• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Tentang Foto Jurnalistik

1. Defenisi dan Krakteristik Foto Jurnalistik

Foto jurnalistik dikemukakan oleh Guru Besar Universitas Missouri. AS, Cliff Edom, adalah paduan antara kata Word dan Picture (Kata dan Gambar). Sementara foto jurnalistik, menurut editor majalah LIFE¸ William Hicks adalah kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya.1 Sedangkan menurut Waren K. Agee, Philip H. Ault dan Edwin Emery foto jurnalistik ialah “Fhoto Journalism is a combination of word and potograf design to communicated or attitude. A branch or photografi communication” (Foto jurnalistik adalah kombinasi menyampaikan informasi atau sikap. Sebuah cabang atau komunikasi fotografi).2 Jadi dapat disimpulkan bahwa foto jurnalistik adalah sebuah informasi atau berita yang disajikan dalam bentuk tulisan dan foto atau gambar.

Foto jurnalistik merupakan satu kesatuan yang sangat erat dalam menarik perhatian pembaca. Hal ini dikarenakan oleh beberapa sebab. Pertama, foto merupakan unsur pertama yang tangkap oleh mata pembaca. Kedua, foto dalam surat kabar bisa

1Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik (Jakarta; Bumi Aksara, 2004), h. 4.

2Hardi, “Analisis Isi Foto Berita Pada Harian Republika”, Skripsi (Ujung Pandang: Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar, 1995), h. 28

digunakan untuk berkomunikasi dengan pembaca yang mempunyai latar belakang beraneka ragam, karena foto bersifat universal.3

Ada delapan karakter foto jurnalistik yang menurut Frank P. Hoy, dari Sekolah Jurnalistik dan Telekomunikasi Walter Cronkite, Universitas Arizona, dalam bukunya yang berjudul Photojournalism The Visual Approach, adalah sebagai berikut:

a. Foto Jurnalistik adalah komunikasi melalui foto (Communication photography). Komunikasi yang dilakukan mengekspresikan pandangan wartawan foto terhadap suatu subjek, tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi. b. Medium foto jurnalistik adalah media cetak koran atau majalah dan media kabel

atau satelit juga internet sebagai kantor berita (wire service). c. Kegiatan foto jurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita. d. Foto jurnalistik adalah paduan dari foto dan teks foto.

e. Foto jurnalistik mengacu pada manusia. Manusia adalah subjek, sekaligus pembacaa foto jurnalistik.

f. Foto jurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak (mass audience). Ini berarti, pesan yang disampaikan harus singkat dan harus segera diterima orang yang beraneka ragam.

g. Foto jurnalistik merupakan hasil kerja editor foto.

3Don Michael Flournoy, Analisis Isi Surat Kabar Surat Kabar Indonesia (Yogjakarta: Gajah Mada Universitiy press, 1989), h. 183

h. Tujuan foto jurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak memenuhi kebutuhan innformasi kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan kebebasan pers (Freedom of speech dan freedom of press).4

Berita tulis dan berita foto mempunyai pijakan masing-masing dan saling melengkapi. Berita tulis memberikan deskripsi verbal sementara, berita foto memberikan deskripsi visual. Sebagai gambaran, untuk menceritakan besarnya dalam bentuk angka-angka, jelas berita tulis lebih tepat untuk dipakai. Tetapi untuk memberitakan kepada khalayak dan memberikan kesan langsung foto jurnalistik lebih

mampu “berbicara” dari pada tulisan.

Wijaya memberikan defenisi yang mendalam tentang foto jurnalistik dikutip oleh Rita Gani dan Ratri Kusumalestari dalam bukunya, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar yang dimaksud foto jurnalistik adalah foto yang bernilai berita atau foto yang menarik bagi pembaca tertentu dan informasi tersebut disampaikan kepada masyarakat sesingkat mungkin.5 Keterikatan erat antara foto dan berita juga diperkuat dengan pertanyaan tentang apa itu foto jurnalistik? Wilson Hick, fotografer majalah LIFE di

Amerika Serikat, menjawab dengan teorinya yang terkenal “foto jurnalistik adalah gambar dan kata”. “Kata” dalam foto jurnalistik adalah teks yang menyertai sebuah foto. Kalau berita tulis dituntut untuk memenuhi kaidah 5W + 1H, demikian pula foto jurnalistik. Karena enam elemen itu ada dalam suatu gambar sekaligus, teks foto

4Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2013), h. 48-49

diperlukan untuk melengkapinya. Seringkali, tanpa teks foto, sebuah foto jurnalistik menjadi tidak berguna sama sekali.6

Sekali lagi, penggabungan dua media komunikasi visual dan verbal inilah yang disebut sebagai foto jurnalistik. Suatu ketika kita membuka surat kabar, yang paling pertama kita perhatikan adalah melihat foto yang menarik, kemudian membaca teksnya dan kembali melihat foto tersebut.

Pada hakikatnya foto itu mempunyai kelebihan dibandingkan media oral. Selain mudah diingat, foto juga memiliki efek lain yang timbul jika kita melihatnya. Menurut Sukatendel, dalam Pratikno, kita dapat mengutarakan pesan dengan baik

lewat media ini, karena dianggap foto “tak bisa berbohong”.7 2. Jenis – Jenis Foto Jurnalistik

Jenis foto jurnalistik sendiri A. E Loosley (1971) dalam bukunya Business of Photojournalism, membagi foto ke dalam tiga jenis :

a. Hard News adalah foto jurnalistik yang sangat penting, memiliki nilai aktualitas tinggi.

b. Soft News adalah foto jurnalistik yang kurang begitu penting namun baik juga untuk dimuat.

c. Filter News adalah foto jurnalistik yang berfungsi sebagai selingan atau pengisi halaman.8

6Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik (Jakarta: Bumi Aksara, 2004). H. 4

7Riyono Pratino, Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi (Bandung: CV. Remaja Rosdakarya, 1987), h. 157

Dapat dikatakan pembagian ini berdasarkan penting atau tidak pentingnya suatu berita untuk dimuat. Pembagian lain dapat ditinjau dari cara penyajianya :

a. Spot News atau foto berita adalah sebuah karya foto yang merekam kejadian atau peristiwa dengan waktu yang sangat singkat dan tidak berulang.

b. Photo Essay atau foto esai adalah serangkaian foto yang menggambarkan berbagai aspek dari suatu masalah yang dikupas secara mendalam.

c. Photo Sequence adalah serangkaian foto yang menyajikan suatu kejadian secara mendetail, beruntun dan kronologis.

d. Feature Photograph adalah sebuah foto jurnalistik yang menyangkut kehidupan sehari-hari, namun mengandung segi kemanusiaan yang menarik (Loosley, 1974: 62).9

Dalam penelitian ini, foto berita yang berada dalam Harian Radar Bone termasuk dalam Spot News, karena membahas tentang kejadian atau peristiwa termasuk kasus kriminal.

3. Sifat Foto Jurnalistik

Foto Jurnalistik harus bisa menggambarkan kejadian secara menyeluruh dari apa yang diberitakan. Foto jurnalistik juga dapat menyingkat pemberitaan dan mampu menjelaskan kepada pembaca detail kejadianya. Karena itu, sebuah foto berita yang baik, hendak harus memperhatikan komposisi. Selain itu, ada unsur objektivitas yang harus dikemukakan karena hal ini berkaitan dengan nilai aktualitas yang ada pada berita

9Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2013), h. 63

tersebut. Maka dari itu, foto berita memiliki sifat-sifat sebagai acuan fotografer jurnalistik. Adapun sifat dari foto berita yaitu :

a. Dapat dibuat dengan mudah dan cepat jika jurnalisnya sudah menguasai teknik pemotretan.

b. Mempunyai daya perekam yang akurat dan tidak mungkin berbohong dalam penguraian detail (selama foto itu tidak diganggu).

c. Untuk kejadian fisik (dapat dilihat), foto dapat mengurai dengan jelas beritanya dari pada berita tulis.

d. Dalam pemberitaan lintas negara, gambar tidak perlu diterjemahkan.

e. Foto lebih sederhana dari pada berita tulis untuk menjelaskan secara esensial dari suatu berita, sebuah gambar nilainya sama dengan seribu kata.

f. Dampak sebuah foto berita lebih besar dari pada berita tulis karena respon perasaan manusia lewat panca indra penglihatan lebih besar, lebih cepat dan langsung mengenai pikiran dan perasaan. Sementara membaca, untuk mencapai pengertian harus melewati persepsi intelektual, kemudian baru keperasaan.10

Kelahiran foto berita tidak dapat dipisahkan oleh rasa keingintahuan manusia. Apalagi salah satu keunggulan foto yaitu, foto dianggap “tak bisa berbohong” dan

dapat menangkap setiap detail penyajian, serta membuat perkembanganya begitu cepat.

Sebuah foto juga lebih gampang “dibaca” dibandingkan berita tulis. Sebab,

untuk memahami berita, dibutuhkan kemampuan intelektual. Sedangkan foto dapat

langsung dipahami karena melibatkan unsur panca indra yang langsung melekat di pikiran dan perasaan pembaca.

Dorongan kemajuan teknologi, semakin membuat foto berita di satu sisi mengalahkan berita tullis. Sebuah gambar dapat mencerminkan beribu kata. Bahkan

tak jarang sebuah foto menjadi ”Head Line” mengalahkan berita tulis.

4. Syarat Foto Berita

Prof. Bernd. Heydemann, anggota persatuan Jerman untuk fotografi (Deutsche Gesellschaft fur Photographie) mengemukakan enam syarat foto berita, yang digunakan pertama kali dalam kongres D.G.Ph di Munchen yaitu :

a. Foto berita harus mampu menonjolkan diri, melawan membanjirnya informasi berita (prinsip persaingan). Tidak dikatakan dengan cara yang mencari sensasional atau dengan cara penyajian yang tidak konvensional.

b. Foto berita harus disusun sedemikian rupa sehingga mudah diterima oleh pembaca, tanpa kesukaran mengenalnya. Prinsipnya adalah bagaimana agar foto tersebut berkesan pada indra pembaca.

c. Foto berita harus mampu menyajikan berita dengan banyak detail gambar. Foto yang memiliki detail gambar yang baik akan memberikan kesan originalitas dari peristiwa yang ditampilkan.

d. Foto berita jangan menyampaikan ulangan dari gaya pemberitaan, untuk mencegah efek dari imunisasi. (prinsip pembaruan terus, untuk menghindari kebosanan pembaca).

e. Foto berita harus mampu merangsang daerah-daerah sensitif (terutama panca indra) dari proses penyampaian informasi dalam foto tersebut kepada masyarakat. (Proses relasi terhadap sensitivitas pengamat).

f. Foto berita harus merupakan foto peristiwa yang benar-benar terjadi (echt) karena bila terjadi pemalsuan atau penipuan, dalam jangka panjang akan terjadi penolakan atas dasar pengalaman yang negatif. (Prinsip glaubwurdigkeit credibility = dapat dipercaya dan diandalkan).11

Sementara Richard H. Logan III dalam buku, Elements of Photo Reporting, menyebutkan tiga syarat untuk menghasilkan foto yang baik yakni Have impact, Singleness of Purpose, Universal appella.12

Secara umum sebuah foto berita yang baik harus memiliki pendekatan universal. Sehingga pembaca yang datang dari latar belakang geografis dan pendidikan yang beragam, memiliki pengertian yang sama akan makna foto yang disajikan (Singleness of purpose). Untuk mencapai itu, perlu ketelitian fotografer dalam merekam setiap aksi yang memiliki kekayaan detail gambar. Jika tidak, foto berita itu akan sulit dipersepsi dengan panca indra, apalagi menyentuh perasaan pembacanya. Sebuah foto berita juga dapat menjadi “penyejuk” di tengah kebosanan pembaca

menekuni padatnya kalimat-kalimat berita tulis.\

11Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, h. 92-93. 12Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, h. 93.

5. Penilaian Foto Berita

Baik dari sektor editor maupun pembaca, tentu kita mengadakan penilaian tentang foto. Penilaian dapat dilakukan dari dua sudut :

a. Isi

1) Kebenaranya

Apakah foto benar-benar mencerminkan kenyataan? Benar-benar terjadi? Tidak staged? Ketidakbenaran foto sering terjadi karena dilakukan trik atau manipulasi, Salah Caption atau sengaja foto “ditukarkan”, Peretusan (Retouching), Mengupah orang-orang tertentu untuk dipotret

2) Nilai beritanya (News) dapat dilihat dari objek yang dipotret, momentum, aktualitas.

3) Cara pengutaraan menurut bahasa fotografi. b. Teknis

1) Pemotretan, pencucian/pengembangan dan pencetakan (tajam/tidaknya) 2) Presentasinya dalam surat kabar atau majalah (melibatkan proses

reproduksi dan pencetakan).13

Hal tersebut dilakukan agar keaslian foto jurnalistik terjaga, dan selain kedua hal di atas, ada juga cara penilaian foto jurnalistik menurut Frank Hoy dalam bukunya Photojournalism: The Visual Approach.

13Riyono Pratikno, Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi (Bandung: CV. Remaja Rosdakarya, 1987), h. 159.

a. Kesegeraan. Sebagai bahasa visual, sebuah foto harus dapat secara cepat mengkomunikasikan sesuatu. Orang lain yang melihat foto itu harus segera mengerti pesan apa yang disampaikan.

b. Memancing emosi. Menurut John R. Whiting dalam bukunya, Photography is A Language, fotografi “seperti sebuah alat (untuk) mengungkapkan ide dan emosi.”

Dalam hal ini, ujar Whiting, foto dapat menghasilkan perbedaan persepsi yang unik.

c. Menyajikan sudut pandang. Sebuah foto tunggal mengisolasi hanya satu sudut (bagian) dari sebuah peristiwa. Maka foto yang memancing emosi masyarakat itu kemungkinan hanya sebuah fakta dari satu sisi peristiwa.14

Dokumen terkait