• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumput laut terdiri dari karaginofit, agarofit dan alginofit. Karaginofit merupakan rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karaginan. Agarofit penghasil agar-agar. Keduanya jenis ini termasuk rumput laut merah (Rhodophyceae). Alginofit rumput laut mengandung polisakarida alginat dan termasuk berwarna coklat (Phaeophyceae). Ketiga jenis rumput laut ini, karaginofit dibutuhkan pada berbagai industri seperti : makanan, kertas, kosmetik hingga obat-obatan. Klasifikasi rumput laut Kappaphycus alvarezii menurut Doty (1985) yang diacu dalam Neish (2003) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Devisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea Genus : Kappaphycus

Species : Kappaphycus alvarezii

Menurut Neish (2003), Eucheuma cottonii berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena kandungan karaginan yang dihasilkan kappa- karaginan. Nama cottonii umumnya lebih dikenal dan dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional.

Aspek Biologi dan Reproduksi Aspek Biologi

Ciri-ciri fisik dari Kappaphycus alvarezii ini adalah mempunyai thallus silindris dan permukaannya licin. Warnannya tidak selalu tetap, kadang-kadang hijau, kuning, abu-abu, dan merah. Perubahan warna ini terjadi karena faktor

lingkungan. Adaptasi krematik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas cahaya (Aslan 1998). Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus rumput laut Kappaphycus alvarezii berbentuk runcing memanjang dan agak jarang-jarang dan tidak tersusun rapi melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke arah basal (pangkal). Untuk melekatkan thallusnya di subtrat dengan alat perekat berupa cangkang. Cabang- cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah kearah datangnya sinar matahari (Anggadiredja et al, 2002).

Gambar 1. Rumput laut Kappaphycus alvarezii (Sumber Foto, Neish 2003)

Aspek Reproduksi

Perkembangbiakan rumput laut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara vegetatif dan secara generative. Perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora, baik alami maupun budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zygot yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu baru inilah yang mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis menjadi gametofit. Secara vegetatif dikembangkan dengan cara setek, yaitu potongan thallus yang kemudiaan tumbuh menjadi tanaman baru (Anggadiredja et al, 2002).

Kadri dan Atmajaya (1988) mengatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, cahaya, gerakan air, unsur hara dan faktor biologi seperti binatang laut berpengaruh penting pada reproduksi rumput laut. Selain itu, faktor morbiditas dan mortalitas juga menjadi penghambat produktivitas rumput laut. Morbiditas dapat disebabkan oleh penyakit akibat dari infeksi mikroorganisme, tekanan lingkungan perairan (fisik dan kimia perairan) yang buruk, serta tumbuhnya tanaman penempel (parasit). Sementara, mortalitas dapat disebabkan oleh pemangsaan hewan-hewan herbivore (Anggadiredja et al, 2002).

Habitat dan Penyebaran Habitat

Subtrat yang paling umum untuk tempat hidup rumput laut pada daerah terumbu karang dan pasir (Anggadiredja et al, 2002). Hal ini disebabkan karena pada derah tersebut mengandung kapur atau kata lain kalsium karbonat dimana bahan ini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, mudah tererosi dan memiliki warna yang jelas sehingga sinar matahari dapat terpantulkan (Apriyana 2006). Pada penjelasan yang lain mengatakan bahwa tempat yang baik untuk pertumbuhan rumput laut adalah pada daerah yang memiliki campuran antara patahan karang dan pasir, hal ini di sebabkan karena pada daerah tersebut di lalui aliran air yang tidak terlalu kuat (Syahputra 2005).

Penyebaran

Penyebaran rumput laut seperti halnya biota perairan lainnya sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi terhadap faktor-faktor lingkungan seperti salinitas, suhu, intensitas cahaya, dan nutrisi (Anggadiredja et al, 2002). Bila akan memilih lokasih untuk budidaya, kita harus mengetahui dulu daerah penyebaran rumput laut, karena dengan mengetahui daerah penyebaran rumput laut berarti kita dengan mudah melakukan kegiatan budidaya pada daerah tersebut, namun lokasi budidaya belum tentu merupakan daerah penyebaran rumput laut secara alami (Indriyani dan Suminarsi 2005).

Teknik Budidaya

Metodebudidaya rumput laut dibagi menjadi 3 yakni : (1) rakit apung. (2) long-line dan (3) tanam dasar (Iksan 2005). Tetapi seiring dengan banyaknya penelitian maka pengembangan tekinik pemeliharaan rumput laut menggunakan tangki atau bak disyaratkan untuk penelitian.

Metode Rakit

Metode rakit apung digunakan dengan cara mengikat rumput laut pada tali ris (seperti pada metode lepas dasar) yang diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu. satu unit rakit apung berukuran 2,5 x 5,0 meter. Satu rakit maksimal 5 unit dengan jarak antara rakit sekitar 1,0 m. Kedua ujung rangkaian diikat dengan tali yang ujungnya diberi pemberat atau jangkar agar rakit tidak hanyut terbawa ombak atau arus. Jarak tanam antara rumput laut 25 x 25 cm dengan berat bibit 100 gram untuk setiap ikatan. Kelebihan dari metode ini adalah lebih banyak diterapkan pada kondisi perairan yang lebih dalam (Anggadiredja et al, 2002).

Metode Long-line

Metode long-line merupakan cara paling banyak diminati oleh petani rumput laut karena pemilihan lokasihnya fleksibel juga biaya yang dikeluarkan lebih murah. Teknik budidaya dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut : Ikat bibit pata tali ris dengan jarak 25 cm dan panjang tali ris kira-kira 50-75 meter, pada ujuang tali ris diikat tali jangkar. Untuk mengapung rumput laut, ikatkan pelampung dengan jarak 10-15 cm agar rumput laut berada pada kedalaman 10-15 cm dari permukaan air. Sewaktu memasang tali utama harus di perhatikan arsh arus untuk menghindari terjadi belitan tali satu dengan yang lain. Bibit rumput laut yang digunakan biasanya 100 gram per ikat (Ditjen Budidaya 2003).

Metode Tanam Dasar

Metode ini biasanya dilakukan pada daerah yang berpasir atau pasir berlumpur. Hal ini penting untuk memudahkan penancapan patok/pacing. Patok terbuat dari kayu yang berdiameter sekitar 5 cm. Jarak antara patok untuk merentangkan tali ris 2,5 m. Setiap patok dipasang berjajar dan dihubungkan

dengan tali ris polythylen berdiameter 8 mm. Jarak antara tali rentang sekitar 20 cm. Tal ris yang telah berisi ikatan tanaman direntangkan pada tali ris utama dan posisi tanaman budidaya berada sekitar 30 cm diatas dasar perairan (Ditjen Budidaya 2003).

Metode Bak

Budidaya sistim bak adalah cara pemeliharaan yang bertujuan untuk memanfaatkan lahan yang efisiensi. Sistim budidaya ini selain meningkatkan efisiensi penggunaan lahan juga dapat mengurangi kebutuhan akan rumput laut. Menurut Israel et al, (2008) bahwa pemeliharaan rumput laut menggunakan tangki memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan budidaya tradisional. Pertama, pertumbuhan rumput laut dapat dimanipulasi dengan memperkaya unsur hara didalam tangki untuk mempercepat proses pertumbuhan. Kedua, adalah perubahan kondisi lingkungan yang sifatnya mendadak dapat dihindari.

Sebagai contoh, ujicoba penanaman Gigartina skottbergii di dalam tangki menunjukan tingkat pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang ditanam di perairan laut. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan yaitu : suhu, cahaya, salinitas dan pergerakan aliran air dapat diatur dengan baik (Buschman et al, 2004). Penanaman rumput laut Kappaphycusalvarezii di dalam tangki masih sedikit informasi yang tersedia. Hal ini disebabkab karena berkaitan dengan jenis rumput laut itu sendiri (Buschman et al, 2004).

Teknik Pemilihan Bibit

Kegiatan penyediaan bibit dari alam maupun dari hasil budidaya perlu direncanakan (Amiluddin 2007). Untuk memperoleh bibit yang baik perlu di perhatikan asal usul dari bibit yang akan di budidayakan. Menurut Anggadiredja et al, (2002) bibit rumput laut yang baik adalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) bibit yang digunakan merupakan thallus mudah yang bercabang banyak. (2) bibit tanaman harus sehat dan tidak terdapat bercak, luka, atau terkelupas sebagai akibat terserang penyakit ice-ice atau terkena bahan cemaran, seperti minyak. (3) bibit rumput laut harus terlihat segar dan berwarna cerah. (4) bibit harus seragam

dan tidak boleh tercampur dengan bibit yang lain. (5) berat bibit awal di upayakan seragam.

Saat yang baik untuk penebaran maupun penanaman bibit adalah pada saat cuaca teduh (tidak mendung) dan yang paling baik adalah pada pagi hari atau sore hari menjelang malam (Amiluddin 2007).

Pengaruh Fisika-Kimia Kultur Pengaruh Fisika

Cahaya

Kemampuan adaptasi rumput laut terhadap cahaya sangat baik. Intensitas penyinaran merupakan faktor utama menentukan laju produktifitas primer dalam perairan. Sebagai contoh, pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp dapat tumbuh dengan baik ketika cahaya yang masuk ke dalam perairan sesuai dengan kebutuhannya. Intensitas cahaya maksimum untuk pertumbuhan adalah 4750 lux (Iksan 2005).

Suhu

Umumnya kemampuan adaptasi jenis-jenis rumput laut terhadap suhu perairan sangat berfariasi, tergantung pada habitat dan daerah penyebaran dari pada rumput laut itu sendiri. Sebagai contoh, rumput laut yang hidup di daerah Norwegia dapat hidup pada suhu 30C di musim dingin dan pada musim panas rumput laut tersebut dapat hidup pada suhu 14 – 180C (Patadjal 1999). Pada perairan Atlantik rumput laut dapat hidup pada suhu 70C di musim dingin dan 300C di musim panas (Hoyle 1975). Di Negara Asia khususnya Taiwan pertumbuhan rumput laut menjadi lambat apabila suhu air berada di bawa 80C (Apriyana 2006). Suhu yang baik untuk pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii berkisar 28 – 32 0C (Neish 2005).

Pengaruh Kimia Salinitas

Salinitas adalah jumlah (garam) zat-zat yang larut dalam kilogram air laut dimana dianggap semua karbonat telah diubah menjadi oksida, brom dan ion

diganti dengan klor dan semua baha-bahan organik telah teroksidasi sempurna. Toleransi rumput laut cukup tinggi dan berfariasi menurut jenisnya (Patadjal 1999). Mekanisme toleransi rumput laut terhadap perubahan salinitas berbeda antara rumput laut yang satu dengan yang lain. Misalnya Eucheuma spinosum dapat tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas 30 – 32 ppt. Eucheuma cottonii dapat tumbuh dengan baik pada salinitas 29 – 33 ppt. Trono (1986) mengatakana bahwa kisaran salinitas untuk pertumbuhan Kappaphycus alvarezii berkisar pada 29 – 34 ppt. Syahputra (2005) mengatakan salinitas yang baik bagi pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp berkisar pada 32-34 ppt.

pH

Derajat keasaman juga merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan rumput laut. Aslan (2005) mengatakan kisaran pH maksimum untuk pertumbuhan untuk kehidupan organisme laut adalah 6,5-8,5. Syahputra (2005) derajat keasaman yang baik untuk pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp adalah antara 7-9 dengan kisaran optimal 7,3-8,2. Kondisi ini menggambarkan bahwa setiap alga mempunyai torelansi yang berbeda-beda terhadap pH.

Pergerakan Air

Secara umum yang dimaksudkan dengan aliran air adalah gerakan massa air yang di tiupkan oleh angin (Wibisono 2005). Makin besar kecepatan angin maka semakin kuat aliran air yang di timbulkan. Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001) angin juga dapat menimbulkan gelombang yang besar di perairan.

Pada budidaya rumput laut, pergerakan aliran air merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut (Lobban dan Horrison 1994). Pergerakan aliran air yang tinggi dapat menyebabkan tanaman mudah stress karena terjadi perpindahan unsur hara yang terlalu cepat (Marseila et al, 2007). Sebaliknya, pergerakan aliran air yang lambat dapat menyebabkan rumput laut tidak dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pergerakana aliran air yang baik untuk pemeliharaan rumput laut diperairan 20-40 cm/detik (Lunning 1990).

Aliran air dan gelombang memiliki pengaruh yang besar terhadap transportasi unsur hara dan pengadukan air (Apriyana 2006). Menurut Thamrin

(2006) bahwa sirkulasi air disebabkan oleh pergerakan air sangat penting bagi organisme yang berada di dalamnya, baik itu pada perairan darat maupun perairan laut. Penjelasan yang lain dari pergerakan arus adalah untuk menghindari endapan lumpur dan epifit yang melekat pada thallus rumput laut (Apriyana 2006).

Fosfat

Fosfat merupakan unsur penting bagi semua mahluk hidup terutama berfungsi sebagai transformasi energi metabolik yang mana peranannya tidak dapat digantikan oleh unsur lain (Patadjal 1999). Unsur ini merupakan penyusun ikatan pirototal total posfat dari adenosin triposfat (ATP) yang kaya akan energi dan merupakan penyusun bahan bakar bagi semua kegiatan didalam sel, serta merupakan penyusun sel penting lain. Ikatan fosfat organik ini digunakan untuk mengendalikan berbagai reaksi kimia (Noggle dan Fritz 1986).

Kandungan fosfor dalam sel alga dapat mempengaruhi laju serapan posfat dan sebaliknya kandungan fosfat di dalam sel akan meningkat seiring dengan berkurangnya kandungan fosfor (Patadjal 1999). Sebagai contoh, alga mampu menyerap fosfat melebihi kebutuhannya (Luxury consumtion) dan selain itu juga mampu menyerap fosfat pada konsentrasi yang sangat rendah. Ini disebabkan karena dia (alga) mempunyai enzim alkaline fosfatase yang mana dapat mengubah fosfat menjadi ortoposfat yang siap di pakai. Hal inilah, yang merupakan salah satu penyebab kandungan ortoposfat di perairan cepat habis. Kekurangan fosfat akan lebih kritis bagi tanaman akuatik termasuk alga. Pada hal, ketersediaan fosfor di perairan cukup melimpah tetapi, tidak dalam bentuk ortofosfat (PO4).

Hal inilah yang membedakan antara fosfat dengan nitrogen.

Kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan alga akan lebih rendah jika nitrogen berada dalam bentuk garam ammonium dan sebaliknya jika nitrogen dalam bentuk nitrat maka konsentrasi fosfat yang dibutuhkan lebih tinggi. Konsentrasi fosfat yang di butuhkan untuk pertumbuhan alga berkisar antara 0.018-0.090 ppm dan batas tertinggi adalah 8.90-17.8 ppm (P-PO4) jika nitrogen dalam bentuk

nitrat. Sedangkan nitrogen dalam bentuk ammonium maka batas tertinggi berkisar pada 1.78 ppm (P-PO4).

Nitrogen

Nitrogen adalah satu unsur utama penyusun sel organisme di dalam pembentukan protoplasma. Pada perairan nitrogen hadir dalam bentuk nitrat, nitrit, amonium dan aminia, serta senyawa-senyawa N-organik seperti urea dan asam amino (Andrias 1991). Menurut Lobban dan Horrison (1994) nitrat dan amonia yang lebih banyak dimanfaatkan rumput laut. Sehingga keterbatasan nitrogen di perairan akan dapat menghambat pertumbuhan tanaman akuatik (Patadjal 1999).

Masuknya nitrogen ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian thalli rumput laut. Proses difusi adalah perpindahan ion dari satu tempat ke tempat yang lain (Salusbury dan Ross 1992). Nitrogen yang diserap diproses melalui tahapan yaitu : fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, dan denitrifikasi serta amonifikasi. Proses fiksasi, nitrifikasi, denitrifikasi dan amonifikasi ini umumnya dilakukan oleh bakteri, sedangkan proses asimilasi dilakukan oleh tumbuhan termasuk alga (Iksan 2005).

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di pesisir Rua Kota Ternate Provinsi Maluku Utara dengan lama waktu penelitian 3 bulan yang di mulai dari Oktober 2008 sampai dengan Desember 2008.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian (Sumber: Peta RBI Lembar Ternate, 2006 Modifikasi).

Persiapan Wadah dan Pergerakan Aliran Air. Persiapan Wadah.

Wadah percobaan dibersihkan dan dicuci dengan air untuk menghindari kemungkinan adanya kotoran atau bahan-bahan yang tidak diinginkan berpengaruh terhadap pelaksanaan percobaan. Bak percobaan yang digunakan pada penelitian ini berukuran 100 x 30 x 30 cm. Bak tersebut diberi label dan ditempatkan serta ditata menurut hasil pengacakan ( Gambar 4) dan ditempatkan di dalam rumah pelindung yang beratapkan plastik berwarna bening untuk menghindari pengaruh air hujan selama percobaan berlangsung.

Pergerakan Aliran Air.

Pergerakan aliran air yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0 cm/detik, 10 cm/detik dan 20 cm/detik. Untuk menciptakan pergerakan aliran air maka digunakan pompa air. Pompa air yang digunakan pada penelitin sebanyak 6 unit masing-masing terdiri dari 1000 L/menit sebanyak 3 unit dan 500 L/menit sebanyak 3 unit.

Untuk pergerakan aliran air 20 cm/detik maka pompa air yang digunakan adalah 1000 L/menit dan untuk pergerakan aliran air 10 cm/detik diguanakan pompa air dengan kecepatan 500 L/detik. Sementara untuk pergerakan aliran air 0 cm/detik tidak menggunakan pompa air.

Teknik Budidaya Penanaman Bibit.

Bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii yang digunakan berasal dari hasil budidaya masyarakat Dehe Kabupaten Halmahera Barat. Penanaman bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii kedalam setiap bak percobaan dilakukan dengan bobot awal 50 gram per bak. Tetapi, sebelum ditanam terlebih dahulu diseleksi bedasarkan pemelihan bibit yang dikemukan Anggadiredja et al. (2002) yaitu : (1) thallus mudah dan bercabang banyak (2) sehat dan tidak terlihat bercak sebagai akibat terserang penyakit ice-ice (3) berwarna cerah.

Perawatan Bibit.

Perawatan bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii dilakukan setiap hari, dengan cara membersihkan kotoran yang menempel pada thallus saat terbawa aliran.

Rancangan Percobaan.

Percobaan dirancang menurut pola rancangan acak lengkap (RAL). Untuk pengujian hipotesis yang telah ditetapkan yaitu menguji pengaruh aliran air terhadap retensi nitrogen dan fosfat, pertumbuhan serta fisik dan kimia air maka dilakukan uji hipotesis menurut (Mattjik dan Sumertajaya 2002) dengan model rangcangan acak lengkap (RAL) sebagai berikut :

Yij = µ + πi + Єij

Dimana : Yij : respon µ : nilai tengah

πi : pengaruh aditif dari perlakuan ke i Єij : pengaruh galat acak

i : perlakuan ke (i = 1,2,3) j : ulangan ke (j = 1,2,3)

Kompulasi data untuk sidik ragam (Anova) diolah dengan menggunakan program komputer Excel 2007. Uji respon rata-rata antara perlakuan dengan respon perlakuan yang dianggap terbaik digunakan uji BNT (Beda Nyata Terkecil).

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam percobaan sembilan buah bak yang terbuat dari bahan fibbe class berukuran 100 x 30 x 30 cm dan dikelompokan menjadi tiga kelopok. Untuk menimbang rumput laut digunakan timbangan digital dengan ketelitian 2000 g. Pengamatan kualitas air meliputi suhu, salinitas, pH, nitrogen dan fosfat. Suhu diukur dengan termometer batang dan diamati setiap hari. Salinitas diukur dengan hand refraktometer dan diamati seminggu sekali pada jam 9-10 pagi. pH, nitrogen dan fosfat diukur seminggu sekali dengan menggunakan pH-meter sedangkan untuk mengukur kandungan nitrogen dan fosfat digunakan alat spektrofotometer. Bahan yang digunakan adalah rumput laut Kappaphycus alvarezii yang berasal dari Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara.

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan ini menggunakan rumah pelindung yang berukuran 2 x 3 meter. Penggunaan rumah pelindung ini bertujuan untuk menghindari air hujan agar tidak masuk ke dalam bak dan bercampur dengan air penelitian saat percobaan

berlangsung. Bak yang terbuat dari bahan fibbre class berukuran 100 x 30 x 30 cm di masukan dalam rumah pelindung dan dikelompokan menjadi tiga kelompok (ABC, CAB dan BAC). Bak-bak yang telah ditata tersebut diberikan label dan selanjutnya diisi air laut setinggi 30 cm dari total tinggi bak 34 cm dengan menggunakan pompa air (Water Pump). Kelebihan 4 cm ini dimaksudkan agar air tidak mengalami penumpahan ke luar.

Penanaman bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii pada setiap bak percobaan sebelumnya diseleksi berdasarkan standar pemelihan bibit. Bobot rumput laut yang digunakan pada awal pemeliharaan 50 g/ikat. Banyaknya bibit rumput laut yang digunakan pada setiap bak terdiri dari satu rumpun. Penanaman bibit rumput laut dilakukan dengan cara diikatkan pada tali utama dan digantung pada kedalaman 10 cm dari permukaan air bak. Jarak tanam yang digunakan 30 cm dari pipa air yang masuk ke dalam bak percobaan, dengan pertimbangan bahwa ketika jarak tanam melebihi dari 30 cm nilai debit air akan berkurang dari 9,25 cm/detik dan sebaliknya apabila kecepatan air kurang dari 30 cm maka debit air akan melebihi dari nilai aliran air 9,25 cm/detik.

Pengukuran kimia air dilakukan dengan cara mengambil sampel air pada bagian depan rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan pertimbangan bahwa unsur hara yang terbawa oleh aliran air pada saat diambil bisa terwakilkan, ketika air laut yang masuk dan menyentuh badan thallus rumput laut. Sampel air diambil menggunakan botol sampel ukuran 125 ml dan diberikan bahan kimia (H2SO4)

sebanyak 4 tetes dan HgCL sebanyak 2 tetes. Sampel air ini kemudian dikirim ke

laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis kandungan nitrogen dan fosfat. Adapun prosedur analisis nitrogen dan fosfat dapat dilihat pada (Lampiran 1).

Analisis Data

Parameter yang diuji secara statistik adalah bobot rumput laut, laju pertumbuhan rumput laut, retensi nitrogen dan fosfat oleh rumput laut serta kandungan nitrogen dan fosfat di media budidaya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk

melihat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut Tukey (Steel & Torrie 1993) menggunakan perangkat komputer excel 2007. Data kualitas air dianalisis secara deskriptif sesuai dengan acuan literatur.

Parameter yang Diukur dan Pengumpulan Data Analisis Pertumbuhan

Analisis pertumbuhan rumput laut dilakukan dengan menggunakan rumus (Hutomo 2005).

Keterangan :

Wt : Berat akhir rumput laut hari t Wo : Berat awal rumput laut To : Waktu awal pengamatan Tt : Lama waktu pengamatan 3,22 : Nilai konstantan

Analisis Retensi Nitrogen dan Fosfat.

Untuk menghitung retensi nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut maka, dilakukan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :

Mengukur diameter rumput laut.

Menghitung banyaknya air laut yang melewati badan thallus rumput laut. Menghitung kecepatan aliran air dalam 28 hari.

Menghitung rata-rata nitrogen dan fosfat dalam air bak

Menghitung nitrogen dan fosfat yang melewati badan thallus rumput laut. Menghitung nitrogen dan fosfat dalam thallus rumput laut.

Analisis retensi nitrogen dan fosfat dihitung berdasarkan persamaan rumus yang dikemukakan oleh Watanabe (1988).

Pengumpulan Data Data Bobot Rumput Laut

Data bobot rumput laut di peroleh dengan cara mengambil thallus rumput laut di dalam wadah percobaan, kemudian ditimbang. Pengukuran bobot rumput laut dilakukan dengan menimbang (bobot basah) rumput laut pada masing-masing perlakuan. Cara penimbangan, yaitu rumput laut diangkat dan ditiriskan sampai air berhenti menetes, kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan di tempat terlindung dari sinar matahari langsung, yang dimaksudkan untuk menjaga agar thallus rumput laut tidak mengalami kekeringan dan mengalami kerusakan. Data bobot rumput laut diamatin diawal dan setiap seminggu sekali selama masa pemeliharaan.

Data Kualitas Air

Data kualitas air meliputi salinitas, pH, nitrogen dan fosfat dilakukan penggukuran seminggu sekali. Suhu dilakukan pengukuran tiga kali sehari yaitu pada pagi hari jam 06.00-07.00, siang hari jam 13.00-14.00 dan sore hari jam 17.00-18.00.

Data Nitrogen dan Fosfat

Dokumen terkait