BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim
Perihal putusan hakim atau ”putusan pengadilan” merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan demikian, dapatlah dikonklusikan lebih jauh bahwasanya ”putusan hakim” di satu pihak berguna bagi terdakwa memperoleh kepastian hukum (rechtszekerheids) tentang ”statusnya” dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan hakim tersebut. Sedangkan di lain pihak, apabila ditelaah melalui visi hakim yang mengadili perkara, putusan hakim adalah ”mahkota” dan ”puncak” pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki, hak asasi manusia, penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni, dan faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang bersangkutan. (Lilik Mulyadi, 2007:119)
Putusan menurut buku Peristilahan Hukum dan Praktik yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI 1985 adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan. Ada pula yang mengartikan putusan sebagai terjemahan dari kata vonis, yaitu hasil akhir dari pemeriksaan perkara di sidang pengadilan. (Evi Hartanti, 2006:52)
Sedangkan dalam Bab I Pasal 1 Angka 11 KUHAP, putusan pengadilan diartikan sebagai pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Leden Marpaung memberikan pengertian putusan hakim adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan. (Leden Marpaung, 1995: 406)
Jenis-jenis putusan hakim menurut KUHAP dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1) Putusan yang bukan putusan akhir
Dalam praktik, bentuk putusan yang bukan putusan akhir dapat berupa penetapan atau putusan sela. Putusan jenis ini mengacu pada ketentuan Pasal 148 dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, yaitu dalam hal setelah pelimpahan perkara dan apabila terdakwa dan atau penasehat hukumnya mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap surat dakwaan jaksa/penuntut umum. (Lilik Mulyadi, 2007:125). Putusan yang bukan putusan akhir antara lain sebagai berikut:
a) Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili
Dalam hal menyatakan tidak berwenang mengadili ini dapat terjadi setelah persidangan dimulai dan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan maka terdakwa atau penasihat hukum terdakwa diberi kesempatan untuk mengajukan eksepsi (tangkisan). Eksepsi tersebut antara lain dapat memuat bahwa Pengadilan Negeri tersebut tidak berkompetensi (wewenang) baik secara relatif maupun absolut. Jika majelis hakim berpendapat sama dengan penasihat hukum
maka dapat dijatuhkan putusan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang mengadili (Pasal 156 ayat (2) KUHAP).
b) Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum Dakwaan batal demi hukum dapat dijatuhkan apabila dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, kurang jelas, dan tidak lengkap.
c) Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima pada dasarnya termsuk kekurangcermatan penuntut umum sebab putusan tersebut dijatuhkan karena:
(1) Pengaduan yang diharuskan bagi penuntutan dalam delik aduan tidak ada
(2) Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa sudah pernah diadili (nebis in idem), dan
(3) Hak untuk penuntutan telah hilang karena daluwarsa (verjaring).
2) Putusan akhir
Putusan akhir dalam praktik lazim disebut dengan isyilah putusan atau eind vonnis dan merupakan jenis putusan bersifat materiil. Pada hakekatnya putusan ini dapat terjadi setelah majelis hakim memeriksa terdakwa yang hadir di persidangan sampai dengan pokok perkara selesai diperiksa (Pasal 182 ayat (3) dan (8), Pasal 197, dan Pasal 199 KUHAP). (Lilik Mulyadi, 2007:124) Putusan akhir antara lain sebagai berikut:
a) Putusan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging)
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum adalah putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa dimana hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana (Pasal 191 ayat (2) KUHAP). Putusan lepas dari segala tuntutan hukum dapat terjadi karena:
(1) Materi hukum pidana yang didakwakan terbukti, tapi nukan merupakan tindak pidana
(2) Terdapat hal-hal yang menghapuskan pidana, antara lain: (Evi Hartanti, 2005:54)
(a) Tidak mampu bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP). (b) Melakukan di bawah pengaruh daya paksa/overmacht
(Pasal 48 KUHP).
(c) Adanya pembelaan terdakwa (Pasal 49 KUHP). (d) Adanya ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP). (e) Adanya perintah jabatan (Pasal 51 KUHP).
b) Putusan bebas (vrijspraak)
Putusan bebas adalah putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa dimana hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti dalam persidangan berpendapat bahwa dakwaan yang didakwakan terhadap terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas (Pasal 191 ayat (1) KUHAP).
c) Putusan pemidanaan (veroordeling)
Putusan pemidanaan adalah putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa dimana hakim berpendapat bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan padanya.
Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim yang berpendapat bahwa: (Lilik Mulyadi, 2007:173)
1) Perbuatan terdakwa sebagaimana didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum;
2) Perbuatan terdakwa tersebut merupakan ruang lingkup tindak pidana (kejahatan/misdrijven atau pelanggaran/overtredingen); dan
3) Dipenuhinya ketentuan alat-alat bukti dan fakta-fakta persidangan (Pasal 183, Pasal 184 ayat (1) KUHAP).
b. Formalitas yang Harus Terdapat dalam Putusan Hakim
Secara umum formalitas yang harus ada dalam putusan hakim diatur dalam ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Dari ketentuan tersebut sedikitnya sepuluh elemen harus terpenuhi sehingga menurut ayat (2) pasal tersebut kalau ketentuan itu tidak terpenuhi kecuali yang tercantum dalam huruf a s.d. e, putusan batal demi hukum (van rechtswege nietig atau null and void).
Ketentuan-ketentuan formalitas itu adalah sebagai berikut: (Evi Hartanti, 2006:63)
1) Kepala putusan yang bertuliskan berbunyi: ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
2) Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa;
3) Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa; 4) Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan
keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa; 5) Tuntutan pidana, sebagaimana yang diatur dalam surat tuntutan; 6) Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa;
7) Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim, kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;
8) Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah dipenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
9) Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
10) Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, terdapat surat otentik dianggap palsu; 11) Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau
dibebaskan;
12) Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, hakim yang memutus, dan nama panitera.
c. Pertimbangan Hakim dalam Putusan
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan menurut Rusli Muhammad dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1) Pertimbangan yang bersifat yuridis
Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh Undang-Undang ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal yang dimaksud tersebut antara lain:
a) Dakwaan jaksa penuntut umum
Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasar itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan. Dakwaan selain berisikan identitas terdakwa, juga memuat uraian tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Dakwaan yang
dijadikan pertimbangan hakim adalah dakwaan yang telah dibacakan di depan sidang pengadilan.
b) Keterangan terdakwa
Keterangan terdakwa menurut Pasal 184 butir e KUHAP, digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau dialami sendiri. Dalam praktik, keterangan terdakwa dapat dinyatakan dalam bentuk pengakuan ataupun penolakan, baik sebagian ataupun keseluruhan terhadap dakwaan penuntut umum dan keterangan yang disampaikan oleh para saksi. Keterangan terdakwa sekaligus juga merupakan jawaban atas pertanyaan hakim, jaksa penuntut umum ataupun dari penasihat hukum.
c) Keterangan saksi
Salah satu komponen yang harus diperhatikan dalam menjatuhkan putusan adalah keterangan saksi. Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat bukti sepanjang keterangan itu mengenai sesuatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, alami sendiri, dan harus disampaikan di dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi menjadi pertimbangan utama dan selalu dipertimbangkan oleh hakim dalam putusannya.
d) Barang-barang bukti
Pengertian barang bukti disini adalah semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan diajukan oleh penuntut umum di depan sidang pengadilan, yang meliputi:
1) Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana;
2) Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan; 3) Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana;
4) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Barang-barang bukti yang dimaksud di atas tidak termasuk alat bukti. Sebab Undang-Undang menetapkan lima macam alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Adanya barang bukti yang terungkap pada persidangan akan menambah keyakinan hakim dalam menilai benar tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa, dan sudah barang tentu hakim akan lebih yakin apabila barang bukti itu dikenal dan diakui oleh terdakwa ataupun saksi-saksi.
e) Pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana
Dalam praktek persidangan, pasal peraturan hukum pidana itu selalu dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. Dalam hal ini, penuntut umum dan hakim berusaha untuk membuktikan dan memeriksa melalui alat-alat bukti tentang apakah perbuatan terdakwa telah atau tidak memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam pasal peraturan hukum pidana. Apabila ternyata perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dari setiap pasal yang dilanggar, berarti terbuktilah menurut
hukum kesalahan terdakwa, yakni telah melakukan perbuatan seperti diatur dalam pasal hukum pidana tersebut.
2) Pertimbangan yang bersifat non yuridis
Pertimbangan yang bersifat non yuridis, yaitu antara lain: (Rusli Muhammad, 2007:212-220)
a) Latar belakang terdakwa
Latar belakang perbuatan terdakwa adalah setiap keadaan yang menyebabkan timbulnya keinginan serta dorongan keras pasa diri terdakwa dalam melakukan tindak pidana kriminal. b) Akibat perbuatan terdakwa
Perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa sudah pasti membawa korban ataupun kerugian pada pihak lain. Bahkan akibat dari perbuatan terdakwa dari kejahatan yang dilakukan tersebut dapat pula berpengaruh buruk kepada masyarakat luas, paling tidak keamanan dan ketentraman mereka senantiasa terancam.
c) Kondisi diri terdakwa
Pengertian kondisi terdakwa adalah keadaan fisik maupun psikis terdakwa sebelum melakukan kejahatan, termasuk pula status sosial yang melekat pada terdakwa. Keadaan fisik dimaksudkan adalah usia dan tingkat kedewasaan, sementara keadaan psikis dimaksudkan adalah berkaitan dengan perasaan yang dapat berupa: mendapat tekanan dari orang lain, pikiran sedang kacau, keadaan marah
dan lain-lain. Adapun yang dimaksudkan dengan status sosial adalah predikat yang dimiliki dalam masyarakat.
d) Agama terdakwa
Keterikatan para hakim terhadap ajaran agama tidak cukup bila sekedar meletakkan kata “Ketuhanan” pada kepala putusan, melainkan harus menjadi ukuran penilaian dari setiap tindakan baik tindakan para hakim itu sendiri maupun dan terutama terhadap tindakan para pembuat kejahatan.
3. Tinjauan Umum tentang Putusan Bebas