• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Sistematika penulisan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tinajuan pustaka merupakan suatu bab yang menjelaskan mengenai pengertian-pengertian peranan, polmas, komponen-komponen polmas, dasar hukum polmas dan kriminalitas.

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini membahas tentang cara-cara yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian atara lain pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode pengumpulan dan pengelolahan data serta analisis data. Maksudnya agar pembaca

16

mengetahui bagaimana cara penelitian dan pembahasan dilakukan,sehingga memenuhi persyaratan keilmiahan.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan tentang hasil-hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis.

V. PENUTUP

Pada bab ini berisikan kesimpulan yang dapat diambil penulis dan saran-saran yang berakaitan dengan permasalahan yang dibahas.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Polisi Masyarakat (Polmas)

Istilah polisi masyarakat atau yang disingkat polmas merupakan istilah baru dari community policing yang sebelumnya memiliki berbagi istilah dan persepsi yang bermacam-macam. Sehingga Kapolri menyamakannya kedalam bahasa Indonesia tanpa mengesampingkan kemungkinan penggunaan penterjemah istilah yang berbeda terutama bagi keperluan akademis. Penyesuain istilah dan cara tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/737/X/2005 tanggan 13 Oktober 2005 tentang kebijakan dan strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tudas Polri. Sehingga selanjutnya penulis

juga menggunakan istilah “perpolisian masyarakat”, namun demikian istilah

Community Policing” masih tetap digunakan sesuai dengan kutipan yang penulis

ambil dari beberapa reverensi yang menggunakan istilah tersebut.18

1. Pengertian Polisi Masyarakat

Polisi dan masyarakat sama sebagai mitra untuk menginditifikasi menetukan segala prioritas, dalam memecahkan berbagai masalah yang sedang dihadapi seperti, kejahatan, narkoba, ketakutan akan kejahatan, ketidak tertiban fisik. Sehingga tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup di wilayah tempat polmas

18

18

diterapkan bisa tercapai. Polmas menuntut adanya komitmen dari seluruh jajaran organisasi kepolisian. Selain melaksanakan kegiatan-kegiatan Perpolisian tradisional, Polisi harus menemukan cara untuk mengekspresikan filosofi Polmas dengan menggali dan menerapkan strategi proaktif. Tujuannya tentu saja untuk mencegah dan memecahkan sebelum hal itu terjadi semakin serius.

Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri tersebut Polmas memiliki 2 (dua)

pengertian yaitu :19

a) Polmas sebagai suatu strategi merupakan model perpolisian yang

menekankan kemitraan yang sejajar antara petugas Polmas dengan masyarakat lokal dalam menyelesaikan dan mengatasi setiap permasalahan sosial yang mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta ketentraman kehidupan masyarakat setempat dengan tujuan untuk mengurangi kejahatan dan rasa ketakutan akan kejahatan serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat.

b) Sebagai suatu falsafah polmas mengandung makna suatu model perpolisian

yang menekankan hubungan yang menjunjung nilai-nilai sosial atau kemanusiaan dan menampilkan sikap santun dan saling menghargai antara polisi dan warga dalam rangka menciptakan kondisi yang menunjang kelancaran penyelenggaraan fungsi kepolisian dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Konsep polmas mencakup 2 (dua) unsur : Perpolisian masyaraat secara harfiah,

perpolisian merupakan terjemahan dari kata “policing” berarti segala hal ihwal

19

19

tentang penyelenggaraan fungsi kepolisian. Dalam kontek ini perpolisian tidak hanya menyangkut operasional (taktik/tehnik) fungsi kepolisian tetapi juga pengelolaan fungsi kepolisian secara menyeluruh, mulai dari tataran menajemen puncak sampai manajemen lapis bawah, termasuk pemikiran-pemikiran filsafat yang melatarbelakanginya. Masyarakat merupakan terjemahan dari kata

“Community” (komunitas) dalam kontek Polmas berarti :

a) Warga masyarakat atau komunitas yang berada di dalam suatu wilayah

kecil yang jelas batas-batasnya (geographic community), batas wilayah

komunitas ini harus dilakukan dengan memperhatikan keunikan karakteristik geografis dan sosial dari suatu lingkungan dan terutama keefektifan pemberian layanan kepada warga masyarakat. Wilayah tersebut dapat berbentuk RT. RW. Desa/Kelurahan ataupun berupa pasar/pusat belanja, kawasan industri, pusat/kompleks olah raga, stasiun bus dan lain-lain.

b) Dalam pengertian yang diperluas masyarakat dalam pendekatan polmas

diterapkan juga bisa meliputi sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah yang lebih luas seperti kecamatan bahkan kabupaten/kota, sepanjang merekan memiliki kesamaan kepentingan, sebagai contoh kelopmpok berdasar etnis/suku, berdasar agama, profesi, hobby, dan lain sebagainya, kelompok ini dikenal dengan nama komunitas berdasar

kepentingan (community of interest)20.

2. Prinsip – prinsip Polisi Masyarakat

Prinsip – prinsip penyelenggaraan Polmas meliputi :

a) Komunikasi Intensif : Praktek pemolisian yang menekankan kesepakatan

dengan warga, bukan pemaksaan berarti bahwa Polri menjalin komunikasi intensif dengan masyarakat melalui tatap muka, telekomunikasi, surat, pertemuan-pertemuan, forum-forum komunikasi, diskusi dan sebagainya di kalangan masyarakat dalam rangka membahas masalah keamanan;

20

20

b) Kesetaraan : asas kesejajaran kedudukan antara warga masyarakat/komunitas

dan petugas kepolisian yang saling menghormati martabat, hak dan kewajiban, dan menghargai perbedaan pendapat. Asas kesetaraan juga mensyaratkan upaya memberi layanan kepada semua kelompok masyarakat, dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan khusus perempuan, anak, lansia, serta kelompok-kelompok rentan lainnya;

c) Kemitraan Polri membangun interaksi dengan masyarakat berdasarkan

kesetaraan/kesejajaran, sikap saling mempercayai dan menghormati dalam upaya pencegahan kejahatan, pemecahan masalah keamanan dalam komunitas/masyarakat, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat;

d) Transparasi: asas keterbukaan polisi terhadap warga masyarakat/ komunitas

serta pihak-pihak lain yang terkait dengan upaya menjamin rasa aman, tertib dan tentram, agar bersama-sama memahami permasalahan, tidak saling curiga dan dapat menumbuhkan kepercayaan satu sama lain;

e) Akuntabilitas: penerapan asas pertanggungjawaban Polri yang jelas, sehingga

setiap tindakannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai prosedur dan hukum yang berlaku dengan tolok ukur yang jelas, seimbang dan obyektif;

f) Partisipasi: kesadaran polisi dan masyarakat untuk secara aktif ikut dalam

berbagai kegiatan komunitas/masyarakat untuk mendorong keterlibatan warga dalam upaya memelihara rasa aman dan tertib, memberi informasi, saran dan masukan, serta aktif dalam proses pengambilan keputusan guna memecahkan permasalahan kamtibmas, sambil menghindari kecendrungan main hakim sendiri;

21

g) Personalisasi: pendekatan polri yang lebih mengutamakan hubungan pribadi

langsung daripada hubungan formal/birokrasi yang umumnya lebih kaku,

demi menciptakan tata hubungan yang erat dengan warga

masyarakat/komunitas;

h) Desentralisasi: penerapan polmas masyarakat adanya desentralisasi

kewenangan kepada anggota polisi di tingkat lokal untuk menegakkan hukum dan memecahkan masalah;

i) Otomisasi: pemberian kewenangan atau keluasaan kepada kesatuan

kewilayahan untuk mengelola Polmas di wilayahnya;

j) Proaktif: segala bentuk kegiatan pemberian layanan polisi kepada masyarakat

atas inisiatif polisi dengan atau tanpa ada laporan/permintaan bantuan dari masyarakat berkaitan dengan penyelenggaraan keamanan, ketertiban dan pengakan hukum;

k) Orientasi Pada Pemecahan Masalah: polisi bersama-sama dengan warga

masyarakat/komunitas melakukan identifikasi dan menganalisa masalah, menetapkan prioritas dan respons terhadap sumber/akar masalah;

l) Orientasi Pada Pelayanan: bahwa pelaksanaan tugas Polmas lebih

mengutamakan pelayanan polisi kepada masyarakat berdasarkan pemahaman bahwa pelayanan adalah hak masyarakat yang harus diilaksanakan oleh

anggota polisi sebagai kewajibannya21.

21

22

Menurut Trojanowicz dan Bucqueroux komponen-komponen Polmas adalah :22

1) Filosofi

Filosofi didasarkan pada keyakinan bahwa tantangan-tantangan masa kini (kontemporer) yang dihadapi menuntut polisi untuk memberikan pelayanan secra penuh-proaktif meupun reaktif-dengan cara melibatkan masyarakat secara langsung sebagai mitra dalam proses identifikasi, memnentukan skala prioritas, dan memecahkan masalah, termasuk isu-isu kejahatan, ketakutan akan adanya kejahatan, perdagangan narkoba, dari berbagai masalah yang dihadapi warga setempat. Polmas adalah sebuah

filosofi (way of thingking) dari organisasi dari setiap polisi, sekaligus

strategi organisasi kepolisian (the way to carry out the philosophy).

2) Personalisasi

Polisi dituntut untuk menempatkan satu atau lebih anggota pada setiap lingkungan warga (komunitas) sesuai kebutuhan. Penempatan atau penugasan anggota polisi akan menghilangkan rasa asing dan lebih mendekatkan warga yang dilayaninya. Hubungan antara warga dan petugas Polmas akan sedemikian dekat, saling mengenal, dan sangat akrab. Prinsip ini menggambarkan komitmen Polmas untuk memberikan personalisasi pelayanan kepolisian kepada warga. Intensitas dan jenis pelayanan ditentukan oleh kebutuhan dan keadaan nyata warga. Polisi harus memperlakukan warga sebagai pelanggan yang harus dilayani dengan baik.

22

23

3) Permanensi

Permanensi adalah penempatan anggota polisi sebagai petugas Polmas secara tetap dan dalam waktu yang cukup lama di suatu komunitas atau wilayah tertentu. Dengan demikian mereka memiliki waktu dan kesmpatan yang cukup untuk secara berkelanjutan membangun kepercayaan sebagai

prasyarat terjalinnya kemitraan dengan warga23.

Dalam Polmas, komunikasi secara berkelanjutan dalam waktu yang lama akan meningkatkan saling percaya antara warga dengan polisi. Penempatan secara permanen untuk jangka waktu yang lama di suatu daerah sangat menentukan keberhasilan seorang petugas polmas dalam pelaksanaan tugas-tugasnya.

4) Pemolisian

Petugas polmas tetap melakukan dan memfokuskan kegiatannya pada penegakan hukum, menerima laporan kejadian, menjawab panggilan (baik langsung maupun melalui telepon) dari masyarakat dengan mendatangi TKP, dan melakukan penangkapan seperti halnya anggota polisi biasa. Selain itu, mereka juga harus mengedepankan upaya kemitraan dan kegiatan pemecahan masalah secara proaktif/preventif.

5) Patroli

Salah satu kegiatan utama petugas polmas adalah patroli dialogis dilingkungan mereka. patroli jauh lebih baik jika dilakukan dengan

24

berjalan kaki, bersepeda, motor, atau bahan kuda untuk daerah tertentu. Tujuannya adalah untuk membebaskan para petugas dari kungkungan mobil patroli yang bergerak cepat, sehingga memungkinkan terciptanya

kontak langsung yang lebih luas dengan lingkunagn sekitar24.

6) Lokasi

Daerah tugas kepolisian seluas apapun dibagi ke dalam daerah-daerah yang lebih kecil dengan batas yang jelas dan merupakan yuridiksi petugas polmas. Petugas polisi (seringkali melibatkan penydik) polmas menganut

kebijakan desentralisasi, sehingga para petugas polmas merasa “memiliki

daerah lingkungan sendiri”.Dengan demikian polmas melibatkan struktur

yang memungkinkan petugas polisi berada di tengah-tengah masyarakat.

7) Proaktif

Sebagai bagian dari pemberian jasa pelayanan polisi secara penuh, polmas menyeimbangkan antara reaksi cepat terhadap kejadian kejahatan dan situasi darurat dengan upaya proaktif dalam bentuh pemecahan masalah, atau mencegah agar situasi tidak menjadi semakin buruk sehingga meredam potensi terjadinya tindak kejahatan.

8) Kemitraan

Komponen ini mendukung pengembangan kemitraan yang sejajar antara polisi dengan berbagai kelompok yang ada untuk bekerjasama dan membangun konsensus dalam memecahkan suatu masalah. Polmas mendorong kemitraan baru antara masyarakat dengan polisi didasarkan

25

pada prinsip saling menghargai, sopan-santun, persamaan, ketulusan, kesetaraan dan memberi dukungan yang saling menguntungkan. Sebelum kemitraan dapat dicapai, terlebih dahulu perlu dibangun saling percaya (trust) antara warga dengan polisi.25

9) Pemecahan Masalah

Polmas mendefinisikan kembali misi polisi agar lebih terarah pada pembangunan masyarakat dan pemecahan masalah. Pemecahan masalah adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan menetapkan, melalui kerjasama, masalah warga secara spesifik beserta faktor-faktor penyebabnya. Dengan demikian, kesuksesan atau kegagalan dapat dilihat dari hasil-hasil kualitatif, yakni jumlah kasus yang ditangani. Kedua ukuran tersebut sama-sama diperlukan, namun penekanannya lebih pada hasil kualitatif daripada kuantitatif.

Dasar Hukum Polmas :

a) UUD 1945

Pasal 27 menjelaskan bahwa :

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Kemudian ada perubahan kedua UUD 19945 Bab XII Pasal 30 dijelaskan pula :

1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha

keamanan negara

26

2) Usaha keamanan negara dilaksanakan melalui sistem keamanan rakyat

semesta oleh Kepolisian Negara Republik indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

b) TAP MPR

1) TAP MPR No. VI/2000, Memisahkan Lembaga TNI dan Lembaga polri

2) TAP MPR No. VII/MPR/2000, Memisahkan peran pertahanan Keamanan :

keamanan menjadi Peran Tentara Nasional Indonesia

c) KUHAP

Dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana pada pasal 108 dijelaskan sebagai berikut :

1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi

korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyidik lisan maupun tulisan.

2) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan

tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum terhadap jiwa, terhadap hak milik, wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.

3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang

mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib serta melaporkan hal itu kepada penyelidik atau

penyidik.26

26

27

Selanjutnya pada Pasal 111 ayat (1) dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, berkaitan dengean partisipasi dengan partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban dinyatakan sebagai berikut :

“Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik”.

d) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri

Pertimbangan huruf (c) menyatakan :

“Pemeliharaan kemanan dalam negri dilakukan oleh polri selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. : Pasal 14 ayat (1) huruf c, dinyatakan sebagai berikut :

“Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

kepolisian negara Republik Indonesia bertugas : “Membina masyarakat untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaan hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan

perundang-undangan.”

e) UU otonomi daerah

Dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah pada bagian kelima mengenai kewajiban kepala daerah, pasal 43 hutuf (d) dan (f) dijelaskan bahwa :

28

“Kepala daerah mempunyai kewajiban huruf (d) menegakan seluruh peraturan perundang-undangan dan huruf (f) memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.”

f) Skep Kapolri

1. Skep Kapolri No. Pol : Skep/737/X/2005

Dalam kebijakan dan Strategi kapolri Tentang penerapan model polmas Dalam Penyelanggaraan tugas sesuai Skep Kapolri No.Pol : Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 bidang operasional, kebijakan yang diganti meliputi :

1.1 Penerapan Polas sebagai suatu strategi diimplementasiakan

hanya pada tataran lokal di mana model perpolisian dioperasionalkan.

1.2 Penerapan Polmas sebagai suatu falsafah diimplementasiakan

dalam pelaksanaan tugas masing-masing satuan fungsi operasional polri termasuk tampilan setiap personel Polri dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

2. Skep kapolri No. Pol : Skep/ 431/VII/2006

Skep kapolri No. Pol : Skep/431/VIII/2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Pedoman Pembinaan Personel pengembangan Fungsi polmas ini digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembinaan karier pengembang fungsi Polmas, sehingga dapat terwujud suatu keseragaman dalam penyelenggaraan pembinaan karier di serluruh jajaran Polri secara konsisten dan berkesinambungan.

29

Tujuan pembinaan personil pengemban fungsi Polmas adalah mempersiapkan dan mengembangkan kemampuan personel polri, sehigga mampu secara optimal mengemban tugas yang dibebankan kepadanya, terutama sebagai alat negara penegak hukum, peingdung, pengayom, dan pelayan masyarakat serta menjadi kekuatan inti dalam Polmas di wilayah atau kawasannya.

Pembinaan ini mempunyai sasaran, yaitu :

1) Terwujudnya pengemban fungsi polmas yang memiliki

kemauan dan kemampuan tugas yang didasarimental kepribadian baik, disiplin dan bertaqwa kepada Tuhan YME.

2) Terwujudnya personel pengemban fungsi Polmas yang jujur,

bertindak adil, dapat memberikan rasa aman serta mampu mewujudkan kepastian hukum dalam masyarakat di lingkungannya.

3. Skep Kapolri No. Pol. : Skep/433/VII/2006

Skep kapolri No. Pol. : Skep/433/VII/2006 tanggal 1 Jui 2006 tentang Panduan Pembentukan dan Operasionalisasi Polmas. Sebagai pedoman umum dan peraturan dalam operasionalisasi polmas bagi :

1) Para pejabat Polri, Pemerintah daerah/desa, tokoh-tokoh

masyarakat dalam proses pelaksanaan Polmas,

2) Petugas Polmas

30

Dokumen terkait