• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 WADUK 2.1.1 Umum

Menurut Linsey dan Franzini (1979), waduk-waduk sebagai penyedia air menyimpan air pada periode surplus untuk digunakan pada saat proses kering. Air tampungannya digunakan bagi keperluan penyediaan air irigasi, air baku untuk air minum dan industri, tenaga listrik atau penggunaan lainnya. Pendapat Linsey dan Franzini dibenarkan, seperti yang diterangkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dalam Buku Pintar Pekerjaan umum ( 2009), waduk di Indonesia dimanfaatkan untuk mendukung irigasi,air baku, pengendalian banjir, serta untuk pembangkit tenanga listrik.

2.1.2 Kapasitas waduk

Linsley dan Franzini ( 1991) menyatakan bahwa kapasitas waduk yang bentuknya beraturan dapat dihitung dengan rumus-rumus untuk menghitung volume benda padat. Kapasitas waduk pada kedudukan alamiah biasanya haruslah ditetapkan berdasarkan pengukuruan topografi

Hansen et al ( 1982 ) menambahkan bahwa kapasitas suatu waduk ditentukan oleh keadaan alami atau lembah dimana air akan ditampung, bersama-sama dengan ketinggian suatu bendungan yang harus menampung sejumlah air yang dibutuhkan dan tersedia secara ekonomis. Kapasitas bendungan berbeda-beda dari beberapa ratus hektar-meter pada sungai yang kecil sampai jutaan meter kubik.

Tinggi permukaan air waduk dapat berbeda-beda, tergantung pada aliran yang masuk dan aliran yang keluar dari waduk. Menurut Dandeker dan Sharma (1991), sumber utama aliran masuk adalah curah hujan dan sumber aliran keluar adalah aliran permukaan, penguapan, peresapan, dan sebagainya.

Normal pool level didefinisikan oleh Linsey dan Franzini (1991) adalah elevasi maksimum yang dicapai oleh kenaikan permukaan air waduk pada kondisi operasi biasa, dan genangan normal ditentukan oleh elevasi mercu pelimpah tau puncak pintu pelimpah ( spillway ). Sedangkan minimum pool level adalah elevasi terendah yang diperoleh bila genangan dilepaskan pada kondisi normal.

Permukaan ini dapat ditentukan oleh elevasi bangunan pelepasan yang terendah di dalam bendung.

Dinyatakan pula bahwa volume simpanan yang terletak diantara permukaan genangan minimum dan atau normal siebut useful storage, dan air yang ditahan dibawah permukaan genangan minimum disebut dead storage. Pada waktu banjir, debit melalui pelimpah dapat mengakibatkan naiknya muka air lebih tinggi dari pada permukaan genangan normal.

Dandeker dan Sharman (1991) menambahkan bahwa kapasitas waduk dibawah tingkat terendah kapasitas penyimpanan atau dead storage, yang disediakan untuk menampung endapan lumpur ( sedimentasi ) dalam waduk.

Penetapan kapasitas untuk suatu waduk biasanya disebut suatu penelaahan operasi dan merupakan suatu simulasi pengoperasian waduk untuk suatu periode yang sesuai dengan seperangkat aturan yang ditetapkan. Suatu penelaahan operasi hanya dapat menganalisis suatu “ periode kritis“

yang dipilih, yaitu pada waktu aliran sangat rendah, tetapi praktek modseren lebih banyak memanfaatkan data sintesis yang panjang karena keandalan waduk dengan berbagai kapasitas dapat diperkirakan.

Suatu penerapan operasi dapat dikerjakan berdasarkan interval tahunan, bulanan tau harian,

data bulanan paling umum digunakan tetapi, untuk waduk besar yang menyimpan simpanan untuk

beberapa tahun, interval tahunan akan cukup memuaskan. Untuk waduk yang sangat kecil, urutan

4 aliran dalam suatu bulan dapat menjadi penting, sehingga harus diambil interval mingguan atau harian.

Gambar 1. Daerah Simpanan Waduk

2.1.3 Pengendapan Waduk

Dandekar dan Sharma (1991) menyatakan pada waduk yang akan diperkirakan lebih cepat berlumpur, maka daya tampung waduk akan menjadi lebih sempit. Pada kebanyakan waduk memiliki alat untuk menghalau lumpur keluar melalui pintu keluar air yang di pasang di bawah garis tingkat dead storage ( tampungan mati) waduk tersebut.

Penurunan kapasitas waduk oleh sedimentasi bergantung pada ( Linsey et al, 1989) : 1. Jumlah sediment yang masuk

2. Presentase dari sediment yang tertangkap 3. Kerapatan sedimen yang mengendap

Metode yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan volume sediment adalah berdasarkan perbandingan data waduk lapang dan rumus empiris ( Okuda et al, 1977).Umur efektif dari waduk akan semakin menurun tingkat efesiensinya karena adanya pengendapan untuk penggunaan waduk sebagai pemenuhan untk irigasi ( Hansen , et al. 1982). Peralatan dan metode ya g dipergunakan untuk mengendalikan pengendapan pada waduk adalah kolam lumpor, saluran pintas, lokasi saluran pembuang , saluran yang ditanami tumbuh-tumbuhan, melepaskan arus kerapatan, mengalirkan banjir, pengerukan pembuangan dan pengurasan. Sebagian besar metode tersebut bergantung pada keadaan lapang dimana waduk itu berada.

Melindungi daerah aliran dan perencanaan waduk yang khusus akan memungkinkan penggunaan suatu cara penanggulangan yang disebuutkan diatas merupakan cara paling efektif dan bermanfaat dalam mengatasi masalah endapan.

2.1.4 Penelusuran Waduk

Waduk adalah salah satu bentuk bangunan yang memiliki salah satu nilai fungsi untuk

mengurangi resiko dari bahaya banjir. Debit yang keluar dari waduk merupakan fungsi tinggi muka air pada waduk. Waduk yang memiliki saluran pelimpah/spilway dapat dianggap sebagai waduk sederhana bila pintu-pintu tersebut tersebut tetap pada bukaannya.

Reservoir routing atau penelusuran waduk merupakan salah satu macam penelusuran banjir

disamping penelusuran saluran (channel routing) (Sri harto, 1993). Penelusuran banjir dedifinisikan

5 sebagai suatu prosedural untuk menentukan/memperkirakan waktu dan besaran banjir di suatu titik di sungai berdasarkan data yang diketahui di sungai sebelah hulu (Lawler, 1964 dalam Andik P, 2000).

Keberlanjutan dari sistem inflow dan outflow pada ruas sungai tersebut antara titik A dan titik B dinyatakan sebagai berikut:

I – O = dS/dt ... (1)

Dimana: I = aliran masuk (inflow) m

3

/dtk O = aliran keluar (outflow) m

3

/dtk dS/dt = perubahan storage terhadap waktu

selang waktu dalam persamaan diatas dapat di dekati dengan :

½( I

1

+I

2

) t + (S

i

-1/2 O

1

/t) = ( S

2

+1/2 O

2

/t) ...(2) Dimana: I

1

= aliran masuk pada permulaan waktu ke t

I

2

= aliran masuk pada akhir waktu ke t O

1

= aliran keluar pada permulaan waktu ke t O

2

= aliran keluar pada akhir waktu ke t

Proses penelusuran waduk atau reservoir routing terdiri dari masukan nilai-nilai yang diketahui untuk mendapatkan ( S

2

+1/2 O

2

/t) dan kemudian O

2

dicari dari hubungan antara tampungan (storage) terhadap tinggi muka air waduk dan debit terhadap ketinggian muka air waduk.

Pengembangan metode ini pertama kali dikembangkan oleh L.G. Puls dari US Army Corps of Engineers.

2.2 DAERAH ALIRAN SUNGAI

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerha tersebut akan ditampung dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama ( Asdak, 1995). Suatu DAS dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu daerah hulu, tengah, dan hilir. Daerah hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase yang lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15 %. ( dalam Andik P, 2000).

Daerah hilir DAS merupakan daerah pemanfaatan dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 8%, pada beberapa tempat merupakan daerah banjir atau genangan. Daerah ini merupakan daerah yang pengaturan pemakaian airnya ditentukan oelh bangunan irigasi. Sedangkan daerah tengah DAS merupakan daerah transisi antara daerah hulu dan daerah hilir ( Asdak, 1995).

Seyhan (1977), faktor-faktor yang mempengaruhi DAS adalah faktor iklim, faktor tanah yang meliputi topografi, jenis tanah, geologi, dan geomorfologi, serta faktor tata guna lahan.

2.3 SIKLUS HIDROLOGI

Silklus hidrologi didefinisikan sebagai suksesi tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi hingga kembali lagi ke atmosfer ( Sehyan, 1977). Sumber tenaga dari siklus ini adalah matahari.

Dengan adanya tenaga tersebut , maka dari seluruh permukaan di bumi akan dapat terjadi penguapan,

baik dari muka air tanah, permukaan pepohonan, dan permukaan air. Penguapan yang terjadi pada

6 permukaan air dikenal dengan istilah Evaporasition , sedangkan penguapan yang terjadi dari permukaan pepohonan diistilahkan dengan transpiration ( Sri Harto, 1993).

Adanya penguapan akan menimbulkan uap air yang terkondensasi membentuk awan yang pada akhirnya akan menghasilkan hujan (Prepitation). Hujan yang jatuh ke bumi akan menyebar dengan cara dan arah yang berbeda-beda. Pada umumnya sebagian besar hujan untuk sementara waktu pada saat hujan akan tertahan pada tajuk-tajuk tanaman yang pada akhirnya akan dikembalikan lagi ke atmosfir oleh penguapan yang merupakan intersepsi selama dan sesudah hujan berlangsung. Sebagian besar lagi akan mengalir melalui permukaan dan bagian atas tanah menuju sungai , sementara lainnya akan menembus mauk ke dalam tanah ( infiltrasi dan perkolasi) menjadi air tanah (ground water). Di bawah pengaruh gravitasi, baik aliran permukaan maupun air tanah bergerak menuju tempat yang lebih rendah yang pada akhirnya akan bermuara ke laut. Namun, selama pengaliran sejumlah besar air permukaan dan bawah tanah dikembalikan ke atmosfir oleh penguapan (evaporasi) dan transpirasi sebelum sampai ke laut ( Linsley, et al, 1975).

Komponen siklus hidrologi dalam DAS berdasarkan uraian diatas adalah hujan,evaporasi,intersepsi,transpirasi,infiltrasi,perkolasi,aliran permukaan, dan aliran bawah permukaan serta total aliran yang terjadi di sungai/ outlet.

1. Hujan

Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses ini, karena jumlah curah hujan (rain fall) ini yang akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan ( surface run off), aliran antara ( interflow, sub surface flow) maupun aliran sebagai aliran air tanah ( ground water flow). Untuk memperoleh besaran hujan yang dapat dianggap sebagai curah hujan yang sebenarnya terjadi seluruh daerah aliran sungai (DAS), maka diperlukan sejumlah stasuiun hujan yang dibentuk demikian rupa sehingga dapat mewakili besaran hujan yang terjadi di DAS tersebut ( Sri Harto, 1993).

Beberapa cara yang lazim digunakan dalam menghitung hujan rata-rata DAS (Catchment rainfall) menurut Sri Harto (1993) adalah:

a. Rata-rata Aljabar

Curah hujan DAS didaptkan dengan mengambil nilai rata-rata hujan dari semua stasiun hujan dalam DAS yang bersangkutan. Cara ini merupakan metode yang paling sederhana, tetapi memberikan hasil yang tidak teliti. Hai ini dikarenakan penyamanan bobot yang dialami setiap stasiun adalah sama.

b. Poligon Thiessen

Daerah hujan yang diukur oleh suatu alat pengukur yang dibatasi oleh garis berat antara tempat pengukuran pada peta. Hasil segi banyak yang mengelilingi stasiun tertentu menunjukkan daerah efektifnya. Misalkan daerah segi banyak yang mengelilingi stasiun ke-i yang mencatat hujan di adalah Ai, maka besarnya hujan rata-rata untuk DAS tersebut dinyatakan dengan rumus:

... (3)

7 c. Isohyet

Cara ini menggunakan peta DAS dengan garis isohyet, yaitu garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai kedalaman hujan pada saat bersamaan. Curah hujan rata-rata bagi suatu DAS diperoleh dengan mengalikan curah hujan rata-rata diantara isohyet-isohyet dengan luas daerah antara kedua isohyet dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan luas seluruh DAS tersebut. Jika luas antara di-1 dan di adalah Ai, maka hujan rata-rata suatu DAS seluas A dengan n jarak isohyet , dapat dinyatakan dengan persamaan :

... (4)

Dimana: d = tinggi curah hujan rata-rata areal (mm) A = luas DAS yang bersangkutan (km

2

)

Limpasan adalah bagian curah hujan yang mengalir ke arah saluran, danau,atau laut sebagai aliran permukaan atau aliran bawah tanah ( Scwab et al, 1981). Faktor yang mempengaruhi limpasan bisa dibagi menjadi faktor yang beerhubungan dengan curah hujan dan faktor yang berhubungan dengan daerah tangkapan air.

Metode pendugaan limpasan memerlukan pengabaian beberapa faktor dan membuat penyerdehanaan asumsi terhadap faktor lainnya. Metode yang dapat diterapkan antara lain ( Scwab et al, 1981) :

a. Metode Rasional

Metode rasional untuk pendugaan laju limpasan tertinggi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

konsentrasi dari daerah tangkapan air.

A = luas daerah tangkapan (ha)

b. Metode soil conservation services ( SCS )

Metode ini awalnya dikembangkan untuk curah hujan yang seragam menggunakan anggapan untuk hidrograf segitiga. Waktu untuk mencapai limpasan tertinggi diperlukan untuk membnetuk hidrograf rancangan, untuk melacak limpasan melalui suatu penampungan air atau menggabungkan hidrograf-hidrograf dari beberapa bagian daerah tangkapan air. Hal ini tidak diperlukan bagi pendugaan aliran terbesar. Laju aliran terbesar dihitung dengan persamaan :

q = q

u

A Q ... (6)

8

Metode ini tergantung pada adanya sejumlah tahun pencatatan dari daerah cekungan air yang diamati. Catatan ini kemudian akan membentuk lajur-lajur statistik yang menerangkan frekuensi kemungkinan tentang kejadian ulang besarnya banjir tertentu. Ekstrapolasi kurva frekuensi memungkinkan pendugaan banjir terbesar untuk suati kisaran periode ulang (Scwab et al, 1981).

2.5 PENGGUNAAN AIR WADUK 2.5.1 Air Baku

Air baku adalah air yang digunakan sebagai sumber/bahan baku dalam penyediaan air bersih.

Sumber air baku yang dapat digunakan untuk penyediaan air bersih yaitu air hujan, air permukaan (air sungai, air danau/rawa), air tanah (air tanah dangkal, air tanah dalam, mata air) (Linsley, 1982).

Pemenuhan kebutuhan melalui air baku yang berasal dari waduk pada umumnya diperuntukan untuk Industri, Rumah tangga, dan perkantoran.

2.5.2 Air Irigasi

Kebutuhan pangan terutama beras terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Di sisi lain ketersediaan pangan terbatas sehubungan dengan terbatasnya lahan yang ada untuk bercocok tanam, teknologi, modal dan tenaga kerja, sehingga defisit penyediaan bahan pangan masih sering terjadi di negeri ini. Untuk itu berbagai pihak tidak henti-hentinya berupaya untuk mengatasi masalah tersebut diatas melalui berbagai kebijaksanaan dan program (Sudjarwadi, 1990).

Sudjarwadi (1990) mendefinisikan irigasi merupakan salah satu faktor penting dalam produksi bahan pangan. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian.

2.5.3 Pembangkit Tenaga Listrik

Penggunaan air waduk sebagai pembangkit tenanga listrik memiliki peran penting dalam pemenuhana kebutuhan masyarakat. Dalam kajian penggunaan air Waduk Bili- Bili alokasi untuk pembangkit tenang listrik ini sendiri berasal dari penggeluaran air waduk yang diperuntukkan untuk pemenuhan kebeutuhan air baku. Pengeluaran air dari Waduk Bili-Bili ini sendiri akan melalui turbin yang dibangun pada pintu keluaran air yang akan membangkitkan listrik sebesar 16 MW.

Aliran air yang masuk ke dalam waduk akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan seperti

yang diuraikan di atas, adapun debit air yang masuk ke waduk baik itu yang berasal dari sungai

maupun hujan akan dikeluarkan melalui outlet irigasi yang akan menggerakan turbin untuk

membangkitkan tenaga listrik, ketika volume air yang masuk ke bendungan berada pada posisi high

water lavel maka air akan dilimpaskan melalui spilway untuk menjaga agar volume air tetap berada

9 dalam keadaan normal. Selanjutnya air yang dikeluarkan untuk membangkitkan listrik akan digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan air dan air baku. Selanjutnya akan dijelaskan pada gambar berikut.

Gambar 2 . Skema Penggunaan Air Waduk Bili-Bili

2.6 MODEL SIMULASI

Model simulasi penggambaran keadaan dari kenyataan yang ada. Model harus dapat menggambarkan perubahan yang terjadi di dalam sistem, dengan adanya hubungan antara komponen model dengan komponen sistem ( Mize et al., 1968).

Penyusunan model (modeling) merupakan aproksimasi ataau abstraksi suatu realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa bagian atau beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya ( Simarmata, 1982 ). Dijelaskan lebih lanjut bahwa model-model tidak atau tidak dapat menggambarkan setiap aspek dari realitas sebab banyak karateristik dan perubahan dari dunia nyata yang harus digambarkan .

Sri Harto (1993) memeberikan pengertian umum model hidrologi ,yaitu sebuah sajian sederhana dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks. Menurut Linsley, et al. (1975), penegertian matematis dari persamaan-persamaan dan cara untuk melukiskan perilaku model hidrologi dipakai untuk memberikan gambaran matematis yang relatif kompleks bagi daur hidrologi yang penyelesaiannya didesain pada sebuah komputer.

Asdak (1995) menyatakan bahwa input sistem hidrologi pada DAS berupa curah hujan.

Hujan yang jatuh di DAS akan mengalami interaksi dengan komponen DAS yaitu vegetasi, tanah dan sungai yang pada akhirnya akan menghasilkan keluaran berupa debit,muatan sediment dan material lainnya.

Adapun simulasi merupakan peroses yang menghubungkan antara percobaan dengan model dari suatu sistem sebagai pengganti dari percobaan dalam sistem atau penyelesaian langsung secara

Pembangkit

10 analitik dari kumpulan masalah dalam sistem ( Mize et al,1968). Model simulasi dikatan berhasil dalam arti benar dan berguna jika model tersebut cukup mewakili sistem yang dihadapi.

2.7 KARATERISTIK WADUK 2.7.1 Volume dan Luas Waduk

Volume dan luias genangan harian waduk dapat diketahui melalui data fluktuasi muka (elevasi) air waduk harian yang dikaitkan dengan data hubungan elevasi-volume- luas waduk.

2.7.2 Evaporasi dan Hujan di Waduk

Besarnya evaporasi harian dari waduk didaptkan dengan mengalikan evaporasi aktual yang didapatkan dengan luas genangan waduk harian. Sedangkan volume hujan harian yang jatuh ke waduk merupakan perkalian anata tinggi curah hujna dengan luas genangan waduk harian.

2.7.3 Rembesan ( Seepage ) Waduk

Besar rembesan dari waduk merupakan nilai yang diduga dan ditentukan dengan cara trial and eror (coba-ralat) karena nilai yang sebenarnya tidak terukur dengan tepat pada saat dilapangan.

Aliran air masuk waduk berupa debit sungai masuk (inflow) waduk (I) dan curah hujan (R), sedangkan aliran keluar waduk seperi rembesaan (Sp), debit pintu pengeluaran waduk (outflow) (O), evaporasi ( E). Sehingga dpat dijabarkan dalam persamaan menajdi :

(I+R) – (O+SP+E) = S- So ... (7).

Dimana untuk data outflow pengeluaran pada pintu air didapatkan dari pengukuran harian yang dilakukan oleh petugas waduk.

2.8 MODEL NERACA AIR WADUK

Model neraca air waduk disusun dengan menggunakna persamaan (7), sedangkan nilai rembesan yang ditetapkan dengan cara trial and error. Nilai dari evaporasi ditetapkan dengan cara trial and error hal ini dikarenakan banyaknya data-data yang hilang sejak keajdian longsor terjadi pada kantor induk. Untuk mendapatkan nilai rembesan dan evaporasi yang mendekati kenyataan perlu dikalibras serta dilakukan uji keabsahan model yang didaptakan pada periode tahun yang lain.

Tolak ukur uji keabsahan model yang dibuat didasarkan pada:

1. Penampilan hubungan anatara volume model waduk dan volume aktual secara grafik sehingga dapat ditentukan nilai mutlak (maksismum-minimum) dari data yang diperoleh.

2. Nilai koefisien determinasi (R

2

) yang diperoleh dengan persamaan ( Fleaming, 1975) :

R

2

= 1- { [ ∑ (Yi-yi)

2

] / [ ∑ (Yi- Y)] } ... (8) .dimana: Yi = volume aktual waduk ke-i

yi = volume model waduk ke –i

Y = rata-rata volume aktual waduk

11

Koefisisn determinasi mempunyai nilai antara 0-1. Hubungan volume model dan

volume aktual yang paling baik adalah yang mempunyai koefisien determinasi yang terbesar

atau mendekati 1.

12

Dokumen terkait