• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci

Menurut sistem Binomial, bangsa kelinci diklasifikasikan sebagai berikut ; Ordo : Lagomorpha, Famili : Leporidae, Sub famili : Leporine, Genus : Lepus, Orictolagus., Spesies : Lepus spp., Orictolagus spp. Jenis yang umum diternakkan adalah American Chinchilla, Angora, Belgian, Californian, Dutch, English Spot, Flemish Giant, Havana, Himalayan, New Zealand Red, White dan Black, Rex Amerika. Kelinci lokal yang ada sebenarnya berasal dari dari Eropa yang telah bercampur dengan jenis lain hingga sulit dikenali lagi. Jenis New Zealand White dan Californian sangat baik untuk produksi daging, sedangkan Angora baik untuk bulu (Priyatna, 2011).

Daging kelinci memiliki kadar gizi yang tinggi yaitu protein sebesar 20,8% dan lemak yang rendah sebesar 10,2%, dibandingkan ternak lain seperti sapi memiliki protein lebih rendah sebesar 16,3% dan lemak tinggi sebesar 22% seperti yang tertera dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya

Jenis Ternak Protein (%) Lemak (%) Kadar Air (%) Kalori (%)

Kelinci 20,8 10,2 67,9 7,3 Ayam 20,0 11,0 76,6 7,5 Anak sapi 18,8 14,0 66,0 8,4 Kalkun 20,1 28,0 58,3 10,9 Sapi 16,3 22,0 55,0 13,3 Domba 15,7 27,7 55,8 13,1 Babi 11,9 40,0 42,0 18,9 Sumber : Sarwono (2001)

Dari data Statistik Peternakan Sumatera Utara (2011), terdapat perkembangan populasi ternak kelinci di beberapa kabupaten/ kota di Sumatera

paling banyak diikuti beberapa daerah berikutnya seperti Simalungun, Labuhan Batu Utara, Batubara, Langkat dan kabupaten lainnya seperti yang tertera pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Perkembangan populasi ternak kelinci per kabupaten/kota di Sumatera Utara (ekor) No Kabupaten/kota Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 1. Tapanuli Selatan 0 0 171 205 210 2. Simalungun 0 0 3.353 3.588 3.664 3. Karo 17.314 28.924 30.565 11.769 12.019 4. Langkat 0 0 0 986 1.007 5. Nias Selatan 0 0 0 658 672 6. Batubara 288 353 355 1.253 1.280

7. Labuhan Batu Utara 0 0 0 1.392 1.422

8. Sibolga 0 0 0 426 435 9. Tanjung Balai 0 84 30 0 0 10. Pematang Siantar 0 0 125 266 272 11. Medan 326 0 0 0 0 12. Binjai 426 0 1.160 0 0 13. Padang Sidempuan 0 0 0 83 85 Jumlah 18.354 29.361 35.759 20.626 21.063 Sumber : Data Statistik Peternakan Sumatera Utara (2011)

Kelinci Rex

Berdasarkan sejarahnya, kelinci Rex pertama kali dikembangkan di Perancis. Pada tahun 1929, Amerika Serikat turut mengembangkan kelinci ini. Pada awalnya, kelinci Rex dikembangkan sebagai kelinci hias. Namun, lama-kelamaan dimanfaatkan sebagai kelinci penghasil kulit bulu (fur). Kelinci Rex memiliki bulu pendek yang halus dan tebal sehingga industri kulit Hongkong dan Kanada mulai melirik potensi ini. Bentuk badan Rex bulat memanjang seperti kapsul, terlihat gempal, dan memiliki tulang yang kuat. Telinganya yang panjang memiliki ciri tegak ke atas. Umumnya, bobot tubuh Rex dewasa berkisar antara 2,7-3,6 kg. Rex memiliki warna dan corak yang beragam. Beberapa warna dan corak Rex yang sering ditemui diantaranya putih polos (White Rex), hitam (Black

Rex), biru (Blue Rex), ungu merah muda (Lilac Rex), cokelat emas (Nutria Rex), merah kuning keemasan (Orange Rex), cokelat keemasan (Cinamon Rex), cokelat kehitaman (Havana Rex), totol hitam (Dalmation Rex), kombinasi hitam oranye (Harlequin Rex), kucing siam (Siamese Sable Rex) dan papillon (English Spot atau Dominan Spot) (Masanto dan Agus, 2010).

Gambar 1. Kelinci Rex dengan warna kombinasi hitam oranye Tabel 3. Produksi dan reproduksi kelinci Rex

Produksi dan reproduksi kelinci Rex Data

Lama penyapihan 6 – 8 minggu

Umur dewasa kelamin 2 bulan

Umur dewasa tubuh 4 bulan

Lama bunting 29 – 32 hari

Lama produksi 1-3 tahun

Bobot dewasa 2,7 – 3,6 kg

Sumber: Kartadisastra (1994)

Pakan Ternak Kelinci

Untuk memaksimalkan pertumbuhan dan kerja sistem tubuh kelinci, pakan yang diberikan harus memiliki kandungan gizi yang baik dan seimbang. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan cara pemberian pakan yang bervariasi. Pakan yang diberikan untuk kelinci sedikitnya mengandung unsur gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat kasar, kadar garam, mineral dan

metabolisme tubuh kelinci. Karena itu sebaiknya pemberian air minum bagi kelinci jangan sampai telat atau kehabisan (Masanto dan Agus, 2010).

Protein dalam ransum ternak mempunyai peranan penting diantaranya untuk pembentukan jaringan tubuh, misalnya urat-urat, daging dan kulit. Selain itu, protein juga berfungsi memproduksi air susu, pertumbuhan badan dan pertumbuhan bulu. Oleh sebab itu, protein sangat dibutuhkan hewan muda yang sedang dalam pertumbuhan dan induk yang sedang menyusui. Kekurangan protein pada ternak kelinci dan hewan lainnya dapat menghambat pertumbuhan sehingga ternak tumbuhnya tidak normal (Rukmana, 2011).

Kebutuhan pakan yang seimbang harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi kelinci. dalam beternak kelinci pedaging, hal ini perlu diperhatikan agar kelinci dapat mencapai bobot maksimal pada waktu yang telah ditentukan. Karena itu, peternak harus mengetahui kebutuhan gizi masing-masing kelinci. Karena kebutuhan gizi kelinci berbeda-beda sesuai dengan umur dan kondisi kelinci. pada Tabel 4 perbandingan kebutuhan gizi pakan pada beberapa fase hidup kelinci. Tabel 4. Kebutuhan gizi kelinci

Periode Kebutuhan gizi (%)

Protein Lemak Serat kasar

Bunting 15 – 17 3 – 6 12 – 16

Menyusui 24 – 26 3 – 6 12 – 16

Dewasa 12 – 15 2 – 4 16 – 22

Muda 16 – 18 3 – 6 12 – 16

Sumber : Muslih et al., (2005)

Selain kebutuhan gizi, kelinci pedaging juga harus terpenuhi kebutuhan bahan keringnya. Jumlah pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan kelinci sesuai umur dan bobotnya. Jumlah pakan yang kurang menyebabkan kenaikan bobot tubuh kelinci akan lambat. Sementara itu, jumlah pakan yang

berlebihan hanya menyebabkan pemberian pakan tidak efesien dan menambah biaya produksi (Muslih et al.,2005).

Tabel 5. Kebutuhan bahan kering kelinci

Periode Bobot (kg) Bahan kering (%) Kebutuhan bahan kering (g/ekor/hari) Muda 1,8 – 3,2 6,2 – 5,4 112 – 173

Dewasa 2,3 – 6,8 4,0 – 3,0 92 – 204 Bunting 2,3 – 6,8 5,0 – 3,7 115 – 251

Menyusui 4,5 11,5 520

Sumber : NRC (1977)

Teknologi Pengolahan Pakan Berbentuk Pellet

Pellet merupakan jenis pakan berbentuk padat yang terdiri atas campuran dari berbagai jenis bahan pakan. Beberapa komponen penyusun pellet khusus kelinci ini diantaranya ampas tahu, bekatul, jagung, biji-bijian atau kacang-kacangan dan pakan hijauan. Karena kandungan gizinya yang cukup lengkap, pellet dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci. Penggunaan pakan pellet juga lebih praktis dan dapat membuat kandang tetap terjaga kebersihannya. Pasalnya, pakan tidak akan banyak berceceran dan kering. Bagi peternak kelinci yang berminat membeli pakan pellet dapat mencarinya di beberapa peternakan kelinci yang memproduksi pellet. Namun, untuk menghemat biaya, pellet bisa juga dibuat atau diolah sendiri (Priyatna, 2011).

Untuk membuat pakan bentuk crumble atau pellet dari pakan bentuk tepung maka harus dilakukan proses lebih lanjut. Selain itu juga perlu dilakukan pengujian kepadatan atau kerekatannya jika mau dibuat pakan bentuk pellet. Caranya, ambil pakan yang berbentuk secukupnya lalu dijemur. Setelah kering, kalau pellet yang dihasilkan keras dan tidak mudah pecah berarti baik. Namun jika

sintesis (white pellard) atau tepung tapioka. Penambahan bahan tersebut bertujuan untuk membantu tingkat kekerasan pellet seperti yang diinginkan (Rasidi, 2002).

Berikut tabel bahan pakan yang digunakan sebagai penyusun pellet kelinci beserta kandungan nutrisinya :

Tabel 6. Kandungan nutrisi bahan pakan penyusun pellet No Nama Bahan PK (%) EM (kkal/mg) SK (%) LK (%) Ca (%) P (%) 1. Dedak padi 12* 1650* 13* 12* 0,12* 0,21* 2. Daging Pod Kakao Fermentasi 12,38** 1768*** 30,19** 4,18** 0 0 3. T. Jagung 8,6* 3370* 2* 3,9* 0,01* 0,1* 4. B. Kedelai 45* 2240* 6* 0,9* 0,32* 0,29* 5. B. Kelapa 18,58* 2212* 15* 1,8* 0,18* 0,56* 6. Ultra Mineral 0 3370* 0 0 50* 25* 7. M. Nabati 0 8600* 0 100* 0 0 8. Molases 0,65* 2330* 0,38* 0,08* 1* 01* Sumber : * Parakkasi (1999)

** Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2013) *** Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2013)

Perbedaan bentuk fisik ransum juga sangat mempengaruhi bobot potong dan bobot karkas kelinci. Hal ini terlihat pada hasil penelitian Syahril (2013), dimana bobot potong dan bobot karkas kelinci yang diberi pakan bentuk pellet memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan kelinci yang diberi pakan bentuk mash.

Dedak Padi

Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari hasil pemisahan beras dengan kulit gabah melalui proses penggilingan dan pengayakan padi (Parakkasi, 1995). Dedak mengandung paling tidak 65% dari zat gizi mikro penting yang terdapat pada beras dan komponen tanaman bermanfaat yang disebut fitokimia, berbagai vitamin (thiamin, niacin, vitamin B-6), mineral (besi, fosfor,

magnesium, potassium), asam amino, asam lemak esensial, dan antioksidan. Kandungan kaya gizi itu, membuat dedak menjadi bahan pangan fungsional yang penting, yang mengurangi risiko terjangkitnya penyakit dan meningkatkan status kesehatan tubuh. Dedak juga merupakan bahan bersifat hipoalergenik dan sumber serat makan (dietary fiber) yang baik (Hariyadi, 2003).

Sebagai bahan pakan asal nabati, dedak mempunyai kandungan nutrinya juga cukup baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12%, kandungan lemak kasar 12%, serat kasar 13%, kalsium 0,1%, phospor 1,3% dan TDN 64% (Hartadi et al,. 1997).

Pod Kakao dan Potensi Kakao di Indonesia

Kulit buah coklat adalah kulit bagian terluar yang menyelubungi biji coklat dengan tekstur kasar, tebal dan agak keras. Kulit buah memiliki 10 alur dengan ketebalan 1–2 cm. Pada waktu muda, biji menempel pada bagian dalam kulit buah, tetapi saat masak biji akan terlepas dari kulit buah. Buah yang masak akan berbunyi bila digoncang

Kulit buah cokelat atau pod kakao dapat dimanfaatkan sebagai campuran bahan makanan ternak. Kulit buah cokelat jika dibenamkan ke dalam tanah akan meningkatkan jumlah hara tersedia. Di samping itu, kulit buah cokelat juga dapat digunakan sebagai sumber gas bio dan bahan pembuatan pektin. Tabel 7 menunjukkan persentase bagian-bagian di dalam cokelat.

Tabel 7. Persentase bagian-bagian di dalam cokelat Komponen Kadar (%) Segar Kering Kulit 68,5 47,2 Plasenta 2,5 2,0 Biji 29,0 50,8

Sumber : Siregar et al. (2009)

Gambar 2. Bagian-bagian di dalam cokelat

Hasil ikutan pertanian pada umumnya mempunyai kualitas yang rendah karena berserat kasar yang tinggi dan dapat mengandung anti nutrisi. Pod kakao

mengandung lignin dan theobromin yang sangat tinggi. Selain mengandung serat kasar yang tinggi sekitar 40,03% dan protein yang rendah sebesar 9,71%

(Laconi, 1998), pod kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20–27,95% (Amiroenas, 1990). Lignin yang berikatan dengan selulosa tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak. Upaya peningkatan kualitas dan nilai gizi pakan serat hasil ikutan pertanian yang berkualitas rendah merupakan upaya strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan.

Perbedaan kandungan nutrisi antara pod kakao tanpa fermentasi dan pod kakao difermentasi, daging buah kakao tanpa fermentasi dan daging buah kakao fermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Kulit luar kakao Pod kakao

Daging buah Biji kakao

Tabel 8. Perbedaan kandungan nutrisi antara pod kakao fermentasi dan daging pod kakao fermentasi

Bahan pakan Kandungan

PK (%) LK (%) SK (%)

Pod kakao 6,16* 1,89* 33,90*

Pod kakao fermentasi 10,46* 1,06* 36,34*

Daging buah kakao direndam 8,20** 3,08** 34,26** Daging buah kakao direndam + direbus 8,42** 4,09** 34,04** Daging buah kakao direndam + difermentasi 10,32** 2,82** 32,09** Daging buah kakao direndam + direbus +

difermentasi

12,38** 4,18** 30,19** Sumber : *Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2011)

**Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2013)

Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerob (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerob tetapi terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefenisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerob dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dihasilkan dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat dan hidrogen. Beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman berakohol lainnya. Respirasi anaerob dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi yang menghasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya. Akumulasi asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan pada otot (http://id.wikipedia.org/wiki/fermentasi, 2013).

Inokulen Cair

Inokulan cair adalah kumpulan mikroorganisme dalam bentuk cair. Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah 10 liter air sumur, 1,5 liter air tebu, 60 gr ragi tape, 60 gr ragi tempe, 2 sendok makan yogurt. Cara pembuatannya adalah semuanya dimasukkan ke galon ukuran 20 liter, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan 3 hari. Inokulan cair menghasilkan gas yang dapat membuat plastik itu menjadi menggelembung dan dari situ kita dapat mengetahui apakah inokulan cair itu dapat digunakan atau tidak. Inokulan cair yang dapat digunakan hanya inokulan yang menghasilkan gas yang dapat membuat plastik menjadi menggelembung apabila plastik tidak menggelembung maka inokulan cair itu tidak dapat digunakan (Ginting, 2009).

Tujuan tahapan ini adalah untuk membiakkan mikroorganisme yang berdasarkan hasil penelitian Koji Takakura akan mampu mendegrasi sampah organik yang berasal dari dapur rumah tangga. Mikroorganisme dasar adalah Saccharomyses sp yang berasal dari ragi tape, Rhizopus sp dari ragi tempe dan Lactobacillus sp yang berasal dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1) sifat-sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces sp akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam amino, 2) sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus sp akan mengeluarkan enzim proease yang akan merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana, dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air, 3) sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus sp akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak (Ginting, 2009).

Mikroorganisme Fermentasi Rhizopus sp

Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh ke arah atas dan mengandung ratusan spora. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Opson, 2006).

Kapang golongan Rhizopus sp sangat berperan penting dalam proses

fermentasi tempe dan memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim β-glukosidae. Selama proses fermentasi kedelai berlangsung menjadi tempe,

isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon aglikon oleh enzim β-glukosidae yang disekresikan oleh mikroorganisme. Isoflavon mempunyai

potensi yang lebih aktif sebagai antioksidan, antihemolisis, antibakteri, anti jamur dan anti kanker, bila dibandingkan dengan senyawa asalnya yaitu isoflavon glukosida. Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh aktivitas enzim β -glukosidae. Enzim ini selain terdapat didalam kedelai juga diproduksi oleh mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung dan mampu memecah komponen glukosia menjadi aglikon dan gugus gula (Ewan et al., 1992).

Saccharomyces sp

Saccharomyces sp merupakan genus ragi/khamir/yeast yang memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces sp merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 30oC dan pH 4,8. Beberapa kelebihan Saccharomyces sp dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces sp mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida sp dan Trochosporon sp. Pertumbuhan Saccharomyces sp dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28-30o C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces cerevisidae, Saccharomyces boullardii dan Saccharomyces uvarum

Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting dalam pembuatan industri makanan. Banyak kegiatan khamir dalam makanan yang dikehendaki untuk dimanfaatkan dalam pembuatan bir, anggur, roti, produk makanan terfementasi dan sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal untuk fortifikasi makanan ternak. Seperti galur atau strain Saccharomyces sp yang hingga saat ini paling banyak digunakan untuk keperluan tersebut.

Lactobacillus sp

Lactobacillus sp adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri ini umum dan tidak bahaya bagi kesehatan. Banyak spesies dari Lactobacillus sp memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman sangat baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah memiliki genom sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sp sering digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, acar, bir, anggur (minuman), cuka, kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan hewan, seperti silase. Laktobasili, terutama L. casei dan L. brevis, adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir. Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat

Bobot potong

Bobot potong merupakan bobot hidup akhir seekor ternak sebelum dipotong/disembelih. Semakin tinggi bobot sapih pada seekor ternak maka semakin tinggi pula bobot potong. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi persentase bobot karkasnya. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh

Berikut ini beberapa langkah menyembelih kelinci yang baik dan benar. Puasakan kelinci (stoving) selama 6-10 jam sebelum dipotong untuk mengosongkan saluran pencernaan (usus). Namun demikian, air minum tetap diberikan. Sembelih kelinci dengan cara yang benar dimana penyembelihan dilakukan dengan memotong urat leher (vena jugularis) hingga benar-benar terpotong menggunakan pisau yang tajam. Dalam penyembelihan, kepala tidak sampai terputus dari tubuh. Tunggu sampai kelinci benar-benar mati, ditandai dengan kelinci sudah tidak bergerak/ tidak bernapas lagi dan darahnya keluar sempurna. Selain halal, metode penyembelihan ini juga akan menghasilkan daging yang bagus untuk konsumsi manusia dan kulitnya bisa dimanfaatkan untuk bahan berbagai produk. Pemotongan ini bisa dilakukan oleh satu atau orang, tergantung keahlian dari pemotong. Jika dilakukan oleh dua orang maka seorang memegang ternak pada bagian kuping dengan kepala diarahkan ke belakang serta memegang kaki. Sementara seseorang lagi melakukan penyembelihan. Jika penyembelihan hanya dilakukan oleh satu orang, caranya adalah dengan menjepit tubuh kelinci diantara dua paha. Tangan kiri memegang kepala kelinci dan tangan kanan menyembelih. Gantung kelinci yang telah disembelih dengan cara mengikat kedua kaki belakang. Lakukan pengulitan mulai dari kaki belakang kearah kepala dengan hati-hati agar kulit yang juga bernilai ekonomis tinggi tidak rusak atau tersayat-sayat sehingga akan merugikan. Sayat kulit perut dari pusar menuju ekor. Kemudian, keluarkan jeroan, seperti usus, jantung dan paru-paru. Hal yang perlu diperhatikan adalah kantung kemih jangan sampai pecah karena dapat mempengaruhi kualitas karkas (Masanto dan Agus, 2010).

Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas

Karkas pada ternak kelinci diperoleh dari hasil penimbangan dari daging bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah, ekor dan kulit. Besarnya bobot karkas tergantung besarnya kelinci yang akan dipotong selain itu kondisi kelinci juga sangat berpengaruh diantaranya yang memiliki bentuk badan bulat, berbadan lebar padat dan singset menunjukkan keadaan fisik yang prima dan bertenaga kuat mencerminkan kandungan dagingnya yang banyak dan merupakan penghasil daging yang baik (Sarwono, 2001).

Gambar 3. Bagian-bagian karkas kelinci

Menurut pembagiannya, karkas ternak kelinci dapat dipotong sesuai dengan porsinya masing-masing menjadi delapan potongan daging, yaitu : dua potong kaki depan (dengan melepaskan pergelangan kaki dan pangkal paha depan pada skapula), dua potong kaki belakang (dipotong pada sendi antara tulang lumbal terakhir dengan tulang sakral pertama), dua potong bagian dada sampai leher (dipotong pada pangkal leher dan dipisahkan dari pinggang dengan membuat pototngan antara tulang rusuk terakhir), dan dua potong bagian pinggang (dipotong dari tulang rusuk terakhir hingga pada potongan pangkal paha belakang) (Kartadisastra, 1997).

Menurut Kartadisastra (1997), karkas pada ternak kelinci adalah bagian yang sudah dipisahkan dari kepala, jari-jari kaki, kulit, ekor dan jeroan. Besarnya bobot karkas tergantung pada besar kecilnya tubuh kelinci, penanganan kelinci, jenis kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, serta kesehatan ternak. Berat karkas yang baik berkisar antara 50% sampai 55% dari berat badan hidupnya.

Persentase bobot karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot hidup yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong sebenarnya, karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan organ dalam yang beratnya untuk masing-masing ternak berbeda. Persentase karkas dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot hidup dan akan diikuti dengan peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain itu persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur potong dan jenis kelamin (Soeparno, 1994).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan salah satu kebutuhan dasar pangan masyarakat. Pada umumnya konsumsi daging masyarakat Indonesia terutama golongan berpenghasilan rendah yang merupakan bagian terbanyak, yaitu 60% dari total jumlah penduduk Indonesia 253 juta (Statistik, 2012), masih sedikit dan jauh dari pemenuhan kebutuhan gizi. Karena itu usaha penyediaan daging yang cukup memadai dan terjangkau oleh seluruh masyarakat sangat penting. Untuk menunjang usaha perbaikan gizi rakyat, perlu kiranya lebih dianekaragamkan penyediaan jenis-jenis ternak potong. Dan salah satu ternak kecil yang patut dipertimbangkan adalah kelinci.

Seekor kelinci bisa menghasilkan daging 50-55% setiap kilogram bobot badan. Daging kelinci mengandung lemak dan kolesterol jauh lebih rendah dibanding dengan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi, tetapi kandungan proteinnya lebih tinggi.

Beternak kelinci bertujuan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis dari usaha tersebut dengan pemilihan pakan yang sesuai. Jenis pakan yang dipakai tidak bersaing dengan manusia atau industri bidang peternakan seperti ayam. Pendayagunaan pakan yang tidak berasal dari bahan makanan manusia diutamakan dalam peternakan kelinci.

Bahan baku yang umum digunakan sebagai bahan ransum mengalami peningkatan harga, misalnya dedak padi, kebutuhan yang terus meningkat

Dokumen terkait