Klasifikasi dan Morfologi Jarak Pagar
Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) adalah tanaman yang berasal dari Mexico, Amerika Tengah. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada masa pemerintahan Jepang (1942). Tentara Jepang memerintahkan masyarakat Indonesia untuk menanam jarak pagar di kebun mereka karena biji tanaman ini akan dijadikan BBN untuk keperluan perang (Hambali et al., 2007). Sejak saat itu, jarak pagar tumbuh menyebar di berbagai daerah di Indonesia dengan berbagai nama daerah seperti nawaih, nawas (Aceh), jirak (Sumatra Barat), jarak kosta, jarak kusta, jarak budeg, dan kalake pagar (Sunda), jarak gandul, jarak cina, jarak iri, dan jarak pager (Jawa), kalekhe pagar (Madura), serta nama daerah lainnya (Alam Syah, 2006).
Heller (1996) yang dikutip dari situs Deptan menyatakan tanaman jarak pagar berasal dari daerah tropis dan menyebar di daerah tropis dan subtropis. Jarak pagar tidak tahan terhadap cuaca yang sangat dingin (frost) dan tidak sensitif terhadap panjang hari (daylength). Tanaman ini dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi arid dan semi-arid, karena itu jarak pagar dapat bertahan pada periode kekeringan yang relatif panjang, dengan menggugurkan daunnya untuk mengurangi transpirasi.
Manfaat tanaman jarak pagar sudah lama dikenal oleh masyarakat, diantaranya digunakan sebagai tanaman obat. Jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan cepat dan dapat dijadikan sebagai pagar hidup di pekarangan atau kebun karena daunnya tidak disukai hewan ternak (Mahmud et al., 2006). Minyak jarak dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sabun dan kosmetik. Sudrajat (2006) menyebutkan kayu tanaman jarak dapat dijadikan kayu bakar, arang, dan briket arang, sedangkan serat kayunya cocok untuk dijadikan pulp kertas dan papan serat. Bungkil jarak dapat dijadikan makanan ternak, biopestisida, dan briket arang.
Jarak Pagar adalah tanaman yang masih satu keluarga dengan tanaman karet, kemiri, dan ubi kayu. Klasifikasi jarak pagar sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae
5
Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas
Jarak Pagar berbentuk pohon kecil atau belukar besar dengan tinggi mencapai 5 m dengan percabangan tidak teratur. Batang pohon jarak berkayu, berbentuk silindris, dan mengeluarkan lateks berwarna putih jika dipotong (Hasnam dan Mahmud, 2006).
Daun jarak pagar berupa daun tunggal, berwarna hijau muda sampai hijau tua dengan permukaan bawahnya berwarna lebih pucat daripada bagian atasnya. Bentuk daun agak menjari (lima sampai tujuh lekukan) dengan panjang dan lebar 5 - 15 cm yang tersusun secara selang-seling dan panjang tangkai daun sekitar 4 - 15 cm (Hambali et al., 2007).
Bunga jarak pagar berumah satu yaitu bunga jantan dan bunga betinanya terdapat dalam satu tanaman. Persentase bunga betina 5 - 10% dari total bunga. Bunga tanaman ini berwarna hijau kekuningan atau coklat kekuningan dan memiliki lima sepal dan lima petal. Bunga betina mempunyai ukuran yang lebih besar dari bunga jantan dan akan membuka satu sampai dua hari sebelum bunga jantannya (Hasnam, 2007a). Proses perkawinan tanaman Jatropha curcas
dilakukan oleh serangga karena bunganya manis, harum diwaktu malam, dan warnanya kuning kehijauan (Hasnam dan Mahmud, 2006).
Buah jarak pagar berbentuk buah kendaga, oval, berupa buah kotak, berdiameter 2 - 4 cm. Buah jarak terbagi menjadi tiga ruang dan masing-masing ruang berisi satu biji. Pembentukan buah membutuhkan waktu selama 90 hari dari pembungaan sampai matang. Buah Jatropha curcas tidak matang serempak, dalam satu tandan buah terdapat bunga, buah muda, buah masak, serta buah yang sudah kering (Prihandana dan Hendroko, 2006).
Biji Jatropha curcas berbentuk bulat lonjong, berwarna coklat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat 0.4 - 0.6 gram/biji. Biji yang masak ditandai dari buahnya yang telah berwarna kuning (Hasnam dan Mahmud, 2006).
6
Panen jarak pagar pertama dapat dilakukan pada saat tanaman sudah berumur 6 - 8 bulan setelah tanam dengan produktivitas 0.5 - 1.0 ton biji kering per hektar per tahun yang selanjutnya akan meningkat secara bertahap dan akan stabil pada tahun kelima setelah tanam (Mahmud et al., 2007). Hasnam dan Hartati (2007) menyatakan produktivitas tiga populasi komposit jarak pagar IP-1A, IP-1P, dan IP-1M diperkirakan mencapai 2 - 4 ton per hektar setelah berumur tiga tahun.
Terdapat jenis lain dari tanaman jarak yang sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat Indonesia, yaitu jarak kaliki atau jarak kepyar (Ricinus communis
L.). Berbeda dengan jarak pagar, biji jarak kepyar memiliki corak (belang) dan buahnya berwarna keabu-abuan seperti warna tanah bila sudah masak. Buah jarak kepyar memiliki rambut atau duri seperti buah rambutan dan daunnya menjari dengan 5 sampai 11 lekukan (Mardjono, 2000). Minyak biji jarak kepyar tidak dapat digunakan sebagai biodiesel karena terlalu kental, minyak tersebut hanya dapat digunakan sebagai pelumas dan bahan tambahan pada industri cat vernis, kosmetika, plastik, dan farmasi (Prihandana dan Hendroko, 2006).
Perbenihan Tanaman Jarak Pagar
Benih merupakan bahan pertanaman utama dalam budidaya suatu tanaman. Perbanyakan jarak pagar dianjurkan menggunakan bibit yang berasal dari biji, karena tanaman yang diperbanyak dengan biji umumnya menghasilkan batang dan perakaran yang kuat. Menurut Heller (1996) dalam Hasnam (2007b) untuk perkebunan berjangka panjang (long-live plantation) dan untuk produksi minyak tanaman yang berasal dari biji akan lebih baik daripada tanaman yang diperbanyak dengan stek.
Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang mudah tumbuh, namun belum ada varietas unggul yang sudah dilepas dan jumlah ketersediaan benihnya terbatas. Benih yang ada saat ini disebut sebagai benih IP (Improved population), terdiri dari IP-1 dan IP-2. Benih IP ini dikembangkan oleh Puslitbang Perkebunan.
Benih IP-1 merupakan hasil seleksi pada populasi jarak pagar yang merupakan hasil eksplorasi 10 propinsi di Indonesia. Hasil eksplorasi tersebut ditanam di tiga kebun percobaan, yaitu kebun percobaan Asembagus, Situbondo
7
Jawa Timur untuk mewakili wilayah iklim sangat kering, kebun percobaan Muktiharjo, Pati Jawa Tengah untuk mewakili wilayah iklim sedang, dan kebun percobaan Pakuwon, Sukabumi Jawa Barat untuk mewakili wilayah iklim basah. Benih ini telah diluncurkan oleh Menteri Pertanian pada tahun 2006 dan telah diuji oleh ahli benih Puslitbang Perkebunan dan Balai Pengawas dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) dengan nama Improved Population-1 Asembagus (IP-1A),
Improved Population-1 Muktiharjo (IP-1M), dan Improved Population-1
Pakuwon (IP-1P) (Maya, 2007).
Benih tanaman jarak pagar termasuk benih ortodoks. Benih tersebut tahan dikeringkan hingga kadar air rendah dan toleran terhadap suhu rendah. Menurut Hasnam dan Mahmud (2006), untuk penyimpanan benih jarak pagar harus dikeringkan sampai kadar airnya mencapai 5 - 7 %, namun karena mempunyai kadar minyak yang tinggi benih jarak tidak dapat disimpan lama tanpa perlakuan khusus. Pada observasi di kebun percobaan Muktiharjo, untuk mengeringkan benih jarak sampai kadar airnya lebih kurang 7 % diperlukan waktu 3 - 4 hari dengan pengeringan di bawah sinar matahari hanya sampai jam sembilan pagi (Sudjindro dan Adikadarsih, 2007).
Benih jarak pagar yang baik merupakan benih yang berasal dari buah yang telah berwarna kuning. Benih dari buah yang kuning memiliki vigor dan daya berkecambah yang paling tinggi dibandingkan benih yang berasal dari buah yang berwarna hijau, hijau kekuningan, kuning kehitaman atau yang berwarna hitam (Adikadarsih dan Hartono, 2007).
Buah jarak pagar tidak masak serempak dalam satu tandan yang sama. Menurut Adikadarsih dan Hartono (2007) untuk pemanenan sebaiknya dilakukan per buahnya. Jika dilakukan pemanenan buah per tandan, daya berkecambah dan vigor benihnya menjadi lebih rendah, karena benih dari buah yang berwarna hijau atau hitam akan ikut terpetik.
Ekstraksi buah jarak dilakukan dengan cara manual atau dengan menggunakan mesin pengupas jarak. Setelah diekstraksi, benih dikeringkan di tempat teduh, hingga kadar airnya mencapai 5 - 7%. Benih kemudian diseleksi secara manual. Benih yang dipilih yaitu benih yang utuh, tidak cacat atau pecah,
8
bernas, bentuknya normal, dan ukurannya relatif seragam. Benih selanjutnya diuji mutunya dengan peubah daya berkecambah.
Pada kebun induk jarak pagar di Muktiharjo, benih yang telah memenuhi kriteria daya berkecambah lebih dari 80%, kadar air 7%, kemurnian serta mutu fisik yang baik, selanjutnya dikemas dalam kantong plastik setebal 0.03 mm dengan kapasitas 2.5 kg benih. Benih yang telah dikemas disimpan di dalam gudang yang memiliki ventilasi udara yang baik atau pada gudang dengan temperatur 16ºC untuk menjaga mutunya (Sudjindro dan Adikadarsih, 2007).
Pada beberapa provenan jarak pagar, biji segar yang baru dipanen memiliki sifat innate dormansi, namun akan hilang dengan sendirinya setelah beberapa waktu. Dormansi ini juga dapat dipatahkan dengan cara perendaman benih atau melakukan pelepasan kulit biji (testa) (Hasnam, 2007b). Benih akan berkecambah setelah 7 - 10 hari dengan tipe perkecambahan epigeal (Hasnam dan Mahmud, 2006).
Kadar Air Benih
Kadar air benih adalah jumlah air benih yang dapat diuapkan atau diukur melalui metode pengukuran yang telah dibakukan. Kadar air benih dihitung berdasarkan bobot basah atau bobot kering benih (Justice dan Bass, 2002). Umumnya kadar air dalam persentase berat kering jarang digunakan, karena akan mungkin terjadi nilai kadar air benih menjadi lebih dari 100% (Schmidt, 2002).
Tujuan pengujian kadar air benih adalah untuk mengetahui seberapa besar kandungan air yang terdapat di dalam benih dalam rangka memenuhi standar mutu benih yang diberlakukan. Kadar air benih penting dilakukan karena berkaitan dengan kualitas benih, daya simpan benih, proses pengolahan benih, dan resiko terserang hama dan penyakit pada saat penyimpanan (Kuswanto, 1997).
Air dalam benih terbagi ke dalam tiga bentuk, yaitu air kapiler (free absorbed water) atau disebut air region III, air koloidal (colloidal bound water) atau air region II, dan air dari komposisi kimia benih (water of composition) atau air region I. Air kapiler adalah air yang mengisi rongga antar sel dan terikat secara lemah oleh gaya kapiler. Air koloid adalah air yang terdapat pada bahan terlarut di dalam benih dan terikat agak kuat. Air komposisi kimia benih adalah air yang
9
terikat sangat kuat dalam bentuk ikatan kovalen H2 atau O2 dalam karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral.
Pengukuran kadar air dalam benih tidak dapat mengukur semua air dalam benih. Kadar air yang diukur adalah air yang terdapat pada region II dan III, sedangkan air pada region I hanya dapat dilepas dengan pengeringan yang tinggi, namun pengeringan yang tinggi dapat menguapkan bahan volatil (minyak dan lemak) yang terdapat di dalam benih sehingga kadar air yang terukur menjadi seolah tinggi. Umumnya dalam pengukuran kadar air, benih hanya dikeringkan pada suhu 130ºC dan beberapa benih lainnya tidak boleh dikeringkan pada suhu diatas 103±2ºC.
Kandungan air dalam benih merupakan faktor internal yang berpengaruh pada viabilitas benih selama penyimpanan. Benih yang memiliki kadar air rendah peka terhadap kerusakan mekanis, sehingga benih dapat mudah terserang cendawan. Benih yang mempunyai kadar air terlalu tinggi akan mengalami kemunduran benih yang lebih cepat dan tingginya resiko terserang cendawan (Barton dalam Justice dan Bass, 2002).
Metode pengukuran kadar air menurut Edi (1993) yang mengutip Bonner (1984) terdiri dari 3 cara umum, yaitu pengukuran dengan cara oven-drying, pengukuran cepat dengan alat ukur elektrik, dan prosedur laboratorium dengan menggunakan bahan kimia. Metode oven dan reaksi kimia disebut juga metode primer atau langsung, sedangkan metode dengan alat ukur elektrik disebut metode tidak langsung.
Hasil pengukuran dengan menggunakan metode oven lebih akurat dan merupakan cara yang paling umum atau baku untuk pengukuran kadar air. Justice dan Bass (2002) menyatakan walaupun metode oven lebih akurat, metode ini mempunyai beberapa kekurangan, yaitu untuk mendapatkan hasil dibutuhkan waktu yang lama dan suhu yang tepat tergantung dari jenis benihnya, membutuhkan peralatan yang banyak dan harus seringnya menimbang benih yang diuji.
Pengukuran kadar air metode oven umumnya dilakukan dengan suhu rendah konstan (103 ± 2)ºC dengan lama pengeringan 17±1 jam, yaitu untuk benih-benih seperti bawang merah, cabai, kacang tanah, kol, lobak, sawi, kedelai,
10
jarak kepyar, wijen, dan lain-lain. Metode oven suhu tinggi dilakukan pada temperatur 130ºC dan lama pengeringan tergantung dari jenis benih (umumnya untuk jagung dikeringkan selama 4 jam dan 2 jam untuk serealia lain). Benih-benih yang dapat dikeringkan dalam suhu tinggi antara lain asparagus, selada, tomat, tembakau, jagung, padi, semangka, wortel, kacang merah, dan lain-lain (BPMBTPH, 2006).
ISTA menyebutkan bahwa dalam pengukuran kadar air, benih-benih yang berukuran besar perlu dihaluskan (grinding). Benih jarak pagar termasuk ke dalam kategori benih besar, namun benih jarak mengandung minyak yang tinggi, penghalusan terhadap benih besar yang mempunyai kandungan minyak tinggi akan menyebabkan terjadinya oksidasi minyak yang berpengaruh terhadap berat benih dan menyebabkan kesalahan dalam penentuan nilai kadar air. Edi (1993) menyebutkan untuk mengatasi hal tersebut terdapat alternatif metode pengukuran kadar air benih besar berminyak, yaitu dengan cara memotong atau memecah benih menjadi bagian-bagian kecil.
Pengukuran kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan dua ulangan dan toleransi yang telah ditetapkan ISTA adalah antara kedua ulangan perbedaanya dibatasi maksimum 0.2 %. Apabila nilai perbedaan kedua ulangan lebih dari 0.2 % maka pengukuran kadar air harus diulang dengan menggunakan contoh kerja yang baru (BPMBTPH, 2006). Menurut Bonner (1984) yang dikutip Edi (1993) batas toleransi ini kurang tepat untuk tanaman-tanaman kehutanan yang umumnya terdiri dari benih yang besar. Diduga semakin besar ukuran benih biasanya semakin meningkat pula kadar airnya, sehingga cukup sulit untuk memperoleh nilai kadar air dengan toleransi 0.2 %.
Metode pengukuran kadar air benih secara tidak langsung menggunakan pengukur kadar air listrik atau alat digital bekerja berdasarkan pengukuran daya hantar listrik atau sifat dielektrik benih yang berkolerasi dengan kadar air. Pengukuran dengan metode langsung lebih cepat meskipun tidak setepat metode langsung. Alat tersebut juga tidak dapat mengukur benih yang berkadar air sangat tinggi atau sangat rendah (Justice dan Bass, 2002).
Terdapat hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan alat ukur kadar air benih digital, yaitu: manual cara pemakaian alat, sumber arus listrik,
11
kebersihan alat, dan batas kadar air tertentu yang dapat diukur oleh alat tersebut. Jumlah contoh yang diukur dapat pula menjadi faktor penentu ketepatan pengukuran kadar air benih. Contoh dengan jumlah yang lebih banyak akan lebih tepat hasil pengukurannya (Baadilla, 1975). Jika pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat digital yang mempunyai kapasitas contoh kerja yang sedikit, maka agar lebih tepat hasil pengukurannya dapat disiasati dengan penggunaan banyak ulangan dan mengambil rata-ratanya.
Metode pengukuran kadar air dengan menggunakan bahan kimia, yaitu metode destilasi Toluene dan metode Karl Fischer. Prinsip metode ini sama seperti metode oven, yaitu dengan menghitung jumlah air yang hilang terhadap bobot basah benihnya. Metode destilasi Toluen dapat digunakan dalam pengukuran kadar air benih-benih yang mengandung minyak. Saat ini metode destilasi Toluen dan metode Karl Fischer sudah tidak digunakan lagi karena kurang praktis dan membutuhkan peralatan serta keahlian khusus (ISTA dalam