• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

4. Tinjauan Umum Tentang Narapidana dan Pembinaan

a. Pengertian Narapidana

Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, dalam memperlakukan orang-orang terpidana dan tahanan (yang pernah melanggar hukum) adalah dengan penjeraan. Maksud dari penjeraan, agar jera sehingga tidak mengulangi kejahatan.

Narapidana termasuk bagian dari warga binaan pemasyarakatan, dimana warga binaan pemasyarakatan terdiri dari narapidana, anak didik pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan.

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan

bahwa Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.

Redaksi yang berbeda terdapat di dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, dan ditemukan beberapa istilah pengantar yang akan menunjang penelitian ini, diantaranya:

(1) Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

(2) Rumah Tahanan Negara yang selanjutnya disebut Rutan adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

b. Hak dan Kewajiban Narapidana

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan telah diatur mengenai hak-hak narapidana selaku warga binaan selama menjalani masa pemasyarakatan, yakni terdapat di dalam Pasal 14:

(1) Narapidana berhak :

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

e. Menyampaikan keluhan;

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak Narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Disamping hak-hak di atas, narapidana memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan. Pasal 15 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu. Kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama menjalani masa pidanaya di Lembaga Pemasyarakatan sebagai berikut:

1) Wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu;

2) Wajib menaati peraturan keamanan dan ketertiban di lingkungan LAPAS; dan

3) Mau bekerja sama dengan petugas.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara menjelaskan mengenai hak dan kewajiban warga binaan, diantaranya Pasal 3 berikut:

Setiap Narapidana atau Tahanan wajib:

a. taat menjalankan ibadah sesuai agama dan/atau kepercayaan yang dianutnya serta memelihara kerukunan beragama;

b. mengikuti seluruh kegiatan yang diprogramkan;

c. patuh, taat, dan hormat kepada Petugas;

d. mengenakan pakaian seragam yang telah ditentukan;

e. memelihara kerapihan dan berpakaian sesuai dengan norma kesopanan;

f. menjaga kebersihan diri dan lingkungan hunian serta mengikuti kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka kebersihan lingkungan hunian; dan

g. mengikuti apel kamar yang dilaksanakan oleh Petugas Pemasyarakatan.

Pasal 5 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara menyebutkan bahwa :

(5) Untuk menjaga ketertiban, Narapidana dan Tahanan diperbolehkan membawa pakaian pribadi paling banyak 6 (enam) pasang.

Pasal 6 juga menyatakan bahwa hak dari narapidana diantaranya:

(1) Untuk kepentingan perawatan kesehatan atau pengobatan, Narapidana atau Tahanan dapat mengkonsumsi obat-obatan setelah mendapatkan izin dan berada dalam pengawasan dokter dan/atau paramedis Lapas atau Rutan.

(2) Dalam hal tidak terdapat dokter dan/atau paramedis Lapas atau Rutan maka izin dan pengawasannya dilakukan oleh dokter atau paramedis lainyang ditunjuk oleh Kepala Lapas atau Kepala Rutan.

c. Pembinaan Narapidana

Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan prilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan (Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999). Pembinaan adalah segala upaya dalam proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang telah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk memperbaiki dan mengembangkan pengetahun yang ada, serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup yang sedang dijalani secara lebih efektif.

Pembinaan warga binaan adalah segala upaya yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan untuk mengembalikan warga binaan yang sementara hidupnya tersesat. Oleh karena itu, tujuan sistem pemasyarakatan adalah membina warga binaan

berdasarkan Pancasilan dan Undang-undang Dasar 1945 yang berintikan kegotongroyongan agar kelak setelah bebas di tengah-tengah masyarakat menjadi warga negara yang berguna, sekurang-kurangnya tidak melanggar hukum lagi, peserta aktif dan kreatif dalam pembangunan nasional seta menjadi manusia yang berbahagia dunia dan akhirat.

Pembinaan narapidana adalah sebuah sistem. Sebagai sebuah sistem, maka pembinaan narapidana mempunyai beberapa komponen yang bekerja sama saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan. (Harsono, 1995, h.5) Pembinaan adalah proses, perbuatan cara membina, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. dalam arti hukum, pembinaan adalah kegiatan secara berencana dan terarah untuk lebih menyempurnakan tata hukum yang ada agar sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa pembinaan narapidana adalah suatu proses dalam membina narapidana melalui kegiatan yang dilakukan secara berencana, terarah, berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik yang disesuiakan dengan perkembangan masyarakat.

Berkaitan dengan pemenuhan Hak dan Kewajiban Warga Binaan dalam perspektif Hak Asasi Manusia di Lembaga Pemasyarakatan dengan sistem pembinaan yang dilakukan terhadap warga binaanya, dapat diperhatikan dalam Keputusan Mentri Kehakiman Nomor M.02.-PK.04.10 Tahun 1990 terdapat 10 prinsip dasar pembinaan narapidana, yaitu: Pertama, ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan perannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna. Kedua, penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan ini berarti tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana dan anak didik pada umumnya, baik yang berupa

tindakan, perlakuan, ucapan, cara penempatan ataupun penempatan, satu-satunya derita yang dialami narapidana dan anak didiknya hanya dibatasi kemerdekaanya untuk leluasa bergerak di dalam masyarakat bebas. Ketiga, memberikan bimbingan, dan bukan penyiksaan supa mereka bertobat, berikan kepada mereka pengertian tentang norma-norma hidup. Keempat, kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.

Kelima, negara tidak berhak membuat mereka menjadi buruk atau lebih jahat ddari pada sebelum mereka dijatuhi pidana. Keenam, selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya para napi dan anak didi tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Ketujuh, pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh sekedar mengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk keperluan jawatan atau kepentingan Negara kecuali waktu tertentu. Kedelapan, pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik adalah berdasarkan Pancasila, hal ini berarti bahwa kepada mereka harus ditanamkan semangat kekeluargaan dan toleransi di samping meningkatkan pemberian pendidikan rohani kepada mereka disertai dorongan untuk menunaikan ibadah sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut. Kesembilan, narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit perlu diobati, agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak diri, keluarga dan lingkungannya, kemudian dibina/dibimbing ke jalan yang benar, selain itu mereka harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki harga diri agar tumbuh kembali kepribadiannya yang percaya akan kekuatan dirinya sendiri.

Kesepuluh, narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi kemerdekaanya dalam waktu tertentu, untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana dan anak didik maka disediakan sarana yang diperlukan. (Suhandi Fakultas Hukum

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Perspektif Volume Xv No.

2 Tahun 2010 Edisi April, h. 203-204)

Dokumen terkait