28 hari setelah penyemaian dan dilakukan penyulaman pada 1 MST. Penyuluman dilakukan terhadap tanaman yang tidak dapat beradaptasi di lapang. Pewiwilan dilakukan pada tanaman cabai yang telah muncul tunas air.

Gambar 1 Kondisi tanaman cabai: a. Umur 3 MST b. Umur 6 MST c. Tanaman 9 MST dan siap panen (80 % merah)

Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan dalam pengamatan adalah menyusun rekomendasi pemupukan kalium pada untuk tanaman cabai yang didasarkan pada kurva respon hasil relatif yang diperoleh dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi dihitung menggunakan metode kuadrat terkecil, yaitu dengan meminimumkan jumlah kuadrat dari sisaan. Asumsi yang mendasari metode ini adalah sisaannya menyebar normal, bebas dan ragam sama. Persamaan garis regresinya adalah:

RY = a + bK + cK2 Keterangan:

RY = hasil relatif (%)

K = dosis pupuk K (kg KCl ha-1) a,b dan c = konstanta

Selanjutnya dari persamaan regresi tersebut dibuat kurva. Penentuan dosis K yang menunjukkan hasil relatif maksimum dengan rumus turunan dari

persamaan regresinya, yaitu:

dRY/dK = b + 2cK = 0 K = -b/2c Keterangan: RY = hasil relatif (%) K = dosis pupuk K (kg KCl ha-1) b dan c= konstanta

Dosis yang direkomendasikan adalah dosis pupuk K untuk mencapai hasil maksimum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Curah hujan pada saat penelitian antara 84.7-511 mm bulan-1 dengan suhu di lapang berkisar 25.8-26.5 ᵒC dan kelembaban udara antara 83-85 % (BMKG 2014). Cabai dipindah ke lapang pada 28 hari setelah penyemaian dan dilakukan penyulaman pada 1 MST. Penyuluman dilakukan terhadap tanaman yang tidak dapat beradaptasi di lapang. Pewiwilan dilakukan pada tanaman cabai yang telah muncul tunas air.

Gambar 1 Kondisi tanaman cabai: a. Umur 3 MST b. Umur 6 MST c. Tanaman 9 MST dan siap panen (80 % merah)

Sebelum dipindah ke lapang, lahan yang digunakan untuk penanaman cabai diambil contoh dari beberapa titik untuk dianalisis tingkat kesuburan tanah. Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah Incepstisol Dramaga pada kebun percobaan Cikabayan dengan kedalaman 0-30 cm dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat fisik dan kimia tanah Inceptisols Dramaga pada kedalaman 0-30 cm di lokasi kebun percobaan Cikabayan

Sifat-sifat tanah Nilai Indeks ukuran Metode Ekstraksi Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) pH H2O (1:5) KCl (1:5) Bahan organik C (%) N (%) C/N Hara potensial P (mg P2O5/100g) K (ppm K2O) P-Bray 1 (ppm P2O5) KTK (cmolc/kg) Kemasaman Al3+(cmolc/kg) H+ (cmolc/kg) 7 34 59 4.20 3.90 1.59 0.16 10.00 96.00 146.20 16.10 16.64 2.02 0.25 Sangat masam Sangat masam Rendah Rendah Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah Sedang Sangat rendah Pipet pH meter

Walkley & Black Kjeldahl C/N HCl 25% Morgan Bray-1 NH4OAc1M KCl 1 N

*Analisis tanah dilakukan di laboratorium penelitian tanah Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (dihitung berdasarkan contoh kering 105OC)

Tanah Inceptisols yang digunakan bertekstur liat berdebu dengan kandungan pasir 7%, debu 34%, dan liat 59%. Tanah bereaksi sangat masam karena memiliki pH 4.2, sehingga perlu ditingkatkan pH tanah antara 6-7 agar dapat menunjang pertumbuhan cabai dengan baik. Peningkatan pH dilakukan dengan mengaplikasikan kapur pertanian. Penambahan bahan organik berupa pupuk kandang dengan dosis 20 ton ha-1 juga dilakukan karena kandungan bahan organik yang rendah dengan C-organik 1.59%, N-organik 0.16%, dan C/N ratio 10.

Secara umum tingkat kesuburan tanah Inceptisols Dramaga di kebun percobaan Cikabayan tergolong rendah dengan pembatas utama kandungan K yang tergolong sedang (Tabel 2). Penambahan unsur-unsur hara melalui pemupukan sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi cabai. Menurut Syafruddin et al. (2009) peningkatan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan menerapkan aplikasi pupuk berimbang, yang artinya aplikasi pupuk dilakukan berdasarkan kebutuhan tanaman.

Tabel 2 Interpretasi data nilai K terekstrak Morgan menurut Amisnaipa et al. (2009)

Kelas ketersediaan hara K tanah Hasil Relatif (%)

Selang nilai K terekstrak (ppm K2O) Morgan Sangat Rendah (SR)

Rendah (R) Sedang (S)

Tinggi (T) dan Sangat Tinggi (ST)

<50 50-75 75-100 100≥100 <58.25 58.25≤103.25 103.25 ≤205.00 205.00≥205.00 Respon Tanaman pada Berbagai Dosis Pemupukan K Tinggi tanaman

Hasil analasis ragam menunjukkan bahwa penambahan K pada tanah Inceptisols Dramaga dengan kondisi hara K sedang mempengaruhi pertumbuhan

Dokumen terkait