• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

Di Indonesia bahan baku untuk membuat arang aktif sebagian besar menggunakan tempurung kelapa dan kayu. Di lain pihak, bahan baku yang dapat dibuat menjadi arang aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, binatang, maupun barang tambang seperti batu bara. Pada abad XV, diketahui bahwa arang aktif dapat dihasilkan melalui komposisi kayu dan dapat digunakan sebagai adsorben warna dari larutan. Beberapa tahun terakhir ini pemanfaatan limbah padat pertanian untuk dijadikan karbon aktif menjadi alternatif baru dalam pembuatan karbon aktif, seperti karbon aktif dari sari serat pisang (Namasivayam et al., 1998), dari tongkol jagung, sekam padi (Valix et al., 2004), tempurung kelapa, arang kayu (Kardivelu, 2003), ampas tebu (Rachakornkij et al., 2004), kulit kemiri (Labuka, 2003; Nasrullah, 2003), kulit buah coklat (Hakim, 2003; Jannah, 2003), Kayu bakau (Nasruddin, 2002), dan tempurung kenari (Wijaya, 2005; Sherliy, 2004).

Namun pada penelitian ini bahan yang digunakan yaitu tandan pisang.Penggunaan tandan pisang dikarenakan memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan baku arang aktif. Selain itu produksi limbah tandan pisang sangat tinggi.Tingginya produksi limbah ini sebanding dengan tingginya produksi pisang.Semakin tinggi produksi pisang, maka tingkat produksi limbah tandan pisang juga semakin tinggi.

Tandan pisang dengan nama latin Musa Paradiseaca merupakan tanaman yang banyak terdapat dan tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Limbah tandan pisang merupakan limbah terbesar yang diperoleh dengan nilai ekonomis yang hampir tidak ada. Hasil analisis dari Balai Penelitian dan Pengembangan Industri tahun 2008 menyatakan bahwa tandan pisang banyak mengandung selulosa (8,30%), hemiselulosa (21,33%) dan lignin (19,06%). Elemental analisis dari tandan pisang memperlihatkan bahwa andan pisang terdiri dari karbon (41,75%), hidrogen (5,10%), nitrogen (1,23%), sulfur (0,18%), dan oksigen (51,73%) serta fix karbonnya (5,95 ± 4,98%). Sedangkan kadar selulosa dari batang pisang kering sekitar 50% (Husni dkk.,2004). Kandungan karbon yang dimiliki tandan pisang cukup tinggi, oleh karena itu komoditas ini dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif.

Penggunaan tandan pisang sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif karena kandungan selulosa dan hemiselulosa dalam tandan pisang cukup tinggi dan kadar lignin yang rendah .Lignin kurang stabil dan kurang bisa diuraikan sehingga mempengaruhi keaktifan karbon. Semakin sedikit lignin yang terdapat dalam bahan baku maka kualitas karbon aktif semakin baik (Priatmoko,dkk.,1995).

Selulosa ini merupakan senyawa organik yang berpotensi besar dapat digunakan sebagai penyerapan.Dimana penyerapan tersebut terjadi karena gugus-OH yang terikat pada selulosa dapat melepas atom hidrogen dan oksigen akibat pemanasan suhu tinggi sehingga didapat karbon dari setiap sudut selulosa. Ketidaksempurnaan penataan cincin segi enam yang dimiliki selulosa,

menyebabkan terbentuknya ruang pada struktur arang aktif yang memungkinkan adsorbat masuk dalam struktur arang aktif berpori (Muna,2011).

Karbon aktif merupakan karbon amorf dengan luas permukaan sekitar 300 sampai 2000 m2/gr (Fuadi, 2008). Luas permukaan yang sangat besar ini karena mempunyai struktur pori-pori, pori-pori inilah yang menyebabkan karbon aktif mempunyai kemampuan untuk menyerap. Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu 25-1000 % terhadap berat karbon aktif ( Salamah, 2008).

Karbon aktif biasanya digunakan sebagai katalis, penghilangan bau, penyerapan warna, zat purifikasi, dan sebagainya.Untuk industri di Indonesia, penggunaan karbon aktif masih relatif tinggi. Sayangnya, pemenuhan akan kebutuhan karbon aktif masih dilakukan dengan cara mengimpor. Pada tahun 2000 saja, tercatat impor karbon aktif sebesar 2.770.573 kg berasal dari negara Jepang, Hongkong Korea, Taiwan, Cina, Singapura, Philipina, Sri Lanka, Malaysia, Australia, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Denmark, dan Italia (Rini Pujiarti, J.P Gentur Sutapa).

Selain aplikasi karbon aktif yang telah disebutkan di atas, juga terdapat negara industry seperti Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Jepang menggunakan karbon aktif paling besar untuk pengolahan air selanjutnya untuk industri makanan lalu untuk pemurnian udara dan gas serta industri obat dan lain-lain (Saragih,2008).

Gambar 1. Penggunan karbon aktif di negara industri (Saragih,2008).

Kebutuhan Indonesia akan karbon aktif untuk bidang industri masih relatif tinggi disebabkan semakin meluasnya pemakaian karbon aktif pada sektor industri. Permintaan karbon aktif akan terus meningkat sebesar 9% per tahun sampai dengan 2014 dan konsumsi karbon aktif dunia tahun 2014 diperkirakan 1,7 juta ton per tahun (Freedonia, 2014).

Adapun perkembangan penelitian untuk meningkatkan daya adsorpsi karbon aktif dalam skala laboratorium dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

Table 1. Perkembangan Penelitian Karbon Aktif

No Judul Jurnal Proses Hasil

1 Production of activated Carbon from Palm-oil shell by pyrolysis and steam activation in a fixed bed reactor

(Vitidsant,1999)

Pirolisis bahan baku dengan laju alir udara 0,72 ml/min selama 30 menit dengan menggunakan steam dengan temperature 750oC selama 3 jam. bulk = 0,505 g/cm3 surface area= 669,75 m2/g. 2 Production and characterization of Activated Carbon from pine wastes gasified in a pilot reactor

(Garcia,2002)

Pencampuran bahan baku dengan KOH (rasio berat alkali/char= 4:1). Dialiri dengan gas N2 4:1 min dengan temperatur bervariasi dari 725 sampai 8000C selama 1 jam Volume mikropori = 0,678 cm3/g. Surface area = 1908 m2/g. 3 Preparation and Examination of Activated Carbon from Date Pits Impregnated with KOH (Banat,2003).

Dengan mencampur 30 wt% KOH dan kemudian dipanaskan sampai temperatur 6000C selama 2 jam.

Surface area adalah

470 m2/g

4 Understanding

chemical reaction between carbon and NaOH and KOH

(Lillo,2003)

Bahan baku dicampur dengan NaOH (NaOH: C= 3:1) dengan laju pemanasan adalah 50C/menit sampai 7600C. Dengan dialiri N2,CO2 dan steam (laju steam adalah 40,100,dan 500 ml/min)

Hasil terbaik: dialiri N2 500 ml/min = 2193 m2/g. hasil paling jelek dialiri CO2= 36 m2/g

5 Activated carbon from Moringa husks and

Dipanaskan dengan dialiri steam (2 ml/min) dan besar

Surface area

pods

(McConnachie,1996)

laju pemanasan adlah 200C/min, temperatur akhir bervariasi dari 5000C sampai 8000C selama 1 atau 2 jam

m2/gram.

6 Activated carbon from Bamboo-Technology Development towards Commercialisation

(Baksi,2006).

Dicampurkan asam fosfat (H3PO4), Zinc Clorida

(ZnCl2) di fluidized bed

reactor pada 900-11000C dengan adanya steam atau CO2

Surface area

rata-rata adalah 1250 m2/g.

7 High-Porosity Carbons Prepared from Bituminous Coal with Pottasium Hydroxide Activation (Teng,1999)

Dilakukan karbonisasi di

horizontal cylindrical furnace (60-nm i.d.) dengan

atmosfer N2 (100 ml/min) dan laju pemanasan (v) = 300C. min dari temperatur ruang sampai 500-10000C selama 0-3 jam. KOH/Coal = 4,25:1 dengan 8000C selama 1 jam mendapat surface area = 3000 m2/g. 8 Preparation of Activated Carbon from Bituminous Coals with CO2 Activation 1. Effects of Oxygen Content in Raw Coals

(Teng,1996).

Pirolisis dengan aliran CO2/N2 dipanaskan dengan laju pemanasan 300C/min dari temperatur ke maximum

heat treatment yaitu

800-9500C. Kemudian dilakukan gasifikasi dengan aliran CO2 pada temperatur maximum

heat treatment.

Hasil yang terbaik adalah 658 m2/g

9 Effect of Two-Stages Process on the preparation and

Precarbonized karbon dengan dicampur dengan 250 g yang mengandung

Surface area T =

9000C adalah 438,9 m2/g

Characterization of Porous Carbon Composite from Rice Husk by Phosporic Acid Activation

(Kennedy,2004)

85% berat H3PO4. Rasio H3PO4 :Coal 4,2:1 pada 850C selama 4 jam. Lalu dikeringkan dengan kondisi

vacuum pada 1100C selam 24 jam dan diaktivasi dengan atmosfer N2 (v= 100ml/min) dan laju pemanasan = 50C/min. temperatur yang digunakan adalah 700,800,9000C selama 1 jam lalu didinginkan.

(Maulana.A.,2011)

Berdasarkan Tabel 1. dapat disimpulkan bahwa karbon aktif dapat dibuat dari bahan limbah organik yang ada disekitar lingkungan kita seperti tempurung kelapa, bambu, sekam padi, dan serbuk gergaji dengan berbagai jenis aktivator antara lain NaOH, KOH, H3PO4, serta ZnCl2. Rajeshwar., dkk (2012) melakukan pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari biji Lapsi (Choerospondias axillaris) dengan aktifasi kimia dengan asam fosfat dengan konsentrasi 50% dengan rasio 1:1 pada suhu 80 °C selama 24 jam dan dipirolisi pada 400 °C menghasilkan bilangan iodin 845 mg/g dan metilen biru 277 mg/g.

Foo dan Lee (2010) melakukan pembuatan karbon aktif dari Parkia

Speciosa dengan aktifasi kimia yang menghasilkan luas permukaan dan

pembuatan karbon. Rasio impregnasi 1:1 karbon aktif diproduksi dengan BET tinggi luas permukaan dibandingkan dengan karbon aktif disusun dengan menggunakan rasio peresapan 2:1. Suhu karbonisasi tinggi akan menghasilkan karbon aktif dengan luas permukaan dan volume pori yang lebih tinggi.

Penelitian-penelitian terdahulu tentang pembuatan karbon aktif masih jarang yang memanfaatkan tandan pisang kepok sebagai bahan baku. Penelitian yang sudah ada mengenai pembuatan karbon aktif dari bahan tanaman berjenis plantain adalah pembuatan karbon aktif dari kulit pisang menggunakan aktivator H2SO4, KOH, dan ZnCl2 masing- masing 2N (Adinata, 2013). Dan Sugumuran., dkk (2012) melakukan pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari tandan kosong buah pisang (TKBP) dan buah kacang polong Delonix regia (KPDR) dengan impregnasi asam fosfat dan kalium hidroksida dengan konsentrasi 10% yang dipirolisis pada suhu 400 dan 450 °C. Pada penelitian ini, pada (TKBP) dengan aktivator asam fosfat dan KOH pada suhu 450 °C menghasilkan yield 34,66% dan 38,86 % dengan luas permukaan 15,3757m2/g dan 1,0045 m2/g sedangkan pada (KPDR) pada suhu 400 ° C dengan aktivator yang sama menghasilkan yield 38,613% dan 35,53% dan luas permukaan yaitu 22,2908 m2/g dan 0,0139 m2/g.

Oleh sebab itu, untuk memperbanyak alternatif pembuatan karbon aktif, pada penelitian kali ini dibuat karbon aktif dari tandan pisang kepok dengan aktivator seng klorida (ZnCl2) dengan konsentrasi 8 %. Digunakan aktivator ZnCl2 karena aktivator ini dapat memperbesar luas permukaan dan juga menghasilkan porositas yang lebih baik dari aktivator lain seperti KOH dan KCl,

ZnCl2 merupakan adsorben yang paling efektif dalam penghlangan nitrat dalam larutan oleh sebab itu dalam penelitian ini menggunakan aktivator ZnCl2. Karbon aktif yang dihasilkan kemudian akan dianalisa kualitasnya dengan analisa

Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray (EDX), Fourier Transform Spectroscopy infrared (FTIR), Surface Area Analyzer (SAA).

Kemudian karbon aktif yang dihasilkan diaplikasikan pada pemisahan fenol dalam larutan.

Limbah industri berbahaya bagi lingkungan air karena mengandung beberapa racun dan senyawa kimia yang sangat berbahaya, salah satunya adalah limbah fenol. Limbah fenol berbahaya karena bila mencemari perairan dapat membuat bau tidak sedap, serta pada nilai konsentrasi tertentu dapat mengakibatkan kematian organisme di perairan tersebut. Senyawa fenol dapat dikatakan aman bagi lingkungan jika konsentrasinya 1,0 mg/L sesuai dengan KEP No. 51/MENLH/10/1995 (Slamet et al, 2005). Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan terhadap fenol dalam air limbah salah satunya melalui metode adsorpsi menggunakan adsorben karbon aktif.

Penurunan fenol menggunakan karbon aktif telah banyak dilakukan. Kemampuan adsorpsi serbuk gergaji terhadap fenol mencapai efisiensi sebesar 6,45% (Trihendardi, 1997). Efisiensi karbon aktif dari ampas tebu untuk penyisihan fenol mencapai 98,33% dengan aktifator ZnCl2 (Setyowati, 1998) dan 17,78% dengan aktifator K2S (Herawati, 1998). Putranto (2005) juga telah memanfaatkan kulit biji mete sebagai adsorben karbon aktif untuk adsorpsi fenol dengan aktivator ZnCl2 menggunakan metode batch dan menghasilkan

penurunan fenol pada suhu pemanasan 600oC selama 1 jam sebesar 96,9% - 98,5%.

Adsorpsi fenol menggunakan adsorben karbon aktif dari tandan kosong (kelapa) sawit (TKS) dengan aktivator soda kue 4% menggunakan metode kolom dengan dua variasi ukuran partikel 80 dan 100 mesh dan variasi selang waktu kontak total kolom I dan Kolom II selama 4, 8, dan 12 jam, diperoleh besar nilai maksimum konsentrasi dan efisiensi penurunan fenol pada karbon aktif 80 mesh terdapat pada waktu kontak 12 jam. Di kolom I dengan nilai maksimum konsentrasi 1,27 mg/L dan besar nilai efisiensi 96.15%, sedangkan pada karbon aktif 100 mesh terdapat pada waktu kontak 12 jam di kolom I dengan nilai maksimum konsentrasi 1,24 mg/L dan besar nilai efisiensi 96,26%. Besar total efisiensi penurunan kadar fenol yang terbaik pada karbon aktif yaitu pada ukuran partikel 80 mesh dengan waktu kontak 12 jam sebesar 97,11% (Kindy,2015).

16

BAB III

Dokumen terkait