• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Tinjauan Pemahaman Santri Tentang Ibadah Shalat Maktubah

1. Tinjauan Tentang Pemahaman Santri

23

Hadlirih bi Al-Masjidil Al-Haram, dan lain sebagainya. Selain itu, beliau juga mempunyai buku kamus biografi yang menghidangkan

biografi-biografi sejumlah ulama abad 14. Kamus biografi-biografi itu bertajuk “Siyar wa

Tarajim Ba’dh „Ulamaina fi Al-Qarn Ar-Rabi’ „Asyar Al-Hijrri”. Dalam

buku ini tidak hanya biografi ulama-ulama Timur Tengah saja yang terekam, namun juga ulama Timur Jauh (baca: Nusantara), India, Daghistan, dan lainnya.

Pada 16 Muharram 1391 H/ 1970 M, akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhirnya di Makkah Al-Mukarramah setelah sekian tahun melawat di Negeri fana ini, beliaupun di makamkan di Ma’la.

Semoga Allah merahmati beliau dan menempatkannya di surga-Nya. Aamiin.21

B. Tinjauan Pemahaman Santri Tentang Ibadah Shalat Maktubah

1. Tinjauan Tentang Pemahaman Santri

a. Pengertian Pemahaman Santri

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, pemahaman adalah sesuatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar.22

Sedangkan menurut Sadiman, pemahaman merupakan suatu kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan,

21

Dari Artikel dalam Internet. Al-Mawardi. 2013, “Mewujudkan Dakwah Para Nabi dan Rasul”, dilihat di Https://Al-Mawardi.Wordpress.Com/2013/04/14 Jasa-Seorang-Ulama-Saudi-Terhadap-Pendidikan-Islam-di-Indonesia/ Diakses Pada 20 Juli 2015.

22

Amran YS Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), Cet. Ke-V, h. 427.

24

menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya.23

Sedangkan pemahaman (comprehension) menurut Suharismi Arikunto adalah bagaimana seseorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menulis kembali, dan memperkirakan.24 Dengan pemahaman, peserta didik diminta untuk

membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara konsep-konsep.

Mengingat hal yang berkaitan dengan pemahaman, tentunya tidak akan luput dari proses belajar mengajar atau pembelajaran. Istilah belajar akan bermuara pada satu hal yaitu perubahan tingkah laku seseorang dengan kegiatan yang disengaja, disusun dengan sistematis dan terencana dengan melakukan serangkaian kegiatan. Maka belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif, dimana proses adaptasi tersebut akan menghasilkan hasil yang optimal apabila diberi penguat (reinforcer). Sedangkan mengajar merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan berlangsungnya proses belajar, atau sebagaimana definisi mengajar

23

Arif Sukadi Sadiman, Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar, (Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa, 1946), h. 109.

24

25

menurut Smith; yaitu menanamkan pengetahuan atau keterampilan (Teaching is imparting knowledge or skill).25

Proses pembelajaran mengharuskan adanya interaksi diantara keduanya, yakni pendidik (teacher/murabbi) yang bertindak sebagai pengajar dan peserta didik (student/murid) yang bertindak sebagai orang yang belajar. Karena mengajar merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu peserta didik. Karena guru yang mengajar dan peserta didik yang belajar merupakan “dwi tunggal”

dalam perpisahan raga bersatu antara guru dan peserta didik. Sebagaimana kegiatan lainnya, kegiatan belajar mengajar berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan (pemahaman) siswa dalam mencapai tujuan yang diharapkan, maka evaluasi hasil belajar memiliki ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan belajar menurut teori belajar Taksonomi Bloom yang meliputi tiga ranah beserta aspek-aspeknya, yaitu:

1) Ranah Kognitif (Cognitive Domain), yang meliputi aspek pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation).

2) Ranah Afektif (Affective Domain), yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional (emotional) seperti perasaan (feeling), minat (interest), sikap (attitude), kepatuhan moral dan sebagainya.

25

Ali Muhammad, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000), 13.

26

Kemudian aspek penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakter (characterization).

3) Ranah Psikomotor (Psychomotor Domain), meliputi aspek keterampilan (skill) yang melibatkan fungsi sistem saraf dan otot (noeromuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri atas kesiapan (readiness), meniru (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination).26

Hasil belajar (pemahaman) merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan. Menurut Nana Sudjana, pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori, antara lain:

1) Tingkat terendah yakni pemahaman terjemahan, mulai menerjemahkan dari arti sebenarnya, mengartikan prinsip-prinsip. 2) Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu

menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok.

3) Tingkat pemahaman ketiga merupakan tingkat pemahaman ektrapolasi. Memiliki tingkat pemahaman ekstrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi, berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang

26

Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 118-124.

27

diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemampuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya.27

Mengenai pengertian santri, terdapat empat pendapat yang mengemukakan asal-usul kata santri, keempat pendapat tersebut adalah:

1) Berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji.

2) Berasal dari bahasa India shastri yang berarti orang yang tahu tentang buku-buku suci agama Hindu.

3) Berasal dari bahasa Sanskerta shastri yang berarti melek huruf. 4) Berasal dari bahasa Jawa cantrik yang berarti seseorang yang

selalu mengikuti seorang guru kemanapun ia pergi dengan tujuan agar dapat belajar suatu keahlian dari sang guru.28

Dalam perkembangan berikutnya, istilah santri digunakan untuk menyebut seseorang yang belajar agama di Pondok Pesantren, baik yang bermukim ataupun yang hanya sekedar datang untuk mengaji. Zamakhsyari Dhofier membagi jenis santri menjadi tiga kelompok. Pertama, santri murni atau disebut santri mukim, yaitu santri yang belajar dan tinggal di dalam Pondok Pesantren. Kedua, santri kalong yaitu santri yang tidak tinggal di dalam Pondok Pesantren tetapi secara reguler turut serta dalam setiap kegiatan yang ada di

27

Nana Sudjana, Penilaian Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), h. 24

28

Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 19.

28

Pondok. Ada juga yang mengartikan santri kalong adalah santri yang kalau malam ada di Pondok, kalau siang ada di rumahnya, hal ini dinisbatkan pada arti kalong sendiri yang berarti kelelawar yang hanya berani keluar dari sarangnya pada waktu malam. Ketiga, santri musiman, yakni santri yang datang ke Pesantren pada saat-saat tertentu.29

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman santri adalah: santri mampu memahami, mengerti, menerangkan, menyimpulkan, dan memberi contoh mengenai materi yang telah dipelajari sesuai dengan penjelasan gurunya, serta dapat mengimplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemahaman atau Hasil

Belajar Santri

Secara umum menurut Muhibbin Syah, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar atau pemahaman siswa, dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/ kondisi jasmani (aspek fisiologis) dan rohani siswa (aspek psikologis); 2) Faktor ekternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan

di sekitar siswa, yang meliputi lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial;

29

29

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.30

Sedangkan menurut Uzer Usman dan Lilis Setiawati, mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman (hasil belajar) siswa meliputi:

Pertama, faktor yang berasal dari diri sendiri (internal factor), yang meliputi:

1. Faktor Jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang dimaksud faktor ini adalah panca indera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangannya tidak sempurna, berfungsinya kelenjar tubuh yang membawa kelainan tingkah laku, dan;

2. Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, yang terdiri atas:

a. Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat serta kecakapan nyata;

30

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), h. 132.

30

b. Faktor non-intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri;

c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.

Kedua, faktor yang berasal dari luar diri (eksternal factor). Termasuk dalam faktor-faktor eksternal ini adalah:

1. Faktor sosial meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok;

2. Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian;

3. Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas sarana dan prasarana serta fasilitas belajar, dan;

4. Faktor lingkungan spritual atau keagamaan.31

Menurut Suryabrata (1989:250) yang dikutip oleh Heri Gunawan, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar (pemahaman), harus di desain sedemikian rupa, sehingga dapat membantu proses pembelajaran belajar mengajar secara maksimal. Letak sekolah atau tempat belajar misalnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan, seperti ditempat yang tidak terlalu bising, ramai, bangunannya juga harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

31

Moch Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), h. 10.

31

Selanjutnya faktor metode belajar juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pemahaman atau keberhasilan belajar. Apabila anak memiliki kebiasaan belajar yang baik, maka ia akan mampu mempelajari dan memahami setiap materi yang diajari guru di sekolah. Oleh karena itu, cara belajar memiliki peranan penting dalam menentukan keberhasilan anak dalam belajar. Dengan demikian, tinggi rendahnya kemampuan memahami dan prestasi anak dalam belajar banyak dipengaruhi oleh metode atau cara belajar yang digunakan. Adapun yang termasuk dalam faktor-faktor metode belajar antara lain adalah:

1. Kegiatan berlatih atau praktek. Berlatih dapat diberikan secara maraton (nostop) atau secara terdistribusi (dengan selingan waktu istirahat). Latihan yang dilakukan secara maraton dapat melelahkan dan membosankan, sedang latihan yang terdistribusi menjamin terpeliharanya stamina kegairahan dalam belajar.

2. Over learning and drill. Untuk kegiatan yang bersifat abstrak seperti menghafal atau mengingat, maka over learning sangat diperlukan. Over learning berlaku bagi latihan keterampilan motorik, dan drill berlaku bagi kegiatan berlatih abstraksi misalnya berhitung. Mekanisme drill tidak berbeda dengan over learning. 3. Resitasi selama belajar. Kombinasi kegiatan membaca dengan

32

membaca. Resitasi lebih cocok diterapkan pada belajar membaca dan hafalan.

4. Pengenalan tentang hasil-hasil belajar. Penelitian menunjukkan, bahwa pengenalan seseorang terhadap hasil atau kemajuan belajarnya adalah penting, seseorang akan lebih berusaha meningkatkan belajar selanjutnya.

5. Belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian. Belajar dengan keseluruhan merupakan cara belajar yang dimulai dari umum ke khusus atau mulai dari keseluruhan ke bagian-bagian. Menurut beberapa penelitian, perbedaan evektifitas antara belajar dengan keseluruhan dengan bagian-bagian adalah belum ditemukan secara nyata. Namun demikian, apabila kedua prosedur itu dipakai secara simultan, ternyata belajar mulai dari keseluruhan ke bagian-bagian adalah lebih menguntungkan dari pada belajar mulai dari bagian-bagian. Hal ini dapat dimaklumi, karena belajar dengan mulai dari keseluruhan individu dapat menemukan set atau cara yang tepat untuk belajar. Disamping itu, anak dibiasakan untuk mencari dan menganalisa materi secara keseluruhan. Kelemahan metode keseluruhan adalah membutuhkan banyak waktu dan pemikiran sebelum belajar yang sesungguhnya sedang berlangsung.

6. Bimbingan dalam belajar. Bimbingan yang diberikan terlalu banyak kepada anak baik oleh guru atau orang lain cenderung

33

membuat anak menjadi ketergantungan. Bimbingan dapat diberikan batas-batas yang diperlukan oleh individu. Hal yang penting yaitu perlunya pemberian modal kecakapan pada individu, sehingga yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan dengan sedikit saja bantuan dari pihak lain.

7. Kondisi-kondisi insentif. Insentif adalah obyek atau situasi eksternal yang dapat memenuhi motif individu. Insentif bukan tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan.32

c. Langkah-langkah dalam Memperbaiki Pemahaman Santri

1) Memperbaiki proses pengajaran

Langkah ini merupakan langkah awal dari meningkatkan proses pemahaman siswa (santri) dalam belajar. Perbaikan proses pengajaran meliputi: memperbaiki tujuan pembelajaran, materi pelajaran, metode dan media yang tepat serta evaluasi belajar. 2) Adanya kegiatan bimbingan belajar

Kegiatan bimbingan belajar merupakan bantuan yang diberikan kepada individu (santri) agar dapat mencapai taraf perkembangan dan kebahagiaan secara optimal.33 Kegiatan

bimbingan ini hanya diberikan kepada siswa tertentu yaitu siswa yang dipandang memerlukan bimbingan.

32

Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, h. 160-161.

33

Abin Syamsudin Makmur, Psikologi Kependidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2003), h. 238.

34

3) Penambahan waktu belajar

Berdasarkan penemuan John Charrol (1963) dalam observasinya mengatakan bahwa bakat untuk bidang studi tertentu di tentukan oleh tingkat belajar siswa menurut waktu yang telah disediakan pada tingkatan tertentu. Hal ini mengandung arti bahwa seorang siswa dalam belajarnya harus diberi waktu yang sesuai dengan bakat mempelajari pelajaran dan kualitas pelajaran itu sendiri. Sehingga dengan demikian siswa (santri) akan dapat belajar dan mencapai pemahaman secara optimal.

4) Motivasi belajar

Banyak para ahli yang menjelaskan tentang pengertian motivasi dari berbagai sudut pandang mereka masing-masing. Mc. Donal mengatakan bahwa, motivation is a energy change withim the person characterized by affective and anticipatory goal reaction. Yang artinya motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang di tandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan.34 Dalam proses

belajar, motivasi sangat diperlukan karena seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan melakukan aktifitas dalam belajar.

Berdasarkan penjelasan tersebut penulis menarik kesimpulan bahwa dalam melakukan perbaikan pemahaman siswi dapat dilakukan

34

35

dengan cara memperbaiki proses pembelajaran (metode, strategi, tujuan maupun indikator pembelajaran), selain itu perbaikan juga dilakukan pada dalam diri siswi misalnya bakat, kemauan belajar dan motivasi belajar. Perbaikan siswa ini bertujuan, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai semaksimal mungkin.

Dokumen terkait