• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

6. Tinjauan Tentang Perilaku Komunikasi Word of Mouth

a. Pengertian Komunikasi Word of Mouth (WOM)

Istilah komunikasi berasal dari kala Latin, yaitu commimicalio, yang bersumber dari communis yang berarti sama. Misalkan, jika dua orang bercakap-cakap, maka percakapan tersebut dikatakan komunikatif jika keduanya, selain mengerti bahasa yang digunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan (Onong, 2001).

Komunikasi yang komunikatif sangat dibutuhkan dalam membangun suatu relasi yang baik antar individu dalam keluarga dan masyarakat. Demikian halnya dalam setiap organisasi, bahwa komunikasi merupakan hal yang amat penting sebagai sarana efektif dalam memajukan dan mengembangkan organisasi yang bersangkutan. Di sini, komunikasi organisasi mencakup informasi yang

commit to user

disalurkan secara formal dari atasan kepada bawahan (downward communication) dari bawahan kepada atasan (upward communication), antara teman kerja (horizontal communication) atau di antara para atasan maupun di antara bawahan dalam unit yang berbeda dalam suatu organisasi (cross channel communication).

Berkaitan dengan komunikasi yang ada pada suatu organisasi, menurut Hoskins (2007) dilihat dari sifatnya salah satunya adalah komunikasi word of mouth communication atau komunikasi mulut ke mulut. Menurutnya, komunikasi ini dibutuhkan untuk kepentingan internal dan eksternal organisasi. Komunikasi untuk kepentingan internal adalah sebagai alat koordinasi, mengontrol, setiap kegiatan atau aktivitas dalam organisasi baik individu maupun secara komunal (bersama) di tingkat manajemen dan di level staf atau karyawan. Di sini, organisasi menurut Hoskins (2007) berfungsi sebagai wadah interaksi secara langsung yang mensyaratkan komunikasi word of mouth yakni adanya bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan yang hendak dicapai bersama. Hal ini memperlihatkan bahwa setiap aktivitas yang terjadi dalam organisasi merupakan interaksi antar anggota organisasi secara langsung yang salah satunya melalui komunikasi word of mouth. Dengan komunikasi tersebut, suatu organisasi menjadi hidup dan berkembang secara dinamis. Organisasi tanpa suatu komunikasi, akan mengakibatkan segala aktivitas akan terhenti.

Sementara, komunikasi word of mouth untuk kepentingan eksternal menurut Hoskins(2007) bertujuan untuk menjalin relasi dengan organisasi lain atau pihak-pihak yang berkepentingan. Suatu organisasi penting menjalin hubungan dengan organisasi di luar dirinya. Dalarn usaha menjalin kerjasama tersebut, komunikasi melalui word of mouth akan menjadi lebih efektif untuk menjalin ikatan yang baik dengan pihak organisasi Iain karena akan dapat membangun ikatan emosional yang kuat.

Kotler & Keller (2007) mengemukakan bahwa word of mouth Communication (WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan proses komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara individu maupun kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk memberikan

commit to user

14 informasi secara personal. Komunikasi dari mulut ke mulut merupakan salah satu saluran komunikasi yang sering digunakan oleh perusahaan yang memproduksi baik barang maupun jasa karena komunikasi dan mulut ke mulut (word of mouth) dinilai sangat efektif dalam memperlancar proses pemasaran dan mampu memberikan keuntungan kepada perusahaan. Menurut Kotler & Keller (2007), saluran komunikasi personal yang berupa ucapan atau perkataan dari mulut ke mulut (word of mouth) dapat menjadi metode promosi yang efektif karena pada umumnya disampaikan dari konsumen oleh konsumen dan untuk konsumen, sehingga konsumen atau pelanggan yang puas dapat menjadi media iklan bagi perusahaan. Di samping itu, saluran komunikasi personal word of mouth tidak membutuhkan biaya yang besar karena dengan melalui pelanggan yang puas, rujukan atau referensi terhadap produk hasil produksi perusahaan akan lebih mudah tersebar ke konsumen-konsumen lainnya (Kotler & Keller, 2007).

Senada dengan pendapat sebelumnya, Siverman (2001) mengemukakan efektifnya komunikasi word of mouth (WOM) tidak terlepas dari sifat komunikasi tersebut yang didefinisikannya sebagai berikut:

"A form of interpersonal communication consumers concerning their personal experiences with a firm or a product".

Dari definisi di atas, Siverman (2001) berpendapat bahwa komunikasi word of mouth (WOM) merupakan komunikasi interpersonal yang terjadi antara individu satu dengan individu yang lain berdasarkan pada pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing individu terhadap suatu perusahaan atau produk baik yang berupa barang maupun jasa. Mendukung pendapat Siverman, Hughes (2005) mengemukakan hal yang sama bahwa komunikasi word of mouth (WOM) merupakan komunikasi interpersonal yang efektif dalam mempengaruhi sikap seseorang seperti dalam menyampaikan informasi seputar produk atau jasa seperti yang terkandung dalam definisi komunikasi word of mouth berikut ini:

commit to user

"Communication about products and service' between people who are perceived to he independent of the company providing the product or services, m a medium perceived to be independent of the conipanv ". Berdasarkan kutipan di atas dapat diartikan bahwa komunikasi word of mouth (WOM) merupakan komunikasi antar interpersonal atau antar individu mengenai suatu produk atau jasa, dengan status sebagai pihak yang tidak memiliki ikatan dengan pihak perusahaan yang memproduksi barang atau jasa. Dengan kata lain, berperan sebagai konsumen atau pelanggan dari suatu perusahaan atau produk tertentu Hughes (2005).

b. Jenis dan Tingkatan Komunikasi Word of Mouth (WOM)

Hughes (2005) mengemukakan bahwa jenis-jenis komunikasi word of mouth (WOM) dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu komunikasi word of mouth positif dan komunikasi word of mouth negatif. Komunikasi WOM positif merupakan proses penyampaian informasi dari mulut ke mulut yang dilakukan oleh individu yang satu ke individu lain berdasarkan pengalaman yang bersifat positif terhadap suatu produk, jasa, maupun perusahaan. Sementara itu, komunikasi WOM negatif merupakan proses interaksi dari mulut ke mulut yang didasarkan pada pengalaman negatif yang diperoleh dari individu yang satu ke individu yang lain terhadap suatu produk, jasa, atau perusahaan.

Pengalaman yang bersifat positif mengandung arti bahwa pengalaman yang diperoleh seseorang atau individu baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap penggunaan suatu produk, jasa, atau perusahaan disertai dengan kepuasan atau terpenuhinya harapan individu tersebut. Sebaliknya, pengalaman yang bersifat negatif merupakan pengalaman yang diperoleh individu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak disertai dengan kepuasan. Dengan kata lain, produk atau jasa yang dikonsumsi tidak dapat memenuhi harapan (Hughes, 2005).

Terkait dengan jenis-jenis komunikasi WOM, Hughes (2005) mengklasifikasikan komunikasi word of mouth (WOM) menjadi 9 level atau tingkatan yang dimulai dari minus 4 hingga plus 4. Pada tingkatan minus 4,

commit to user

16 informasi yang disampaikan melalui mulut ke mulut adalah hal-hal yang bersifat negatif, sedangkan pada tingkatan plus 4 informasi yang disampaikan adalah hal-hal yang bersifat positif. Komunikasi WOM positif tergolong dalam tingkatan atau level plus 1 hingga plus 4, sedangkan komunikasi WOM negatif tergolong dalam level minus 1 hingga minus 4.

Tingkatan-tingkatan komunikasi word of mouth (WOM) tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Hughes (2005)):

1) Tingkatan minus 4

Tingkatan minus 4 menggambarkan suatu kondisi atau keadaan mengenai pembicaraan tentang suatu produk atau perusahaan yang melibatkan banyak orang yang menyampaikan keluhan atau kornplain. Pada tingkatan ini sering disebut pula sebagai skandal publik yang berarti bahwa semua orang bergerak secara aktif untuk mencari tahu dan memberikan saran untuk tidak menggunakan produk atau jasa dari perusahaan yang bersangkutan. Keadaan ini dapat memberikan dampak buruk terhadap produk bahkan perusahaan yang bersangkuan, apabila tidak segera dilakukan tindakan antisipatif dari pihak internal yakni perusahaan.

2) Tingkatan minus 3

Tingkat minus 3 menggambarkan kondisi atau keadaan mengenai penggunaan suatu produk atau jasa yang dialami oleh individu yang dilanjutkan dengan pemberian saran kepada individu lain untuk tidak menggunakan produk atau jasa yang bersangkutan. Tingkat ini berbeda dengan tingkat minus 4 karena belum mencapai skandal publik.

3) Tingkatan minus 2

Tingkat minus 2 menggambarkan kondisi atau keadaan mengenai ketidakpuasan yang dialami oleh individu terkait dengan penggunaan produk atau jasa. Ketidakpuasan dalam tingkat ini tidak ditunjukkan secara nyata dalam arti bahwa individu yang bersangkutan akan memilih diam apabila tidak ditanya terkait dengan produk yang bersangkutan, namun ketidakpuasan akan ditunjukkan secara nyata apabila individu yang bersangkutan dimintai pendapat terkait dengan produk yang sama

commit to user 4) Tingkatan minus 1

Tingkat minus 1 menggambarkan kondisi atau keadaan mengenai individu yang melakukan komplain terhadap suatu produk atau jasa secara tidak langsung. Kendati tidak aktif, kondisi ini masih tergolong dalam komunikasi WOM negatif, sehingga perlu dilakukan usaha pemasaran yang lebih baik untuk meminimalkan WOM yang bersifat negatif.

5) Tingkatan 0

Tingkat 0 dalam komunikasi WOM menggambarkan kondisi atau keadaan individu yang mempergunakan suatu produk atau jasa tanpa memberikan keluhan atau komplain atau menunjukkan kepuasan.

6) Tingkatan plus 1

Tingkat plus 1 menggambarkan kondisi atau keadaan individu yang menunjukkan kepuasan yang diperolehnya dalam menggunakan suatu produk atau jasa dengan memberikan komentar yang baik atau bersifat positif tentang produk atau jasa tersebut.

7) Tingkatan plus 2

Tingkat 2 dalam komunikasi WOM menggambar kondisi atau keadaan individu yang menunjukkan kepuasannya terhadap suatu produk atau jasa dengan memberikan komentar secara baik atau positif dengan sangat antusias. Pada tingkatan ini, strategi pemasaran konvensional kurang memberikan kontribusi yang berarti karena pada tingkat ini dibutuhkan suatu akomodasi situasi agar setiap individu tetap membicarakan keunggulan dari produk yang bersangkutan.

8) Tingkatan plus 3

Tingkat 3 menggambarkan kondisi atau keadaan individu yang berusaha untuk meyakinkan individu lain mengenai keunggulan suatu produk atau jasa atau dengan kata lain individu berusaha untuk meyakinkan individu lain bahwa suatu produk atau jasa tertentu memiliki kualitas yang sangat baik.

9) Tingkatan plus 4

Tingkat 4 dalam komunikasi WOM merupakan tingkat atau level paling tinggi dalam jenis komunikasi WOM positif. Pada tingkat ini menggambarkan

commit to user

18 kondisi individu yang membicarakan keunggulan suatu produk atau jasa secara terus-menerus yang berarti bahwa individu tersebut memperoleh kepuasan dalam menggunakan produk atau jasa yang bersangkutan. Dalam tingkatan ini, perusahaan harus mampu mempertahankan kepuasan konsumen atau pelanggan karena apabila konsumen atau pelanggan merasa tidak dipenuhi harapannya, maka tingkatan ini akan dapat berubah menjadi jenis komunikasi WOM negatif.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Word of Mouth

(WOM)

Efektivitas atau kelancaran proses komunikasi atau penyampaian informasi yang berupa word of mouth (WOM) atau dari mulut ke mulut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Hoskins (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi WOM terdiri dari 2 faktor yaitu faktor emosional dan faktor kognisi. Adapun kedua faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Hoskins, 2007):

1) Faktor emosional, merupakan faktor yang timbul dan adanya keinginan, kebutuhan, dan harapan yang disimulasikan oleh kejadian-kejadian yang menimbulkan kecemasan atau kegelisahan.

2) Faktor kognisi, merupakan faktor yang timbul dari adanya ketidakpastian dan ketidakmampuan dalam memprediksi sesuatu.

Sementara menurut Reingen dalam Hughes (2005), efektivitas komunikasi WOM secara umum dipengaruhi oleh empat faktor yakni:

1) Faktor emosional

Menurut Reingen, faktor emosional dalam diri seseorang dapat ditimbulkan oleh informasl yang diperoleh melalui komunikasi WOM seperti keinginan atau kebutuhan terhadap suatu produk atau jasa. Munculnya suatu keinginan atau kebutuhan tersebut, dapat memotivasi seseorang untuk sampai pada pengambilan keputusan untuk menggunakan suatu produk atau jasa tertentu. Sementara menurut Rosen (2000), faktor emosional yang mempengaruhi efektivitas dalam komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth) mencakup kondisi atau keadaan jiwa yang ditunjukkan sebagai akibat

commit to user

dari adanya peristiwa-peristiwa yang pada umumnya datang dan luar. Reaksi yang ditunjukkan dalam menerima suatu informasi antara individu yang satu dengan individu yang lain tidak sama. Oleh sebab itu, dalam faktor emosional terdapat beberapa sifat tertentu yang berupa:

a) Perasaan yang berhubungan dengan peristiwa persepsi merupakan reaksi kejiwaan atau emosional terhadap stimulus yang mengenainya. Akibatyang ditimbulkan dan adanya stimulus bermacam-macam yaitu ada yang merasa senang, ada yang rnerasa biasa saja, dan bahkan ada pula yang merasa kurang senang. Dengan demikian, meskipun stimulus yang diberikan sama, namun emosi yang ditimbulkan alau diakibatkan oleh stimulus tidak selalu sama atau berlainan.

b) Perasaan bersifat subjektif. Hal ini mengandung arti bahwa perasaan yang ditimbulkan oleh sualu stimulus tergantung atau sesuai dengan kondisi atau keadaan masing-masing individu.

c) Perasaan yang dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau tidak senang memiliki tingkatan yang berbeda.

Sementara menurut Siverman (2001) mengemukakan bahwa emosi yang menunjukkan perasaan individu tidak hanya dilihat dari dimensi senang atau tidak senang. Secara lebih jauh, Siverman mengkategorikan emosional menjadi 3 (tiga) dimensi yaitu perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, excited atau innert feeling, dan expectancy atau release feeling. Dalam dimensi excited, perasaan yang dialami oleh individu dapat disertai dengan tingkah laku atau perbuatan secara nyata. Sementara dalam dimensi expectancy, perasaan yang dialami oleh individu sebagai sesuatu yang masih dalam pengharapan, namun ada pula perasaan individu ditimbulkan oleh keadaan yang telah terjadi atau nyata.

2) Faktor Kognisi

Faktor kognisi, menurut Reingen (dalam Hughes, 2005), adalah mencakup ketidakpastian terhadap suatu produk atau jasa dapat menjadikan komunikasi WOM menjadi efektif. Dalam arti, bahwa seseorang akan berusaha mencari infomasi yang lebih memadai tentang suatu produk atau jasa terutama

commit to user

20 melalui komunikasi WOM. Untuk memberikan respon yang tepat, maka individu harus memiliki hubungan stimulus dan respon yang lebih banyak yang dapat dipcroleh dari hasil pengalaman yang diperolehnya dan hasil respon-respon yang telah lalu. Menurul Spearman (dalam Hughes, 2005), faktor kognisi dalam diri individu terdiri dari dua unsur yaitu general ability dan special ability. Unsur general ability yang terdapat pada masing-masmg individu berbeda. Sementara unsur special ability merupakan unsur yang bersifat khusus yakni mengenai bidang tertentu.

3) Faktor Pemimpin Opini (opinion leader)

Faktor lainnya yakni opinion leader atau pemimpin opini dapatmempengaruhi efektivitas komunikasi WOM. Pemimpin opini yang dimaksudkan adalah orang-orang yang dapat ditanyai dan dimintai informasi karena keahlian, pengetahuan, komunikasi yang luas, dan rujukan yang kuat yang dimiliki oleh seseorang dibandingkan yang lainnya. Sementara menurut Kotler & Keller (2007), opinion leader merupakan orang yang dalam komunikasi informal berhubungan dengan produk yang memberikan saran atau informasi tentang produk tertentu. Untuk menjangkau opinion leader, maka perlu melakukan identifikasi ciri-cin kepemimpinan opini melalui mengidentifikasi media yang dibaca oleh pemimpin opini dan mengarahkan iklan atau promosi kepada pemimpin opini.

4) Faktor ikatan sosial.

Faktor ikatan sosial menurut Reingen (dalam Hughes, 2005), memberikan pengaruh efektif terhadap komunikasi WOM, karena individu yang berada dalam kondisi ikatan sosial yang kuat akan selalu berinteraksi dan saling bertukar informasi atau berita. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam komunikasi WOM terdapat adanya suatu jaringan infonnasi yang disebut dengan network hubs yakni individu yang berkomunikasi dengan lebih banyak individu lain mengenai suatu produk dibandingkan dengan rata-rata individu lain.

commit to user

Terkait dengan jaringan informasi (network hubs) dalam komunikasi WOM tersebut, Rosen (2000) membedakannya ke dalam dua jenis yakni berdasarkan pada jumlah hubungan dan berdasarkan alasan orang yang mendengarkan. Adapun kedua jaringan informasi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Berdasarkan jumlah hubungan

Jaringan informasi (network hubs) berdasarkan jumlah hubungan dapat dibedakan menjadi 2 yakni sebagai berikut:

a) Regular hubs, merupakan jaringan informasi yang memiliki banyak anggota dalam arti kumpulan orang-orang yang berperan sebagai sumber informasi dalam kategori produk tertentu.

b) Mega hubs, merupakan jaringan informasi yang hanya terdiri dari individu namun memiliki hubungan dengan banyak orang dan pesan atau perkataannya dapat dipercaya oleh banyak orang.

2) Berdasarkan alasan orang mendengarkan.

Jaringan informasi berdasarkan alasan orang yang mendengarkan juga dapat dibedakan menjadi 2 yakni sebagai berikut:

a) Expert hubs, merupakan jaringan informasi yang dilihat dari orang yang mendengarkan menunjukkan atau memiliki pengetahuan yang dominan.

b) Social hubs, merupakan jaringan informasi yang dilihat dari orang yang mendengarkannya terdapat salah satu orang yang menjadi pusat perhatian karena bersifat kharismatik dan dipercaya oleh kelompok sosial.

d. Pola Penyebaran Komunikasi Word of Mouth (WOM)

Penyebaran komunikasi WOM memiliki berbagai pola. Salah satu pola penyebaran tersebut dikemukakan oleh Silverman (2001) yang membaginya menjadi 3 cara yakni sebagai berikut:

commit to user

22 Pada umumnya seorang ahli tidak sering mempunyai kesempatan untuk melakukan komunikasi atau menyampaikan informasi secara personal dengan ahli lainnya, sehingga apabila seorang ahli telah membicarakan atau menginformasikan mengenai suatu hal, maka informasi tersebut akan dianggap sangat bernilai atau memiliki makna yang penting.

2) Expert to Pear

Pola penyebaran ini menganggap bahwa dalam pcngambilan keputusan seseorang sering berkomunikasi atau berkonsultasi dengan orang yang dianggap lebih mampu atau memiliki keahlian untuk memperoleh konfirmasi yang dibutuhkan.

3). Pear to Pear

Pola penyebaran ini menggambarkan seseorang yang berusaha untuk mencari tahu tentang pengalaman orang lain pernah mengalami hal yang sama sehubungan dengan pengambilan keputusan.

Selain ketiga cara di atas, pola penyebaran informasi WOM menurut Silverman (2001), juga dapat dilakukan dengan cara lain oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan sebagai berikut:

1) Penggunaan Ahli (Expert). Cara ini menggunakan advisory groups yang terdiri dari konsumen, supplier, ahli, dan tenaga penjualan. Selain itu, dapat pula dengan cara mengadakan pertemuan dengan para ahli (experts rounlable) dan kelompok penjualan (experts selling groups). 2) Seminar, Workshop, dan Ceramah. Cara atau media ini digunakan

dengan melalui speaker program, peer selling groups, dinner meeting, teleconference expert s panel, dan trade show events.

3) Cannazed Word of Mouth. Cara atau media ini digunakan dengan melalui kaset video, CD, kaset, dan website.

4) Refferal Selling. Cara atau media ini digunakan dengan melalui testimonial, networking, dan referral .selling program.

commit to user

5) New Media.Cara atau media ini digunakan dengan melalui pembuatan hotline, formulir fax-buck, WOM berbasis internet yang berupa forum dan e-mail serla call center.

6) Penggunaan Media Tradisional. Cara ini digunakan dengan melalui penggunaan costumer service, placements, sponsorship, events, promosi, program intensif, dan hadiah.

Dokumen terkait