• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Status Gizi

2.1.1.1 Deflnisi Status Gizi dan Gizi

Status gizi (Nutrition Status) adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk Variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Contoh; Gondok endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh. Pengertian lain tentang status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat- zat gizi dibedakan antara status gizi buruk , kurang baik dan lebih (Sunita Almatsier,2004).

Pengertian lain tentang status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Sunita Almatsier, 2001). Sedangkan menurut Beck (1993) status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan dan keseimbangan antara masukan nutrien.

Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yakni untuk menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Tetapi, sekarang gizi mempunyai pengertian lebih luas, disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang sekarang sedang membangun, faktor gizi disamping faktor-faktor lain dianggap sedang membangun, faktor gizi disamping faktor-faktor lain dianggap penting untuk memacu pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia berkualitas.

2.1.1.2Ruang lingkup Gizi

Bila dikaji ilmu gizi lebih mendalam, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkupnya cukup luas. Perhatian ilmu gizi dimulai dari cara produksi pangan (agronomi dan peternakan); perubahan- perubahan yang terjadi pada pasca panen mulai dari penyediaan pangan, distribusi dan pengolahan pangan. Konsumsi makanan dan cara-cara pemanfaatan makanan oleh tubuh dalam keadaan sehat dan sakit. Oleh karena itu ilmu gizi sangat erat kaitannya dengan ilmu- ilmu argonomi, peternakan, ilmu pangan, mikrobiologi, biokimia, faal, biologi molekuler dan kedokteran. Karena konsumsi makanan dipengaruhi oleh kebiasaan makan, kebiasaan makan dan keadaan ekonomi maka ilmu gizi juga berkaitan dengan ilmu-ilmu social seperti artopologi, sosiologi, psikologi dan ekonomi (Sunita Almatsier,2004).

2.1.1.3Kebutuhan Gizi Berkaitan Dengan Proses Tubuh

Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat gizi esensial adalah zat gizi yang haras didatangkan dari makanan . Bila dikelompokkan ada tiga fungsi zat gizi dalam tubuh yaitu (Sunita Almatsier,2004).

A. Memberi Energi

Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan aktivitas. Ketiga zat gizi termasuk ikatan organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar. Ketiga zat gizi terdapat dalam jumlah yang paling banyak dalam bahan pangan. Dan berfungsi sebagai bahan pemberi energi, ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat pembakar (Sunita Almatsier,2004).

B. Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan Tubuh

Protein, mineral dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel-sel

yang rusak. Dalam fungsi ini ketiga zat tersebut dinamakan zat pembangun

(Sunita Almatsier,2004).

C. Mengatur Proses Tubuh

Protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membantuk antibody sebagai penangkal organisme yang bersifat infektif dan bahan-bahan asing yang dapat merusak tubuh. Mineral dan Vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam proses oksidasi, fungsi normal otot dan saraf serta banyak proses lain yang terjadi ditubuh termasuk proses menua. Air diperlukan untuk melarutkan bahan-bahan dalam tubuh, seperti didalam darah, cairan pencernaan, jaringan, dan mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa ekskresi. Dalam mengatur proses tubuh ini, protein, mineral, air dan vitamin dinamakan zat pengatur

(Sunita Almatsier,2004).

2.1.1.4 Akibat Gangguan Gizi Terhadap Fungsi Tubuh

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum dalam tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik. Baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih teijadi gangguan gizi (Sunita Almatsier,2004).

Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila sususan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan tergangguanya

pencernaan, kelainan struktur saluran cerna dan kekurangan enzim (Sunita Almatsier,2004).

Faktor-faktor yang mengganggu absorbsi zat-zat gizi adalah penggunaan laktan atau obat cuci perut. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme dan utilisasi zat-zat gizi adalah penyakit hati, diabetes mellitus, kanker, penggunaan obat-obat tertentu, minuman berakohol dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhhi ekskresi sehingga menyebabkan banyak kehilangan zat-zat gizi adalah poliuria, banyak keringat dan penggunaan obat-obat (Sunita Almatsier,2004).

2.1.2. Karbohidrat

Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Melalui proses fotosintesis, klorofil tanaman dengan bantuan sinar matahari, mampu membentuk karbohidrat dari karbondioksida (CO2) berasal dari udara dan air (FFO) dari tanah. Karbohidrat yang dihasilkan adalah karbohidrat sederhana yaitu glukosa (Sunita Almatsier,2004).

2.1.2.1 Kebutuhan Sehari-hari

Bila tidak ada karbohidrat asam amino dan gliserol yang berasal dari lemak dapat diubah menjadi glukosa untuk keperluan energi otak dan system saraf pusat. Oleh sebab itu, tidak ada ketentuan tentang kebutuhan karbohidrat sehari untuk manusia. Untuk memelihara kesehatan WHO menganjurkan agar 55-75 % konsumsi energi total berasal dari karbohidrat kompleks dan paling banyak hanya 10 % berasal dari gula sederhana (Sunita Almatsier,2004).

2.1.2.2Sumber

Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau sereal, umbi- umbian, kacang-kacangan kering, dan gula. Hasil olah bahan-bahan ini adalah bihun, mie, roti, tepung-tepungan selai sirup dan sebagainya. Sebagian besar sayur dan buah tidak banyak megandung karbohidrat. Sayur umbi-umbian seperti wortel dan bit serta sayur kacang-kacangan relative lebih banyak mengandung karbohidrat dari

pada sayur daun-daunan. Bahan makanan berwarna seperti daging, ayam, ikan, telur dan susu sedikit sekali mengandung karbohidrat. Sumber kabohidrat yang banyak dimakan sebagai makanan pokok di Indonesia adalah beras, ubi singkong, talas dan sagu (Sunita Almatsier,2004).

Tabel 2.1. Daftar Komposisi Bahan Makanan Nilai Karbohidrat (KH) berbagai Bahan Makanan (gram/100 gram) Bahan Makanan Nilai KH Bahan Makanan Nilai KH Gula Pasir Gula Kelapa Jelli Pati (Meizena) Bihun Makaroni

Beras Setengah Giling Jagung Kuning/Pipil Kerupuk Udang Mie Kering Roti Putih Singkong Ubi Jalar Merah Kentang Kacang Ijo Kacang Kedelai Kacang Merah 94 76 64,5 87,6 82 78,7 78,3 73,3 68,2 50 50 34,7 27,9 19,2 62,9 34,8 59,5 Kacang Tanah Tempe Tahu Pisang Ambon Apel Mangga Harumanis Pepaya Daun Singkong Wortel Bayam Kangkung Tomat Masak Hati Sapi Telur Bebek Telur Ayam Susu Sapi

Susu Kental Manis

23,6 12,7 1,6 25,8 14,9 11,9 12,2 13 9,3 6,5 5,4 4,2 6 0,8 0,7 4,3 4 Sumber : Depkes 2002

2.1.3. Protein

Protein adalah segolongan besar senyawa organik yang dijumpai dalam semua makhluk hidup. Protein terdiri dari karbon, hidrogen, nitrogen, dan kebanyakan juga mengandung sulfur. Bobot molekulnya berkisar dari 6000 sampai beberapa juta. Molekul protein terdiri dari satu atau beberapa panjang polipeptida dari asam-asam amino yang terikat dengan urutan yang khas. Urutan ini dinamakan struktur primer dari protein. Polipeptida ini dapat melipat atau menggulung. Sifat dan banyaknya pelipatan menyebabkan timbulnya struktur sekunder. Bentuk tiga dimensi dari polipeptida yang menggulung atau melipat ini dinamakan struktur tersier. Struktur kuartener muncul dari hubungan struktural beberapa polipeptida yang terlibat. Jika dipanaskan di atas 50 oC atau dikenai asam atau basa kuat, protein kehilangan struktur tersiernya yang khas dan dapat membentuk koagulat yang tak larut (misalnya putih telur) (Sunita Almatsier,2004).

2.1.3.1 Sumber Protein

Sumber Protein berasal dari protein hewani maupun nabati, yaitu: Tabel 2.2. Kandungan Protein Dalam Makanan

Kandungan Protein Dalam Berbagai Jenis Makanan Jenis Makanan Protein

%

Jenis Makanan Protein % Kacang Tanah

Daging Babi yang direbus Tuna, kalengan Keju Daging Ayam Kacang Mede Telur 26,9 25 24,2 23,9 21,6 19,6 12,8 Daging Domba Daging Sapi Ikan Laut Walnut Daging Babi Roti Putih Susu Murni 18 17,5 17,2 15 15,2 9 3,2

2.1.3.1 Kebutuhan Protein

Rata-rata kebutuhan harian protein adalah 30-50 gram. Karena 20-30 gram protein tubuh dipecahkan dan digunakan untuk menghasilkan zat kimia untuk kebutuhan tubuh lainnya setiap hari. Oleh sebab itu, semua sel harus terus menerus membentuk protein baru utuk menggantikan protein yang telah diuraikan, dan suplai protein dalam makanan dibutuhkan untuk memenuhi tujuan ini. Seseorang mausia rata-rata dapat mempertahankan cadangan protein normal, asalkan asupan hariannya diatas 30 sampai 50 gram (Guyton & Hall, 2008)

Tabel 2.3. Angka Kecukupan Protein menurut Kelompok Umur Kelompok Umur

(Tahun)

AKP gram/kb berat badan Laki-laki Perempuan 1,86 (85% dari 1,86 (85% dan 0-0,5 thn ASI) ASI) 1,39 (80% dari 1,39 (80% dari 0,5-2,0 thn ASI) ASI) 4-5 thn 1,08 1,08 5-10 thn 1 1 10-18 thn 1,96 1,9 18-60 thn 0,75 0,75 60 + 0,75 0,75

Sumber : Sunita Almatsier Prinsip Dasar Ilmu Gizi, 2004

Tabel 2.4. Angka Kecukupan Protein yang di Anjurkan (per orang per hari) Golongan Wanita Laki-laki

Umur BB TB Protein BB TB Protein (kg) (cm) (g) (kg) (cm) (g) 10-12 th 35 140 54 30 135 45 13-15 th 46 153 62 45 150 64 16-19 th 50 154 51 56 160 66 20-45 th 54 156 48 62 165 55 46-59 th 54 154 48 62 165 55 > 60 th 54 154 48 62 165 55

2.1.4. Lipid

Istilah lipid meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak yang umum dikenal di dalam makanan, fosfolipid, sterol dan ikatan lain sejenis yang terdapat didalam makanan dan tubuh manusia. Lipid mempunyai sifat yang sama, yaitu larut dalam pelarut non-polar, seperti etanol, eter, kloroform, dan benzene (Sunita Almatsier,2004).

2.1.4.1. Sumber

Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya) mentega, margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan kuning telur serta makanan yang di masak dengan lemak atau minyak (Guyton & Hall.2008)

Tabel 2.5. Nilai Lemak Berbagai Bahan Makanan

Nilai Nilai

Bahan Makanan Lemak Bahan Makanan Lemak Minyak Kacang Tanah 100 Lemak Sapi 90 Minyak Kelapa Sawit 100 Mentega 81,6 Minyak Kelapa 98 Margarin 81

Coklat

Ayam 25 Manis/Batang 52,9 Daging Sapi 14 Keju 20,3 Telur Bebek 14,3 Susu kental Manis 10 Telur Ayam 11,5 Susu Sapi Segar 3,5 Sarden dalam

Kaleng

27 Tepung Susu Eskrim

1 Ikan Segar 4,5 Biskuit 14,4 Udang Segar 0,2 Mie Kering 11,8 kacang Tanah

terkelupas 42,8 Jagung Kuning 3,9 Kelapa Tua, Daging 34,7 Roti Putih 1,2

Beras Setengah Kacang Kedelai,kering 18,1 Giling 1,1 Tahu 4,6 Singkong 0,3 Tempe 4 Apokat 6,5

Tepung Susu 30 Durian 3 Sumber : Sunita Almatsier Prinsip Dasar Ilmu Gizi, 2004

2.1.4.2. Kebutuhan Lemak

Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO (2000) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 20-30% kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan (Terapi Diet dan Gizi RS ed 2) Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut lemak. Diantara lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, dan 3-7 % dari lemak tidak jenuh-ganda. Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah < 300 mg/hari (Guyton & Hall).

2.1.5. Vitamin

Vitamin adalah senyawa organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk metabolism secara normal yang tidak dapat dibuat di dalam sel tubuh. Kekuragan vitamin dalam diet dapat menyebabkan defisit metabolik yang penting. Tabel 2.6 mencantumkan jumlah vitamin penting yang dibutuhkan sehari-hari oleh seorang manusia rata-rata. Kebutuhan ini bervariasi sekali, bergantung pada faktor- faktor seperti ukuran tubuh, kecepatan pertumbuhan, jumlah latihan dan kehamilan (Sunita Almatsier,2004).

Tabel 2.6. Jumlah kebutuhan Vitamin harian. Vitamin Jumlah A 5000 IU Tiamin 1,5 mg Riboflafm 1,8 mg Niasin 20 mg Asam Askorbat 45 mg D 400 IU E 15 IU K 70 pg Asam Folat 0,4 mg B 12 3 Pg Piridoksin 2 mg

Sumber : Sunita Almatsier Prinsip Dasar Ilmu Gizi, 2004

2.1.6. Angka Kecukupan Gizi

2.1.6.1. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada berbagai faktor, seperti umur, gender, berat badan, iklim dan aktifitas fisik. Oleh karena itu perlu disusun angka kecukupan gizi yang dianjurkan yang sesuai dengan rata-rata penduduk yang hidup didaerah tertentu. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan digunakan sebagai standar, guna mencapai status gizi optimal bagi penduduk (Sunita Almatsier,2004).

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan di Indonesia pertama kali ditetapkan pada tahun 1968 melalui Widya Karya Pangan dan Gizi yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). AKG ini kemuadian ditinjau kembali pada tahun 1978, dan sejak itu secara berkala tiap lima tahun sekali (Sunita Almatsier,2004).

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan digunakan untuk maksud-maksud sebagai berikut : (Sunita Almatsier,2004).

Merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk. Untuk ini perlu diketahui pola pangan dan distribusi penduduk. Karena angka AKG yang dianjurkan adalah angka kecukupan pada tingkat faal, maka dalam merancang produksi pangan perlu diperhitungkan kehilangan yang terjadi tiap tahap perlakuan pascapanen. Menginterpretasikan data konsumsi makanan perorangan ataupun

kelompok. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa dalam penetapan AKG digunakan patokan berat badan tertentu. Bila hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata berat badan menyimpang dari patokan berat badan yang digunakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap angka kecukupan.

Perencanaan pemberian makanan di institusi, seperti rumah sakit, sekolah. industri/perkantoran, asrama, panti asuhan dan lain sebagainya, juga perlu diperhatikan berat badan rata-rata, aktifitas yang dilakukan dan untuk rumah sakit kecukupan gizi untuk penyembuhan. Institusi yang tidak menyediakan makanan lengkap sehari perlu memperhatikan proporsi AKG yang perlu dipenuhi melalui penyediaan makanan

Merencanakan program penyuluhan gizi.

2.1.7. Cara Memenuhi Angka Kecukupan Gizi

Karena masih kurangnya pengetahuan, AKG belum dapat ditetapkan untuk semua zat gizi yang sudah diketahui. Akan tetapi AGK untuk zat-zat gizi yang sudah ditetapkan dapat dijadikan pedoman. Oleh sebab itu, dianjurkan agar menu sehari-hari terdiri atas bahan pangan berfariasi yang diperoleh dari berbagai golongan bahan pangan. Di Indonesia pola menu seimbang terganbar dalam 4 sehat 5 seimbang dan Pedoman Umura Gizi Seimbang (PUGS) (Sunita Almatsier,2004).

2.1.8. Masalah Gizi di Indonesia 2.1.8.1. Masalah Gizi Kurang

Keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan dalam pembangunan jangka panjang tahap 1 disertai dengan perbaikan distribusi pangan,

perbaikan ekonomi dan peningkatan daya beli masyarakat telah banyak memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Namun, empat masalah gizi kurang yang dikenal semenjak pelita I hingga sekarang masih ada walaupun dalam taraf jauh berkurang (DEPKES,2008)

A. Kurang Energi Protein

Kurang energi protein disebabkan oleh kekurangan makanan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak hal ini dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa, KEP menurunkan produktifitas kerja dan derajat kesehatan, sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit (DEPKES.2008)

B. Anemia Gizi Besi

Masalah anemia gizi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kekurangan zat besi. Angka nasional prevalensi anemia gizi besi baru dikumpulkan pada tahun 1999 melalui survey Kesehatan rumah Tangga untuk ibu hamil, yaitu sebesar 70% dan pada tahun sebelumnya mencatat prevalensi AGB untuk ibu hamil sebesar 63,5% dan balita 55,5 %. Terlihat bahwa angka anemia gizi besi malah menigkat dr tahun sebelumnya (DEPKES,2008)

C. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium

Kekurangan iodiumterutama terjadi didaerah pegunungan, dimana tanah kurang mengandung iodium. Sering di daerah Bukit Barisan Sumatra, daerah pegunungan di Jawa, Bali, NTB, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya. Didaerah tersebut GAKI terdapat secara endemik (DEPKES,2008)

2.1.8.2. Masalah Gizi Lebih

Masalah gizi lebih baru muncul dipermukaan pada awal tahun 1998. Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu, terutama di perkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama dalam pola makan. Pola makan tradisional yang dulunya tinggi karbohidrat, tinggi serat

kasar dan rendah lemak, berubah kepola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar dan tinggi lemak. Sehingga menggeser mutu makanan menjadi tidak seimbang. Perubahan pola makan ini depercepat dengan makin kuatnya arus budaya makanan asing yang disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi (DEPKES,2008).

Data antroprometri anak balita (BB/U) yang dikumpulak melalui susenas dan dianalisis oleh director Bina Gizi Masyarakat Depkes dengan menggunakan Kriteria +0,2 SB, sebagai ambang batas gizi lebih/kegemukan, menunjukkan bahwa dalam 10 tahun prevalensi gizi lebih pada balita meningkat dari 0,77% hingga 4,485 (DEPKES,2008)

2.1.9. Antropometri Gizi

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometn artinya ukuran dari tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali (Nyoman Supariasa,2002)

Dari definisi tersebut di atas dapat ditarik pengertian bahwa antrepometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : Berat badan, Tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status- gizi dari berbagai ketidak keseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti, lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Nyoman Supariasa,2002).

Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah: (Nyoman Supariasa,2002)

Alatnya mudah didapat dan digunakan

Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif. Contohnya, apabila terjadi kesalahan pada pengukuran lingkar lengan atas pada anak balita, maka dapat dilakukan pengukuran kembali tanpa harus

persiapan alat yang rumit. Berbeda dengan pengukuran status gizi dengan metode biokimia. apabila terjadi kesalahan maka harus mempersiapkan alat dan bahan terlebih dahulu yang relative mahal dan rumit.

Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.

Biaya relatif murah, karena alkat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-bahan lain.

Hasilnya mudah disimpulkan, karena mempunyai ambang batas (cut o f f

points) dan buku rujukan yang sudah pasti.

Secara ilmiah diakui sebenarnya. Hampir semua Negara menggunakan antropometri sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat, khususnya untuk penapisan (screening) status gizi. Hal ini disebabkan karena antropometri diakui kebenarannya secara ilmiah.

2.1.9.1. Keunggulan Antropometri

Memperhatikan faktor diatas, maka dibawah ini akan diuraikan keunggulan antropometri gizi sebagai berikut: (Nyoman Supariasa,2002)

Prosedurnya sederhana, am an dan dapat dilakukan dalam jumlah sempel yang besar.

Relative tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dan dapat melakukan pengukuran antropometri. Kader gizi (posyandu) tidak perlu seorang ahli, tetapi dengan pelatihan singkat ia dapat melakukan kegiatannya secara rutin.

Alatnya murah. mudah dibawah. tahan lama, dapat dipesan dan dibuat didaerah setempat.

Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.

Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau

Umumnya dapat mengindentifikasikan status gizi sedang, kurang dan gizi buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas.

Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya.

2.1.9.2. Kelemahan Antropometri

Disamping keunggulan metode penentuan status gizi secara antropometri, terdapat pula beberapa kelemahan, yaitu: (Nyoman Supariasa,2002).

Tidak sentitif. Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Disamping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zing dan Fe.

Faktor diluar gizi (penyakit genetik dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitifitas pengukuran antropometri.

Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi. Kesalahan ini terjadi karena pengukuran yang salah, perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan, analisis dan asumsi yang keliru. Sumber kesalahan biasanya berliubungan dengan latihan petugas yang tidak cukup. kesalahan alat atau alat tidak ditera, kesulitan pengukuran.

2.1.9.3. Jenis Parameter

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain, umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak dibawah kulit (Nyoman Supariasa,2002).

A. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi, kesalahan penetuan umur akan menyebabkan inteipretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila disertai dengan penentuan umur yang tepat (Nyoman Supariasa,2002).

B. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang juga penting dan paling sering digunakan. Berat badan digunakan untuk mendiagnosis bayi

Dokumen terkait