• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. 1 Teori Tekuk

2. 1. 1 Latar Belakang

Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok

balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya

yang untuk seterusnya akan melimpahkan semua beban tersebut ke pondasi. Dengan berbagai macam sebutan, seperti kolom, tiang, tonggak, dan batang desak, batang ini pada hakekatnya jarang sekali mengalami tekanan aksial saja. Apabila sebuah batang lurus dibebani gaya tekan aksial dengan pemberian beban semakin lama semakin tinggi, maka pada batang tersebut akan mengalami perubahan. Perubahan dari keadaan sumbu batang lurus menjadi sumbu batang melengkung dinamakan tekuk.

Pada hakekatnya batang yang hanya memikul tekan aksial saja jarang dijumpai dalam struktur namun bila pembebanan diatur sedemikian rupa hingga

pengekangan (restrain) rotasi ujung dapat diabaikan atau beban dari batang

batang yang bertemu diujung kolom bersifat simetris dan pengaruh lentur sangat kecil dibandingkan dengan tekanan langsung maka batang tekan dapat direncanakan dengan aman sebagai kolom yang dibebani secara konsentris.

Dari mekanika bahan diketahui bahwa hanya kolom yang sangat pendek dapat dibebani hingga mencapai tegangan lelehnya, sedangkan keadaan yang umum yaitu lenturan mendadak akibat ketidakstabilan terjadi sebelum kekuatan

bahan batang sepenuhnya tercapai. Keadaan demikian yang kita sebut dengan

tekuk (buckling). Jadi pengetahuan tentang kestabilan batang tekan perlu bagi

pembaca yang merencanakan struktur baja.

Gambar 2. 1 Batang yang Tertekuk akibat Gaya Aksial

Latar belakang tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leonhard Euler pada tahun 1759. Batang dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis hingga tekuk terjadi akan mengalami lengkungan yang kecil pada gambar 2. 1. Walaupun Euler hanya menyelidiki batang yang

dijepit disalah satu ujung dan bertumpu sederhana (simply supported) di ujung

yang lainnya, logika yang sama dapat diterapkan pada kolom yang berperletakan sendi, yang tidak memiliki pengekangan rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil. Kita akan mendapatkan rumus rumus gaya kritis yang dapat diterima oleh suatu batang sebelum tekuk terjadi.

Pendekatan Euler pada umumnya tidak digunakan untuk perencanaan karena tidak sesuai dengan percobaan, dalam praktek kolom dengan panjang umum tidak sekuat seperti yang dinyatakan oleh rumus rumus Euler.

Considere dan Esengger pada tahun 1889 secara terpisah menemukan bahwa sebagian dari kolom dengan panjang yang umum menjadi inelastis sebelum tekuk terjadi dan harga E yang dipakai harus memperhitungkan adanya jumlah serat yang tertekan dengan regangan diatas batas proporsional. Jadi

mereka menyadari bahwa sesungguhnya kolom dengan panjang yang umum akan hancur akibat tekuk inelastis dan bukan akibat tekuk elastis.

Akan tetapi pengertian yang menyeluruh tentang kolom dengan beban konsentris baru dicapai pada tahun 1946 ketika Shanley menjabarkan teori yang sekarang ternyata benar. Ia mengemukakan bahwa hakekatnya kolom masih mampu memikul beban aksial yang lebih besar walaupun telah melentur, tetapi kolom mulai melentur pada saat mencapai beban yang disebut beban tekuk, yang menyertakan pengaruh inelastisitas pada sejumlah atau semua serat penampang lintang.

Untuk menentukan kekuatan kolom dasar, kondisi kolom perlu didealisir dengan beberapa anggapan. Mengenai bahan, kita dapat menganggap :

1. Sifat tegangan regangan tekan sama diseluruh titik pada penampang.

2. Tidak ada tegangan internal seperti akibat pendinginan setelah

penggilingan (rolling).

3. Kolom lurus sempurna dan prismatis.

4. Resultan beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai

melentur.

5. Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi sendi

ekivalen dapat ditentukan.

6. Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan

gaya geser dapat diabaikan.

7. Puntiran atau distorsi pada penampang lintang tidak terjadi selama

Setelah anggapan anggapan diatas dibuat, sekarang disetujui bahwa kekuatan suatu kolom dapat dinyatakan sebagai:

= =

Dimana :

σkr = tegangan rata rata pada penampang

Et = modulus tangen pada P/A

= angka kelangsingan efektif (ujung sendi ekivalen)

Seperti yang kita tahu batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk elastis dan batang tekan yang pendek yang buntak dapat dibebani sampai bahan

meleleh atau bahkan sampai daerah pengerasan regangan (strain hardening). Pada

keadaan yang umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh, keadaan ini disebut dengan tekuk inelastis.

Tekuk murni akibat beban aksial sesungguhnya hanya terjadi apabila anggapan dari (1) sampai (7) diatas berlaku. Kolom biasanya merupakan satu kesatuan dengan struktur, dan pada hakekatnya tidak dapat berlaku secara independent. Dalam praktek, tekuk diartikan sebagai pembatasan antara lendutan stabil dan tidak stabil pada batang tekan: jika bukan kondisi sesaat yang terjadi pada batang langsing elastis yang diisolir. Banyak insinyur menyebut “beban tekuk praktis” ini sebagai “beban batas ultimate”.

2. 1. 2 Keruntuhan Batang Tekan

Dari mekanika bahan kita tahu bahwa batang tekan yang pendek akan dapat dibebani sampai beban meleleh. Batang tekan yang panjang akan runtuh

akibat tekuk elastis. Pada keadaan umum kehancuran akibat tekan terjadi diantara keruntuhan akibat kelelehan bahan akibat tekuk elastis, setelah bagian penampang

melintang meleleh, keadaan ini disebut tekuk inelastis (inelastic buckling).

Ada tiga jenis keruntuhan batang tekan, yaitu:

1. Keruntuhan akibat tegangan yang terjadi pada penampang telah melalui materialnya.

2. Keruntuhan akibat batang tertekuk elastis (elastic buckling). Keadaan ini

terjadi pada bagian konstruksi yang langsing. Disini hukum Hooke masih berlaku bagi serat penampang dan tegangan yang terjadi tidak melebihi batas proporsional.

3. Keruntuhan akibat melelehnya sebagian serat disebut tekuk inelastic (inelastic

buckling). Kasus keruntuhan semacam ini berada diantara kasus (1) dan kasus (2), dimana pada saat menekuk sejumlah seratnya menjadi inelastis maka modulus elastisitasnya ketika tertekuk lebih kecil dari harga awalnya.

2. 1. 3 Tegangan Residu

Keberadaan tegangan residu dalam profil sangat mempengaruhi kekuatan tekuknya. Pengaruh ini diperhitungkan dengan mengambil tegangan residu maksimum rata rata sebesar 0,3 dari tegangan lelehnya.

Tegangan residu (residual stresses) adalah tegangan yang tertinggal tetap

dalam profil setelah selesai profil dibentuk, meskipun belum ada beban luar yang bekerja padanya.

Menurut hasil penelitian/penyelidikan, tegangan residu ini timbul oleh karena adanya deformasi plastis yang diakibatkan oleh :

1. Pendinginan setelah proses hot rolling.

2. Cold bending atau cambering selama fabrikasi.

3. Pengelasan.

2. 1. 4 Kelangsingan Batang Tekan ( λ )

Kelangsingan batang tekan ini tergantung dari jari jari kelembaman (i) dan

panjang tekuk (Lk). Karena batang mempunyai dua jari jari kelembaman,

umumnya akan terdapat dua harga λ. Yang menentukan ialah harga λ yang

terbesar (atau dengan i yang terkecil). Panjang tekuk (Lk) ini juga tergantung pada

keadaan ujung ujungnya, apakah sendi, jepit, bebas, dan sebagainya.

2. 1. 5 Angka Kelangsingan ( λbatas )

λbatas adalah batas angka kelangsingan dimana Euler tidak lagi berlaku (berarti memasuki daerah plastis). Euler hanya berlaku di daerah elastis.

P

kr

=

( 2. 1 )

Dimana :

Lk = panjang tekuk

E = modulus elastisitas

I = momen inersia terhadap sumbu yang tegak lurus arah tekuk

=

( 2. 2 ) Atau

L

k 2

= λ

2

i

2 ( 2. 3 ) Dimana : λ = kelangsingan

i = jari jari kelembaman

I = i2 x A ( 2. 4 )

Dimana :

A = luas penampang

Substitusi persamaan ( 2. 4 ) ke dalam persamaan ( 2. 1 ) sehingga diperoleh :

P

kr

=

( 2. 5 ) Dengan :

σ

kr

=

( 2. 6 ) Sehingga :

P

kr

= σ

cr

x A

( 2. 7 ) Dimana :

σ

kr = tegangan kritis Dimana :

P

kr

= σ

cr

x A

P

kr

=

Maka didapat :

σ

kr

x A =

σ

kr

=

Sehingga :

λ =

adalah

λ

batas

g

)

λ

batas

=

Dengan :

σ

kr

= σ

1 Maka :

λ

g

=

( 2. 8 )

Akibat pengaruh residual strees maka tegangannya menjadi 0,7 σ1, sehingga :

λg =

,! " ( 2. 9 )

Misalnya, untuk Bj 37 mempunyai σ1 = 2400 kg/cm2 dan E = 2,1 x 106 kg/cm2

λ

g

=

.$ .

,! % & = 111

Selanjutnya λg untuk bermacam macam baja dapat dilihat di tabel berikut :

Tabel 2. 1 N ilai λg untuk Bermacam macam Baja

Macam Baja σ1 (kg/cm2) λg Bj 31 2000 122 Bj 37 2400 111 Bj 42 2600 107 Bj 52 3600 91

2. 1. 6 Stabilitas dari Struktur Kolom

Masalah kesetimbangan kolom erat kaitannya dengan stabilitas suatu struktur batang. Konsep stabilitas sering diterangkan dengan menggangap kesetimbangan dari bola pejal pada beberapa posisi, yaitu sebagai berikut.

1. Kesetimbangan Stabil

Gambar 2. 2 Kesetimbangan Stabil

Berdasarkan gambar 2. 2 bola pejal berada di permukaan yang cekung. Kemudian bola pejal berubah posisinya ketika diberikan gaya F. Saat gaya F hilang, posisi bola pejal kembali seperti semula. Kondisi ini adalah penganalogian

dari suatu kolom bermuatan P < Pkr yang diberikan gaya F tegak lurus sumbu

kolom sehingga mengalami lendutan. Jika gaya F dihilangkan maka kolom akan kembali ke bentuk linearnya. Kondisi kesetimbangan ini disebut kesetimbangan

stabil (stable equilibrium).

2. Kesetimbangan Netral

Kolom dengan beban P = Pkr dianalogikan dengan bola pejal yang berada di permukaan datar. Bola pejal tersebut diberi gaya F dan berpindah tempat tanpa kembali ke tempatnya semula. Berdasarkan anggapan itulah suatu kolom

bermuatan P = Pkr jika diberikan beban sebesar F, maka kolom tersebut akan

mengalami tekuk. Ketika gaya F dilepaskan, kolom tidak akan kembali ke bentuk

linearnya. Kondisi kesetimbangan ini disebut kesetimbangan netral (precarious

equilibrium).

3. Kesetimbangan Tidak Stabil

Gambar 2. 4 Kesetimbangan Tidak Stabil

Bola pejal berada pada permukaan yang cembung kemudian diberikan gaya F maka akan terjadi pergeseran mendadak. Hal ini merupakan penganalogian

untuk kolom dengan P > Pkr. Kolom diberikan gaya F tegak lurus sumbu kolom

kemudian mengalami deformasi. Apabila beban diberikan secara konstan maka

akan berdampak runtuhnya kolom (bucking). Kondisi kesetimbangan ini disebut

dengan kesetimbangan tidak stabil (unstable equilibrium).

Batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin stabilitasnya (tidak ada bahaya tekuk). Hal ini harus diperlihatkan dengan menggunakan persamaan :

Dimana :

N’ = gaya tekan pada batang

A = luas penampang batang

= tegangan dasar (tegangan izin)

ω = faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan ( λ ) dan jenis

bajanya

Harga ω dapat dicari dari Tabel 2, 3, 4 atau 5 PPBBI ’83 berdasarkan mutu baja Bj 34 (Fe 310), Bj 37 (Fe 360), Bj 44 (Fe 430) dan Bj 52 (Fe 510).

Harga λ ini dapat ditentukan dengan persamaan :

λ

g

=

,! " ( 2. 11 )

Dan

λ

s

=

) ( 2. 12 )

Berdasarkan Peraturan Belanda :

Untuk :

λ

s = ≤ 0,163 maka

ω

= 1

Untuk : 0,183 <

λ

s

< 1 maka

ω

= $,&$ $,*+,- .

Untuk :

λ

s ≥ 1 maka

ω

= 2,281 λs

2. 2 Sifat Bahan Baja

Sifat baja yang terpenting dalam pengunaanya sebagai bahan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan bahan lainnya seperti kayu, dan sifat keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik

dalam tegangan, regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat homogenitas yaitu sifat keseragaman yang tinggi.

Baja merupakan bahan campuran besi ( Fe ), 1,7 % Zat arang atau karbon (C), 1,65 % mangan, 0,6 % silikon ( Si ) dan 0,6% tembaga ( Cu ). Baja dihasilkan dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama sama dengan bahan tambahan pencampur yang sesuai, dalam tungku temperatur tinggi untuk menghasilkan massa massa besi yang besar, selanjutnya dibesihkan untuk menghilangkan kelebihan zat arang dan kotoran kotoran lain.

Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Baja dengan persentase zat arang rendah ( low carbon steel )

Yakni lebih kecil dari 0,15 %

2. Baja dengan persentase zat arang ringan ( mild carbon steel )

Yakni 0,15 % 0,29 %

3. Baja dengan persentase zat arang sedang ( medium carbon steel )

Yakni 0,30 % 0,59 %

4. Baja dengan persentase zat arang tinggi ( high carbon steel )

Yakni 0,60 % 1,7 %

Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja yang persentase zat

arang yang ringan ( mild carbon steel ), semakin tinggi kadar zat arang yang

terkandung didalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat sifat bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut :

Modulus elastisitas untuk semua baja ( yang secara relatif tidak tergantung dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi atau 193000 sampai 207000 Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000 ksi atau 200000 Mpa.

Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ),

nilai modulus elastisitas baja adalah 2,1 x 106 kg/cm² atau 2,1 x 105 MPa.

2. Modulus Geser ( G )

Modulus geser setip bahan elastis dihitung berdasarkan formula :

/ = 2 (1+ 4)

Dimana : P = perbandingan poisson yang diambil sebesar 0,3 untuk baja. Dengan menggunakan P = 0,3 maka akan memberikan G = 11000 ksi atau 77000 MPa.

Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ),

nilai modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 106 kg/cm² atau 0,81 x

105 MPa.

3. Koefisien Ekspansi ( α )

Koefisien ekspansi adalah koefisien pemuaian linier. Koefisien ekspansi

baja diambil sebesar 12 x 106 per oC.

4. Tegangan Leleh ( σ )

Tegangan leleh ditentukan berdasarkan mutu baja.

5. Sifat sifat lain yang penting.

Sifat – sifat ini termasuk massa jenis baja, yang sama dengan 490 pcf atau

atau 76, 975 kN/m³, berat jenis baja umumnya adalah sebesar 7,850 t/m3. Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas baja akan menghasilkan bentuk hubungan antara tegangan dan regangan seperti tergambar di bawah ini.

Gambar 2. 5 Hubungan Tegangan Regangan untuk Uji Tarik pada Baja Lunak

Keterangan gambar : σ = tegangan baja ε = regangan baja A = titik proporsional A’ = titik batas elastis B = titik batas plastis M = titik runtuh C = titik putus

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan antara tegangan dan regangan masih linier atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke. Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. Diagram

regangan untuk baja lunak memiliki titik leleh atas ( upper yield point ), σy dan daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut

sebagai titik batas elastis ( elasticity limit ). Sampai batas ini bila gaya tarik

dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali kebentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanen.

Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis tidaklah pasti tetapi sebagai perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada regangan 0,014.

Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu, hubungan tegangan dengan regangannya tidak lagi bersifat linier. Kemiringan garis setelah titik B ini didefenisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara 20 % dari panjang batang, tegangannya mencapai nilai maksimum

yang disebut sebagai tegangan tarik batas ( ultimate tensile strength ). Akhirnya

bila beban semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus.

Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh. Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap. Sebagai standar menentukan besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis

sejajar dengan sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar 0,2 %.

Gambar 2. 6 Penentuan Tegangan Leleh

Dari titik regangannya 0,2 % ditarik garis sejajar dengan garis OB sehingga memotong grafik tegangan regangan dan memotong sumbu tegangan. Tegangan yang diperoleh ini disebut dengan tegangan leleh. Tegangan tegangan leleh dari bermacam macam baja bangunan diperlihatkan pada tabel 2. 2 di bawah ini :

Tabel 2. 2 Harga Tegangan Leleh

Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya :

1. Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat

Macam Baja Tegangan Leleh

kg/cm2 Mpa Bj 34 2100 210 Bj 37 2400 240 Bj 41 2500 250 Bj 44 2800 280 Bj 50 2900 290 Bj 52 3600 360

2. Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah terhadap waktu

3. Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas

4. Daktalitas yang tinggi

5. Mudah untuk diadakan pengembangan struktur

Di samping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal :

1. Kekuatan baja lemah dalam memikul beban tekan

2. Biaya pengadaan anti api yang besar ( fire proofing cost )

3. Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekuk kecil

4. Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara berulang /

periodik, hal ini biasanya disebut dengan leleh atau fatigue.

Dengan kemajuan teknologi, perlindungan terhadap karat dan kebakaran pada baja sudah ditemukan, hingga akibat buruk yang mungkin terjadi bisa dikurangi/dihindari.

2. 3 Analisa Kolom

Gambar 2. 7 Batang Lurus yang Dibebani Gaya Aksial

Sebuah batang lurus dengan panjang L yang dibebani oleh gaya aksial P seperti yang diperhatikan pada gambar 2. 5 uraian gaya gaya yang bekerja pada potongan sejauh x dari tumpuan, diperlihatkan pada gambar 2. 6 dimana N dan Q

adalah komponen gaya longitudinal dan transversal pada potongan itu, dan M adalah momen lentur.

Gambar 2. 8 Potongan Batang Sejauh x dari Tumpuan

Pengaruh dari adanya rotasi struktur, persamaan kesetimbangan dari elemen kolom ramping yang terdeformasi diperlihatkan pada gambar 2. 7.

Gambar 2. 9 Kolom Terdeformasi

Untuk deformasi yang kecil, maka dapat diasumsikan bahwa sudut putar β adalah kecil. Dengan demikian sin β dan cos β secara berurutan dapat dianggap β dan l. Persamaan kesetimbangan gaya dapat diperoleh dengan menguraikan masing masing gaya yang bekerja sesuai dengan subu x dan y. Dari uraian gaya pafa sumbu x diperoleh :

N + ( N + dN ) – Q β + ( Q + dQ ) ( β + dβ ) = 0 NI + QI + βI = 0 Dimana : NI = dN/dx QI = dQ/dx βI = dβ /dx

Dari uraian gaya pada sumbu y diperoleh : Q + ( Q+dQ ) – Nβ – ( N + dN )( β + dβ ) = 0 NβI + βNI + QI = 0 Uraian Momen : M – ( M + dM ) + Qdx = 0 Q = MI Dimana : M = dM/dx

Untuk batang yang ramping dapat dianggap bahwa tegangan dan gaya geser melintang sangat kecil. Kita biasanya mengambil asumsi bahwa bentuk kuadratik yang menggambarkan interaksi non linear antara gaya geser yang kecil dan putaran dapat diabaikan. Dari asumsi yang diambil maka tiga persamaan kesetimbangan disederhanakan menjadi bentuk berikut :

NI = 0 ( 2. 13 )

QI βNI = 0 ( 2. 14 )

Q = 0 ( 2. 15 )

Bentuk dari βNI tidak terdapat pada persamaan 2. 14 karena telah hilang

akibat persamaan ( 2. 13 ) dengan mengeliminasi Q dari persamaan ( 2. 15 ) sehingga menghasilkan.

NI = 0

MII= EIyII ( 2. 16 )

Dimana I adalah momen Inersia dari penampang dan E adalah modulus elastis bahan. Persamaan ( 2. 16 ) disubstitusikan ke dalam persamaan ( 2. 15 )

diperoleh :

NI= 0

(EIII)II– NyII = 0

Untuk harga EI yang konstan, persamaan menjadi :

NI = 0

EIyIV – N yII = 0

Persamaan ( 2. 14 ) merupakan bentuk kuadrik dalam variabel variabel N dan Y. Oleh karena itu merupakan persamaan diferensial non linier. Dari persamaan ( 2. 13 ) terlibat bahwa N konstan sepanjang X dan dari kondisi batas x=0 dan x=1, kita lihat bahwa N = P. Dengan demikian persamaann ( 2. 14 ) dapat disederhanakan menjadi bentuk lazim dikenal :

EIyIV – PyII = 0 ( 2. 17 )

Atau

EI 678

6%8

+

676%

=

0 ( 2. 18 )

Persamaan di atas adalah diferensial dari kolom ramping yang mengalami tekukan. Dari persamaan dapat ditentukan besarnya pada saat struktur akan

runtuh. Misalnya k2 = P/EI dan subtitusikan kedalam persamaan sehingga

diperoleh :

678

6%8 + K 67

6% = 0 ( 2. 19 )

Persamaan umum dari persamaan diferensial adalah :

Dimana : A, B, C, D adalah tetapan tertentu yang dapat ditentukan dengan menggunakan syarat syarat batas yaitu kondisi batas ujung ujung batang

atau yang disebut dengan boundary condition.

2. 3. 1 Kolom Euler

Rumus kolom Euler diturunkan dengan membuat berbagai anggapan sebagai berikut :

1. Bahan elastis sehingga memenuhi Hukum Hooke

2. Material homogen sempurna dan isotropis

3. Batang pada mulanya lurus sempurna, prismatis dan beban terpusat

dikerjakan sepanjang sumbu titik berat penampang

4. Penampang batang tidak terpuntir, elemennya tidak dipengaruhi tekuk

setempat dan distorsi lainnya selama melentur

5. Batang bebas dari tegangan residu

6. Ujung ujung batang ditumpu sederhana. Ujung bawah ditumpu pada sendi

yang tidak dapat berpindah, ujung atas ditumpu pada tumpuan yang dapat berotasi dengan bebas dan bergerak vertical tetapi tidak dapat bergerak horizontal.

7. Deformasi dari batang cukup kecil sehingga bentuk ( y’ )² dari persamaan

kurva y” / (1 + (y’)2)2/3 dapat diabaikan. Dari sini kurva dapat didekati dengan y”.

Bahwa batang yang ditekan akan mengalami bentuk yang sedikit melengkung seperti pada gambar 2. 10. Jika sumbu koordinat diambil seperti dalam gambar, momen dalam yang terjadi pada penampang sejauh x dari sumbu

asal adalah :

Mx = EIy” ( 2. 21 )

Gambar 2. 10 Kolom Euler

Dengan menyamakan momen lentur luar P.y, maka diperoleh persamaan :

EIy” + P.y = 0 ( 2. 22 )

Persamaan ( 2. 21 ) adalah persamaan diferensial linear dengan koefisien konstan dan dapat dirubah menjadi :

y” + k².y = 0 ( 2. 23 )

Dimana :

k² = 9

( 2. 24 )

Penyelesaian umum persamaan ( 2. 22 )

y = A sin kx + B cos kx ( 2. 25 )

Untuk menentukan besaran konstanta A dan B, maka menggunakan syarat batas : y = 0 dan x = 0

y = 0 dan x = 1

Dengan memasukkan syarat batas pertama ke dalam persamaan ( 2. 25 ) maka diperoleh :

B = 0

Sehingga diperoleh :

y = A sin kx ( 2. 26 )

Dari syarat batas kedua diperoleh :

A sin kl = 0 ( 2. 27 )

Persamaan ( 2. 27 ) dapat dipenuhi oleh tiga keadaan yaitu :

1. Konstanta A = 0, yaitu tidak ada lendutan ( 2. 28 )

2. kl = 0, yaitu tidak ada beban luar ( 2. 29 )

3. kl = nл, yakni syarat terjadi tekuk ( 2. 30 )

Substitusi persamaan ( 2. 30 ) ke dalam persamaan ( 2. 24 ) dan persamaan ( 2. 26 ) diperoleh :

P

=

:

; ( 2. 31 )

Y = A sin : %

; ( 2. 32 )

Pada beban yang diberikan oleh persamaan ( 2. 31 ) kolom berada dalam keadaan kesetimbangan dalam bentuk yang agak bengkok, dimana bentuk deformasinya diberikan oleh persamaan ( 2. 32 ).

Ragam (mode) tekuk dasar yaitu lendutan dengan lengkungan tunggal

akan diperoleh jika nilai n diambil sama dengan 1, dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom adalah :

Pkr =

; ( 2. 33 )

Dan persamaan lendutan menjadi :

Y =

sin

; % ( 2. 34 )

Kelakuan kolom Euler dapat digambarkan secara grafik seperti pada gambar :

Gambar 2. 11 Grafik Kolom Euler

Dari grafik dapat dilihat bahwa sampai beban Euler dicapai, kolom harus tetap lurus. Pada beban Euler ada percabangan kesetimbangan yaitu kolom dapat tetap lurus atau dapat dianggap berubah bentuk dengan amplitude tidak tentu. Kelakuan ini menunjukkan bahwa keadaan kesetimbangan pada saat beban Euler merupakan transisi dari kesetimbangan stabil dan tidak stabil.

2. 3. 2 Rumus Kolom Euler untuk Berbagai Pe rletakan

2. 3. 2. 1 Kolom dengan Satu Ujung Terjepit dan yang lainnya Bebas

Tinjau suatu sumbu sumbu koordinat seperti ditunjukkan pada gambar, dimana kolom dalam kedudukan yang agak melengkung, menghasilkan momen lentur pada suatu penampang melintang sebesar :

M = P ( δ – y ) ( 2. 35 )

Dan persamaan diferensial M = EI 6 7

EI6 7

6% = P (δ – y ) ( 2. 36 )

Karena ujung atas kolom adalah bebas, maka jelaslah bahwa tekuk pada kolom akan terjadi pada bidang dengan kekakuan lengkungan terkecil, yang dianggap merupakan bidang simetris.

Nilai EI yang terkecil ini digunakan dalam persamaan ( 2. 36 ) di atas dan dengan memakai notasi sebelumnya yaitu :

k² = 9

Kita dapat menuliskan persamaan dalam bentuk :

6 7

6% + k²y = k² δ

Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah : Y = A cos kx + B sin kx + δ

Dimana A dan B adalah konstanta integrasi, yang ditentukan dari syarat syarat ujung jepit kolom yaitu :

Y = 67

6% = 0 pada x = 0

Syarat syarat ini dipenuhi jika : A = δ B = 0

Dan persamaan b menjadi :

Y = δ ( 1 – cos kx ) ( 2. 37 )

Sedang syarat pada ujung bebas kolom menghendaki bahwa Y = δ pada x = 1

Yang memenuhi jika δ cos kl = 0

Persamaan c menghendaki bahwa salah satu δ dan cos kl harus nol. Bila δ = 0, maka lengkungan tidak ada. Bila cos kl = 0, kita akan memperoleh hubungan

Kl = ( 2n – 1 ) /2 ( 2. 38 )

Dimana n = 1, 2, 3,…… persamaan ini untuk menentukan nilai nilai k sehubungan dengan bentuk tekukan yang terjadi.

Nilai kl terkecil yang memenuhi persamaan ( 2. 38 ) diperoleh dengan

Dokumen terkait