• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Tinjauan Pustaka tentang Coronavirus

Coronavirus adalah virus RNA berbentuk bulat, terbungkus, beruntai tunggal, positif dalam famili Coronaviridae, dinamai berdasarkan penampakan ultrastruktural "seperti mahkota" (korona) dari protein lonjakan pada permukaan virion. Coronavirus menginfeksi manusia serta banyak spesies mamalia (Haake et al., 2020). Coronavirus termasuk dalam kelompok virus yang dapat menyebabkan berbagai gejala seperti pneumonia, demam, kesulitan bernapas, dan infeksi paru-paru (Adhikari et al., 2020).

Patogen telah diidentifikasi sebagai RNA beta-coronavirus yang diselimuti novel dan dinamai sindrom pernafasan akut parah coronavirus 2 (SARS-CoV-2). WHO mengumumkan nama virus ini sebagai Virus Corona Disease atau Covid-19. Perjalanan klinis infeksi SARS-CoV-2 sebagian besar ditandai oleh gejala-gejala saluran pernapasan, termasuk demam, batuk, faringomnia, kelelahan, dan komplikasi yang berkaitan dengan pneumonia dan sindrom gangguan pernapasan akut (Inciardi et al., 2020).

20 2. Epidemiologi

Pada Maret 2020 tercatat 199 negara telah terinfeksi oleh virus ini.

Hingga 21 Februari 2021, kasus yang terkonfirmasi COVID-19 mencapai 1.271.353 (8.054 kasus baru) yang dilaporkan oleh pemerintah Indonesia, 34.316 (164 baru) kematian. Pada awal 2020, Cina menjadi negara dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 terbanyak, namun saat ini kasus terbanyak terbanyak di Amerika Serikat dengan 27.702.074, diikuti India sebanyak 10.991.651 dan Brazil 10.081.676. WHO melaporkan Ada 110.749.023 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi, termasuk 2.455.131 kematian, dilaporkan ke WHO (WHO, 2021).

Kasus aktif di Indonesia sudah menurun sebanyak 38,7% sejak Februari 2021 kembali meningkat setelah libur Idul Fitri 2021. Pada 10 Juni 2021 tercatat ada 8.000 kasus perhari, tertinggi sejak Februari, 2021. DKI Jakarta menjadi daerah yang mengalami peningkatan kasus yang paling besar. Selama Juni 2021 tercatat secara nasional 1.911.358 yang sudah terinfeksi virus terhitung sejak Maret 2020. Sulawesi Selatan mencatat kasus sebanyak 62.672 kasus dan 499 yang masih menjalani perawatan.

Kasus aktif Indonesia mencatat ada 113.388 kasus dan 108.997 orang yang berstatus suspek COVID-19 (KPCPEN, 2021).

Semua usia populasi rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2, dan usia tema infeksi sekitar 50 tahun. Tingkat laki-laki adalah 57,3%, dan 51,3%

dalam studi Huoshenshan dengan 1780 kasus rawat inap. Semua bukti ini menunjukkan distribusi jenis kelamin dan kerentanan penyakit yang hampir

21 sama. Laki-laki memiliki tingkat keparahan dan titik akhir prognostik yang lebih tinggi dalam meta-analisis kami. Temuan ini secara tidak langsung dibuktikan oleh sebuah penelitian di Italia dengan 1591 pasien ICU, tingkat laki-laki yang 82,0%, dan lebih tinggi dari yang dilaporkan sebelumnya (Grasselli et al., 2020). Namun, manifestasi klinis berbeda dengan usia.

Secara umum, pria lanjut usia (> 60 tahun) dengan penyakit penyerta lebih mungkin mengembangkan penyakit pernapasan parah yang memerlukan rawat inap atau bahkan meninggal, sedangkan kebanyakan orang muda dan anak-anak hanya memiliki penyakit ringan (non-pneumonia atau pneumonia ringan) atau asimtomatik. Khususnya, risiko penyakit tidak lebih tinggi pada wanita hamil. Namun, bukti penularan transplasental SARS-CoV-2 dari ibu yang terinfeksi ke neonatus telah dilaporkan, meskipun itu adalah kasus yang terisolasi (Hu et al., 2021).

Selain faktor epidemiologi, komorbiditas juga berpotensi menjadi aspek penting yang dapat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit dan prognosis COVID-19. Kasus yang menyebabkan kematian terutama pasien paruh baya dan lanjut usia dengan penyakit yang sudah ada sebelumnya.

Komorbiditas termasuk hipertensi, diabetes, penyakit kardiovaskular, penyakit serebrovaskular, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis), penyakit ginjal kronis, berkontribusi signifikan terhadap keparahan penyakit dan titik akhir prognostik COVID-19. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hipertansi menjadi komorbid dengan tingkat keparahan paling tinggi pada pasien Covid-19 (Fang et al., 2020)

22 3. Pathogenesis

Coronavirus adalah virus RNA untai tunggal berukuran besar, terbungkus, dan ditemukan pada manusia dan mamalia lain, seperti anjing, kucing, ayam, sapi, babi, dan burung. Coronavirus menyebabkan penyakit pernapasan, gastrointestinal, dan neurologis. Coronavirus yang paling umum dalam praktik klinis adalah 229E, OC43, NL63, danHKU1, yang biasanya menyebabkan gejala flu biasa pada individu yang imunokompeten.

SARS-CoV-2 merupakan coronavirus ketiga yang menyebabkan penyakit parah pada manusia menyebar secara global dalam 2 dekade terakhir.

Coronavirus pertama yang menyebabkan penyakit parah adalah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), yang diduga berasal dari Foshan, China dan mengakibatkan pandemi SARS-CoV 2002 2003. Yang kedua adalah sindrom pernafasan Timur Tengah yang disebabkan oleh virus corona (MERS), yang berasal dari jazirah Arab pada tahun 2012 (Wiersinga et al., 2020).

Coronavirus membungkus virus RNA untai tunggal yang bersifat zoonosis dan menyebabkan gejala mulai dari yang mirip dengan flu biasa hingga gejala pernapasan, enterik, hati, dan neurologis yang lebih parah.

Selain SARS-CoV-2, ada enam virus korona yang diketahui pada manusia:

HCoV-229E, HCoV-OC43, SARS-CoV, HCoV-NL63, HCoV-HKU1, dan MERS-CoV. SARS-CoV-2 memiliki diameter 60 nm hingga 140 nm dan paku yang berbeda, mulai dari 9 nm hingga 12 nm, memberikan virion seperti korona matahari. Melalui rekombinasi dan variasi genetik, virus

23 corona dapat beradaptasi dan menginfeksi inang baru. Kelelawar dianggap sebagai reservoir alami untuk SARS-CoV-2, tetapi diperkirakan manusia terinfeksi SARS-CoV-2 melalui inang perantara, seperti trenggiling (Li et al., 2020).

4. Manifestaasi Klinis

Pasien yang terinfeksi Covid-19 menunjukkan jumlah leukosit yang lebih tinggi, temuan pernapasan yang abnormal, dan peningkatan kadar sitokin proinflamasi plasma. Dahak pasien menunjukkan hasil reaksi berantai polimerase real-time positif yang mengkonfirmasi infeksi Covid-19. Patogenesis utama infeksi Covid-19 sebagai virus yang menargetkan sistem pernapasan adalah pneumonia berat (Huang et al., 2020).

Masa inkubasi rata-rata adalah 5-6 hari. Pasien umumnya menjadi bergejala dengan pneumonia berat dan tanda dan gejala infeksi/peradangan lainnya karena tingginya kadar sitokin dan leukosit pro-inflamasi. Menurut laporan WHO tentang COVID-19, penyakit ini tidak memiliki manifestasi khusus yang perlu diperhatikan dan pasiennya. Gejala umum pada pasien rawat inap meliputi demam, batuk kering, sesak nafas, kelelahan, mialgia, mual / muntah atau diare, sakit kepala, lemas, dan rinore. Anosmia atau ageusia mungkin satu-satunya gejala yang muncul pada sekitar 3% orang dengan COVID-19 (WHO, 2020).

Berdasarkan banyak penelitian yang diterbitkan, usia rata-rata adalah 56 tahun (kisaran 55-65 tahun) dan virus ini didominasi oleh laki-laki. Karena ketersediaan data komorbiditas yang terbatas, penting untuk

24 mengkorelasikan dengan faktor-faktor rentan yang telah terbukti sebelumnya terhadap infeksi SARS dan MERS-CoV, yang meliputi merokok, hipertensi, diabetes , penyakit kardiovaskular dan/atau penyakit kronis. Berdasarkan analisis National Health Institute di Italia, usia kematian rata-rata untuk pasien yang menderita COVID-19 adalah 81 tahun.

Di Cina, tingkat kematian kasus (CFR) meningkat dengan usia dan menunjukkan CFR 18% untuk pasien di atas 80 tahun (Wilson et al., 2020).

Target yang mencolok untuk populasi lansia ini dikaitkan dengan gangguan kronis yang mendasari dan penurunan fungsi kekebalan tubuh.

Fungsi kekebalan yang menurun telah dikaitkan dengan sindrom badai sitokin (peningkatan sitokin inflamasi yang bersirkulasi) dan sindrom hiper-inflamasi. Sindrom ini dipicu oleh infeksi virus dan juga merupakan prediktor kematian pada pasien COVID-19. Anak-anak kurang terpengaruh karena antibodi yang lebih tinggi, paparan sebelumnya yang lebih rendah terhadap virus, dan tingkat sitokin inflamasi yang relatif rendah dalam sistem mereka (Mehta et al., 2020).

5. Diagnosis

Setelah menginfeksi manusia, SARS-CoV-2 berkembang biak dengan cepat. Oleh karena itu, asam nukleat virus dapat dideteksi sejak dini pada sampel seperti usapan nasofaring, usap orofaring, sputum, dan feses.

Status RT-PCR digunakan sebagai standar memastikan bahwa orang yang terinfeksi virus ini. Selain RT-PCR, Rapid Test juga menjadi tes untuk mengonfirmasi seseorang terinfeksi virus corona. Terdapat dua jenis rapid

25 test , yaitu antigen dan antibodi dengan pengambilan sampel darah manusia untuk mendeteksi imonoglobulin M dan imonoglobulin G. Pasien dengan COVID-19 menunjukkan kadar sitokin dan kemokin dalam darah yang tinggi (A et al., 2020).

RT-PCR adalah metode PCR versi yang dikembangkan secara eksplisit untuk deteksi RNA (genomik). RT-PCR cukup andal dan teknik yang cepat, menghasilkan hasil dalam beberapa jam (Green et al., 2020).

RT-PCR saat ini merupakan standar emas untuk deteksi SARS-Cov-2 karena kemampuannya untuk mengukur secara langsung bagian genom virus daripada biomarker sekunder seperti antigen atau antibodi. Test kit yang divalidasi dari CDC, yaitu “CDC 2019-Novel Coronavirus (2019-nCoV) Real-Time RT-PCR Diagnostic Panel” kemudian disetujui oleh FDA (US Food and Drug Administration, 2020) di bawah skema Emergency Use Authorization (EUA) pada akhir Februari 2020 untuk digunakan di laboratorium yang memenuhi syarat (Yüce et al., 2020).

6. Pencegahan

Kurangnya obat untuk virus ini memaksa banyak negara untuk memilih lockdown, yang menyebabkan kejatuhan ekonomi yang parah.

Namun, ada lonjakan cepat dalam infeksi global COVID-19 dengan jumlah kematian mencapai di atas satu juta pada pertengahan Oktober 2020 (Uttarilli et al., 2021). Melonjaknya jumlah kasus COVID-19 dapat dikaitkan dengan ketidakpatuhan terhadap pedoman jarak sosial, penggunaan masker wajah yang tidak tepat, dan pencabutan lockdown di

26 beberapa negara. Ini menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan manusia dan kerugian besar bagi ekonomi global. Dengan peningkatan terus-menerus dalam jumlah kasus dengan beberapa puncak, vaksin COVID-19 sangat ditunggu-tunggu. Vaksin ketika diberikan ke dalam tubuh manusia memungkinkan sistem kekebalan untuk mengenali antigen mikroorganisme dan memicu respons imun yang kuat dengan memproduksi antibodi terhadap patogen. Ini menghalangi replikasi patogen pada infeksi dan dengan demikian mencegah perkembangan penyakit. Dengan demikian, pengembangan vaksin sangat penting untuk mencegah penyebaran infeksi SARS-CoV-2 dan membantu mengurangi morbiditas dan mortalitas COVID-19.

Saat ini pemerintah Indonesia menyediakan jenis vaksin diantaranya Sinopharm, CanSino, Moderna, AstraZeneca, Sinovac sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus dan menekan angka kasus yang masih terus meningkat. Selama Juni 2021, Indonesia telah memvaksinasi masyarakat sebanyak 700.000 dosis setiap hari dan telah melakukan vaksinasi 31,5 juta dosis sejak 11 Juni 2021.

E. Tinjauan Pustaka tentang PHBS

Dokumen terkait