• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Tinjauan Umum Kecelakaan Lalu Lintas

Sebelumnya yang harus kita pahami terlebih dahulu adalah pengertian lalu lintas.Lalu lintas merupakan gabungan dua kata yang masing-masing dapat diartikan tersendiri. Menurut djajoesman (1976:50) mengemukakan bahwa secara harfia lalu lintas diartikan sebagai gerak (bolak balik) manusia atau barang dari satu tempat ketempat lainnya dengan menggunakan sarana jalan umum.

30

Kecelakaan (accident) adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan (Ismoyo Djati, 2001:13). Kecelakaan lalu-lintas adalah kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan benda lain dan menyebabkan kerusakan. Kadang kecelakaan ini dapat mengakibatkan luka-luka atau kematian manusia atau binatang (WHO, 2004).

Sedangkan menurut Djajoesman (1976:67) menyatakan bahwa

kecelakaan adalah kejadian yang tidak disengaja atau tidak disangka-sangka dengan akibat kematian, luka-luka atau kerusakan benda-benda.

Kecelakaan dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang jarang dan tak tentu kapan terjadi dan bersifat multi faktor yang selalu didahului oleh situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan mereka. Filosofi penelitian kecelakaan menganggap kecelakaan sebagai suatu peristiwa yang acak, dari dua aspek yaitu lokasi, dan waktu (Dirjen Hubungan Darat DLLAJ, 1997).

Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu masalah yang perlu mendapatkan perhatian lebih besar, khususnya pada jalan jalan tol yang sebenarnya telah di rancang sebagai jalan bebas hambatan dan dilengkapi dengan fasilitas fasilitas untuk kenyamanan, kelancaran dan keamanan bagi lalu lintas.

Definisi kecelakaan menurut Peraturan Pemerintah Nomor : 43 tahun 1993 pasal 93 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan adalah : suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan

31

kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Korban kecelakaan lalu lintas sebagaiman dimaksud dalam hal ini adalah terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu : Korban Mati, korban luka berat dan korban luka ringan.

Sedangkan dalam Pasal 1 Angka 24 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

Korban kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disebutkandalam Pasal 93 ayat (2), antara lain;

a. Korban mati; Korban mati (Fatality), sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah korban yang pasti mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 hari setelah kecelakaan tersebut. (ayat 3)

b. Korban luka berat; Korban luka berat (Serious Injury), sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah korban yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawa tdalam jangka waktu 30 hari sejak terjadi kecelakaan. (ayat 4). c. Korban luka ringan; Korban luka ringan (Light Injury),

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah korban yang tidak masuk dalam pengertian diatas, (ayat 3) dan (ayat 4).

32

Secara teknis kecelakaan lalu lintas didefinisikan sebagai sutau kejadian yang disebabkan oleh banyak faktor yang tidak sengaja terjadi (Random

Multy Factor Event). Dalam pengertian secara sederhana, bahwa suatu

kecelakaan lalu lintas terjadi apabila semua faktor keadaan tersebut secara bersamaan pada satu titik waktu tertentu bertepatan terjadi. Hal ini berarti memang sulit meramalkan secara pasti dimana dan kapan suatu kecelakaan akan terjadi.

Kurangnya Kesadaran Membawa Malapetaka, Kesadaran adalah kesadaran akan perbuatan. Sadar artinya merasa, tau atau ingat (kepada keadaan yang sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya, ingat kembali (dari pingsannya), siuman, bangun (dari tidur) ingat, tau dan mengerti. Manusia sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kaki yang dalam keadaan normal mempunyai kemampuan dan kesiagaan yang berbeda-beda (waktu reaksi, konsentrasi dll). Perbedaan-perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan phisik dan psykologi, umur serta jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh luar seperti cuaca, penerangan/lampu jalan dan tata ruang.

Kesadaran pengguna harus timbul dari hati dan pikiran pengguna itu sendiri, pemerintah hanya memfasilitasi dan membuata aturan agar nyaman, selamat di jalan. Banyak pelanggaran yang sudah dilakukan oleh pengguna jalan.

33

Kurangnya kesadaran pengguna jalan menyebabkan Pelanggaran lalu lintas seperti contoh photo pelanggaran dibawah ini dalam Undang-Undang Lalu Lintas Pasal 23 (1) Pengemudi kendaraan bermotor pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, wajib :

a) Mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar; b) Mengutamakan keselamatan pejalan kaki;

c) Menunjukkan surat tanda bukti pendaftaran kendaraan bermotor, atau surat tanda coba kendaraan bermotor, surat izin mengemudi, dan tanda bukti lulus uji, atau tanda bukti

lain yang sah, dalam hal dilakukan pemeriksaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16;

d) Mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, penggunaan kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan maksimum dan/atau minimum, tata

cara mengangkut orang dan barang, tata cara

penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain; e) Memakai sabuk keselamatan bagi pengemudi kendaraan

bermotor roda empat atau lebih, dan mempergunakan helm bagi pengemudi kendaraan bermotor roda dua atau bagi

34

pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah.

Pasal 32 ayat (2) Penumpang kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang duduk di samping pengemudi wajib memakai sabuk keselamatan, dan bagi penumpang kendaraan bermotor roda dua atau kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah wajib memakai helm.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan lalu lintas adalah kegiatan kendaraan bermotor dengan menggunakan jalan raya sebagai jalur lintas umum sehari-hari. Lalu lintas identik dengan jalur kendaraan bermotor yang ramai yang menjadi jalur kebiutuhan masyarakat umum. Oleh kerena itu lalu lintas selalu identik pula dengan penerapan tata tertib bermotor dalam menggunakan jalan raya.

Dengan demikian maka pelanggaran lalu lintas adalah pengabaian terhadap tata tertib lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna kendaraan bermotor yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas bagi pengguna jalan lainnya baik hilangnya nyawa maupun luka-luka.

Olehnya kita mengetahui bahwa kesadaran dalam berlalu lintas mesti ditingkatkan karena hal ini akan sangat menyelamatkan kita dari kecelakaan berlalu lintas.

Menurut Sartono (1993), korban manusia dalam kecelakaan lalu lintas dikelompokkan dalam empat macam kelas, yaitu ;

35

1. Klasifikasi berat (fatal accident), yaitu jika terdapat korban yang meninggal dunia meskipun hanya satu orang dengan atau tanpa korban luka berat atau ringan.

2. Klasifikasi sedang (serious injury accident), yaitu jika tidak terdapat korban yang meningga dunia, namun dijumpai sekurang-kurangnya satu orang yang mengalami luka berat. 3. Klasifikasi ringan (light injury accident) yaitu, jika tidak terdapat

korban meninggal dunia meskipun hanya dijumpai korban dengan luka ringan saja.

4. Klasifikasi lain, jika tidak ada manusia yang menjadi korban, sedangkan yang ada hanya kerugiaan material saja, baik berupa kerusakan kendaraan, jalan, jembatan.

2. Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan

Secara umum ada tiga faktor utama penyebab kecelakaan natara lain : 1. Faktor pengemudi (Road user),

2. Faktor kendaraan (Vehicle),

3. Faktor lingkungan jalan (Road environment).

Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antara faktor lain. Hal-hal yang tercakup dalam faktor-faktor tersebut antara lain ;

36

1. Faktor pengemudi : kondisi fisik (mabuk, lelah, sakit, dsb). Kemampuan mengemudi, penyebrang atau pejalan kaki yang lengah, dan lain-lain.

2. Faktor kendaraan : kondisi mesin, rem, lampu, ban, muatan, dan lain-lain.

3. Faktor lingkungan jalan : desain jalan (median, gradient, aliyemen, jenis permukaan, dsb), control lalu lintas (marka, rambu, lampu lalu lintas) dan lain-lain.

4. Faktor cuaca : hujan, kabut, asap, salju, dsb.

Pada dasarnya faktor-faktor tersebut berkaitan atau saling menunjang bagi terjadinya kecelakaan.Namun, dengan diketahuinya faktor penyebab kecelakaan dapat ditentukan langkah-langkah penanggulangan untuk menurunkan jumlah kecelakaan.

Sedangkn dalam sumber Wikipedia Indonesia (akses 12oktober 2014) bahwa ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, pertama yaitu faktor manusia, kedua adalah faktor kendaraa, dan yang terakhir adalah faktor jalan.

Kombinasi dari ketiga faktor itu bisa saja terjadi, antara manusia dengan kendaraan misalnya berjalan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan kemudian ban pecah yang mengakibatkan kendaraan mengalami kecelakaan. Disamping itu masih ada faktor lingkungan, cuaca yang juga bisa berkontribusi terhadap kecelakaan.

37

1. Faktor manusia

Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu.Selain itu manusia sebagai pengguna jalan raya sering sekali lalai bahkan ugal ugalan dalam mengendarai kendaraan, tidak sedikit angka kecelakaan lalu lintas diakibatkan karena membawa kendaraan dalam keadaan mabuk, mengantuk, dan mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya yang mungkin dapat memancing gairah untuk balapan.

2. Faktor kendaraan

Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan sangat terkait dengan technologi

yang digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap

kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan perbaikan kendaraan diperlukan, disamping itu adanya

38

kewajiban untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor secara reguler.

3. Faktor jalan

Faktor jalan terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang rusak/berlobang sangat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda motor.

4. Faktor Cuaca

Hari hujan juga memengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus kaca tidak

bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan

mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan.

Pada dasarnya faktor-faktor tersebut berkaitan atau saling menunjang bagi terjadinya kecelakaan. Namun, dengan diketahuinya faktor penyebab kecelakaan yang utama dapat ditentukan langkah-langkah penanggulangan untuk menurunkan jumlah kecelakaan.

39 D. Hubungan Traffic Accident Analysis dengan Profesionalisme

Kepolisian Republik Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Ketiga terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dan Balai Pustaka (2005), profesionalisme dimaknai sebagai “mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional”.

Selanjutnya, dalam buku Reformasi Menuju Kepolisian Republik Indonesia yang Profesional, terbitan Mabes Kepolisian Republik Indonesia (1999), “profesional‟, berarti harus mempunyai dasar atau basis ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan, kemahiran, dan keahlian yang memadai serta mempunyai kode etik atau etika profesi yang menjadi pedoman untuk ditaati secara tulus dan ikhlas.

Ciri seorang „profesional‟ haruslah jujur, tahu akan kewajibannya, dan senantiasa menghormati hak orang lain. Tekad dalam jiwanya dan setiap moral perbuatannya dilandasi oleh niat untuk mengabdikan dirinya kepada kepentingan orang banyak. Dalam perkembangannya, pemahaman tentang profesi sempat didominasi oleh gagasan tentang „monopoli‟ dan „otonomi‟. Monopoli secara umum dimaksudkan sebagaihak eksklusif atas pekerjaan maupun manfaat apapun darinya yang menyangkut profesi yang bersangkutan. Sedangkan „otonomi‟ atau „kemandirian‟ yang akan dibahas kemudian diartikan sebagai kemerdekaan atau kebebasan suatu profesi untuk mengatur atau mengelola dirinya sendiri.

40

Erlyn Indarti (2008:3) mengatakan bahwa Polisi, dalam segala maknanya, adalah sebuah profesi. Ada seperangkat standar atau tolok-ukur tertentu yang membedakannya dengan profesi lain. Dikatakan demikian karena untuk menjadi atau untuk dapat disebut sebagai polisi, seseorang dituntut untuk memiliki kepakaran intelektual dan teknis, menjalani pelatihan dan pendidikan, mempunyai kompetensi, tergabung dalam suatu organisasi, serta hidup dengan disiplin dan kode etik, tertentu sebagaimana telah disepakati dan digariskan oleh profesi polisi itu sendiri.

Seorang polisi dituntut untuk mempunyai komitmen terhadap pelayanan publik. Dalam hal ini, selain memiliki karekteristik sebagaimana disebut di atas, polisi yang profesional dimaknai sebagai polisi yang memenuhi standar yang telah disepakati besama didalam profesi polisi dan yang setiap pikiran, sikap, kata, dan perbuatannya dijiwai oleh profesionalisme polisi itu sendiri.

Satjipto Rahardjo (2003:5) mengatakan bahwa Indonesia adalah negara berdasar hukum, begitu kata-kata dalam penjelasan Undang-Undang Dasar kita. Dalam praktik, pikiran kita pada umumnya lalu melornpat kepada Ruleof

Law. Artinya, rumusan UUD NRI 1945 itu lalu kita praktikkan dengan doktrin

dan asas yang adapada Rule Of Law tersebut. Untuk itu sudah semestinya dan menjadi (satu-satunya) carauntuk mempraktikkan negara berdasar hukum.

Begitupula Romli Atmasasmita (2001:54) mengatakan bahwa Penegakan hukum dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh surut karena dalamdunia

41

akademis, para juris selalu berkata bahwa "sekalipun langit runtuh hukum harus tetap ditegakkan". Oleh karena itu masa transisi bukanlah suatu alasan untuk tidak menegakkan hukum baik secara baik, benar dan bertanggungjawab.

Secara konseptual, maka inti dan arti profesionalisme Kepolisian Republik Indonesia dalam penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang mempunyai dasar filosofis tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih kongkrit.

Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikanya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilalan pribadi. Dengan mengutip pendapat Roscoe Pound dalam Soerjono Soekanto dalam bukunya Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum maka La Favre menyatakan bahwa pada hakikatnya diskresi berada di antara hukum dan moral.

Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam

42

kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian "law enforcement" begitu populer.

Selain dari itu, maka ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Perlu dicatat bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, apabila pelaksanaan daripada perundang-undangan atau keputusan-keputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan sementara, bahwa masalah pokok dari pada penegakan

hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin

mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor tersebut.

Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Faktor hukumnya sendiri yang didalam tulisan ini akan dibatasi pada Undang-Undang saja.

2) Faktor penegak hukum, yakni plhak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

43

5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya karena semuanya merupakan esensi dari penegakan hukum serta juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas daripenegakan hukum.

Dengan demikian Kelima faktor tersebut akan dibahas sebagai berikut : a. Undang-Undang

Salah satu cara yang dapat ditempuh unluk mewujudkan supremasi hukum tersebut adalah dengan melakukan perubahan-perubahan di setiap aspek kehidupan bernegara, terutama perubahan dan pembaruan terhadap aspek hukum atau yang dikenal dengan reformasi hukum. Program reformasi hukum tidak bisa harus digulirkan secara bersama-sama. perwujudan refomiasi hukum ini dapat dilakukan melalui berbagai upaya seperti penyempumaan dan pembaharuan peraturan perundang-undangan.

Di dalam tulisan ini, maka yang diartikan dengan Undang-Undang dalam artimaterial adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Dengan demikian maka undang-undang dalam materiil mencakup:

1) Peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum di sebagian wilayah negara.

44

2) Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja.

Undang-undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun pribadi, melalui pelestarian ataupun pembaharuan (inovasi). Artinya, supaya pembuat Undang-undang tidak sewenang-wenang atau supaya undang-undang tersebut tidak menjadi huruf mati, maka perlu di penuhi beberapa syarat tertentu, yakni antara lain sebagai berikut :

1) Keterbukaan di dalam proses pembuatan undang-undang.

2) Pemberian hak kepada warga masyarakat untuk mengajukan usul tertentu, melalui cara-cara, sebagai berikut :

a) Penguasa setempat mengundang mereka yang berminat untuk menghadiri suatu pembicaraan mengenai peraturan tertentu yang akan dibuat.

b) Suatu Departemen tertentu mengundang organisasi-organisasi tertentu untuk memberikan masukan bagi suatu rancangan undang-undang yang sedang disusun.

c) Acara dengar pendapat di Dewan Perwakilan Rakyat.

d) Pembentukan kelompok-kelompok penasehat yang terdiri dari tokoh-tokoh dan ahli-ahli terkemuka.

Masalah yang dijumpai didalam undang-undang adalah adanya berbagai undang-undang yang belum juga mempunyai peraturan pelaksanaan,

45

padahal didalam undang-undang tersebut diperintahkan demikian. Persoalan lain yang mungkin timbul didalam undang-undang adalah ketidakjelasan didalam kata-kata yang dipergunakan di dalam perumusan pasal-pasal tertentu. Kemungkinan hal itu disebabkan, oleh karena persamaan kata-kata yang artinya dapat ditafsirkan secara luas sekali, atau karena soal terjemahan dari bahasa Belanda yang kurang tepat.

b. Faktor Penegak Hukum

Ruang lingkup dari istilah "penegak hukum'" adalah luas sekali, oleh karena mencakup mereka, yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung dibidang penegakan hukum. Di dalam tulisan ini, maka dimaksudkan dengan penegak hukum akan dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup “law enforcement'', akan tetapi juga "peace maintenance".

Kiranya sudah dapat diduga kalangan tersebut mencakup mereka yang bertugas di bidang-bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan pemasyarakatan.

Seorang penegak hukum, sebagaimana halnya dengan warga-warga masyaraka tlainnya, lazimnya mempunyai beberapa kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan demikian tidaklah mustahil, bahwa antara berbagai kedudukan dan peranan timbul konflik (status conflict "dan conflict of roles). Kalau di dalam kenyataannya terjadi suatu kesenjangan antara peranan

46

yang seharusnya dengan peranan yang sebenarnya dilakukan atau peranan aktual, maka terjadi suatu kesenjangan peranan (role-distance).

Teringat dalam Pidato Megawati Soekarno Putri pada tahun 2002 mengatakan di samping faktor masyarakat peta permasalahan penegakan hukum, sangat pengaruhi oleh kondisi badan-badan yang berada di bawah pemerintah, lembaga peradilan, dan kegiatan profesi kepengacaraan, yang masing-masing tunduk pada undang-undang yang mengaturnya.

c. Faktor Sarana Atau Fasilitas

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.

d. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum selain ditentukan oleh aturan-aturan hukumnya sendiri, fasilitas,dan penegak hukumnya tetapi juga sangat ditentukan juga terhadap kesadaran dan kepatuhan masyarakat.

Faktor-faktor itu telah memenuhi standar yang diperlukan untuk tegaknya hukum dengan baik. Penegakan hukum berasal dari masyarakat, bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat. Oleh karena itu dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi hukum tersebut.

47

Di dalam bagian ini, maka diketengahkan secara garis besar perihal

pendapat-pendapat masyarakat mengenai hukum, yang sangat

mempengaruhi kepatuhan hukumnya.

Kirannya jelas, bahwa hal ini pasti ada kaitannya dengan faktor-faktor terdahulu, yaitu Undang-undang, penegak hukum dan sarana dan fasilitas. Kualitas masyarakat dan golongan-golongan tersebut, pada saat yang sama juga akan mencerminkan budaya hukum yang kuat baik sikap, perilaku dan tingkat kepatuhan terhadap norma ataupun aturan yang berlaku, sangat menentukan dalam upaya mewujudkan ketertiban dan penegakan hukum.

Masyarakat Indonesia pada khususnya, mengenai pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum. Pertama ada berbagai pengertian atau arti yang diberikan pada hukum yang variasinya adalah sebagai berikut :

1) Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan.

2) Hukum diartikan sebagai disiplin, yakni sistem ajaran tentang kenyataan.

3) Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah, yakni patokan perilaku pantas yang diharapkan.

4) Hukum diartikan sebagai tata hukum (hukum positif tertulis). 5) Hukum diartikan sebagai keputusan, pejabat atau penguasa. 6) Hukum demikian sebagai proses pemerintahan.

7) Hukum diartikan sebagai perilaku teratur dan unik. 8) Hukum diartikan sebagai jalinan nilai.

48

9) Hukum diartikan sebagai seni.

Dari sekian banyaknya pengertian yang diberikan pada hukum, terdapat kecenderungan yang besar pada masyarakat, untuk mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi).

Menurut Soerjono Soekanto (2008:33-34) bahwa salah satu akibatnya

Dokumen terkait