• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Sistematika Penulisan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Yaitu mengenai tinjauan umum tentang tindak pidana pemalsuan uang. Bab ini diuraikan menjadi bebrapa sub bab, yang diantaranya mengenai pengertian tindak pidana, tindak pidana pemalsuan mata uang, penegakan hukum pidana dan faktor penghambat penegakan hukum.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menjelaskan mengenai langkah yang akan digunakan dalam pendekatan masalah, sumber data, metode pengumpulan dan pengolahan data, dan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang hsil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan penelitian ini dengan mendasarkan pada data primer dan data sekunder.

V. PENUTUP

Pada bab ini dibahas mengenai kesimpulan terhadap jawaban permasalahan dari hasil penelitian dan saran dari penulis yang merupakan alternatif permasalahan, berguna dan dapat menambah wawasan tentang ilmu hukum khususnya hukum pidana.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak dijelaskan apa pengertian tindak pidana itu. Oleh karenanya, pengertian tindak pidana akan kita dapatkan dari para pakar ilmu hukum pidana.

Berikut merupakan beberapa pendapat tentang tindak pidana yang diberikan oleh para pakar :

1. Simons, tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan, dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.

2. H.B Vos, tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan undang-undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana.

3. Van Hamel, tindak pidana adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

4. Moeljatno, perbuatan pidana (tindak pidana) adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, dimana larangan disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, barangsiapa melanggar larangan tersebut.

5. Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.

6. Andi Hamzah, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum dan diancam dengan hukuman berdasarkan ketentuan di dalam KUHP dan ketentuan Undang-Undang lainnya.1

Berdasarka pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para pakar di atas, dapat diketahui bahwa pada tataran teoritis oleh para pakar tidak ada kesatuan pendapat diantara pakar hukum dalam memberikan definisi tentang tindak pidana.

Pemberian definisi mengenai pengertian tindak pidana oleh para pakar hukum terbagi dalam dua (2) pandangan/aliran yang saling bertolak belakang, yaitu :2

1. Pandangan/Aliran Monistis, yaitu pandangan/aliran yang tidak memisahkan antara pengertian perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana.

1

Tri Andrisman, Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, Bagian Hukum Pidana Unila, Lampung , 2009, hlm. 49

2

2. Pandangan/Aliran Dualistis, yaitu pandangan/aliranyang memisahkan antara dilarangnya suatu perbuatan pidana (criminal act atau actus reus) dan dapat dipertanggungjawabkan si pembuat (criminal responsibility atau mens rea).

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Perbedaan pandangan dalam menentukan definisi tindak pidana diatas membawa konsekuensi dalam perumusan definisi tindak pidana. Aliaran Monistis dalam

merumuskan pengertian tindak pidana dilakukan dengan melihat : “Keseluruhan

syarat adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan”. Sehingga

dalam merumuskan pengertian tindak pidana para pakar hukum yang menganut aliran ini tidak memisahkan unsur-unsur tindak pidana, mana yang merupakan unsur perbuatan pidana dan mana yang unsur pertanggungjawaban pidana.

Menurut Simons, seorang penganut Aliran Monistis dalam merumuskan pengertian tindak pidana, ia memberikan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :3

1. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat); 2. Diancam dengan pidana;

3. Melawan hukum;

4. Dilakukan dengan kesalahan;

5. Orang yang mampu bertanggungjawab.

3

Menurut Aliran Monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana, maka sudah dapat dipidana. Sedangkan menurut Aliran Dualistis belum tentu, karena harus dilihat dan dibuktikan dulu pelaku/orangnya itu, dapat dipidana tau tidak. Aliran Dualistis dalam memberikan pengertian tindak pidana memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Sehingga berpengaruh dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana.

Menurut Moeljatno, seorang penganut Aliran Dualistis merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana /tindak pidana sebagai berikut :4

1) Perbuatan (manusia);

2) Memenuhi rumusan dalam undang-undang (merupakan syarat formil); dan 3) Bersifat melawan hukum (merupakan syarat materiil).

Seseorang untuk dapat dipidana, jika orang itu yang melakukan tindak pidana (yang memenuhi unsur-unsur di atas) harus dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Jadi unsur pertanggungjawaban pidana ini melekat pada orangnya/pelaku tindak pidana.

Menurut Moeljatno unsur-unsur pertanggungjawaban pidana meliputi :5

1) Kesalahan 2) Kemampuan bertanggungjawab. 4 Ibid, hlm. 43 5 Ibid, hlm. 44

Berdasarkan pendapat para pakar hukum 2 (dua) aliran di atas, Aliran Dualistis lebih mudah diterapkan karena secara sistematis membedakan antara perbuatan pidana (tindak pidana) dengan pertanggungjawaban pidana. Sehingga memberikan kemudahan dalam penuntutan dan pembuktian tindak pidana yang dilakukan.

Terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana tetapi tidak dapat dipidana, maka hal ini berkaitan dengan teori hukum pidana biasanya alasan-alasan yang menghapuskan pidana dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Alasan Pembenar, yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar.

2. Alasan Pemaaf, yaitu alasan yang menghapuskan keslahan terdakwa tetap bersifat melawan hukum, artinya tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi terdakwa tidak dipidana, karena tidak ada kesalahan.

3. Alasan Penghapus Penuntutan. Bukan ada alasan pembenar atau alasan pemaaf, artinya tidak ada fikiran mengenai sifatnya perbuatan maupun sifatnya orang yang melakukan perbuatan, tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar utilitas atau kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya tidak diadakan penuntutan. Pertimbangan nya disini ialah kepentingan umum. Kalau perkaranya tidak dituntu, tentunya yang melakukan perbuatan tidak dapat dipidana.

Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang lain yang bila dilanggar akan mendapat sanksi yang jelas dan sesuai dengan KUHP dan Undang-Undang lainnya tanpa membedakan jenis kelamin antara laki-laki atau perempuan.

3. Jenis Tindak Pidana

a. Kejahatan dan Pelanggaran

KUHP menempatkan kejahatan di dalam Buku Kedua dan pelanggaran dalam Buku Ketiga, tetapi tidak ada penjelasan mengenai apa yang disebut kejahatan dan pelanggaran. Semuanya diserahkan kepada ilmu pengetahuan untuk memberikan dasarnya, tetapi tampaknya tidak ada yang sepenuhnya memuaskan.

Kejahatan merupakan rechtsdelict atau delik hukum dan pelanggaran merupakan

wetsdelict atau delik undang-undang. Delik hukum adalah pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar rasa keadilan. Sedangkan delik undang-undang melanggar apa yang ditentukan oleh undang-undang, disini tidak tersangkut sama sekali masalah keadilan.6

b. Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materiil

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Sebaliknya dalam rumusan tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena

itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana.

c. Tindak Pidana Sengaja dan Tindak Pidana Kelalaiaan

Tindak pidana sengaja (doleus delicten) adalah tindak pidan yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan. Sementara itu tindak pidana culpa (culpose delicten) adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur culpa. Tindak pidan culpa adalah tindak pidana yang unsur kesalahannya berupa kelalaian, kurang hati-hati, dan tidak karena kesengajaan.

d. Tindak Pidana Aktif (Delik Commisionis) dan Tindak Pidana Pasif (Delik

Omisionis)

Tindak pidana aktif (delik commisionis) adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif (positif). Perbuatan aktif (disebut juga perbuatan materiil) adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat. Berbeda dengan tindak pidana pasif, dalam tindak pidana pasif ada suatu kondisi dan atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk berbuat tertentu, yang apabila ia tidak melakukan (aktif) perbuatan itu, ia telah melanggar kewajiban hukumnya tadi. Disini ia telah melakukan tindak pidana pasif. Tindak pidana ini juga dapat disebut tindak pidana pengabaian suatu kewajiban hukum.

e. Tindak Pidana Biasa (Gewone Delicten) dan Tindak Pidana Aduan (Klacht Delicten)

Tindak pidana biasa adalah tindak pidana tang untuk dilakukannya penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak. Sementara itu, tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang untuk dapatnya dilakukan penuntutan pidana disyaratkan untuk terlebih dulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan.7

Dokumen terkait