• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Menurut Gonarsyah (1987) ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara dengan negara lain, yaitu (1) Keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, (2) Memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, (3) Adanya perbedaan penawaran permintaan antar negara, (4) Tidak semua negara menyediakan kebutuhan masyarakatnya serta (5) Akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Menurut Amir M.S, bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.

Perdagangan internasional mendorong manusia untuk menghasilkan produk-produk terbaik dan sekaligus memungkinkan manusia untuk mengkonsumsi lebih banyak ragam barang dan jasa yang berasal dari seluruh dunia yang tidak dihasilkan di dalam negeri. Selain itu, perdagangan internasional dapat meningkatkan kesejahteraan semua negara melalui spesialisasi dalam produksi barang dan jasa yang memiliki keunggulan komparatif. Menurut Ball dan McCulloch (2001), perdagangan internasional timbul karena adanya perbedaan harga relatif di antara negara. Perbedaan ini berasal dari perbedaan dalam biaya produksi yang disebabkan oleh:

2. Perbedaan-perbedaan dalam tingkat teknologi yang menentukan intesitas faktor yang digunakan.

3. Perbedaan-perbedaan dalam efisiensi pemanfaatan faktor-faktor produksi. 4. Kurs valuta asing.

Pada dasarnya faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional dari suatu negara ke negara lain bersumber dari keinginan memperluas pemasaran komoditi ekspor dan memperbesar penerimaan devisa dalam penyediaan dana pembangunan dari negara yang bersangkutan. Teori perdagangan internasional mengaji dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperoleh dengan adanya perdagangan tersebut. Kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-alasan dan pengaruh adanya hambatan-hambatan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut proteksionisme baru (Salvatore, 1997).

Heckser-Ohlin mengemukakan bahwa suatu negara melakukan perdagangan internasional karena adanya perbedaan endowment. Perbedaan

opportunity cost suatu produk antara suatu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) masing-masing negara. Perbedaan tersebut menimbulkan terjadinya perdagangan internasional. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif lebih banyak dan murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam memproduksinya (Salvatore, 1997). Kegiatan perdagangan internasional atau disebut sebagai kegiatan ekspor dan impor antar negara mengatakan bahwa suatu negara akan cenderung mengekspor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Sebaliknya, suatu negara akan mengimpor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Oleh karena itu bagi suatu negara, selisih antara penawaran dan permintaan domestik (excess supply) dapat diartikan sebagai penawaran ekspor. Sementara itu

pengimpor (excess demand).

Gambarannya yaitu, suatu negara (misalnya negara A) akan cenderung mengekspor suatu komoditas ke negara lain (negara B) apabila harga domestik komoditas tersebut di negara A sebelum terjadi perdagangan internasional relatif lebih rendah dibandingkan dengan komoditas yang sama di negara B. Terjadinya harga yang relatif murah di negara A disebabkan karena adanya kelebihan penawaran, yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik, sehingga memungkinkan negara A untuk menjual produksinya ke negara lain (negara B)

Di sisi lain, di negara B terjadi kelebihan permintaan, yaitu konsumsi domestik melebihi produksi domestik. Akibatnya harga komoditas tersebut di negara B relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara A. Akibat kelebihan permintaan tersebut, menyebabkan negara B berkeinginan untuk membeli komoditas bersangkutan yang harganya relatif lebih murah (negara A). Jadi, adanya perbedaan kebutuhan antar negara A dan B menyebabkan timbulnya perdagangan internasional antar kedua negara, dalam hal ini akan mengekspor ke negara B.

Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan memengaruhi penawaran dunia, sedangkan perubahan dalam konsumsi dunia akan memengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan memengaruhi harga dunia.

2.1.2 Teori Permintaan

Teori permintaan adalah teori yang menerangkan tentang ciri hubungan antar jumlah permintaan dan harga. Permintaan seseorang atau sesuatu masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh banyak faktor, di antara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah seperti yang dinyatakan dibawah ini : a. Harga barang itu sendiri.

b. Harga barang lain yang berkaitan dengan barang tersebut. c. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat. d. Corak distribusi pandapatan dalam masyarakat.

f. Jumlah penduduk (populasi) dalam suatu negara. g. Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang.

Dalam menganalis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Oleh sebab itu dalam teori permintaan yang terutama dianalisis adalah hubungan antara jumlah permintaan suatu barang dengan harga barang tersebut. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan makin rendahnya harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap suatu barang tersebut. Sebaliknya semakin tinggi harga barang tersebut maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. (Sadono Sukirno, mikroekonomi, 2002:76). Jumlah permintaan dan tingkat harga memiliki hubungan karena kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti (substitution) yang mengalami kenaikan harga. Sebaliknya apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap barang lain yang sama jenisnya. Kemudian kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang.

Menurut Kotler (1991) permintaan pasar atas suatu produk adalah jumlah yang akan dibeli oleh suatu kelompok konsumen tertentu dalam suatu wilayah geografis tertentu, dalam suatu waktu tertentu yang berada di lingkungan pemasaran tertentu dengan program pemasaran tertentu.

Fungsi permintaan pasar dalam Colman dan Trevor Young (1989) adalah sebagai berikut:

Qs = f(P, M,POP,ID) Qs = Permintaan

P = harga komoditi M = Pendapatan Perkapita

POP= Populasi yang merupakan pasar produk tersebut ID = Index Disribution Income

Tingkat pendapatan yang merupakan sumber daya atau kemampuan membeli (purchasing power) dari konsumen adalah determinasi permintaan terpenting. Bertambahnya pendapatan konsumen akan memengaruhi peningkatan jumlah yang diminta (Hanafiah,1986).

tingkat permintaan adalah ukuran populasi dan distribusinya menurut umur, daerah geografis dan sebagainya, pendapatan konsumen dan distribusinya, harga dan penggunaan komoditi dan jasa lain, selera serta preference konsumen. Faktor-faktor tersebut merupakan determinan dari permintaan.

Pada sebagian besar produk pertanian, pendapatan dan permintaan mempunyai hubungan yang positif, hal ini berarti peningkatan pendapatan akan menggeser permintaan ke kanan. Perubahan selera dan preference secara nyata mendorong perubahan permintaan untuk komoditi pertanian, walaupun efeknya sulit untuk dipisahkan karena muncul bersamaan dengan perubahan pendapatan atau variabel lain (Tomek, W.G, 1987)

2.1.3 Teori Ekspor

Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian akan menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan masuknya uang asing ke negara kita, yang dapat digunakan untuk membayar pembelian atas impor barang dan jasa dari luar negeri.

Dalam teori, pengertian ekspor adalah kegiatan yang menyangkut produksi barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara tetapi untuk dikonsumsikan di luar batas negara tersebut (Boediono, 1990).

Pengertian ekspor menurut UU Kepabeanan adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean, dimana barang yang dimaksud terdiri dari barang dari dalam negeri (daerah pabean), barang dari luar negeri (luar daerah pabean), barang bekas atau baru.

Secara umum produk ekspor dan impor dibedakan menjadi dua yaitu barang migas dan barang non migas. Barang migas atau minyak bumi dan gas adalah barang tambang yang berupa minyak bumi dan gas. Barang non migas adalah barang-barang yangukan berupa minyak bumi dan gas,seperti hasil perkebunan, pertanian, peternakan, perikanan dan hasil pertambangan yang bukan berupa minyak bumi dan gas. Produk ekspor Indonesia meliputi hasil produk pertanian, hasil hutan, hasil perikanan dengan ekspor terbesar adalah udang dan

yang kedua adalah ikan tuna, hasil pertambangan, hasil industri dan begitupun juga jasa.

2.1.4 Teori Nilai Tukar

Kegiatan ekspor suatu komoditi yang terjadi di pasar internasional tidak terlepas dari masalah nilai tukar yang terjadi. Nilai tukar adalah mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang lain yang dapat dibeli dan dijual (Lipsey, 1995). Nilai tukar mata uang ini memengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor. Peningkatan atau penurunan nilai mata uang asing dapat memengaruhi volume ekspor yang diperdagangkan. Bertambah mahal atau murahnya suatu komoditas ekspor di pasar internasional sangat ditentukan oleh nilai tukar mata uang suatu negara.

Kebijakan mengenai permintaan ekspor seringakali dilakukan dengan pengaturan nilai tukar, karena ada dua alasan utama untuk bekerja dengan

exchange rate real, pertama adalah keinginan untuk bekerja dalam batas waktu real untuk diambil analisa perdagangan dan pergerakan current account pada dasar yang sama seperti analisa real supply, real demand, dan harga riil dari komoditi. Kedua adalah keinginan untuk memperkenalkan analisis current account dalam dunia dengan sistem exchange rate yang berbeda (Helmers, 1988).

Penguatan nilai rupiah terhadap mata uang negara pengimpor utama yaitu dolar Amerika, yen Jepang dan Euro atau disebut apresiasi menyebabkan permintaan turun, sehingga akan menyebabkan: (1) Harga domestik negara pengimpor turun, (2) Meningkatkan harga di negara pengimpor, (3) Menurunkan ekspor negara pengekspor, (4) Menurunkan impor negara pengimpor (Tweeten, 1992). Secara implisit, revaluasi mata uang negara pengekspor berperan sebagai pajak ekspor yang akan menurunkan jumlah produk ekspor yang diminta pada tingkat harga tertentu.

Nilai tukar terhadap mata uang negara tujuan ekspor dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian baik dalam negeri maupun luar negeri. Dalam penelitian ini, perhitungan nilai tukar yang digunakan untuk setiap negara tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat, Jepang dan UniEropa menggunakan nilai

rumusan

2.1.5 Suku Bunga

Suku bunga merupakan indikator dari keadaan bisnis, karena biaya pinjaman merupakan pertimbangan paling penting dalam keputusan investasi. Biaya pinjaman yang tinggi menghambat investasi dan konsumsi, sementara biaya pinjaman yang rendah mendorong investasi dan konsumsi (Gorman, 2009)

Dalam proses ekspor ikan tuna, dibutuhkan gudang pendingin, pengepakan barang, dan penyimpanan stok ikan di kapal penangkap sebelum kapal didaratkan di pelabuhan. Dibutuhkan investasi yang cukup besar, iklim investasi dapat dijaga dengan stabil dengan menjaga suku bunga Bank Indonesia stabil. Suku bunga yang relatif tinggi akan membuat para pengusaha penangkapan tuna memilih untuk menginvestasikan uangnya di bank daripada menanggung resiko menanamkan modalnya pada penangkapan tuna, demikian pula para pengusaha yang memerlukan pinjaman dari bank akan merasa keberatan dengan bunga pinjaman yang tinggi. Apabila hal ini terjadi terus-menerus, investasi untuk membangun fasilitas pengolahan yang mendukung ekspor ikan tuna akan terus menurun, secara tidak langsung dampaknya akan terkena kepada ekspor secara secara keseluruhan.

Dokumen terkait