• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Umum Tentang Serat

Dietary fiber didefinisikan sebagai bagian dari komponen bahan pangan

nabati yang tidak dapat dicerna oleh saluran pencernaan manusia. Definisi ini

diperluas lagi sehingga seluruh polisakarida dan lignin yang tidak dapat dicerna

oleh saluran pencernaan manusia termasuk ke dalam dietary fiber. Didasarkan

atas fungsinya di dalam tanaman, dietary fiber dibagi menjadi tiga fraksi utama,

yaitu :

Polisakarida struktural, terdapat dalam dinding sel dan terdiri dari selulosa dan

polisakarida non-selulosa, hemiselulosa (arabinoksilan, galaktomanan dan

glukomanan), substansi pektat, betaglukan, musilase, gum, dan polisakarida

algal.

Non-polisakarida struktural, sebagian besar terdiri dari lignin.

Polisakarida non-struktural, termasuk gum dan mucilage serta polisakarida

lainnya seperti karagenan dan agar dari alga dan rumpur laut.

(Apriyantono, et al., 1989).

Serat dalam makanan atau disebut juga serat makanan umumnya berasal

dari serat buah dan sayuran atau sedikit yang berasal dari biji-bijian dan serealia.

Serat makanan terdiri dari serat kasar (crude fiber) dan “serat makanan” (dietary

fiber). Serat kasar adalah serat secara laboratorium dapat menahan asam kuat

(acid) atau basa kuat (alkali), sedangkan serat makanan adalah bagian dari

Oleh karena itu kadar serat kasar selalu lebih rendah dibandingkan serat

makanan, karena asam kuat (asam sulfat) dan basa kuat (natrium hidroksida)

memiliki kemampuan yang lebih besar untuk memecahkan (menghidrolisa)

komponen-komponen makanan dibandingkan dengan enzim pencernaan.

Kandungan serat dalam bahan pangan (serat makanan) sangat tergantung kepada

jenis bahan pangan tersebut. Serat dalam makanan digolongkan menjadi dua

golongan yaitu :

1. Serat yang larut atau SDF (Soluble Dietary Fiber) adalah serat makanan

yang dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendap oleh air

yang telah dicampur dengan empat bagian etanol. Gum, pektin dan

sebagian hemiselulosa larut yang terdapat dalam dinding sel tanaman

merupakan sumber serat makanan. Ada juga beta-glukan terdapat pada oat

dan barley, seaweed seperti alginat, karagenan dan agar yang merupakan

serat dari tumbuhan laut. Serat bakteri seperti nata de coco dan lignin yang

terdapat pada buah dan sayur.

2. Serat yang tidak larut atau IDF (Insoluble Dietary Fiber) adalah serat

makanan yang tidak larut dalam air panas maupun dingin. Sumber IDF

yaitu selulosa, lignin dan sebagian besar hemiselulosa, sejumlah kecil

kutin, lilin yang terdapat hampir di semua jenis bahan pangan nabati

khususnya buah dan sayuran.

(Anwar, 2002).

Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah

diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih dan terdiri dari selulosa dengan

Sifat Fisik Serat Makanan

Sifat fisik penting pertama adalah kelarutan. Ada dua tipe serat makanan

yaitu yang larut dalam air dan yang tidak larut dalam air. Kelarutan dari gum,

pektin, musilase dan kemampuannya membentuk larutan dengan viskositas

tertentu atau perbedaan kekuatan gel sangat dipengaruhi oleh ukuran dan

distribusi polimer yang berbeda yang terkandung pada setiap sumber serat

makanan (Grace, et al., 1991).

Sifat fisik penting yang kedua adalah kapasitas mengikat air yaitu

kemampuan serat makanan yang tidak larut dalam air untuk mengembang dan

menyerap air. Kemampuan ini dipengaruhi oleh ukuran partikel dan distribusi.

Sebagai contoh selulosa murni dengan kadar komersial, umumnya akan berkurang

kemampuan mengikat air dengan berkurangnya ukuran partikel. Sedangkan

kemampuan mengikat air dari total serat makanan tergantung dari pH dan jenis

makanan (Grace, et al., 1991).

Sifat fisik yang dominan akan terjadi yaitu tingginya nilai penyerapan air

(NPA) dan nilai kelarutan air (NKA). Fenomena tersebut sejalan dengan sifat

instan yaitu meningkatnya kelarutan dan penyerapan yang disebabkan oleh

rendahnya karbohidrat dan tingginya gula pereduksi yang bersifat higroskopis

(Antarlina, 2002).

Kelompok sayuran sebagai sumber serat makanan larut yang tinggi adalah

kangkung, bayam, selada, brokoli, kacang panjang, terong bulat, buncis,terong

panjang, dan wortel. Kelompok sayuran dengan kadar serat makanan yang larut

rendah adalah daun katuk, sawi hijau, sawi putih, kubis/kol, bunga kol, tauge,

Tingginya daya serap air dihubungkan dengan kemampuan produk untuk

mempertahankan tingkat kadar air terhadap kelembaban lingkungan dan peranan

gugus hidrofilik pada susunan molekulnya. Penyerapan sekitar 20-25% dari total

beratnya (Afrianti,2004).

Komposisi Kimia Sayuran Yang Mengandung Serat

Adapun komposisi kimia jagung sayur dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Komposisi Kimia Jagung Sayur, Daun Singkong, Kangkung dan Pakis

Komponen Jagung sayur Daun Singkong Kangkung Pakis

Kalori (kal) 129 73 29 35 Protein (g) 4,1 6,8 3 4 Lemak (g) 1,3 1,2 0,3 0,3 Karbohidrat (g) 30,3 13 5,4 6,4 Kalsium (mg) 5 165 73 42 Fosfor (mg) 108 54 50 172 Besi (mg) 1,1 2,0 2,5 1,3 Vitamin A (SI) - 11000 6300 2881 Vitamin B1 (mg) 0,18 0,12 0,07 - Vitamin C (mg) 9 27,5 32 30 Air (g) 63,5 77,2 89,7 88 bdd (%) 28 87 70 70

Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996).

Manfaat Serat

Dalam bidang kesehatan, berbeda jenis serat berbeda khasiat yang

terkandung di dalamnya. Misalnya serat yang tidak larut seperti selulosa dan

hemiselulosa baik untuk kesehatan usus, memperlancar keluarnya feses,

mencegah wasir, dan baik untuk mengontrol berat badan. Sedangkan serat larut

gula darah sehingga lebih tepat untuk kesehatan jantung dan mengurangi resiko

diabetes (Anwar, 2002).

Salah satu bukti paling jelas manfaat serat adalah pada penanganan

konstipasi (sembelit). Serat mencegah dan mengurangi konstipasi karena dapat

menyerap air ketika melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran

feses. Akan tetapi jika asupan air rendah, serat justru akan memperparah

konstipasi atau bahkan dapat menyebabkan gangguan pada usus besar. Tambahan

dua gelas air dari kebutuhan enam gelas air per hari diperlukan untuk

mengimbangi peningkatan konsumsi serat (Siagian, 2003).

Bahan Yang Digunakan Dalam Ekstraksi

1. Asam Asetat

Asam asetat lebih banyak diproduksi pada konsentrasi gula yang tinggi.

Jumlah asam asetat yang diproduksi selama fermentasi adalah kecil, biasanya

lebih kecil dari 0,030 g/100 ml, tergantung pada jenis fermentasi dan kondisi

fermentasi. Jumlah asam asetat yang tinggi dapat terjadi akibat kegiatan bakteri

sebelum, selama dan sesudah fermentasi. Bertambahnya asam asetat ini karena

terjadinya oksidasi alkohol dan perombakan bakteri terhadap gula, asam sitrat,

gliserol dan lainnya (Oxtoby, et al., 2003).

2. Asam Klorida

Asam klorida menjadi sumber utama klorin untuk pemutih. Zat ini berada

dalam bentuk tidak murni; di atas suhu 900oC, zat ini bereaksi dengan klorin dan

kokas menghasilkan titanium tetraklorida. Asam klorida berwujud gas pada

kondisi kamar dan larut dalam air membentuk asam kuat. Hidrogen klorida dibuat

katalis platinum atau sebagai produk samping dari pengolahan bahan kimia

organik. Larutan berairnya yaitu asam klorida adalah asam industri utama yang

banyak digunakan untuk membersihkan permukaan logam (Oxtoby, et al., 2003).

Penambahan asam klorida dapat mempengaruhi pH. Bila pH yang

mendekati netral maka jumlah asam yang dikandung relatif rendah sehingga

ikatan glikosida yang membentuk polisakarida lebih kuat dan akibatnya

pemutusan rantai heksosa dari ikatan polisakarida yang mendekati pH netral

menjadi lebih sulit (Meyer, 1970).

Serat dengan hidrolisis asam klorida menghasilkan serat yang strukturnya

renggang, sehingga air lebih mudah menguap pada waktu pengeringan. Struktur

serat yang agak rapat akan lebih tinggi daya ikat airnya, selain itu terjadi

pemutusan ikatan hidrogen pada rantai linier dan berkurangnya daerah amorf yang

mudah dimasuki air (Afrianti, 2004).

3. Asam Sulfat

Asam sulfat adalah bahan kimia yang diproduksi dalam jumlah besar di

dunia. Manfaatnya berkisar mulai dari pengolahan logam sampai produksi

obat-obatan dan manufaktur pupuk. Sejumlah kecil SO3 yang dihasilkan (bersama

dengan SO2 yang menjadi produk utamanya) diembunkan dan dimasukkan

ke dalam air untuk membuat asam sulfat. Suatu penemuan yang tidak sengaja

mengungkapkan bahwa penambahan natrium nitrat atau kalium nitrat

meningkatkan rendeman SO3. Bahan baku utama untuk membuat asam sulfat

adalah sulfur atau sulfur dioksida. Sumber untuk bahan kimia ini telah berubah

dari waktu ke waktu, didasari atas pertimbangan harga dan keinginan untuk

kental yang membeku pada suhu 10,4oC dan mendidih pada suhu 279,6oC. Asam

sulfat dapat dicampur dengan air dalam segala perbandingan, dengan

membebaskan banyak sekali kalor. Dalam pengasaman, lapisan oksida pada

permukaan logam dilarutkan melalui reaksi dengan asam (Oxtoby, et al., 2003).

4. Asam Nitrat

Salah satu produk yang dibuat dari amonia yang paling penting adalah

asam nitrat. Asam nitrat memiliki konsentrasi sekitar 50 sampai 65% berdasar

massa. Penyulingan untuk mengeluarkan air tidak meningkatkan konsentrasi

di atas 69% HNO3, yaitu “konsentrasi asam nitrat” yang umumnya digunakan

di laboratorium. Penambahan zat pendehidrasi kuat (asam sulfat pekat) dan

penyulingan memisahkan lebih banyak air dan menghasilkan larutan yang

mengandung 95% sampai 98% asam nitrat (asam nitrat berasap)

(Oxtoby, et al., 2003).

Proses Pembuatan Serat Dari Sayur-Sayuran

Sortasi

Sortasi dan penggolongan mutu sangat diperlukan untuk menggolongkan

bahan pangan sesuai dengan ukuran dan ada tidaknya cacat. Penggolongan mutu

adalah klasifikasi komoditi dan kelompok menurut standar yang secara komersil

dapat diterima (Satuhu, 1996).  Pencucian

Oleh karena konsumen menginginkan hasil yang bersih maka kebanyakan

buah-buahan dan sayuran dicuci setelah dipanen. Pencucian meningkatkan

penampakan hasil, dimana sering sekali pada hasil terdapat kotoran, tanah,

dipandang. Tidak jarang pula masih terdapat sisa-sisa fungisida dan insektisida

pada hasil (Pantastico, 1993).

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran (tanah) yang

menempel, residu fungisida atau insektisida, dan memperoleh penampakan yang

baik. Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan air atau dengan sikat

(Baliwati, et al., 2004). Perendaman

Bahan-bahan yang masih kotor dicuci bersih hingga bebas dari pasir dan

kotoran-kotoran lainnya. Bahan yang telah dicuci kemudian direndam dalam

larutan kaporit 0,25% selama 5 jam. Dengan perendaman ini diharapkan bahan

menjadi lebih putih. Setelah perendaman, bahan-bahan yang telah putih tersebut

dicuci kembali dengan air mengalir untuk menghilangkan bau kaporit. Kaporit

yang tergolong dalam senyawa klorin bila dicampur dengan air akan terhidrolisis.

Asam hipoklorit akan terdisosiasi dalam air membentuk ion hidrogen (H+) dan ion

hipoklorit (OCl-). Pada pH rendah asam hipoklorit lebih dominan, sedangkan pada

pH tinggi, ion hipoklorit lebih terdapat dalam jumlah lebih banyak

(Laksmi, 1987).

Bahan-bahan yang telah selesai direndam dalam larutan kaporit segera

dibilas dengan air mengalir agar kotoran-kotoran dan bau kaporit dapat

dihilangkan (Wahyu, 1990).  Pengeringan

Kegiatan-kegiatan bakteri membutuhkan kelembaban. Jadi, pengeringan

pangan, yang menurunkan kandungan air secara berarti, membantu menghentikan

meningkat untuk zat-zat makanan yang tahan terhadap panas, cahaya dan

pengaruh udara dalam jangka waktu lama (Harper, et al., 1986).

Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume

bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang

pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga

memudahkan transpor, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih

murah. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas

permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan

waktu pengeringan (Winarno, 1993).

Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan

bahan dalam oven pada suhu 105 – 110oC selama 3 jam atau sampai didapat berat

yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya

air yang diuapkan (Winarno, 1997).  Penepungan dan Pengayakan

Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan campuran butir dengan

ukuran tertentu agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan atau

bentuk komersial yang diinginkan (Bernasconi, et al., 1995).

Ayakan biasanya berupa anyaman dengan mata jala yang berbentuk bujur

sangkar atau empat persegi panjang, berupa plat yang berlubang-lubang bulat atau

bulat panjang. Ayakan terbuat dari material yang dapat berupa paduan baja, nikel,

tembaga, kuningan, perunggu, sutera, dan bahan-bahan sintetik. Material ini harus

dipilih agar ayakan tidak cepat rusak karena karat maupun gesekan. Selain itu,

selama proses pengayakan, ukuran lubang ayakan harus tetap konstan. Yang

1. Ukuran dalam mata jala

2. Jumlah mata jala (mesh) per satuan panjang, misalnya per cm atau per inci

3. Jumlah mata jala per satuan luas, umumnya per cm2

(Bernasconi, et al., 1995). Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses untuk memisahkan campuran beberapa zat

menjadi komponen-komponen yang terpisah. Pada dasarnya efisiensi ekstraksi

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : waktu, suhu, dan pH ekstraksi

(Whistler, 1960).

Tingkat kecepatan ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas

permukaan antara padatan dan cairan, gradien konsentrasi, suhu, dan kecepatan

aliran pelarut. Suhu ekstraksi untuk beberapa bahan perlu ditetapkan untuk

menghindari perubahan fisik dan kimia yang tidak diinginkan, dimana dapat

menurunkan kualitas produk (Brennan, et al., 1976).

Ekstraksi dilakukan pada suasana sedikit asam. Proses pengasaman

bertujuan untuk memecahkan dinding sel sehingga memudahkan proses ekstraksi.

Pengasaman juga dapat menghancurkan dan melarutkan kotoran, sehingga bahan

lebih bersih. Pengasaman dapat dilakukan dengan menggunakan asam sulfat,

asam asetat atau asam sitrat (Winarno, 1980).

Proses pemasakan dilakukan dengan penambahan asam 0,5% sampai

pH 6. Selama pemasakan akan terjadi penghancuran dinding sel yang terjadi

akibat hidrolisis pada waktu pengasaman maupun pada waktu ekstraksi. Proses

penghancuran dinding sel bertujuan untuk memperluas permukaan bahan

Faktor yang mempengaruhi hidrolisis asam adalah konsentrasi asam, lama

hidrolisis, suhu, dan perlakuan pendahuluan. Selanjutnya dikatakan bahwa

semakin tinggi suhu, reaksi hidrolisis akan berjalan semakin cepat

(Millet, et al., 1976).

Perubahan suhu akan mempengaruhi ikatan kimia yang menentukan

struktur gel. Jika suhu meningkat, ikatan kimia pembentukan gel akan

merenggang sehingga terbentuk cairan yang kental. Hal sebaliknya terjadi apabila

cairan didinginkan, ikatan kimia pembentuk gel akan saling merapat kembali

membentuk jalinan yang kuat. Gel tipe ini disebut thermoreversible

(Fennema, 1976).

Pada pemasakan asam sewaktu suhu dinaikkan, suspensi serat dihidrolisis

dengan penambahan asam. Selama pemanasan granula serat akan mengembang,

semakin meningkat suhu pemanasan pengembangan granula semakin besar

(Afrianti, 2004).

Pemasakan dengan menggunakan asam klorida menyebabkan kadar abu

cenderung meningkat. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu

bahan organik. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral

dalam suatu bahan merupakan garam organik (seperti garam-garam malat, oksalat,

asetat dan pektat) dan garam anorganik (seperti garam fosfat, karbonat, klorida,

sulfat dan nitrat). Semakin tinggi kadar abu pada serat menunjukkan kualitasnya

yang kurang baik, karena dalam kandungan nutrisi serat tersebut banyak terdapat

mineral-mineral anorganik (Afrianti, 2004).

Agar diperoleh rendemen yang maksimal dan bermutu baik, dilakukan

yang dilakukan misalnya proses saat pemotongan, pencucian dan pengayakan.

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap jumlah dan mutu serat yang terekstrak

adalah suhu, waktu dan keasaman selama ekstraksi berlangsung. Faktor lain

seperti jenis asam harus mendapat perhatian, karena semakin kuat asam yang

digunakan maka akan meningkatkan jumlah rendemen (Hanifah, 2002).  Penyaringan

Bahan-bahan yang diekstraksi disaring dan penyaringan yang umum

dilakukan dengan menggunakan kain blacu berwarna putih. Dalam penyaringan

ini akan diperoleh filtrat. Ampas yang tertinggal pada kain blacu dipress.

Pengepresan yang baik akan menghasilkan ampas dengan kandungan air 76-78%

(Soebardjo, et al., 1988).

Karakteristik dan Sifat Asam yang digunakan dalam Ekstraksi

Menurut Keenan, et al., (1995), asam kuat seperti HCl, H2SO4 dan HNO3

di dalam air akan membentuk larutan dengan kuat asam yang relatif sama. Tetapi

untuk beberapa senyawa hidroksi dari bukan logam yang merupakan donor proton

yang baik, bila mengandung atom oksigen dalam jumlah yang banyak yang terikat

pada unsur bukan logam, akan lebih mempercepat suatu reaksi, karena makin

mudah H+ disumbangkan, sehingga menghasilkan rendemen yang semakin tinggi.

Menurut Fessenden and Fessenden (1999), pereaksi reduksi-oksidasi kuat

(seperti HCl, H2SO4 dan HNO3) mengoksidasi dan mereduksi gugus aldehid dan

gugus hidroksil dari monosakarida, menghasilkan suatu produk tertentu. Jadi

pengaruh oksidasi dan reduksi dapat mentransformasikan galaktosa menjadi

galakturonat yang merupakan struktur dari asam pektinat. Ini sejalan dengan

melalui aksi dari pereduksi dan pengoksidasian. Proses oksidasi dan reduksi,

memungkinkan degradasi struktur rantai pada atom C dari karbohidrat.

Pengaruh proses oksidasi akan menyebabkan pemutusan rantai karbon

(depolimerisasi) dan oksidasi gugus aldehid dan gugus hidroksil dari

monosakarida. Apabila selama ektraksi terjadi proses hidrolisis yang berlangsung

cepat disertai dengan proses oksidasi dapat mempercepat terjadinya deesterifikasi,

demetilasi dan depolimerisasi, dimana reaksi ini membutuhkan air. Sedangkan

proses depolimerisasi dapat menimbulkan degradasi asam pektinat, sehingga

terbentuk polimer asam pektinat yang pendek. Semakin pendek

polimer-polimer asam pektinat, akan lebih mudah melepaskan air (akan terjadi penguapan

larutan yang digunakan sebagai larutan pengekstraksi), sehingga menyebabkan

Dokumen terkait