• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak pidana dalam KUHP dikenal dengan istilah stafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana seiring mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Perkataan feit itu sendiri di

14

dalam Bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu kenyataan atau een gedeelse van de werkelijkheid, sedangkan straf baar berarti dapat dihukum, hingga secara harfiah perkataan strafbaar feir itu dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat karena kelak akan diketahui bahwa yang dapat dihukum itu sendiri sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.11 Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.12

11Ibid

12Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. 2001. hlm. 22

15

Tindak pidana dapat dibedakan atas dasar tertentu, yaitu sebagai berikut:

1. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III.

2. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten).

3. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpose delicten).

4. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana pidana aktif atau positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif atau negatif, disebut juga tindak pidana omisi (delicta omissionis).

5. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung terus.

6. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.

7. Dilihat dari sudut subjek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (delicta communia) yang dapat dilakukan siapa saja, dan tindak pidana (propria) dapat dilakukan hanya oleh orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu.

8. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana aduan (klacht delicten).

16

9. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten), tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten).

10. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.

11. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan tindak pidana berangkai(samengestelde dlicten).13

Menurut ilmu pengetahuan hukum pidana, sesuatu tindakan itu dapat merupakan een doen atau een niet doen atau dapat merupakan hal melakukan sesuatu ataupun hal tidak melakukan sesuatu, yang terakhir ini di dalam doktrin juga sering disebut sebagai een natulen yang juga berarti hal mengalpakan sesuatu yang diwajibkan oleh undang-undang, akan tetapi strafbaar felt itu oleh Hoge Raad juga pernah diartikan bukan sebagai suatu tindakan melainkan sebagai suatu peristiwa atau sebagai suatu keadaan, yaitu seperti yang bisa dibaca dari arrest-nya tunggal 19 November 1928, N. J. 1928 halaman 1671, W. 11915, dimana Hoge Raad telah menjumpai sejumlah tindak pidana di bidang perpajakan yang terdiri dari peristiwa-peristiwa atau keadaan-keadaan di

13Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 69.

17

mana seseorang itu harus mempertanggung-jawabkan atas timbulnya peristiwa-peristiwa atau keadaan-keadaan tersebut tanpa melakukan sesuatu kealpaan atau tanpa adanya orang lain yang telah melakukan sesuatu kealpaan, hingga harus dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana.

Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam KUHP itu pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk didalamnya, yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya, sedangkan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu di dalam keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah:

1. Kewenangan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)

2. Maksud atau voernemen pada suatu percobaan atau paging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.

3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain sebagainya.

4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte naad seperti yang misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.

18

5. Perasaan takut atau uress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut KUHPPasal 308 KUHP.14

Unsur objektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtejkheid.

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP. Kausalitas yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.15

Unsur-unsur dari tindak pidana tersebut harus ada diluar diri sipelaku dan dapat dibuktikan melekat kepada seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Karena hal tersebut selain dapat menentukan dijatuhkan atau tidaknya hukuman kepada pelaku, juga menentukan beratringannya hukuman yang akan dijatuhkan. Van Bammelen telah menggunakan perkataan “unsur” sebagai nama kumpulan bagi apa yang disebut bestanddeel dan element yang dimaksud dengan bestanddel van het delict oleh van Bammelen adalah bagian-bagian yang terdapat di dalam rumusan delik. Sedangkan yang dimaksud dengan elemen van het delict adalah ketentuan-ketentuan yang tidak terdapat di dalam rumusan delik melainkan di dalam buku ke 1 KUHP atau dapat dijumpai sebagai asas-asas yang juga harus diperhatikan oleh hakim, yang terdiri dari berbagai elemen. Menurut Van

14Ibid.

15Ibid., hlm 192-193

19

Bemmelen Elemen sebagaimana dikutip Bambang Poernomo yang dimaksud adalah:

1. Hal dapat dipertanggungjawabkannya sesuatu tindakan atau sesuatu akibat terhadap pelakunya.

2. Hal dapat dipertanggungjawabkannya seseorang atas tindakan yang telah ia lakukan atau atas akibat yang telah ia timbulkan;

3. Hal yang dapat dipersalahkannya sesuatu tindakan atau suatu akibat kepada seseorang. Oleh karena tindakan atau akibat tersebut telah ia lakukan atau telah ia timbulkan berdasarkan unsur kesengajaan atau unsur ketidaksengajaan;

4. Sifatnya yang melanggar hukum.

Dokumen terkait