• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

3. Tinjauan Umum Tentang Penuntutan a. Pengertian Penuntutan

Definisi penuntutan menurut Wirjono Prodjodikoro seperti dikutip oleh Andi Hamzah adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada Hakim, dengan permohonan, supaya Hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa (Andi Hamzah, 2008:162). Perbedaan dengan definisi pada KUHAP adalah disebutkan dengan tegas “terdakwa” sedangkan dalam KUHAP tidak.

Definisi dari penuntutan yang terdapat dalam KUHAP sendiri terdapat dalam Pasal 1 butir 7 yaitu :

“penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menutur cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”.

Dari bunyi ketentuan pasal diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penuntutan berarti tindakan penuntut umum untuk :

1) Melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenaang,

2) Dengan permintaan supaya perkara tersebut diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. (Yahya Harahap,2000:374)

b. Asas-Asas Penuntutan

Sehubungan dengan wewenang penuntutan, dalam hukum acara pidana dikenal dua asas penuntutan, yaitu :

1) Asas legalitas

Asas legalitas adalah penuntut umum diwajibkan menuntut semua orang yang dianggap cukup alasan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran hukum. Menurut asas ini, penuntut umum wajib menuntut seseorang yang didakwa telah melakukan tindak pidana.

2) Asas oportunitas

Asas oportunitas adalah penuntut umum tidak diharuskan melakukan penuntutan terhadap seseorang, meskipun yang bersangkutan sudah jelas telah melakukan tindak pidana yang dapat dihukum. Menurut asas ini penuntut umum tidak wajib melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melakukan suatu tindak pidana jika menurut pertimbangannya apabila orang tersebut dituntut akan merugikan kepentingan umum, sehingga demi kepentingan umum seseornag yang melakukan tindak pidana dapat tidak dituntut.

Menurut asas legalitas, penuntut umum wajib menuntut seseorang yang didakwakan telah melakukan tindak pidana. Sedangkan asas oportunitas, penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan suatu tindak pidana jika menurut pertimbangannya jika orang tersebut dituntut akan merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan tindak pidana tidak dapat dituntut. Penerapan asas oportunitas di negara kita berdasarkan untuk kepentingan negara dan masyarakat dan bukan kepentingan pribadi. Penuntut Umum berkewajiban mencari keadilan :

Prosecutors are blessed and cursed with extensive discretion. They de-cide whether and who to prosecute. They can recommend a harsh or a le-nient sentence. And when exculpatory evidence surfaces following a defendant's conviction, a prosecutor decides whether to continue to prose-cute or drop the case. Because of the importance of

commit to user

29

criminal prosecutions and the broad discretion prosecutors hold in pursuing them, prosecutors within an office sometimes disagree. When a prosecutor's view of a case differs from her boss's perspective, both lawyers must decide what justice. requires. A prosecutor is duty bound to ¯ seek justice,. not just win a con-viction. (Melanie D. Wilson.2008.”Finding A Happy and Ethical Medium Between A Prosecutor Who Believes the Defendant didn’t do it and the Boss Who Says that He did”. Northwestern University School of Law, Vol. 103.)

c. Penggabungan Perkara

Terhadap penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum, penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dengan satu sutar dakwaan. Tetapi penggabungan perkara pidana itu dapat dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 141 KUHAP, yaitu :

1) Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya.

2) Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain.

3) Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain akan tetapi satu dengan yang lainnya itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemerikasaan.

Pada penjelasan KUHAP dijelaskan maksud dari kata “bersangkut-paut” adalah :

1) Oleh lebih dari seorang yang bekerjasama dan dilakukan pada saat yang bersamaan.

2) Oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan ketapi merupakan pelaksanaan dari pemufakatan jahat yang dibuat oleh mereka sebelumnya.

3) Oleh lebih dari seorang dengan maksud mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk melakukan delik lain atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena delik lain.

d. Pemecahan Perkara(splitsing)

Kebalikan dari penggabungan perkara, penuntu umum dapat memecah perkara menjadi lebih dari satu. Hal in diatur dalam Pasal 142 KUHAP yang isinya:

“Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan pasal 141, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah.”

Pemecahan perkara (splitsing) dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para tersangka saling menjadi saksi sehingga diperlukan pemeriksaan baru baik terhadap tersangka maupun saksi. Dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP untuk semua perkara yang dipecah (splitsing) harus diperiksa kembali.

Menurut Andi Hamzah dalam perkara yang dipecah(splitsing) tidak harus diperiksa kembali. Mungkin kalau tidak ada saksi sedangkan ada beberapa orang tersangka bergantian menjadi saksi. Tetapi hal yang demikian sesungguhnya dapat menimbulkan kemungkinan orang akan dipaksa berbohong, tidak akan memberatkan tersangka (terdakwa) karena pada gilirannya nanti ia juga akan menjadi tersangka (terdakwa). (Andi Hamzah,2008:165).

Tidak selalu dalam memecah perkara perlu pemeriksaan baru. Kalau ada beberapa tersangka dan juga ada beberapa orang saksi, maka dalam memecah perkara tersebut hanya perlu membuat duplikatnya saja., dimana daftar nama tersangka diubah menjadi sendiri-sendiri, dan pemeriksaan saksi tetap. Dalam hal ini penuntut umum dapat langsung memecah perkara tersebut menjadi beberapa buah. Sehingga yang perlu diminta penyidik adalah duplikat hasil pemeriksaan.

commit to user

31

e. Proses Penuntutan

Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 7 itu secara singkat proses penuntutan dan tuntutan pidana sebagai berikut :

1) Pelimpahan perkara pidana yang disertai surat dakwaan ke pengadilan yang berwenang.

2) Pemeriksaan di sidang pengadilan. 3) Tuntutan Pidana.

4) Putusan hakim.

Proses penuntutan dapat dilakukan setelah proses penyidikan selesai dan berkas penyidikan diberikan kepada kejaksaan adapun proses penuntutan sebagaimana disebutkan dalam pasal 138 KUHAP adalah sebagai berikut :

1) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dan penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.

2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.

Berdasarkan pasal diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses yang pertama kali dilakukan oleh penyidik dalam melakukan penuntutan adalah proses pra penuntutan dimana penuntut umum memberikan petunjuk kepada penyidik dalam rangka penyempurnaan penyidikan. Pada proses pra penuntutan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dimana kejaksaan mempunyai wewenang untuk melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan

sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan. Untuk melengkapi berkas perkara, pemerikasaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut :

1) Tidak dilakukan terhadap tersangka.

2) Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau membahayakan keselamatan Negara.

3) Harus dapat dilaksanakan 14 hari setelah dilaksanakan ketentuan Pasal 110 dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP.

4) Prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik.

Proses selanjutnya adalah pembuatan surat dakwaan. Menurut Pasal 140 KUHAP, apabila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukann penuntutan maka penuntut umum dalam waktu secepatnya harus membuat surat dakwaan.

4. Tinjauan Umum tentang Kartu Kredit

Dokumen terkait