• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi (Ferraz et al. 2006), jaringan keras scaffolds (Hassna et al. 2003), dan berbagai produk sel terapi seperti hormon, enzim, vaksin, dan asam nukleat yang dapat meningkatkan teknologi diagnosis dan pengobatan penyakit manusia, serta pemeliharaan dan penumbuhan sel mamalia secara in vitro.

Keramik hidroksiapatit berpori sangat berguna dalam sistem pengiriman obat, pelepasan obat yang lambat, lokal, dan berkelanjutan untuk berbagai pengobatan penyakit. Keramik hidroksiapatit berpori dapat mengontrol sistem pengiriman obat tulang karena sifat fisikokimia dan sifat biologinya (Lakshmi dan Cato 2005). Kebutuhan kapsul keramik diperlukan untuk mengendalikan pelepasan obat pada penyakit kronis atau pada tindakan bedah lokal. (Thibaud et al. 2006).

Fluks suatu zat di lapisan berpori dipengaruhi kelarutan fisiologis dalam cairan tubuh dan atau ikatan kimia yang dibentuk oleh molekul dengan dinding pori-pori (Werner et al. 2008). Beberapa penelitian telah dilakukan dengan berbagai jenis kalsium fosfat berpori untuk pengiriman obat. Telah pula dilakukan penelitian hidroksiapatit berpori dengan derajat porositas bimodal (60% dan 40%) sebagai bahan pengiriman obat untuk obat-obatan anti inflamasi (Lee et al. 2010). Bahan lain dengan porositas bimodal telah digunakan untuk bahan pengiriman terkontrol anti-radang, hidrokortison asetat (Tsuyoshi et al. 2007). Telah dikembangkan pula butiran hidroksiapatit berpori dan butiran hidroksiapatit berfluor yang diaplikasikan untuk sistem pengiriman obat tulang. Juga diketahui bahwa penggabungan ion fluoride ke dalam struktur hidroksiapatit dapat merangsang proliferasi sel tulang dan meningkatkan deposisi mineral baru dalam tulang cancellous. hidroksiapatit berfluor juga menunjukkan integrasi yang baik di jaringan tulang dan waktu resorpsi lebih lama daripada kalsium fosfat konvensional. Pada aplikasi biomedis lebih disukai

hidroksiapatit berbentuk bulat untuk menghilangkan reaksi peradangan pada jaringan halus tubuh.

Gambar 1. Butiran hidroksiapatit (Toibah dan Iis. et al. 2007).

Penelitian mengenai sistem pengiriman obat tulang mengembangkan penggunaan keramik kalsium fosfat berpori yang terikat dengan antibiotik melalui matriks polimer yang dapat dibiodegradasi. Penggunaan polimer biodegradabel berguna untuk memperoleh bahan pengiriman dan pelepasan obat tulang terkontrol. Banyak jenis polimer biodegradable yang telah digunakan untuk tujuan ini misalnya gelatin, albumin, dan polylactic glycol acid (PLGA).

Hidroksiapatit berpori telah lama digunakan untuk pengganti tulang buatan. Tujuan utama dari teknik jaringan adalah perbaikan, regenerasi, dan rekonstruksi dari jaringan yang hilang, rusak atau degeneratif jaringan. Meskipun jaringan tulang mempunyai kemampuan regenerasi sendiri yang sangat baik, namun proses penyembuhan tulang akan sulit untuk cacat tulang yang besar maka perlu melalui pencangkokan. Dengan demikian sangat penting untuk menyesuaikan sifat osteokonduktif pori keramik dengan osteoinduktif atau sifat osteogenik dari sel-sel tulang hidup. Tingkat degradasi implan hampir sama dengan kecepatan pembentukan jaringan, oleh karena itu aspek penting dalam pengembangan tulang dan bahan organ pengganti adalah pembuatan matriks pendukung atau scaffold, morfologi, struktur mikro dan makroskopik termasuk ukuran pori, interkonektivitas pori, biokompatibilitas, osteokonduktivitas, kekuatan mekanik, dan kemampuan biodegradasi.

Hasil analisis histologis osteokonduksi in vivo hidroksiapatit berpori menunjukkan bahwa dalam waktu enam minggu setelah implantasi tulang terjadi pertumbuhan dalam seluruh bagian hidroksiapatit berpori dan diikuti dengan peningkatan kekuatan tekan hidroksiapatit berpori. Penelitian menunjukkan bahwa formasi tulang awal dalam pori dapat dilihat setelah dua minggu implantasi, dan bahkan pada delapan minggu setelah implantasi volume tulang membesar terdeteksi di daerah tengah implan. Kombinasi hidroksiapatit berpori dan sel batang mesenchymal berpeluang untuk pengganti cangkok tulang yang sesuai karena sifat mekanis dan kemampuan merangsang pembentukan tulang yang baik.

Persyaratan Karakteristik Fisik Hidroksiapatit Berpori untuk Tulang Pengganti

Pengembangan bahan pengganti tulang berpori ditujukan untuk meniru struktur mikro dan berpori dari mineral tulang hidup (Yarlagadda et al. 2005). Keramik makrobioaktif dan mikropori mempunyai luas permukaan yang besar dan memberi kontak osteogenesis yang sesuai. Hal ini untuk mencegah gangguan formasi jaringan ikat yang akan menghambat stabilitas jangka panjang dari implan.

Karakteristik fisik hidroksiapatit berpori meliputi tingkat porositas, distribusi ukuran pori, morfologi dan orientasi pori, dan pengaruh interkonektivitas penetrasi pori tulang dalam implan (Nasim et al. 2010). Karakteristik pori sangat penting dalam tulang karena memiliki korelasi dengan derajat pertumbuhan tulang, terutama porositas, distribusi ukuran pori, morfologi dan orientasi pori, serta tingkat interkonektivitas pori. Pori interkonektivitas memungkinkan sirkulasi dan pertukaran cairan tubuh, difusi ion, pasokan gizi, penetrasi sel osteoblas, dan vaskularisasi.

Selain hidroksiapatit berpori konvensional, telah dikembangkan pula keramik berpori dengan distribusi ukuran pori bimodal (Toibah dan Iis 2008] atau bahkan keramik berpori dengan gradien porositas untuk merangsang struktur bimodal dari tulang alami (Young et al. 2010).

Gambar 2. Observasi SEM morfologi hidroksiapatit berpori dengan gradien porositas (Toibah dan Iis 2007).

Pembentukan Hidroksiapatit Berpori

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk pembentukan hidroksiapatit berpori , antara lain sebagai berikut :

1. Pembentukan struktur berpori menggunakan partikel volatile yang dapat membentuk pori ketika terjadi pembakaran selama sintering

2. Pembentukan struktur berpori melalui pencampuran dengan porogens yang larut dalam air dengan bubuk hidroksiapatit tanpa

3.

proses sintering Konversi kerangka karang laut dan tulang

4. alami Teknik keramik 5. berbusa Metode polimer

Reaksi pembentukan hidroksiapatit yang melibatkan reaksi antara asam (H sponge

3PO4) dan basa (Ca(OH)2

10Ca(OH)

) antara lain sebagai berikut :

2 + 6H3PO4  Ca10(PO4)6(OH)2 + 18H2O

Berbagai jenis pereaksi dapat digunakan untuk membuat pori misalnya parafin, naftalena, karbon, pati, tepung, atau polimer sintetik yang dicampur dengan serbuk hidroksiapatit atau suspensinya. Pori dapat terbentuk ketika dilakukan sintering, partikel porogen yang terjebak akan meninggalkan hidroksiapatit sehingga membentuk pori. Cara ini memungkinkan pengendalian langsung terhadap karakteristik pori dari fraksi, ukuran, morfologi, dan distribusi sesuai dengan zat

porogen yang digunakan. Keramik berpori yang diperoleh dengan metode ini biasanya berukuran pori diameter 0,1-5000 µm (Toibah dan Iis 2008).

Pada penelitian ini akan digunakan metode pembentukan struktur berpori hidroksiapatit menggunakan partikel volatile. Komponen pembentuk hidroksiapatit berupa kalsium hidroksida dan asam fosfat, direaksikan pada suhu dan pH tertentu. Endapan hidroksiapatit yang terbentuk kemudian ditambah zat porogen, pembentuk pori, dengan konsentrasi dan jenis yang divariasi. Porogen yang digunakan adalah hidrogen peroksida, polivinil alcohol, etilin glikol, dan polietilin glikol. Dengan perlakuan pemanasan bertahap 100, 300, 600, dan 900 oC diharapkan terbentuk hidroksiapatit berpori dengan ukuran pori yang bervariasi secara karakteristik untuk jenis dan konsentrasi porogen tertentu.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir BATAN. Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung dari bulan Desember 2010 - Mei 2011.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : alat-alat gelas, pengaduk dan pemanas magnet, oven, furnace, hydraulic press, difraktometer sinar-X (XRD) Philips PW 1710, scanning electromicroscope (SEM) Philips 515., analisis aktivasi neutron (AAN), fourier transform infra red (FTIR) Jasco 410. Bahan-bahan yang digunakan antara lain asam fosfat, kalsium oksida, ammonia, hidrogen peroksida (H2O2

Tata Kerja

) 25 %, polivinil alkohol 72000 (PVA), etilin glikol (EG), polietilin glikol (PEG) 400.

Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit Berpori

Sebanyak 500 ml asam fosfat 0,3 M direaksikan dengan 500 ml kalsium hidroksida 0,5 M dengan pengaduk dan pemanas magnet pada suhu 60 o

Campuran yang dihasilkan didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar kemudian didekantasi. Suspensi yang dihasilkan ditambah dengan larutan porogen sehingga didapatkan suspensi dengan komposisi 5 %, 10 %, 15 %, 20 %, dan 25 % volume A, demikian pula untuk porogen B, C, dan D. Pencampuran dilakukan dengan pengaduk pemanas magnet pada suhu 60

C selama 2 jam. Campuran ditambah ammonia 25 % secara bertetes-tetes dengan titrator sampai pH 10, sambil diaduk dan dipanaskan. Disiapkan juga larutan A (porogen hidrogen peroksida 25 %), larutan B (polivinil alkohol 25 %), larutan C (etilin glikol 25 %), dan larutan D (polietilin glikol 25 %).

oC selama 2 jam. Dilakukan pengeringan pada suhu 100 oC, pirolisis 300 oC, dan kalsinasi 600 o

Serbuk kering yang dihasilkan ditimbang masing-masing 3 gr dan dikompaksi dengan diameter 2 cm. Pelet yang dihasilkan disintering dengan furnace 900

C masing-masing selama 2 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Morfologi

Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit hasil sintesis. Terlihat bahwa bentuk partikel, ukuran butir, ukuran pori, dan distribusinya tidak homogen. Dalam aplikasinya sebagai pengganti tulang keadaan tersebut tidak menguntungkan dalam pertimbangan modifikasi pembentukan tulang pengganti dan kekuatan mekaniknya (Toibah A dan Iis S 2008). Untuk itu perlu dilakukan pengontrolan agar didapatkan bentuk partikel, ukuran butir, ukuran pori, dan distribusinya yang homogen.

Gambar 5. Morfologi scanning electron microscope (SEM)

hidroksiapatit hasil sintesis.

Morfologi hidroksiapatit dengan penambahan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol dengan konsentrasi yang divariasi 5, 10, 15, 20, dan 25 % (lampiran 1) teramati bahwa distribusi dan ukuran pori adalah homogen dan terdapat interkoneksi. Pori terbentuk akibat adanya kekosongan ruang karena peregangan dan pelepasan partikel porogen dari jebakan partikel hidroksiapatit akibat pemanasan. Sedangkan interkoneksi pori terbentuk dari proses pelepasan partikel porogen menuju ke permukaan material atau menuju pori yang lain. Ukuran

Amonia 25 %

Porogen : PVA, EG, H2O2, PEG

100 oC 2 jam

600 oC 2 jam

900 oC 2 jam 300 oC 2 jam

selama 2 jam. Hasil sintering dikarakterisasi dengan difraktometer sinar-X (XRD),

scanning electromicroscope (SEM), fourier transform infra red (FTIR), analisis aktivasi neutron (AAN).

Sintesis hidroksiapatit berpori dilakukan sesuai diagram alir Gambar 3 sebagai berikut :

Gambar 3. Diagram alir sintesis dan karakterisasi hidroksiapatit berpori. Asam Phosphat 0,3 M Pengadukan

Presipitasi Pencampuran Pirolisis Dekantasi Pengeringan Kalsinasi Kalsium Hidroksida 0,5 M Sintering Kompaksi Hidroksiapatit Berpori

Gambar 4. Hidroksiapatit hasil sintesis tidak menggunakan dan menggunakan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol.

Matrik kode sampel hasil sintesis hidroksiapatit diporosi dan tidak diporosi ditunjukkan pada Table 1.

Tabel 1. Matriks kode sampel hidroksiapatit diporosi dan tidak diporosi dengan porogen.

Porogen Konsentrasi Porogen (%) v/v

0 5 10 15 20 25

Hidrogen Peroksida HS H5 H10 H15 H20 H25

Polivinil Alkohol HS A5 A10 A15 A20 A25

Etilin Glikol HS EG5 EG10 EG15 EG20 EG25

Polietilin Glikol HS PEG5 PEG10 PEG15 PEG20 PEG25 Keterangan :

Sampel dengan kode H15 berarti hidroksiapatit hasil sintesis dari suspensi hidroksiapatit ditambah dengan larutan A (hidrogen peroksida 25 %) sehingga didapatkan konsentrasi larutan A = 15 % v/v, HS adalah kode untuk hidroksiapatit yang tidak ditambah porogen.

pori dapat diketahui dengan menghitung diameter pori menggunakan metode

Intercept Heyn. Ukuran pori dihitung dengan rumus :

……….1

………..2

n = jumlah pori dalam lingkaran A = luas lingkaran

G = ukuran pori

Gambar 6. Penentuan ukuran pori metode Intecept Heyn

Hasil hitung menggunakan persamaan Hyen terhadap hidroksiapatit dengan penambahan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol dengan konsentrasi yang divariasi 5, 10, 15, 20, dan 25 % ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengaruh jenis dan konsentrasi porogen terhadap ukuran pori.

a.HAP+H b. HAP+PVA c. HAP+EG d. HAP+PEG

Gambar 7. menunjukkan bahwa penambahan porogen dapat meningkatkan ukuran pori hidroksiapatit. Hidroksiapatit tanpa penambahan porogen berukuran rerata 0,2 µm, dan akan meningkat sampai 1,15 µm pada penambahan porogen sampai konsentrasi 25%. Porogen polietilen glikol akan menghasilkan ukuran pori terbesar yaitu sampai 1,15 µm, dibandingkan etilin glikol 0,9 µm, polivinil alcohol 0,55 µm, dan hidrogen peroksida 0,5 µm, untuk konsentrasi yang sama. Hal ini terjadi karena polietilin glikol mempunyai massa molekul yang besar dari pada etilin glikol dan hidrogen peroksida. Namun demikian, meskipun polivinil alkohol bermassa molekul yang besar tetapi mempunyai titik nyala yang lebih rendah yaitu 79,44 oC dibandingkan polietilin glikol 287 o

Untuk mengetahui stuktur mikro dari hidroksiapatit hasil sintesis tanpa penambahan porogen dan dengan penambahan porogen maka dilakukan analisis fasa menggunakan difraksi sinar-X, disamping itu dapat ditentukan juga fasa lain yang terbentuk atau fasa kontaminan dari hidroksiapatit.

C, sehingga ketika proses pemanasan mengalami penyusutan ukuran pori yang lebih besar. Akibatnya ukuran pori yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan ukuran pori hidroksiapatit dengan penambahan porogen polietilin glikol..

Analisis struktur mikro menggunakan difraksi sinar-X dilakukan terhadap hidroksiapatit produk Aldrich nomor katalog 574791, sampel hasil sintesis tanpa penambahan porogen dan dengan penambahan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol dengan variasi konsentrasi. Data hasil pengukuran dibandingkan dengan data base JCPDS (Joint Committee on Powder Difraction Standards), dengan kode PDF # 011008 (lampiran 3). Lampiran 3. menunjukkan puncak-puncak difraksi sinar-X hidroksiapatit dari PDF #011008 dengan puncak tertinggi pada 2θ : 32,054o; 25,879o; 49.496o; 46,788o; 53,546o; 39,672o; 72,030o; dan 64.177o.

Gambar 8. Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit a. Hasil sintesis.

b. Aldrich nomor katalog 574791

Gambar 8 menunjukkan bahwa hidroksiapatit hasil sintesis, yang diidentifikasi berdasarkan kedudukan puncak 2θ, mempunyai pola difraksi yang sama dengan hidroksiapatit produksi Aldrich dan sesuai pula dengan pola difraksi rujukan JCPDS (Joint Committee on Powder Difraction Standards) yaitu PDF #0110088. Hal ini menegaskan bahwa hidroksiapatit dapat berhasil disintesis menggunakan metode ini. Namun demikian masih terdapat fasa lain yaitu CaCO3,

meskipun dalam intensitas kecil, yang terbentuk karena adanya kalsium yang belum bereaksi membentuk hidroksiapatit.

Pada Gambar 9-12 diperlihatkan pola difraksi sinar-X dari hidroksiapatit menggunakan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol dengan variasi konsentrasi porogen.

Gambar 9. Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit

a. tanpa dan penambahan polivil alkohol b. 5 %, c. 10 %, d. 15 %, e. 20 %, f. 25 %

Gambar 10. Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit

a. tanpa dan penambahan hidrogen peroksida b. 5%, c. 10%, d. 15%, e. 20%, f. 25% e f a b c d e f a b c d

Gambar 11. Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit.

a. tanpa dan penambahan etilin glikol : b. 5 %, c. 10 %, d. 15 %, e. 20 %, f. 25 %

Gambar 12 Pola difraksi sinar-X hidroksiapatit.

a. tanpa dan polietilin glikol : b. 5%, c. 10%, d. 15%, e. 20%, f. 25%

Pola difraksi sinar-X pada Gambar 9-12 menunjukkan bahwa struktur kristal hidroksiapatit hasil sintesis dengan penambahan dan tanpa penambahan porogen mempunyai pola difraksi yang sama. Hal ini terjadi pada hidroksiapatit dengan penambahan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol. Masing-masing porogen mempunyai titik didih sebesar 152 o

a C (hidrogen peroksida); b c d e f a b c d e f

228 oC (polivinil alkohol); 197,6 oC (etilin glikol); dan 200 oC (polietilin glikol). Pada proses pemanasan sampai 100 oC diharapkan terjadi pelepasan air pelarut, pada suhu 300 oC terjadi penguapan porogen namun demikian kemungkinan masih terjebak diantara partikel hidroksiapatit, sehingga pada pemanasan 600 oC molekul-molekul tersebut dapat terlepas dari penjebakan molekul hidroksiapatit, pelepasan ini mengakibatkan timbulnya pori antar partikel hidroksiapatit. Proses sintering yang dilakukan pada suhu 900 o

Pola difraksi sinar-X pada Gambar 9 menunjukkan bahwa hidroksiapatit hasil sintesis dengan penambahan porogen polivinil alkohol (PVA) mempunyai pola difraksi yang sama dengan hidroksiapatit tanpa porogen, namun demikian terjadi pergeseran puncak-puncak difraksi dengan pola pergeseran yang sama ke arah kiri (sudut difraksi menjadi lebih kecil). Fenomena ini terjadi pula pada penggunaan porogen etilin glikol, hydrogen peroksida, dan polietilin glikol, Gambar 10-12.

C terjadi pembentukan fasa hidroksiapatit. Dengan demikian pada saat dilakukan pemanasan sampai suhu sintering semua porogen terlepas dari hidroksiapatit, sehingga tidak mengandung porogen lagi.

Pergeseran ini terjadi akibat adanya regangan kisi kristal hidroksiapatit sehingga jarak antar kisi semakin membesar. Regangan kisi dapat disebabkan adanya intertisi porogen pada struktur hidroksiapatit, yang karena pemanasan maka membentuk pori sehingga jarak kisi membesar (meregang). Pergeseran puncak semakin membesar pada penambahan konsentrasi porogen polivinil alkohol sampai 25 %, hal ini berkaitan dengan persamaan Bragg Angels :

β cos θ.λ−1 = 2 η sin θ.λ−1 + 0,94 D

β = lebar puncak difraksi pada FWHM (radian) θ = sudut Bragg (derajat)

λ = panjang gelombang sinar-X = 1,5406 Å

D= ukuran kristalit (Å) η = regangan kisi

Dengan membuat kurva hubungan β cos θ.λ−1 versus sin θ.λ−1 (Gambar 13.) maka dapat ditentukan nilai regangan kisi (η) dan ukuran kristalit (D) berdasarkan nilai intersep dan konstanta.

Gambar 13. Kurva hubungan β cos θ.λ−1 dan sin θ.λ−1

Nilai regangan kisi dan ukuran kristalit ditunjukkan pada Gambar 14-15. Gambar 14-15. memperlihatkan bahwa kenaikan konsentrasi porogen dapat meningkatkan ukuran kristalit dan regangan kisi. Untuk konsentrasi porogen yang sama, hidroksiapatit dengan penambahan porogen etilin glikol mempunyai ukuran kristalit paling kecil sedangkan dengan penambahan polietilin glikol mempunyai ukuran terbesar. Demikian pula regangan hidroksiapatit dengan porogen polivinil alkohol adalah terkecil dan dengan polietilin glikol mempunyai regangan terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa porogen dengan molekul yang lebih besar akan menghasilkan volume intertisi yang lebih besar pula, akibatnya regangan dan ukuran kristalit yang dihasilkan juga lebih besar. Perbesaran ukuran kristalit dipengaruhi oleh perbesaran regangan hidroksiapatit, semakin besar regangan maka semakin besar pula ukuran kristalit. seperti diperlihatkan pada Gambar 16.

η = 0.9631/2

Gambar 14. Pengaruh jenis dan kosentrasi porogen terhadap ukuran kristalit hidroksiapatit : a. etilin glikol b. hidrogen peroksida c. polivinil alkohol d. polietilin glikol

Gambar 15. Pengaruh jenis dan kosentrasi porogen terhadap regangan hidroksiapatit a. etilin glikol b. hidrogen peroksida c. polivinil alkohol d. polietilin

glikol d c b a d c b a

Gambar 16. Pengaruh regangan terhadap ukuran kristalit hidroksiapatit pada penambahan porogen.

Kristalinitas menunjukkan besarnya fraksi fasa dalam suatu bahan, hal ini menunjukkan tingkat keteraturan fasa dalam bahan. Derajad kristalinitas dihitung dengan membandingkan luas fraksi suatu fasa terhadap jumlah fasa lain dan amorf dalam bahan.

Gambar 17 menunjukkan bahwa penambahan porogen sampai 25 % akan menurunkan kristalinitas hidroksiapatit. Hal ini terjadi pada penggunaan semua porogen. Namun demikian pada penambahan porogen hidrogen peroksida akan menghasilkann kristalinitas yang paling tinggi dibandingkan kristalinitas yang dihasilkan pada penambahan porogen lain untuk konsentrasi yang sama, sedangkan penambahan etilin glikol menghasilkan kristalinitas paling kecil sampai 20%. Hal ini terjadi karena gugus OH- dari hidrogen peroksida mempromosikan pembentukan struktur kristal hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2 sehingga lebih mudah terbentuk. Sedangkan porogen polivinil alkohol, etilin glikol, dan polietilin glikol cenderung

menghalangi pembentukan kristal hidroksiapatit, akibatnya fraksi kristal hidroksiapatit terbentuk pun akan sedikit.

Gambar 17. Pengaruh konsentrasi terhadap kristalinitas hidroksiapatit pada penambahan porogen.

Analisis Struktur Molekul

Analisis struktur molekul dilakukan dengan menggunakan fourier transform infrared spectroscopy (FTIR). Spektrum FTIR hidroksiapatit produk Aldrich nomor katalog 574791 sebagai standar ditunjukkan pada Gambar 18. Pita serapan PO4 3-ditunjukkan dengan bilangan gelombang 584 cm-1, 1038 cm-1, 1045 cm-1, dan 1057 cm-1, pita serapan gugus hidroksil OH- bilangan gelombang 1639 cm-1, 1641 cm-1, dan 1643 cm-1. Sedangkan adanya gugus fungsi karakteristik OH- diperlihatkan oleh adanya bilangan gelombang 3426,89 cm-1. Spektrum ini digunakan sebagai acuan dalam karakterisasi hidroksiapatit hasil sintesis dan hidroksiapatit dengan penambahan hidrogen peroksida (H2O2), polivinil alkohol (PVA), etilin glikol (EG), dan polietilin glikol (PEG).

Pada Gambar 18 terlihat bahwa puncak-puncak spektrum hidroksiapatit hasil sintesis bersesuaian dengan puncak-puncak spektrum karakteristik hidroksiapatit produk Aldrich (komersial) hal ini ditandai dengan puncak pada bilangan gelombang 1000-1100 cm-1 yang merupakan puncak PO4-3 dan puncak dengan bilangan 3200-3600 cm-1. Pada bilangan gelombang 2360 terlihat adanya puncak latar ikatan C==C yang berasal dari puncak latar CO2

Gambar 19 b. menunjukkan spektrum FTIR dari campuran hidroksiapatit dan hidrogen peroksida tidak menghasilkan penambahan gugus fungsi yang lain dari penyusun hidroksiapatit. Puncak karakteristik PO

. Hal ini menunjukkan bahwa hasil uji FTIR mendukung hasil uji XRD bahwa hidroksiapatit hasil sintesis sesuai dengan standar hidroksiapatit produk Aldrich nomor katalog 574791.

4-3 pada bilangan gelombang 1050 cm-1 dan puncak OH- terlihat pada bilangan gelombang 3400 cm-1. Sedangkan pada Gambar 19 c. hidroksiapatit yang ditambah polivinil alkohol terlihat adanya gugus vinil CH==CH2 pada bilangan gelombang 1650 cm-1 yang diperkuat 1450 cm-1 dan 950 cm-1.

Sedangkan gambar 19 d. dan 19 e. menunjukkan gugus fungsi etil (-CH2--CH3) dengan bilangan gelombang 1450 cm-1, 1370 cm-1 dan 870 cm-1 terlihat pada spektrum hidroksiapatit yang ditambah etilin glikol atau pun polietilin glikol. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum dilakukan sintering maka campuran tersebut membentuk komposit yang masih menunjukkan gugus fungsi masing-masing.

Gambar 20. Spektrum FTIR setelah sintering hasil sintesis hidroksiapatit dengan penambahan porogen

Gambar 19. Spektrum FTIR sebelum sintering hidroksiapatit dengan porogen

Gambar 20. menunjukkan spektrum FTIR setelah sintering dari hidroksiapatit dengan penambahan porogen, mempunyai spektrum yang sama dengan spektrum FTIR dari hidroksiapatit hasil sintesis, tidak terjadi penambahan puncak. Hal ini terjadi karena pada proses sintering semua porogen mengalami penyubliman dari fasa padat ke gas, sehingga tidak ada porogen yang tertinggal dalam hidroksiapatit. Penyubliman ini meninggalkan ruang berupa pori. Puncak karakteristik PO4-3 pada bilangan gelombang 1050 cm-1 dan puncak OH- terlihat pada bilangan gelombang 3400 cm-1

Untuk digunakan sebagai bahan implantasi maka hidroksiapati harus bebas dari logam kandungan berat berbahaya atau dengan kandungan logam berat berbahaya tidak melebihi nilai ambang batas.

.

Analisis Unsur Kelumit

Analisis unsur kelumit dilakukan dengan menggunakan analisis aktivasi neutron bertujuan untuk mengamati kemungkinan adanya kontaminan unsur racun (toxic) dalam hidroksiapatit. Unsur-unsur yang dimaksud antara lain berupa logam berat arsen (As), merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb). Ambang batas konsentrasi unsur-unsur tersebut dalam bagian tubuh manusia mengacu pada tabel 2.

Tabel 2. Nilai ambang batas kandungann logam berat tulang No Logam Berat Ambang Batas

(ppm)

1 Pb 4

2 Cd 25

3 Hg 4

Hasil analisis menggunakan aktivasi neutron, seperti diperlihatkan pada Gambar 21-24, menunjukkan bahwa kandungan unsur yang terdeteksi pada hidroksiapatit hasil sintesis tanpa porogen dan dengan porogen adalah sama. Unsur-unsur yang terkandung tersebut adalah kalsium (Ca), kobalt (Co), skandium (Sc), lantanum (La), brom (Br), dan natrium (Na).

Gambar 21. Jenis dan konsentrasi unsur dalam hidroksiapatit ditambah hidrogen peroksida.

Gambar 22. Jenis dan konsentrasi unsur dalam hidroksiapatit ditambah polivinil alkohol

Gambar 23. Jenis dan konsentrasi unsur dalam hidroksiapatit ditambah etilin glikol.

Gambar 24. Jenis dan konsentrasi unsur dalam hidroksiapatit ditambah polietilin glikol.

Gambar 21-24 menunjukkan bahwa hasil sintering hidroksiapatit dengan penambahan porogen hidrogen peroksida, polivinil alkohol, etilin glikol, atau polietilin glikol tidak mengandung kontaminan logam berat arsen (As), merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb). Ca merupakan unsure utama pada hidroksiapatit, sedangkan P, O, dan H tidak terdeteksi dengan metode analisis aktivasi neutron. Sedangkan kandungan kontaminan Na, Br, La, Sc, dan Co berasal dari bahan dasar sintesis hidroksiapatit yaitu asam fosfat. Kandungan kontaminan tersebut 10-1–101.8 mg/Kg merupakan nilai yang kecil dan jenis unsurnya pun non toxic. Dengan demikian hidroksiapatit hasil sintesis melalui metode ini dapat diaplikasikan sebagai bahan pengganti tulang atau pun gigi.

SIMPULAN

Hidroksiapatit dapat disintesis dari kalsium hidroksida dan asam fosfat. Porositas hidroksiapatit dapat dibentuk dan dikendalikan menggunakan porogen hidrogen peroksida (H2O2), polivinil alkohol (PVA), etilin glikol (EG), atau polietilin glikol (PEG). Ukuran pori dapat dikendalikan dengan pengaturan konsentrasi porogen. Hasil karakterisasi menggunakan difraksi sinar-X (XRD) dan fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) menunjukkan bahwa penambahan porogen tidak merubah struktur fasa hidroksiapatit, namun mengubah ukuran kristalit dan

Dokumen terkait