TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Tempuyung merupakan Tanaman tahunan, memiliki perakaran yang
cukup dalam, dapat mencapai tinggi 0,3-1,8 m, bergetah, banyak memiliki bunga,
dapat tumbuh liar ditempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit
terlindung, seperti ditebing-tebing, tepi saluran air, atau tanah terlantar dan
tanaman ini merupakan tanaman yang perkembangbiakannya menyebar.
Tumbuhan yang berasal dari Eurasia ini bisa ditemukan pada daerah bercurah
hujan tinggi pada ketinggian 50-1.650 m di atas permukaan laut (Sulaksana, dkk.,
2004).
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan tempuyung sebagai berikut:
Superdivisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Sonchus
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
2.1.2 Nama Lain
Tumbuhan tempuyung memiliki nama lain yaitu:
1. Nama daerah : Lempung, jombang, galibug, rayana (Sunda), tempuyung
(Jawa).
2. Nama asing : Niu she tou (Cina), Laitron des champs (Perancis), Sow
thistle (Inggris) (Sulaksana, dkk., 2004).
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Tumbuhan ini berupa terna tahunan, tinggi 1-2 m, akar tunggang kokoh,
batang berusuk, bergetah putih. Daun bagian bawah terpusar membentuk roset,
bentuk lonjong, pangkal daun berbentuk panah atau jantung, panjang daun 6-48
cm, lebar daun 10 cm; daun bagian atas lebih kecil, duduknya berjauhan dan
bergantian serta jelas memeluk batang. Perbungaan berbentuk bonggol, bonggo l
bunga berukuran 2-2,5 cm, panjang gagang bongkol 1-8 cm, mula-mula berwarna
kuning terang, lama kelamaan berwarna merah kecoklatan. Biji, panjang 4-4,5
mm (Anonim, 1977).
2.1.4 Sifat dan Khasiat Tumbuhan
Daun tempuyung mempunyai rasa pahit dan dingin. Tumbuhan ini juga
memiliki khasiat sebagai pencahar, menurunkan panas, serta menghilangkan
racun. Selain untuk mengobati kelebihan asam urat, tempuyung juga digunakan
untuk penyakit saluran kencing, darah tinggi ringan, kencing batu, bisul,
mengurangi bengkak, mengobati usus buntu ringan dan wasir (Sitanggang dan
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
2.1.5 Kandungan Kimia
Tumbuhan tempuyung mengandung alfa-lactuserol, beta-lactuserol,
manitol, inositol, silika, kalium, flavonoida dan taraksasterol (Sulaksana, dkk.,
2004).
2.2 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia adalah pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap
senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat dalam simplisia tumbuhan.
Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa organik, oleh karena itu skrining
terutama ditujukan terhadap golongan senyawa organik seperti alkaloida,
glikosida, flavonoida, terpenoida, tanin dan lain-lain.
Pada penelitian tumbuhan, untuk aktivitas biologi atau senyawa yang
bermanfaat dalam pengobatan, satu atau lebih konstituen yang mempunyai respon
farmakologi perlu diisolasi. Oleh karena itu pemeriksaan fitokimia, teknik
skrining dapat membantu langkah-langkah fitofarmakologi yaitu melalui seleksi
awal dari pemeriksaan tumbuhan tersebut untuk membuktikan ada tidaknya
senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan tersebut yang dapat dikaitkan dengan
aktivitas biologinya (Farnsworth, 1996).
Hasil skrining fitokimia dari daun tempuyung menunjukkan adanya golongan
senyawa flavonoida, glikosida, steroida/triterpenoida.
2.3 Uraian Kimia 2.3.1 Alkaloida
Alkaloida berasal dari dua suku kata yaitu “Alkali” yang berarti basa dan
“oid” yang berarti mirip sehingga pengertian alkaloida adalah senyawa yang
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
Alkaloida pada umumnya merupakan senyawa padat, berbentuk kristal
atau amorf, tidak berwarna dan mempunyai rasa pahit. Dalam bentuk bebas
alkaloida merupakan basa lemah yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut
dalam pelarut organik. Untuk identifikasi biasanya dilakukan dengan
menggunakan larutan pereaksi yang dapat membentuk endapan dengan alkaloida,
misalnya pereaksi Meyer, Dragendorff dan lain-lain (Rusdi, 1998).
Tidak satupun istilah “Alkaloida” yang memuaskan, tetapi pada umumnya
alkaloida mencakup senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya, sebagai gabungan dari sistem siklik. Alkaloida
merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol dan
digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1987).
2.3.2 Glikosida
Glikosida adalah komponen yang menghasilkan satu atau lebih gula jika
dihidrolisis. Komponen non gula disebut aglikon, komponen gulanya disebut
glikon (Tyler, dkk., 1976).
Berdasarkan atom penghubung bagian gula (glikon) dan bukan gula
(aglikon), maka glikosida dapat dibedakan menjadi:
1. C-glikosida, jika atom C menghubungkan bagian glikon dan aglikon.
2. N-glikosida, jika atom N menghubungkan bagian glikon dan aglikon.
3. O-glikosida, jika atom O menghubungkan bagian glikon dan aglikon.
4. S-glikosida, jika atom S menghubungkan bagian glikon dan aglikon.
Gula yang paling sering dijumpai dalam glikosida ialah glukosa
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
2.3.3 Flavonoida
Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar,
mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, terutama dalam konfigurasi C6
-C3-C6 artinya, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzene
tersubstitusi) yang dihubungkan oleh alifatis tiga karbon.
Gambar 1. Struktur Dasar Flavonoida
Flavonoida mencakup banyak pigmen dan terdapat pada seluruh dunia
tumbuhan mulai dari fungus sampai Angiospermae. Sebagai pigmen bunga,
flavonoida berperan jelas menarik perhatian burung dan serangga penyerbuk
bunga. Beberapa fungsi flavonoida yang lain adalah: pengaturan tumbuh,
pengaturan fotosintesis, kerja mikroba dan antivirus. Flavonoida dalam tubuh
bertindak menghambat enzim lipooksigenase yang berperan dalam biosintesis
prostaglandin. Hal ini disebabkan karena flavonoida merupakan senyawa
pereduksi yang baik sehingga akan menghambat reaksi oksidasi (Robinson,
1995).
2.3.4 Steroida/Triterpenoida
Inti steroida sama dengan inti triterpenoida tetrasiklik. Steroida alkohol
biasanya dinamakan dengan “Sterol,” tetapi karena praktis semua steroida
tumbuhan berupa alkohol seringkali semuanya disebuat “Sterol.” Sterol adalah
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
sterol terutama dianggap sebagai senyawa hormon kelamin (asam empedu), tetapi
pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan
dalam jaringan tumbuhan ( Harborne, 1987; Robinson, 1995).
Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik, kebanyakan berupa alkohol,
aldehida, atau asam karboksilat. Merupakan senyawa yang tidak berwarna,
berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan optis aktif. Identifikasi
dengan pereaksi Lieberman-Burchard (asetat anhidrida + H2SO4pekat)
menunjukkan triterpenoida dan steroida memberikan warna hijau biru (Harborne,
1987).
2.3.5 Saponin
Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai sabun (bahasa
Latin “Sapo” berarti Sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat
dan menimbulkan busa, jika dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja
sebagai antimikroba. Dikenal dua jenis saponin, yaitu glikosida triterpenoida dan
glikosida struktur steroida tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal.
Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter.
Aglikonnya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam
atau hidrolisis memakai enzim (Robinson, 1995).
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara penyarian terhadap simplisia dengan
menggunakan suatu penyari tertentu. Cara pengekstraksian yang tepat tergantung
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
mengekstraksi senyawa yang terdapat dalam tumbuhan terlebih dahulu enzimnya
diinaktifkan dengan mengeringkan bagian tumbuhan yang diambil sebelum
diekstraksi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi dan
sokletasi. Sebagai cairan penyari dapat dipakai air, eter, heksana dan alkohol.
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yaitu dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Metode ini dilakukan bila
jaringan tumbuhan lunak dan konstituen kimia yang dikandungnya tidak tahan
pemanasan.
Sokletasi dilakukan dengan menggunakan cairan penyari yang panas
terus-menerus, ekstraksi dianggap selesai bila tetesan pelarut tidak berwarna lagi.
Ekstraksi berkesinambungan dengan menggunakan alat soklet untuk kandungan
kimia yang tahan pemanasan dan hanya dapat dipergunakan untuk simplisia
tumbuhan dalam jumlah kecil oleh karena keterbatasan daya tampung dari alat
soklet tersebut. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang berulang -
ulang (Harborne, 1987).
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi dengan cairan penyari
dan perkolasi dianggap selesai apabila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif
terhadap pereaksi tertentu. Cairan penyari yang dialirkan secara terus-menerus
dari atas akan mengalir turun secara lambat melalui simplisia (Brain dan Turner,
1975).
2.5 Radang (Inflamasi)
Radang merupakan respon terhadap cedera jaringan atau infeksi. Ketika
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
sel darah putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada tempat jaringan
yang cedera atau infeksi. Proses radang merupakan suatu mekanisme
perlindungan dimana tubuh berusaha menetralisir dan membasmi agen-agen yang
berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk
perbaikan jaringan.
Meskipun ada hubungan antara radang dan infeksi, istilah-istilah ini tidak
boleh dianggap sama. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme dan menyebabkan
radang, tetapi tidak semua radang disebabkan infeksi.
Stimulus-stimulus yang merusak (noksi) dapat berupa noksi kimia, fisika,
bakteri, parasit, dan sebagainya. Lima ciri khas dari radang dikenal sebagai
tanda-tanda utama radang adalah kemerahan (rubor), panas (kalor), pembengkakan
(tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functio laesa) (Kee, 1996).
Inflamasi (radang) dibagi dalam 3 fase yaitu:
• Inflamasi akut: merupakan respon awal terhadap cedera jaringan; hal
tersebut melalui mediator respon inflamasi akut yang terlibat antara lain:
Histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, leukotrin dan pada
umumnya didahului oleh pembentukan respon imun.
• Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan
kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi
antigenik yang terlepas selama respons terhadap inflamasi akut serta
kronis.
• Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak
menonjol dalam respon akut. Mediator inflamasi kronis yang terlibat
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
factor, Tumor necrosis factor-alpha, Interferon, Platelet-derived growth
factor. Salah satu dari kondisi yang paling penting yang melibatkan
mediator-mediator ini adalah arthritis rheumatoid, dimana inflamasi kronis
menyebabkan sakit dan kerusakan tulang (Katzung, 2002).
Mekanisme terjadinya gejala-gejala peradangan dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2: Patogenesis dan Gejala suatu peradangan (Mutschler, 1999).
2.5.1 Gejala-gejala Terjadinya Respons Peradangan a. Kemerahan ( Rubor)
Kemerahan atau rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka
arteri yang mensuplai darah ke daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih Noksi Kerusakan Sel Pembebasan Bahan Mediator Emigrasi Leukosit Eksudasi Proliferasi Sel Perangsangan Reseptor Nyeri Gangguan Sirkulasi Lokal Kemerahan Panas Pembengkakan Gangguan Fungsi Nyeri
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
banyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Pembuluh-pembuluh darah
yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang dengan cepat dan terisi
penuh oleh darah. Keadaan ini dinamakan hiperemia atau kongesti menyebabkan
warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hiperemia pada permulaan
reaksi peradangan diatur oleh tubuh melalui pengeluaran zat mediator seperti
histamin (Price dan Wilson, 1995).
b. Panas (Kalor)
Panas atau kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan. Panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada
permukaan tubuh yakni kulit. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas
dari sekelilingnya, sebab darah dengan suhu 37oC yang disalurkan tubuh
kepermukaan daerah yang terkena radang lebih banyak disalurkan dari pada ke
daerah normal (Price dan Wilson, 1995).
c. Rasa Sakit (Dolor)
Rasa sakit atau dolor dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan
berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf, pengeluaran zat kimia tertentu misalnya mediator
histamin atau pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal dapat menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson,
1995).
d. Pembengkakan (Tumor)
Gejala yang paling menyolok dari peradangan akut adalah tumor atau pembengkakan. Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan permeabilitas dinding
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
cedera. Pada peradangan, dinding kapiler tersebut menjadi lebih permeabel dan
lebih mudah dilalui oleh leukosit dan protein terutama albumin, yang diikuti oleh
molekul yang lebih besar sehingga plasma jaringan mengandung lebih banyak
protein dari pada biasanya yang kemudian meninggalkan kapiler dan masuk
kedalam jaringan sehingga menyebabkan jaringan menjadi bengkak (Price dan
Wilson, 1995).
e. Perubahan Fungsi (Fungsio Laesa)
Gangguan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu proses
radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara
sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit,
pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak
jaringan (Price dan Wilson, 1995).
2.5.2 Mekanisme Terjadinya Radang
Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap
suatu rangsang atau cedera. Setiap ada cedera, terjadi rangsangan untuk
dilepaskannya zat kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya perubahan
jaringan pada reaksi radang tersebut, diantaranya adalah histamin, serotonin,
bradikinin, leukotrin dan prostaglandin. Histamin bertanggung jawab pada
perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yang
didahului dengan vasokonstriksi awal dan peningkatan permeabilitas kapiler, hal
ini menyebabkan perubahan distribusi sel darah merah. Oleh karena aliran darah
yang lambat, sel darah merah akan menggumpal, akibatnya sel darah putih
terdesak kepinggir, makin lambat aliran darah maka sel darah putih akan
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan
berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit,
vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler. Sebagai penyebab radang,
prostaglandin berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator lainnya
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
Enzim lipooksigenase Siklooksigenase
Mekanisme terjadinya inflamasi ditunjukkan pada gambar 3 berikut:
Gambar 3. Bagan mekanisme terjadinya inflamasi (Katzung, 2002). Rangsangan
Kerusakan membran sel
Fosfolipida Asam Arachidonat Fosfolipase Endoperoksida Hidroperoksida Leukotrin LTB4 LTC4/D4/E Aktraksi / aktifasi fagosit Perubahan permeabilitas vaskuler, kontriksi bronkial, peningkatan sekresi Prostaglandin Tromboksan Inflamasi Modulasi Leukosit Prostasiklin Inflamasi Bronkospasme, kongesti, penyumbatan mukus Kortikosteroida
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
Asam arakhidonat merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator
inflamasi. Senyawa ini merupakan mediator inflamasi. Senyawa ini merupakan
komponen utama lipid seluler dan hanya terdapat dalam keadaan bebas dengan
jumlah kecil yang sebagian besar berada dalam fosfolipid membran sel. Bila
membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan maka enzim fosfolifase
diaktivasi untuk mengubah fosfolipid tersebut menjadi asam arakhidonat,
kemudian sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase atau COX dan seterusnya
menjadi prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan. Bagian lain dari asam
arakhidonat diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi leukotrin. Siklooksigenase
terdiri dari dua iso enzim, COX 1 dan COX 2. Iso enzim COX 1 terdapat
kebayakan di jaringan seperti di ginjal, paru-paru, platelet dan saluran cerna
sedangkan COX 2 tidak terdapat dijaringan, tetapi dibentuk selama proses
peradangan oleh sel-sel radang. Leukotrin yang dibentuk melalui alur
lipooksigenase yaitu LTA4 yang tidak stabil yang kemudian oleh hidrolase diubah
menjadi LTB4 atau LTC4, yang terakhir bisa diubah menjadi LTD4 dan LTE4,
selain pada rema, leukotrin juga berperan pada proses peradangan dan alergi pada
asma. Leukotrin dibentuk digranulosit eosinofil dan berkhasiat sebagai
vasokonstriksi di bronkhus dan mukosa lambung. Khusus LTB4 disintesa di
makrofag dan bekerja menstimulasi migrasi leukosit. Mediator-mediator ini
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
2.5.3 Mediator Peradangan
Substansi yang dikeluarkan secara endogen sebagai respon terhadap
peradangan dikenal dengan nama Mediator. Mediator-mediator tersebut adalah
histamin, bradikinin, kalidin, serotonin, prostaglandin dan leukotrin.
Histamin merupakan mediator pertama yang dilepaskan dan segera
muncul dalam beberapa detik yang menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler. Histamin bekerja pada dua reseptor yang berbeda yang disebut reseptor
H1 dan reseptor H2. Stimulasi reseptor H1 menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah besar, kontraksi otot bronkhus, otot usus dan otot uterus. Stimulasi reseptor
H2 menyebabkan dilatasi pembuluh paru-paru, meningkatkan frekuensi jantung
dan kenaikan kontraktilitas jantung serta kenaikan sekresi kelenjar terutama dalam
mukosa lambung. Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino
histidin yang terdapat dalam semua jaringan tubuh. Konsentrasi tertinggi terdapat
dalam paru-paru, kulit dan dalam saluran cerna. Histamin akan dibebaskan dari
sel-sel pada reaksi hipersensitivitas, rusaknya sel (misalnya pada luka) serta akibat
senyawa kimia pembebas histamin.
Bradikidin dan kalidin merupakan mediator yang dapat bereaksi lokal
menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan
berperan meningkatkan potensi prostaglandin.
Serotonin (5-HT) berasal dari asam amino esensial triptamin melalui
hidroksilasi dan dekarboksilasi, terdapat dalam platelet darah, mukosa usus dan di
beberapa bagian otak. Pada trombosit berfungsi meningkatkan agregasi dan
mempercepat penggumpalan darah sehingga mempercepat hemostasis (Mutschler,
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
Prostaglandin hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan atau radang. Prostglandin sebagai penyebab radang bekerja lemah,
namun berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator atau substansi lainnya
yang dibebaskan secara lokal, seperti histamin, serotonin dan leukotrin.
Prostaglandin dapat menimbulkan vasodilatasi, dan meningkatkan aliran darah
lokal (Ganiswarna, 1995).
2.6 Obat-obat Antiradang
Obat-obat antiradang adalah golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau merangsang peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui
berbagai cara, yaitu menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin,
menghambat migrasi sel-sel leukosit kedaerah radang, menghambat pelepasan
prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya. Berdasarkan mekanisme
kerjanya, obat-obat antiradang dibagi menjadi dua golongan utama yaitu:
2.6.1 Obat-obat Antiradang Golongan Steroida (Glukokortikoid)
Efek glukokortikoid berhubungan dengan kemampuannya untuk
merangsang biosintesis protein lipomodulin yang dapat menghambat kerja
enzimatik fosfolipase, suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap pelepasan
asam arakhidonat dan metabolitnya seperti prostaglandin (PG), leukotrin (LT),
prostasiklin dan tromboksan. Glukokortikoid dapat memblok jalur
sikolooksigenase dan lipooksigenase, sedangkan NSAID (non-steroida
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
Efek glukokortikoid pada arthritis rheumatoid bersifat segera. Contoh
senyawa yang termasuk golongan ini adalah Hidrokortison, Prednisolon,
Betametason, Triamsinolon, dan sebagainya (Katzung, 2001).
2.6.2 Obat-obat Antiradang Golongan Non Steroida
Non-steroid antiinflamatory drugs (NSAID) merupakan obat-obat “seperti
aspirin” yang menghambat sintesa prostaglandin. Obat-obat ini mempunyai efek
analgetik dan antipiretik yang berbeda-beda tetapi terutama dipkai sebagai agen
antiradang untuk meredakan radang dan nyeri. Golongan obat ini menghambat
enzim siklooksigenase tetapi tidak pada enzim lipooksigenase sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi terganggu yang mengakibatkan terhambatanya
pelepasan mediator nyeri seperti prostaglandin, tromboksan. Ketika memberikan
NSAID untuk mengatasi nyeri, dosisnya biasanya lebih tinggi daripada untuk
pengobatan radang. Efek antipiretiknya tidak sekuat dari efek antiradangnya.
Kecuali aspirin, preparat-preparat NSAID tidak dianjurkan pemakaiannya untuk
meredakan sakit kepala yang ringan dan demam. Oleh karena itu NSAID lebih
cocok untuk mengurangi pembengkakan, nyeri dan kekakuan sendi-sendi (Kee
dan Evelyn, 1996).
Obat-obat antiinflamasi non steroida (NSAID) merupakan suatu grup obat
yang secara kimiawi tidak sama, berbeda aktivitas antipiretik, analgesik, dan
antiinflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim
siklooksigenase. Aspirin adalah prototipe dari grup ini yang paling umum
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
Obat antiinflamasi non steroida (NSAID) terdiri dari:
1. Turunan asam salisilat, contoh: aspirin, diflunsial, sulfasalazin,
olsalazin.
2. Turunan para aminofenol, contoh: asetaminofen
3. Turunan indol dan asam indene asetat, contoh: indometasin,
sulindak, etodolak
4. Turunan heteroaril asetat, contoh: Tolmetin, diklofenak,
ketorolak
5. Turunan asam arilpropionat contoh: ibuprofen, naproksen,
fenoprofen, ketoprofen dan sebagainya
6. Turunan asam antranilat (fenamat) contoh: asam mefenamat,
asam meklofenamat
7. Turunan asam enolat, contoh: oksikam (piroksikam,
tenoksikam), pirazolidin (fenilbutazon, oksifentatrazon)
Linnon Bastian Lumbanraja : Skrining Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Radang Pada Tikus, 2009.
2.7 Indometasin Rumus bangun:
Gambar 4. Rumus Indometasin.
Rumus molekul : C19H16ClNO4
Nama Kimia : Asam 1-(p-klorbenzoil)-5-metoksi-2-metil-indola-3-asetat
Pemerian : Serbuk hablur, polimorf, berwarna kuning pucat hingga
kuning kecoklatan, tidak berbau atau hampir tidak berbau.
Peka terhadap cahaya; melebur pada suhu ±162oC