• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Hutan Kota

Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang (Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2003). Hutan kota menurut Jauhari (2003) berfungsi untuk memperbaiki iklim mikro, nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keserasian lingkungan fisik kota dan menjaga keseimbangan ekosistem perkotaaan.

Hutan kota yang ada dapat berbentuk antara lain berupa; jalur hijau (dapat berupa pohon peneduh jalan, jalur hijau di bawah kawat listrik tegangan tinggi, jalur hijau di tepi rel kereta api, jalur hijau di tepi sungai di dalam maupun di luar kota); tanaman kota yaitu tanaman yang ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah; kebun dan halaman; kebun raya, hutan raya dan kebun binatang; hutan lindung; kuburan dan taman pemakaman pahlawan (Dahlan 1992)

2.2. Tanaman Sebagai Penyerap CO2

Tanaman hijau daun menyerap CO2 selama fotosintesis dan memakainya sebagai bahan untuk membuat karbohidrat. Fotosintesis merupakan salah satu mekanisme penting pengambilan CO2 dari atmosfer (Dwidjoseputro 1980; Darmawan & Baharsjah 1983; Salisbury & Ross 1995; Wikipedia Indonesia 2006; KLH 2006). Lebih dari 13 % karbon di atmosfer digunakan dalam fotosintesis tiap tahunnya (Salisbury & Ross 1995).

Heriansyah & Mindawati (2005) menyatakan hutan dapat mencegah pemanasan global dengan menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpannya sebagai karbon dalam bentuk materi organik tanaman. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam telah meneliti kemampuan penyerapan CO2 yang hasilnya menunjukkan variasi kandungan CO2 berbeda-beda menurut lokasi, jenis pohon hutan, dan umur tegakan (Dephut 2005).

Dahlan (2004) menyatakan hutan dan taman kota dapat menyerap CO2, namun hutan kota dianggap memiliki kelebihan dalam menyerap gas ini dibandingkan dengan taman. Hal itu karena hutan menempati hamparan yang lebih luas daripada taman, selain dari itu biomassa hutan jauh lebih banyak daripada taman karena terdiri dari beberapa strata ketinggian dari yang paling rendah sampai yang tinggi, juga pepohonan hutan memiliki diameter tajuk dan kerapatan daun yang jauh lebih besar daripada taman. Tanaman hutan kota baik di dalam maupun di luar kota akan menyerap CO2 melalui proses fotosintesis yang kemudian menghasilkan gas oksigen (O2) yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan (Dahlan 2004).

Sifat dan kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan yaitu tanaman C-3, C-4, dan CAM (Lakitan 1993). Tanaman C-3 memfiksasi CO2 melalui daur Calvin, tanaman C-4 memfiksasi CO2 melalui daur C4 asam dikarboksilat, sedangkan tanaman CAM merupakan tanaman yang memfiksasi CO2 menjadi asam malat (Dahlan 2004). Tanaman C-4 umumnya memiliki laju fotosintesis tertinggi, tanaman CAM paling lambat laju fotosintesisnya, sedangkan tanaman C-3 berada di antara kedua ekstrim tersebut (Lakitan 1993; Salisbury & Ross 1995).

2.3. Pengukuran Daya Rosot CO2

Pengukuran daya rosot tanaman terhadap CO2 telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian secara mendalam tentang kemampuan pohon menyerap karbon telah dilakukan oleh International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF), Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology (BIOTROP), Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Kehutanan dan Kementrian Negara Lingkungan Hidup (Dephut 2005).

Dari penelitian Bernatzky (1978) diketahui bahwa 1 hektar areal yang ditanami pohon, semak dan rumput yang memiliki luas daun kurang dari 5 hektar dapat menyerap 900 kg CO2 dari udara dan melepaskan 600 kg O2 dalam waktu 2 jam. Jo & McPherson (1995) dalam Dahlan (2004) menyatakan hasil penelitian pada hutan kota di Chicago dapat menyerap CO2 sebesar 0,32-0,49 kg/m2.

Heriansyah & Mindawati (2005) telah mengukur potensi hutan tanaman meranti dalam menyerap CO2. Kemampuan 7 jenis meranti yang diteliti bervariasi sesuai jenis dan umur tanaman. Variasi daya rosot karbon disebabkan oleh perbedaan luas kawasan, perbedaan kombinasi dan komposisi jenis, kerapatan tanaman dan perbedaan komposisi umur tegakan. Hasil penelitian Heriansyah & Mindawati (2005) menyatakan rata-rata penyerapan CO2 per individu tanaman jenis Shorea leprosula, Shorea palembanica, Shorea pinanga, Shorea selanica, Shorea seminis, Shorea stenoptera Burck dan Shorea stenoptera forma Ardikusuma adalah masing-masing 55,13; 35,37; 28,97; 40,46; 71,32; 72,18 dan 20,41 ton CO2 per tahun. Dari hasil penelitian Sugiharti (1998) diperoleh bahwa kaliandra (Calliandra sp), flamboyan (Delonix regia), kembang merak (Caesalpinia pulcherrima) merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap CO2 dan sekaligus tanaman tersebut kurang terganggu oleh pencemaran udara.

Hasil penelitian Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam tentang kemampuan pohon dalam menyerap CO2 menunjukkan bahwa akasia (Acacia mangium) berumur 6 tahun yang terdapat di Pusat Penelitian Benakat, Sumatera Selatan mempunyai kandungan CO2 sebesar 16,64 ton/ha/tahun, lebih besar dari kandungan CO2 tegakan akasia berumur 10 tahun yang terdapat di Jawa Barat yang hanya sebesar 9,06 ton/ha/tahun (Dephut 2005). Keragaman umur tegakan juga memberikan perbedaan dalam kemampuan menyerap CO2. Tegakan sengon (Paraserienthes falcataria) di Jawa Barat berumur 8 tahun mempunyai kandungan CO2 sebesar 14,10 ton/ha/tahun yang lebih kecil dari kandungan CO2 tegakan sengon berumur 18 tahun yang terdapat di Jawa Timur sebesar 16,78 ton/ha/tahun. Diperkirakan dengan bertambahnya umur tegakan belum tentu menambah kandungan CO2 yang bisa diserap oleh tegakan (Dephut 2005).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode karbohidrat diantaranya oleh Hariyadi (2008), Lailati (2008), Purwaningsih (2007), Mayalanda (2007) dan Sinambela (2007) terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil penelitian daya rosot tanaman terhadap CO2 No Nama ilmiah Daya rosot CO2/luas daun/jam (10-4g/cm2/jam) Daya rosot CO2/helai daun/jam (10-4g/helai/jam) Daya rosot CO2/pohon/tahun (kg/pohon/tahun) 1 Bouea macrophylla 1,063 388,200 557,000 (1 2 Dracontomelon dao 0,024 3,800 281,000 (1 3 Koopsia arborea 3,521 488,200 41633,000 1 4 Cerbera odollam 1,726 172,300 4509,000 (1 5 Diospyros celebica 1,582 128,900 5166,000 (1 6 Diospyros macrophylla 0,723 83,400 246,000 (1 7 Eusideroxylon zwageri 1,166 214,900 9968,000 (1 8 Lansium domesticum 0,310 49,300 429,000 (1 9 Sandoricum koetjape 0,507 95,100 522,000 (1 10 Swietenia macrophylla 0,090 10,700 221,000 (1 11 Myristica fragrans 0,595 28,700 566,000 (1 12 Knema laurina 1,782 200,300 3713,000 (1 13 Pometia pinnata 0,487 101,400 11879,000 (1 14 Peronema canescens 0,395 41,900 1200,000 (1 15 Vitex coffasus 1,671 195,400 6151,000 (1 16 Canarium asperum 10,311 1923,700 38964,000 (2 17 Altingia excelsa 8,808 247,900 35336,000 (2 18 Dryobalanops aromatica 5,817 172,700 34101,000 (2 19 Shorea pinanga 7,212 725,000 21897,000 (2 20 Vatica punciflora 5,537 603,300 12316,000 (2 21 Ceiba pentandra 4,085 535,500 8606,000 (2 22 Arthocarpus heterophyllus 4,434 213,900 4856,000 (2 23 Mimusops elengi 3,239 105,400 1703,000 (2 24 Alstonia scholaris 1,932 208,100 1474,000 (2 25 Bischofia javanica 1,881 99,000 1350,000 (2 26 Strelechocarpus burahol 1,226 76,700 1108,000 (2 27 Terminalia cattapa 1,490 472,800 756,000 (2 28 Mangifera foetida 0,850 95,200 638,000 (2 29 Aquilaria malaccensis 0,406 9,400 405,000 (2 30 Santalum album 0,155 1,100 4,000 (2 31 Delonix regia 2,510 303,000 4,409 (3 32 Cassia sp 2,920 197,000 8,478 (3 33 Intsia bijuga 1,130 260,000 1,098 (3 34 Tamarindus indica 0,600 1,000 0,364 (3 35 Koompasia exelsa 0,980 65,000 15,323 (3 36 Maniltoa browneodes 0,33 14,000 0,330 (3 37 Filicium decipiens 2,80 245,000 36,380 (3 38 Pometia pinnata 18,90 208,000 22,136 (3 39 Nephelium lappaceum 0,080 45,000 0,197 (3 40 Mimosops elengi 0,120 597,000 0,314 (3 41 Manilkara kauki 0,120 6,000 5,673 (3 42 Pterocarpus indicus 1,210 37,000 0,669 (3 43 Erytrina cristagalli 1,640 48,000 0,419 (3 44 Samanea saman 1,190 207,000 204,403 (3 45 Adenanthera pavonina 2,710 321,000 22,814 (3 46 Pithecelobium dulce 1,940 57,000 0,672 (3

No Nama ilmiah Daya rosot CO2/luas daun/jam (10-4g/cm2/jam) Daya rosot CO2/helai daun/jam (10-4g/helai/jam) Daya rosot CO2/pohon/tahun (kg/pohon/tahun) 47 Swietenia macrophylla 2,050 72,000 7,708 (3 48 Khaya anthoteca 1,440 43,000 1,865 (3 49 Disoxylum exelsum 1,320 794,000 306,143 (3 50 Ficus benjamina 0,550 286,000 1917,632 (3 51 Pterocarpus integra 0,220 30,000 10,513 (3 52 Cananga odorata 1,580 26,000 69,676 (3 53 Annona muricata 0,570 39,000 78,617 (3 54 Caesalpinia pulcherima 7,260 15200,000 2,291 (3 55 Cassia grandis 3,800 37,000 3946,251 (3 56 Hopea mengarawan 0,009 2,000 0,660 (4 57 Carapa guineensis 0,055 99,200 52,251 (4 58 Arthocarpus heterophyllus 0,118 8,500 8,074 (4 59 Pterygota alata 0,133 86,400 55,380 (4 60 Dipterocarpus retusa 0,145 33,100 37,098 (4 61 Shorea selanica 0,171 22,100 47,355 (4 62 Pachira affinis 0,186 95,900 20,123 (4 63 Acacia mangium 0,251 29,000 23,255 (4 64 Sapium indicum 0,351 16,700 25,234 (4 65 Khaya senegalensis 0,434 156,200 128,327 (4 66 Hopea odorata 0,437 12,800 6,474 (4 67 Swietenia macrophylla 0,439 698,300 559,705 (4 68 Langerstroemia speciosa 0,531 297,700 245,034 (4 69 Swietenia mahagoni 0,611 346,200 452,530 (4 70 Trachylobium verrucossum 0,688 508,900 860,086 (4 71 Acacia auriculiformis 0,917 29,300 74,470 (4 72 Cinnamomum parthenoxylon 1,013 178,900 347,659 (4 73 Schima wallichii 1,511 97,200 96,871 (4 74 Tectona grandis 1,965 1598,600 206,999 (4 75 Beilschiedia roxburghiana 3,308 436,600 677,312 (4 76 Strombosia zeylanica 5,362 440,100 2453,184 (4 77 Filicium decipiens 2,070 0,308 (5 78 Garcinia mangostana 6,670 1,850 (5 79 Gnetum gnemon 3,410 1,202 (5 80 Manilkara kauki 3,330 1,141 (5 81 Cassia fistula 1,100 0,185(5 1) Hariyadi (2008) 2) Lailati (2008) 3) Purwaningsih (2007) 4) Mayalanda (2007) 5) Sinambela (2006)

Hasil penelitian Hariyadi (2008) terhadap 15 jenis tanaman di Kebun Raya Bogor menyatakan bahwa Koopsia arborea adalah tanaman yang mempunyai daya rosot CO2 tertinggi yaitu 41633 kg/pohon/tahun. Penelitian yang dilakukan

oleh Lailati (2008) terhadap 15 jenis tanaman di Kebun Raya Bogor menyatakan Canarium asperum adalah tanaman yang mempunyai daya rosot CO2 tertinggi yaitu 38964 kg/pohon/tahun. Berdasarkan penelitian Purwaningsih (2007) pada 25 jenis tanaman di Kebun Raya Bogor didapatkan bahwa jenis Casia grandis merupakan jenis tanaman yang mempunyai daya rosot CO2 tertinggi yaitu 3946,251 kg/pohon/tahun. Penelitian daya rosot CO2 tanaman juga telah dilakukan oleh Mayalanda (2007) terhadap 21 jenis tanaman di Hutan Penelitian Darmaga, Bogor. Dari hasil penelitiannya didapatkan daya rosot bersih tanaman terhadap CO2 yang tertinggi adalah jenis Strombosia zeylanica sebesar 5,362 x 10-4 g/cm2/jam. Hasil penelitian Mayalanda (2007) juga menyebutkan bahwa daya rosot CO2 Hutan Penelitian Darmaga Bogor sebesar 1182,07 ton/tahun. Sinambela (2006) juga telah meneliti daya rosot CO2 terhadap 5 jenis tanaman hutan kota di Kampus IPB Darmaga, Bogor. Hasil penelitian Sinambela (2006) menyatakan bahwa manggis hutan (Garcinia mangostana) adalah jenis tanaman yang memiliki daya rosot CO2 terbesar yaitu sebesar 1,850 kg/pohon/tahun kemudian diikuti melinjo (Gnetum gnemon), sawo kecik (Manilkara kauki), krey payung (Filicium decipiens) dan yang terkecil adalah trengguli (Cassia fistula).

Karyadi (2005) telah mengukur daya rosot CO2 5 jenis tanaman hutan kota dengan menggunakan alat ADC LCA-4. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa daya rosot bersih CO2 per pohon per tahun tertinggi adalah jenis Mangifera indica yaitu sebesar 445,300 kg/pohon/tahun. Hasil penelitian Karyadi selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil penelitian daya rosot tanaman terhadap CO2 yang dilakukan oleh Karyadi

No Nama jenis

Daya rosot bersih CO2 per pohon per hari (kg/pohon/hari)

Daya rosot bersih CO2 per pohon

per tahun (kg/pohon/tahun)

Daya rosot bersih CO2 (kg/ha/hari) dengan jarak tanam

5 x5 m2 1 Mangifera indica 1,220 445,300 487,110 2 Chrysophyllum cainito 0,630 229,950 251,190 3 Canarium commune 0,540 197,100 218,150 4 Mimusops elengi 0,460 167,900 183,750 5 Tectona grandis 0,290 105,850 114,500

2.4. Respon Tanaman Terhadap Peningkatan Kadar CO2

Gas CO2 adalah bahan baku bagi fotosintesis dan laju fotosintesis dipengaruhi oleh kadar CO2 di udara. June (2006) menyatakan peningkatan kadar

CO2 di atmosfer akan merangsang proses fotosintesis, meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman tanpa diikuti oleh peningkatan kebutuhan air. Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatnya laju fotosintesis di dalam daun, akibat peningkatan laju fotosintesis tersebut akan menyebabkan terjadinya penimbunan karbohidrat di daun (Darmawan & Baharsjah 1983).

Sifat dan kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dikelompokkan ke dalam 3 golongan yaitu tanaman C-3, C-4, dan CAM (Lakitan 1993). Dalam kondisi kadar CO2 normal tumbuhan C-4 memiliki efisiensi fotosintesis lebih tinggi daripada tumbuhan C-3, akan tetapi pada kadar CO2 tinggi tumbuhan C-3 menunjukkan laju pertumbuhan lebih tinggi daripada tumbuhan C-4, sehingga tanaman C-3 lebih diuntungkan dengan adanya peningkatan CO2 daripada tanaman C-4 (Wolfe 2007). Hutan diperkirakan akan mengalami efek pemupukan yang besar dari kenaikan kadar CO2 karena pohon hutan terdiri atas tumbuhan C-3, sehingga produktivitas hutan akan naik (Soemarwoto et al. 1992).

Kenaikan CO2 juga memiliki pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh tanaman (Wolfe 2007). Stomata memiliki fungsi sebagai pintu masuknya CO2 dan keluarnya uap air ke daun atau dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana tanaman berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan air sedikit mungkin untuk mencapai efisiensi pertumbuhan yang tinggi (June 2006). Tanaman tidak membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai kadar CO2 optimum di dalam daun jika CO2 di atmosfir meningkat, sehingga laju pengeluaran air dapat dikurangi (June 2006).

Efisiensi penggunaan air baik pada tanaman C-3 maupun C-4 akan meningkat dengan bertambah besarnya kadar CO2. Peningkatan penggunaan air pada tanaman C-3 disebabkan oleh meningkatnya asimilasi dan menurunnya transpirasi, sedangkan pada tanaman C-4 hanya disebabkan oleh menurunnya transpirasi (June 2006). Tanaman-tanaman C-4 memiliki efisiensi penggunaan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman C-3 (June 2006). Daya ikat yang tinggi terhadap CO2 pada tanaman C-4 menyebabkan perbandingan antara pemasukan CO2 dan konduktivitas stomata (kemampuan stomata menyalurkan air

persatuan waktu) optimum (June 2006). Daya ikat yang rendah terhadap CO2 pada tanaman C-3 menyebabkan tanaman ini boros dalam penggunaan air.

Peningkatan CO2 berpengaruh positif terhadap fotosintesis dan penggunaan air oleh tanaman. Peningkatan CO2 juga meningkatkan efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan lainnya seperti radiasi matahari dan nutrisi (June 2006).

Meningkatnya kadar CO2 di atmosfer sebenarnya berdampak positif terhadap proses fisiologis tanaman, tetapi pengaruh positif CO2 dihilangkan oleh peningkatan suhu atmosfer yang cenderung berdampak negatif terhadap proses fisiologis tersebut (June 2006). Meningkatnya suhu beberapa derajat akibat dari peningkatan kadar CO2 dapat menurunkan laju fotosintesis dan memperpendek periode pertumbuhan tanaman (Wolfe 2007).

2.5. Karakterisitik Tanaman Hutan Kota

Pemilihan jenis tanaman untuk hutan kota merupakan salah satu langkah yang penting guna menuju keberhasilan program penghijauan kota. Dalam pemilihan jenis tanaman untuk hutan kota perlu diperhatikan aspek-aspek ekologi, khususnya mengenai kemampuan tanaman-tanaman tersebut memperbaiki lingkungan hidup. Tanaman hutan kota sebaiknya tanaman yang tidak memiliki buah yang besar sehingga apabila buah tersebut jatuh tidak membahayakan orang-orang yang sedang beraktifitas di sekitar tanaman tersebut. Tanaman hutan kota sebaiknya juga memiliki massa daun yang lebat dan padat sehingga dapat membuat lingkungan menjadi teduh dan nyaman. Tanaman hutan kota yang digunakan di jalur hijau dapat berupa tanaman yang memiliki estetika yang baik, tidak mudah patah dan tidak mudah tumbang sehingga tidak membahayakan para pengguna jalan (Dahlan 2004).

Agathis dammara merupakan tanaman yang tumbuh meninggi ke atas sehingga tidak mengganggu pengguna jalan raya. Aleurites moluccana, Bacaurea racemosa, Brownea capitella, Calophyllum inophyllum, Cynometra cauliflora, Dillenia indica, Garcinia dulcis, Mangifera caesia, Mesua ferrea, Mitchelia champaca, Spatodea campanulata, Syzygium malacense dan Vitex pubescens merupakan jenis-jenis yang cocok digunakan sebagai tanaman taman kota karena

jenis-jenis ini dapat berfungsi sebagai peneduh selain itu jenis-jenis tersebut juga dapat digunakan sebagai tanaman di kebun raya, hutan raya ataupun kebun binatang. Aleurites moluccana, Cynometra cauliflora, Mangifera caesia, Michelia champaca dan Syzygium malacense merupakan jenis-jenis yang dapat digunakan sebagai tanaman di kebun atau halaman karena tanaman jenis-jenis ini menghasilkan buah dan bunga yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Bacaurea racemosa, Calophyllum inophyllum, Dillenia indica, Garcinia dulcis dan Mesua ferrea merupakan jenis-jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai tanaman hutan lindung karena jenis-jenis ini memang sudah mulai susah dijumpai sehingga harus dilindungi. Mitchelia champaca merupakan jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai tanaman di kuburan atau taman makam pahlawan karena jenis ini mempunyai aroma daun dan bunga yang harum.

Dokumen terkait