• Tidak ada hasil yang ditemukan

LESTARI MDS dg RAPFISH

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Perikanan

Sumber daya perikanan merupakan sumber daya alam yang didukung oleh sumber daya manusia, modal, teknologi dan informasi, yang mencakup seluruh potensi lautan maupun perairan daratan yang dapat didayagunakan untuk kegiatan usaha perikanan (Setyohadi 1997). Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang relatif besar, akan tetapi sumber daya ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk mengolah dan mengeksploitasi sumber daya tersebut. Beberapa jenis ikan telah mengalami gejala tangkap lebih (over fishing) dibeberapa perairan nusantara. Hal ini disebabkan adanya ketimpangan struktur armada penangkapan yang didominasi oleh perahu kapal tanpa motor. Dengan komposisi ini, maka kawasan perairan yang mengalami tekanan eksploitasi yang besar adalah perairan pantai (Dahuri 2002).

Sumber daya hayati atau stok mampu tumbuh dalam kelimpahan dan biomassa, akan tetapi akan sampai pada suatu batas tertentu. Batas-batas terhadap pertumbuhan, ditentukan oleh ukuran populasi saat ini dalam hubungannya dalam kelimpahan rata-ratanya dalam keadaan tidak diusahakan. Sumber daya perikanan laut termasuk pada kriteria sumber daya alam yang dapat diperbaharui, namun demikian pemanfaatan sumber daya ini harus tetap rasional untuk menjaga kesinambungan produksi dan kelestarian sumber daya. Secara umum sumber daya perikanan dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok yaitu sumber daya ikan demersal, sumber daya pelagis kecil, sumber daya pelagis besar dan sumber daya biota laut (Naamin 1987). Sumber daya ini apabila dalam eksploitasinya tidak mematuhi aturan atau melampaui produksi tahunan bersih, maka kehancuran sumber daya menjadi tinggi. Hal ini berarti bahwa sumber daya tersebut akan menepis atau terkuras dengan berjalannya waktu.

Suatu pendekatan di dalam pengelolaan sumber daya perikanan, membutuhkan strategi dan rencana pengelolaan yang meliputi pengembangan pertimbangan yang jelas tentang tindakan bersifat kehati-hatian yang diambil untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan. Mengingat pengembangan berlebihan dan kapasitas pemanenan adalah penyebab yang lazim dan akibat yang tidak diinginkan. Suatu rencana pengelolaan sumber daya perikanan harus memasukkan mekanisme pemantauan dan pengendalian kapasitas. Disamping itu, pertimbangan harus diberikan pada bagaimana ketidakpastian dan kelalaian diperhatikan dalam mengembangkan dan membuat berbagai langkah pengelolaan sumber daya perikanan.

2.2 Konsep Pembangunan Perikanan Berkelanjutan

Dalam Undang –undang Nomor 31 Tahun 2004 dijelaskan bahwa perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi dan kelestarian yang berkelanjutan.

Bengen (2002) menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batas (limit) pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumber daya alam yang ada di dalamnya. Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak (absolute), melainkan merupakan batas yang luwes yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumber daya alam, serta kemampuan biosfir untuk menerima dampak kegiatan manusia. Dengan perkataan lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan manusia tidak rusak. Secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi yakni : a.Ekologi, b.sosial-ekonomi-budaya, c.sosial politik dan d. Hukum dan kelembagaan. Konsep lain yang dikemukakan Clark (1996) bahwa pembangunan berkelanjutan yakni konsep pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan yang bermakna permanen, ekstraksi ataupun pemanfaatan sumber daya tidak boleh melebihi jumlah yang dapat diproduksi atau dihasilkan dalam kurun waktu yang sama.

Walaupun selama ini konsep keberlanjutan dalam perikanan sudah mulai dapat dipahami, namun dalam menilai secara komprehensif dan terpadu nampaknya mengalami kesulitan dalam menganalisisnya. Diharapkan dalam pengambilan kebijakan benar – benar berdasarkan kajian ilmiah secara terpadu dan realistis. Paradigma pembangunan perikanan pada dasarnya mengalami evolusi dari paradigma konservasi (biologi) ke paradigma rasional (ekonomi), kemudian ke paradigma sosial / komunitas. Namun, ketiga paradigma tersebut masih tetap relevan dalam kaitan dengan pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Pembangunan perikanan yang berkelanjutan haruslah mengakomodasikan ketiga aspek tersebut di atas. Oleh karena itu, komsep pembangunan perikanan yang berkelanjutan sendiri mengandung aspek (Charles 2001):

a. Keberlanjutan ekologi, dalam pandangan ini memelihara keberlanjutan stok / biomass sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem menjadi perhatian utama.

b. Keberlanjutan sosio - ekonomi, konsep ini mengandung makna bahwa pembangunan perikanan harus memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu. Dengan kata lain, mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi merupakan perhatian kerangka keberlanjutan.

c. Keberlanjutan komunitas, mengandung makna bahwa keberlanjutan kesejahteraaan dari sisi komunitas atau masyarakat haruslah menjadi perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan.

d. Keberlanjutan kelembagaan. Dalam kerangka ini, keberlanjutan kelembagaan yang menyangkut pemeliharaan aspek finansiil dan administrasi yang sehat merupakan prasyarat ketiga pembangunan keberlanjutan di atas.

Berdasarkan definisi yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan perikanan berkelanjutan adalah langkah strategis pembangunan dalam memanfaatkan sumber daya perikanan secara bijaksana dan konsisten untuk memenuhi kenutuhan manusia saat ini dan juga untuk generasi yang akan datang secara berkelanjutan dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan etik.

Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan merupakan hal yang cukup sulit dan menantang tanpa disertai dengan pengelolaan bukan saja dapat mengabaikan kemunduran kualitas sumber daya dan lingkungan tetapi juga berdampak dalam hal distribusi pendapatan dan kesejateraan masyarakat. Tanpa pengaturan, sektor pembangunan yang tampaknya kuat dapat menjadi dominan, sebaliknya sektor yang tampaknya lemah akan makin berkurang dan akhirnya hilang (Nikijuluw 1995). Pengelolaan perikanan yang tidak bertanggungjawab juga akan mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan perairan yang akan merugikan perikanan itu sendiri.

Dalam memahami sumber daya alam, terdapat dua pandangan yang umumnya digunakan. Pertama adalah pandangan konservastif atau sering disebut juga pandangan pesimis atau Prespektif Malthusian. Dalam pandangan ini risiko akan terkurasnya sumber daya alam menjadi perhatian utama. Sumber daya ini dianggap sebagai sumber daya tidak terpulihkan (exhaustible) dimana memiliki supply yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumber daya tersebut akan menghabiskan cadangan sumber daya. Dengan demikian dalam pandangan ini, sumber daya alam harus dimanfaatkan secara hati-hati karena adanya faktor ketidakpastian terhadap apa yang akan terjadi untuk generasi mendatang. Pandangan kedua adalah pandangan eksploitatif atau sering disebut sebagai Prespektif Ricardian. Dalam pandangan ini dikenal dengan "flow" atau sumber daya yang dapat diperbaharui dimana sumber daya diasumsikan memiliki supply yang infinite atau tak terbatas.

Dalam pandangan ini sumber daya ada yang tergantung pada proses biologi untuk regenerasinya dan ada yang tidak. meskipun demikian, untuk sumber daya yang biasa melakukan proses regenerasi jika telah melewati batas titik kritis kapasitas maksimum secara diagramatik akan berubah menjadi sumber daya yang tidak diperbaharui (Anwar 2002; Fauzi 2000). Hal tersebut menunjukkan bahwa sumber daya perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa. Sebagai salah satu sumber daya alam yang bersifat dapat diperbaharui (renewable), pengelolaan sumber daya ini memerlukan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati. Mengingat sifat dari sumber daya perikanan yang dikenal dengan akses (open access) yang memberikan anggapan bahwa setiap orang atau individu merasa memiliki sumber daya tersebut secara bersama (common property). Menurut Anwar (2002), pada keadaan sumber daya yang bersifat "open access resource" akan terjadi pengurasan sumber daya yang pada akhirya akan terjadi kerusakan sumber daya. Hal ini terjadi karena semua individu baik nelayan maupun pengusaha perikanan laut akan merasa mempunyai hak untuk mengeksploitasi\sumber daya laut dan memberlakukannya sesuka hati dalam rangka masing-masing memaksimumkan bagian (share) keuntungan, tetapi tidak seorangpun mau memelihara kelestariannya. Oleh karena itu, sifat "open access resource" tersebut dapat dikatakan tidak ada yang punya atau sama saja dengan tidak ada hak yang jelas atas sumber daya yang bersangkutan (res commune is res nullius).

2.3 Kebijakan Pembangunan Perikanan

Menurut Parsons (2001), kebijakan adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik, dan merupakan manivestasi dari penilaian yang

penuh pertimbangan. Pada dasarnya kebijakan dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kebijakan privat dan kebijakan publik (Simatupang, 2001). Kebijakan privat adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain. Kebijakan publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan melalui kewenangan pemerintah yang legitimate untuk mendorong, menghambat, melarang atau mengatur tindakan privat (individu maupun lembaga swasta). Dalam hal ini Hogwood and Gunn (1986) mengemukakan adanya 2 (dua) ciri dari kebijakan publik, yaitu :

(1) Dibuat atau diproses oleh lembaga pemerintahan atau berdasarkan prosedur yang ditetapkan pemerintah.

(2) Bersifat memaksa atau berpengaruh terhadap tindakan privat (masyarakat luas atau publik).

Berangkat dari pemahaman diatas, maka kebijakan pembangunan perikanan dapat dikelompokan kedalam kebijakan publik, yaitu suatu keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan perikanan, guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu, kegiatan pembangunan perikanan termasuk didalamnya pembangunan perikanan tangkap, merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.

Dalam pembangunan perikanan, keberadaan sumber daya ikan menjadi sangat penting, karena dia bersama sumber daya lingkungan dan sumber daya buatan manusia termasuk manusianya merupakan unsur- unsur yang ada dalam sumber daya perikanan. Dengan demikian, pengelolaan sumber daya perikanan meliputi penataan pemanfaatan sumber daya ikan, pengelolaan lingkungan serta pengelolaan kegiatan manusia (Nikijuluw, 2002). Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa, upaya mengelola sumber daya perikanan pada dasarnya secara implisit merupakan tindakan menyusun langkah - langkah untuk membangun perikanan. Hal ini pula yang menyebabkan, sering kali tujuan pengelolaan sumber daya perikanan sama dengan tujuan pembangunan perikanan. Tujuan pembangunan perikanan sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Republik Indonesia No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, adalah sebagai berikut:

(1) Meningkatkan taraf hidup ne layan kecil dan pembudidaya ikan kecil. (2) Meningkatkan penerimaan dan devisa negara.

(3) Mendorong perluasan dan kesempatan kerja.

(4) Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein hewani. (5) Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan.

(6) Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing.

(7) Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan. (8) Mencapai pemanfaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan

lingkungan sumber daya ikan secara optimal.

(9) Menjamin kelestarian sumber daya ikan, l ahan pembudidayaan ikan dan tata ruang.

Disisi lain juga disadari bahwa dalam kegiatan perikanan tangkap, pada umumnya terdapat adanya ketergantungan ekonomi nelayan terhadap pelaku ekonomi yang bermodal besar. Bentuk ketergantungan ini, menurut Kusumastanto (2003) adalah berupa :

(1) Ketergantungan finansial industri, artinya masyarakat nelayan menjadi unsur utama dalam proses produksi, baik sebagai pelaku maupun tenaga kerja. Sementara disisi lain, aktivitas ekonomi secara dominan dikuasai oleh kekuatan industri dan secara finansial dikendalikan oleh pemilik modal besar.

(2) Ketergantungan teknologi industri, artinya unit bisnis dan industri di wilayah nelayan bisa jadi dimiliki oleh nelayan lokal (tradisional, kecil atau menengah), akan tetapi teknologinya dikuasai atau dimiliki oleh perusahaan multinasional dengan modal besar.

2.4 Kesejahteraan Nelayan

Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, yaitu sebuah lingkungan pemungkiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron 2001). Sementara dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Berbicara masalah kesejahteraan nelayan, pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dengan persoalan kemiskinan nelayan itu sendiri. Pakpahan et al. (1995) mengemukakan bahwa kemiskinan adalah masalah yang bersifat kompleks dan multi dimensional, baik dilihat dari aspek kultural maupun struktural. Namun demikian, dalam teori Maslow dikemukakan bahwa manusia pada umumnya secara sadar maupun tidak didalam hidupnya akan selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang bersifat berjenjang (Hermanto et al., 1995). Dalam hal ini setelah satu jenjang kebutuhan terpenuhi, maka manusia akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan yang berada pada jenjang diatasnya. Jenjang kebutuhan dasar manusia dimaksud ada 7 (tujuh) macam, yang disusun secara berurutan dari yang paling bawah ke atas sebagai berikut :

(1) Kebutuhan fisiologis.

(2) Kebutuhan akan rasa aman dalam arti luas, yaitu selain kebutuhan rasa aman secara fisik juga kebutuhan akan rasa keyakinan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasarnya pada masa yang akan datang.

(3) Kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan rasa kasih sayang, dimana salah satu penjelasannya adalah keadaan dimengerti dan diterima dengan sepenuh hati oleh pihak lain.

(4) Kebutuhan akan penghargaan. (5) Kebutuhan akan aktualisasi diri.

(6) Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami sesuatu. (7) Kebutuhan akan estetika atau keindahan.

Lebih lanjut, Pakpahan et al. (1995) juga mengemukakan adanya 2 (dua) masalah utama yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, yaitu market failure dan political failure. Market failure terjadi apabila sebagian besar kelompok miskin termasuk dalam angkatan kerja (labor force) memperoleh upah yang tidak mencukupi kebutuhan dasar (pangan, sandang, kesehatan, pendidikan) mereka. Adapun political failure terjadi apabila struktur politik-ekonomi yang ada telah menyebabkan terjadinya distorsi dalam penyampaian kepentingan kelompok miskin. Kombinasi keduanya akan lebih

memperparah keadaan dan lebih mempersempit ruang gerak untuk mengatasi masalah kemiskinan ini. Sementara Mulyadi (2005) menunjukkan adanya 4 (empat) masalah pokok yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu: (1) Kurangnya kesempatan (lack of opportunit y).

(2) Rendahnya kemampuan (low of capabilities). (3) Kurangnya jaminan (low of level-security).

(4) Keterbatasan hak-hak sosial, ekonomi dan politik.

Disamping hal yang telah diuraikan diatas, untuk mengatasi persoalan kemiskinan pada masyarakat nelayan, adalah juga mengandung pengertian berupaya meningkatkan kesejahteraan nelayan itu sendiri. Dalam konteks usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan, maka upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah melalui peningkatan efisiensi usaha dan peningkatan pendapatan.

III. METODELOGI PENELITIAN

Dokumen terkait