• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Menteri Perdagangan Republik Indonesia, pasar dalam pengertian teori ekonomi adalah suatu situasi seorang atau lebih pembeli (konsumen) dan penjual (produsen dan pedagang) melakukan transaksi setelah

kedua pihak telah mengambil kata sepakat tentang harga terhadap sejumlah (kuantitas) barang dengan kuantitas tertentu yang menjadi objek transaksi3. Kedua pihak, pembeli dan penjual, mendapatkan manfaat dari adanya transaksi atau pasar. Pihak pembeli mendapatkan barang yang diinginkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya sedangkan penjual mendapatkan imbalan pendapatan untuk selanjutnya digunakan untuk membiayai aktivitasnya sebagai pelaku ekonomi produksi atau pedagang.

Pasar merupakan salah satu yang menggerakkan dinamika kehidupan ekonomi. Berfungsinya lembaga pasar sebagai institusi ekonomi yang menggerakkan kehidupan ekonomi tidak lepas dari aktivitas yang dilakukan oleh pembeli dan pedagang. Menurut Damsar (2009), pembeli di pasar yaitu: (1) pengunjung, yaitu seseorang atau lebih yang datang ke pasar tanpa mempunyai tujuan untuk melakukan pembelianterhadap suatu barang atau jasa. (2) pembeli, yaitu seseorang atau lebih yang datang ke pasar dengan maksud untuk membeli sesuatu barang atau jasa tetapi tidak memiliki tujuan ke (di) mana akan membeli. (3) pelanggan, yaitu seseorang atau lebih yang datang ke pasar dengan maksud membeli suatu barang atau jasa dan memiliki arah dan tujuan yang pasti ke dimana akan membeli.4

Pasar tradisional juga diartikan sebagai wadah utama masyarakat dalam membeli suatu kebutuhan, karena dalam pasar inilah sesungguhnya perputaran ekonomi masyarakat terjadi. Pasar tradisional juga merupakan wadah dalam penjualan produk-produk berskala ekonomi: petani, nelayan, pengrajin dan home

industry (industri rumah tangga). Interaksi sosial di dalam pasar tradisional sangat kelihatan yang dapat dibuktikan dari tata cara penjualan (sistem tawar menawar) sampai dengan ragam latar belakang suku dan ras didalamnya (Bisnis Indonesia, 2004).5

Dalam penelitiannya Leksono (2009) menemukan bahwa pasar tradisional adalah sebagai modus interaksi sosial-budaya. Bahkan, pasar juga mengandung fungsi religius sebagai sarana ibadah. Selain itu, pasar tradisional dengan harga luncurnya padanya terkandung transaction cost6 dan bahkan asymmetric information7. Dari korbanan waktu, proses tawar-menawar adalah merupakan biaya transaksi, akan tetapi jika di dalamnya berlangsung pula proses komunikasi yang dapat menunjukkan kejelasan tentang karakter obyek barang yang diperjual belikan serta terjadi proses penyesuaian harga maka asymmetric information akan menyusut jauh. Di sini proses transaksi mempunyai peluang akan berkelanjutan berdasarkan interaksi social yang terjadi karena di antara keduanya menjadi saling kenal.8

5

Http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29494/8/Chapter%20I.pdf (diakses tgl 24 mei 2015 )

6

Menurut penjelasan Oliver E. Williamson (1975, 1985, dalam Donaldson, 1995) biaya transaksi, menyimpulkan bahwa transaksi adalah pertukaran barang atau jasa antara orang dalam berbagai batasan. Pada pasar, pertukaran terjadi lewat negosiasi kontrak dimana semua bagian diasumsikan bergerak untuk kepentingan pribadi. Dalam pandangan pengetahuan murni, pertukaran/transaksi merupakan kebutuhan semua bagian, dan harga didasarkan atas kepentingan individual serta tangan tak kelihatan (invisible hand) pada perekonomian bebas (sebagian besar adalah penjual dan pembeli) sehingga pengendalian biaya dibutuhkan oleh pasar bebas (pure market).

7

Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain. Misalnya pihak manajemen perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pihak investor di pasar modal.

8

Http://sosiologi.fisip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2012/04/Pasar-Tradisional.pdf (diakses tgl 18 oktober 2014)

Geertz berpendapat bahwa pasar tradisional menunjukkan suatu tempat yang diperuntukkan bagi kegiatan yang bersifat indigenous market trade, sebagaimana telah dipraktikkan sejak lama mentradisi.9 Pasar tradisional memiliki beberapa jenis menurut kegiatannya yaitu:

1. Pasar eceran yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran barang secara eceran.

2. Pasar grosir yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran dalam jumlah besar.

3. Pasar induk Pasar ini lebih besar dari pasar grosir, merupakan pusat pengumpulan dan penyimpanan bahan-bahan pangan untuk disalurkan ke grosir-grosir dan pusat pembelian.10

Selain menjelaskan tentang ciri-ciri dan jenis-jenis pasar dapat diketahui juga bahwa ada sistem pasar yang dapat mengatur semua kegiatan atau aktivitas ekonomi di pasar dan adanya sistem pasar maka terdapat suatu kerja sama satu sama lain untuk meningkatkan solidaritas di pasar tersebut sehingga membentuk suatu jaringan sosial yang baik terutama pedagang pasar yang ada di pasar Simpang Limun Medan tersebut.

Sebuah contoh yang dapat dilihat seperti pasar yang ada di Jawa yang memiliki persamaan dengan pasar yang ada di Medan terutama pasar yang sedang diteliti Pasar Simpang Limun yaitu:

1. Sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur mekanisme barang dan jasa tersebut. Ada tiga hal penting yaitu:

a) Sistem harga luncur, adanya tawar-menawar barang yang dilakukan oleh penjual dengan pedagang dan ada juga pedagang dengan pedagang, jadi dalam hal ini penetapan harga tidak pasti.

b) Neraca yang kompleks dari hubungan-hubungan kredit yang diselenggarakan dengan hati-hati, neraca kredit mulai memantapkan hubungan-hubungan dagang yang kurang lebih bersifat tetap.

c) Pembagi bagian resiko dan dengan sendirinya margin laba yang sangat ekstensif, yaitu suatu cara berdagang yang khas berdasarkan pandangan pedagang tertentu yang yang akan tetap bertahan untuk waktu yang lama meskipun modal menjadi lebih mudah diperoleh sekalipun.

2. Sebagai sistem sosial dan kebudayaan dimana mekanisme itu tertanam, pada pasar bercirikan :

a) Posisi terselip, (interstitial) yang tradisional di dalam masyarakat pada umumnya, pertumbuhan ekonomi pasar terjadi bukan dari pedagang setempat tetapi para pedagang dari luar daerah yang dapat menyatukan seluruh jaringan pasar diberbagai daerah, inilah pendorong dalam perkembangan ekonomi kota secara tetap dan pasti.11

Mengutip pendapat Granovetter bahwa tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung d iantara actor. Adapun jaringan yang dimaksudkan dengan jaringan hubungan sosial ialah sebagai suatu hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang sama di antara individu-individu atau kelompok-kelompok. Dalam hal ini dapat

11

dicontohkan yaitu seorang pedagang yang saling menjaga hubungan antarsesama orang di pasar yang melakukan tindakan atau kegiatan ekonomi pasar, walaupun mereka bersaingan dalam hal berjualan (Damsar, 1997: 33-34).

Suparlan (1982: 36-39) mengatakan ada beberapa hal yang merupakan ciri-ciri utama dari jaringan sosial, yaitu:

1. Titik-titik, merupakan titik-titik yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh satu atau sejumlah garis yang dapat merupakan perwujudan dari orang, peranan, posisi, status, kelompok, tetangga, organisasi, masyarakat, negara dan sebagainya.

2. Garis-garis, merupakan penghubung atau pengikat antara titik-titik yang ada dalam suatu jaringan sosial yang dapat berbentuk pertemuan, kekerabatan, pertukaran, hubungan superordinat-subordinat, hubungan-hubungan antarorganisasi, persekutuan militer dan sebagainya.

3. Ciri-ciri struktur. Pola dari garis yang menghubungkan serangkaian atau satu set titik-titik dalam suatu jaringan sosial dapat digolongkan dalam jaringan sosial tingkat mikro atau mikro, tergantung dari gejala-gejala yang diabstraksikan. Contoh dari jaringan tingkat mikro yang paling dasar adalah suatu jaringan yang titik-titiknya terdiri atas tiga buah yang satu sama lainnya dihubungkan oleh garis-garis yang mewujudkan segitiga yang dinamakan triadic balance (keseimbangan segitiga); sedangkan contoh dari jaringan tingkat makro ditandai oleh sifatnya yang menekankan pda hubungan antara sistem atau organisasi, atau bahkan antarnegara.

4. Konteks (ruang). Setiap jaringan dapat dilihat sebagai terwujud dalam suatu ruang yang secara empiris dapat dibuktikan (yaitu secara fisik), maupun dalam ruang yang didefenisikan secara sosial, ataupun dalam keduanya. Misalnya, jaringan transportasi selalu terletak dalam suatu ruangan fisik, sedangkan jaringan perseorangan yang terwujud dari hubungan-hubungan sosial tidak resmi yang ada dalam suatu organisasi adalah suatu contoh dari suatu jaringan yang terwujud dalam satu ruang sosial. Jaringan komunikasi dapat digambarkan sebagai sebuah peta baik secara fisik, yaitu geografis maupun menurut ruang sosialnya, yaitu yang menyangkut status dan kelas sosial.

5. Aspek-aspek temporer. Untuk maksud sesuatu analisa tertentu, sebuah jaringan sosial dapat dilihat baik secara sinkronik maupun secara diakronik, yaitu baik sebagai gejala yang statis maupun dinamis.

Dari uraian ciri-ciri jaringan oleh Suparlan, dapat dihubungkan dengan jaringan yang terdapat di Pasar Simpang Limun, yaitu hubungan bisa terjalin karena pertama, karena adanya peranan masing-masing seperti peran sebagai pedagang, pembeli dan peranan lainnya. Peranan tersebut menjadi suatu pengikat yang menghubungkan antara peranan yang satu dengan peranan yang lainnya, melalui pertemuan, pertukaran dan semakin erat hingga membentuk suatu organisasi antara pedagang dengan pembeli. Organisasi yang terbentuk didasarkan atas hubungan kepercayaan antara yang satu dengan yang lainnya.

Mengutip pendapat Lawang, Damsar, (2009:157-158) menyatakan yang dimaksud dengan jaringan adalah:

1. Ada ikatan antarsimpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan social ini diikat dengan kepercayaan. Kepercayaan dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak. 2. Ada kerja antarsimpul (orang atau kelompok) yang melalui media hubungan

social menjadi satu kerja sama, bukan kerja bersama-sama.

3. Seperti halnya sebuah jaringan (yang tidak putus) kerja yang terjalin antarsimpul itu pasti kuat menahan beban bersama, dan malah dapat ”menangkap ikan” lebih banyak.

4. Dalam kerja jaring itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri. Malah kalau satu simpul saja putus, maka keseluruhan jaring itu tidak bias berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki. Semua simpul menjadi satu kesatuan dan ikatan yang kuat. Dalam hal ini analogi tidak seluruhnya tepat terutama kalau orang yang membentuk jaring itu hanya dua saja.

5. Media (benang atau kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan atau antara orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan.

6. Ikatan atau pengikat simpul adalah norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan.

Jaringan sosial memperkenalkan suatu konsep untuk mengkaji prilaku atau tindakan manusia, yang mana manusia selalu dilihat dalam proses interaksi sosial: manusia yang satu memanipulasi manusia-manusia lainnya, sebagaimana dirinya dimanipulasi oleh manusia-manusia lainnya. Dalam hal ini analisis jaringan sosial seolah-olah mengindikasikan bahwa seseorang tergantung pada orang lain dan

tidak kepada sesuatu yang abstrak seperti apa yang dinamakan kebudayaan, sistem keyakinan dan sejenisnya (Agusyanto, 2007: 59).

Menurut Agustina Ika H Saragih dalam skripsinya Jaringan Pekerja Seks Komersil di Super Diskotik Nibung Raya Medan (2008) dalam jaringan Pekerja seks Komersil terdapat peran- peran yang berbeda. Diantara peran mucikari yang melindungi kepentingan Pekerja Seks Komersil. Perantara adalah orang yang menghubungkan PSK dengan konsumen, konsumen bisa meminta seperti apa yang dingiinkan maka perantara akan menjemput PSK sesuai keinginan konsumen. PSK di Diskotik Super dapat diketahui melalui tingkah laku mereka yang energik, berpenampilan seksi dengan dandanan yang sedikit menor. Memiliki akses bebas keluar masuk Diskotik Super. Hubungan antara sesama PSK hanya saling kenal saja, tidak memiliki hubungan yang akrab antara satu sama lainnya. Latar belakang belakang mereka menjadi PSK juga berlainan namun sebagian besar karena himpitan ekonomi,ingin mendapatkan banyak uang tanpa harus bekerja keras salah satunya dan ada pula yang dijual oleh teman dekat laki – lakinya. Uraian tersebut menjelaskan bahwa jaringan bisa terwujud karena keadaan yang menunjukkan adanya pola-pola hubungan yang dibuat berdasarkan tujuan yang hendak dicapai bersama.

Menurut Radinton Malau dalam skripsinya, Bisnis Pemasaran Jaringan (Studi tentang Pemanfaatan Relasi dan Strategi Member dalam Mengembangkan Bisnis Pemasaran Jaringan PT. Melia Nature Indonesia di Stokist Medan Setia Budi) tahun 2011. Jaringan tidak terlepas dari aspek sosial sosial budaya. Relasi-relasi yang dimiliki member seperti relasi biasa,

patron-klien, dan relasi kekerabatan menjadi lahan bagi member untuk menawarkan bisnis pemasaran jaringan. Strategi memanfaatkan ketiga relasi tersebut selalu dilakukan oleh para pelaku bisnis pemasaran jaringan. Strategi member dalam mengembangkan jaringan dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu: pertama, menyusun jaringan; kedua, melakukan prospek; ketiga, membantu dan mendidik downline. Dari strategi-strategi yang dilakukan member mulai dari membangun, mengembangkan hingga mempertahankan bisnis pemasaran jaringannya. Terlihat bahwa member senantiasa mengembangkan sistem

sendiri yang kemudian mereka gunakan untuk menginterpretasi bisnis pemasaran jaringan yang mereka tekuni dan sekaligus untuk menyusun strategi kembali dalam menghadapi bisnis pemasaran jaringan.

Uraian diatas menjelaskan bahwa suatu jaringan terbentuk karena adanya kepentingan bersama untuk mendapatkan keuntungan. Jaringan tersebut terjalin hanya sebatas bisnis tidak sampai pada hubungan kepercayaan atau hubungan yang lebih jauh seperti terciptanya suatu organisasi, arisan, pertemanan dan hubungan kekerabatan. Sedangkan pada pasar Simpang Limun jaringan sosial ini membantu mempertahankan berjalannya aktivitas pasar sehingga pasar tradisional masih aktif sampai sekarang ini. Bertahannya hubungan antara pembeli dan penjual atau sesama pembeli tidak hanya itu juga jaringan sosial ini membantu mempererat hubungan antar masyarakat. Semua ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat serta meningkatkan pembangunan per ekonomian di Indonesia.

Menurut Supriyadi (1998), jaringan hubungan/relasi manusia akan membentuk interaksi sosial, dengan mendasarkan polanya pada tiga bentuk hubungan (1) hubungan/relasi timbal balik (primer), hubungan ini terwujud secara egaliter. (2) hubungan/relasi menyebelah (sekunder), hubungan ini terwujud bila ada yang menguasai dan dikuasai. (3) hubungan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan (tersier), hubungan. Sedangkan kombinasi dari ketiganya adalah merupakan variasi yang terjadi secara kebetulan dalam pola hubungan/relasi sosial dalam kehidupan masyarakat. Interaksi sosial itu sendiri menurut Soekanto (1975), sebagai bentuk yang tampak, apabila orang perorang atau kelompok‐kelompok manusia itu mengadakan hubungan satu sama lain, dengan terutama mengetengahkan kelompok‐kelompok sosial serta lapisan‐lapisan sosial, sebagai unsur‐unsur pokok dari struktur sosial.12

Mengutip pendapat Mitchel, Damsar (2009:159) menyatakan bahwa jaringan sosial dapat didefinisikan sebagai rangkaian hubungan yang khas diantara sejumlah orang dengan sifat tambahan, yang ciri-ciri dari hubungan ini sebagai keseluruhan, yang digunakan untuk menginterpretasi tingkah laku sosial dari individu-individu yang terlibat. Sedangkan Mitchel jaringan sosial dapat didefinisikan sebagai rangkaian hubungan yang khas di antara sejumlah dengan sifat tambahan, yang ciri-ciri dari hubungan ini sebagai keseluruhan, yang digunakan untuk menginterpretasi tingkah laku sosial dari individu yang terlibat (Damsar, 2009:159).

Jaringan dapat dilihat dari tingkatan yang ada yaitu jaringan mikro, meso, dan makro. Beberapa penjelasan tentang tingkatan jaringan ini yaitu:

a) Jaringan Mikro

Hubungan sosial yang terus-menerus antar individu bisa menghasilkan suatu jaringan sosial diantara mereka. Jaringan sosial antara individu atau antar pribadi dikenal sebagai jaringan sosial mikro. Oleh karena itu jaringan sosial mikro merupakan bentuk jaringan yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Jaringan mikro ini memiliki tiga fungsi: yaitu sebagai pelicin, jaringan sosial memberikan berbagai kemudahan untuk mengakses bermacam barang dan sumberdaya langkah seperti informasi, barang, jasa, kekuasaaan dan sebagainya. Ketika seorang pembeli dan penjual, pada suatu pasar tradisional, berinteraksi dalam suatu transaksi bisnis dan berakhir dengan jual-beli maka hal tersebut bisa menjadi simpul bagi terbentuknya ikatan pelanggan antara mereka berdua. Memudahkan hubungan satu pihak denga pihak lainnya.

b) Jaringan Meso

Hubungan yang dibangun para actor dengan dan atau di dalam kelompok sehingga terbentuk suatu ikatan maka dapat disebut sebagai jaringan sosial pada tingkat meso. Jaringan sosial pada tingkatan meso ini dapat ditemui dalam berbagai yang kita masuki atau miliki seperti ikatan alumni, paguyuban (ikatan keluarga berdasarkan marga). Fungsi

jembatan pada tataran meso jaringan dapat dilihat melalui daya hubung atau kekuatan relasi yang dimiliki seseorang karena keanggotaanya pada suatu kelompok untuk dipergunakan dalam menjalani kehidupan c) Jaringan Makro

Jaringan Makro merupakan ikatan yang terbentuk karena terjalinnya simpul-simpul dari beberapa kelompok, dengan kata lain, jaringan makro terajut dari ikatan antara dua kelompok atau lebih. Kelompok dalam konteks ini bisa dalam organisasi, institusi, bahkan bisa pula Negara (Damsar, 2009:160-166)

Dokumen terkait