• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.7 Kerentanan Pulau-Pulau Kecil (PPK) .1 Konsep dan Definisi Ke rentanan

2.7.2 Tipolog i Ke rentanan

melindungi dirinya dan kemampuan untuk menanggulangi dirinya dari dampak bahaya/ be ncana alam tanpa bantuan dari luar. Dalam pedoman ini juga diperoleh istilah tingkat kerentanan sebagai indikator tingkat kerawanan pada kawasan yang belum dimanfaatkan sebagai kawasan budi daya, dengan hanya mempertimbangkan aspek kondisi alam, tanpa memperhitungkan besarnya kerugian yang diakibatkan.

Kerentanan (vulnerability) merupakan kebalikan dari ketangguhan

(resilience), kedua konsep tersebut laksana dua sisi mata uang. Konsep

ketangguhan merupakan konsep yang luas, termasuk kapasitas dan kemampuan merespons dalam situasi krisis/ konflik/ darurat (emergency rerspon se). Kerentanan, ketangguhan, kapasitas, dan kemampuan merespons dalam situasi darurat, bisa di implementasikan baik pada tingkat individu, keluarga, masyarakat dan institusi pemerintah maupun LSM (Chambers 1989) .

Villagran (2006), kerentanan wilayah dan penduduk terhadap ancaman meliputi kerentanan fisik, kerentanan sosial dan kerentanan ekonomi. Kerentanan sosial ekonomi dapat bersifat generik berlaku untuk semua jenis ancaman. Sementara itu kerentanan fisik bersifat spesifik sesuai dengan jenis ancaman. Kerentanan yang bersifat generik dapat digunakan untuk semua ancaman, terkait dengan aspek sosial ekonomi wilayah dan penduduk di suatu wilayah. Indikator kerentanan sosial ekonomi terkait dengan tingkat kemiskinan, laju pertumbuhan ekonomi, densitas dan penyebaran penduduk, lama pendidikan formal, tingkat pengangguran, beban tanggungan, dan indikator sosial ekonomi lainnya.

2.7.2 Tipolog i Ke rentanan

Turner et al. (2003), kerentanan sebagai suatu sistem, subsistem atau komponen sistem yang terjadi secara terus- menerus dan dapat menyebabkan bencana, kerusakan atau tekanan. Ada dua model dasar yang digunakan untuk menganalisis kerentanan yaitu mode l resiko-bencana (Risk Hazard (RH)) (Gambar 2) dan model tekanan- pelepasan (Pressure-Release (PAR) (Gambar 3). Dasar dari RH model adalah bahwa gangguan dapat terjadi sebagai akibat dari kegiatan yang berlebihan yang menimbulkan tekanan (sensitifitasnya). Jika

28

kondisi kerentanan yang ada terjadi secara terus menerus akan membawa dampak bagi suatu ko ndisi yang ada. Model PAR, menjelaskan bahwa dasar dari kerentanan yaitu ko ndisi yang terjadi secara terus menerus dan menjadi kondisi yang tidak dapat dikendalikan, yang akan menjadi ancaman sehingga suatu kondisi menjadi rusak a tau berbahaya.

Keterangan :

Akibat/ Relasi antar Komponen Kebergant ungan antar Kompo nen

Gambar 2. Mode l Risk-Hazard Sebagai Model Analisis Kerentanan (Aplikasi Resiko Secara Umum) Dimulai Pada Unit Hazard (Bahaya) (Turner et al. 2003)

Keterangan :

Akibat/ Relasi antar Komponen Kebergant ungan antar Kompo nen

Gambar 3. Model PAR (Penelitian Secara Umum) Dengan Penekanan Pada Kondisi Sosial Yang Menyebabkan Terjadinya Tekanan (Turner et al. 2003)

Bencana cenderung terjadi pada komunitas yang rentan, dan aka n membuat komunitas semakin rentan jika tidak ada upaya menguranginya (kapasitas adaptif

29 dari manusia dan lingkungannya). Kerentanan komunitas diawali oleh kondisi lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi yang tidak aman (unsave conditions) yang melekat padanya. Kondisi tidak aman tersebut terjadi oleh tekanan dinamis internal maupun eksternal (dynamic pressures), misalnya di komunitas institusi lokal tidak berkembang dan ketrampilan tepat guna tidak dimiliki. Tekanan dinamis terjadi karena terdapat akar permasalahan (root causes) yang menyertainya. Akar permasalahan internal umumnya karena komunitas tidak mempunyai akses sumberdaya, struktur dan kekuasaan, sedang secara eksternal karena sistem politik dan ekonomi yang tidak tepat. Oleh karenanya penanganan bencana perlu dilakukan secara menyeluruh dengan meningkatkan kapasitas dan menangani akar permasalahan untuk mereduksi resiko secara total.

Konsep dasar dari kerentanan (Gambar 4) terdiri dari (1) interaksi antara manusia dan lingkungannya, artinya manusia menggunakan lingkungan yang ada (2) kerusakan serta tekanan yang muncul akibat penggunaan lingkungan yang berlebihan (3) hubungan manusia da n sistem lingkungannya yang rentan akibat penggunaan secara berlebihan membawa akibat proses penyesuaian dan adaptasi, yang akan membuat sistem tersebut lebih tahan (resiliensi) terhadap tekanan yang ada.

Gambar 4. Kompo nen Kerentanan Yang Terkait Dengan Faktor-Faktor Yang Berpe ngaruh Dalam Sistem Suatu Studi (Tur ner et al. 2003).

30

Kerentanan terdiri dari elemen-elemen berupa exposure (keterbukaan), sensitifitas dan resiliensi seperti yang terdapat pada Gambar 5. Keterbukaan terdiri da ri individu, pelayanan, tingkatan, wilayah, flora dan fauna ataupun ekosistem yang dengan ciri frekwensi, tingkatan dan kejadian secara terus-menerus. Sensitifitas merupakan interaksi antara kondisi manusia dengan ko ndisi alam/ lingk ungan. Interaksi yang ada antara manusia dengan alam/ lingkungannya akan membawa dampak berupa adaptasi penggunaan lingkungan. Jika lingkungan yang ada bagus, maka penggunaan atau pemanfaatan alam tersebut semakin besar, begitu juga sebaliknya.

Gambar 5. Komponen-Komponen Dari Penggunaan Secara Berlebihan, Sensitifitas, dan Resiliensi (Ketahanan/ Daya Lenting) sebagai Bagian dari Framework Kerentanan (Turner et al. 2003).

Kerentanan digambarkan oleh (ISDR 2004) sebagai kesatuan proses fisik, sosial, ekonomi, dan faktor lingkungan, yang akan menimbulkan resiko. Faktor fisik meliputi kepekaan penempatan dan lingkungan yang dibangun serta disebabkan oleh faktor seperti kepadatan penduduk, keterpencilan wilayah, lokasi, konstruksi bangunan dan infrastruktur. Faktor sosial terkait dengan isu sosial seperti tingkat kesejahteraan/ kesehatan individu, jenis kelamin, kesehatan,

31 kemampuan membaca dan menulis, pendidikan, keamanan, hak azasi manusia, kekayaan sosial, nilai-nilai tradisional, kepercayaan dan sistem organisasi. Begitu juga, faktor ekonomi terkait dengan isu ke miskina n yang meliputi kemiskinan tingkat individu, masyarakat da n eko nomi nasional, hutang, akses kredit, pinjaman da n asuransi serta keaneka ragaman eko nomi. Akhirnya faktor lingkungan meliputi pengurasan dan penurunan sumber daya alami. Beberapa unsur-unsur yang dapat mempengaruhi sifat kerentanan lingkungan adalah penggunaan bahan berbahaya dan beracun, kurangnya udara bersih, air dan sanitasi yang bentuknya tidak sesuai dengan manajemen limbah.

Organisasi OECD memperke nalka n suatu kerangka untuk mengevaluasi kerentanan yang dikenal dengan Pressure-State-Response model (P-S-R) yang memperkenalkan kerentanan dari kondisi lingkungan yang dapat dilihat langsung seperti konsentrasi NOx didalam wilayah perkotaan, arus tingkatan CO2

Model ini juga diperkenalkan oleh (IUCN 2001 European Commission 2002 in Bowen and Riley 2003) yang dikenal dengan model DPSIR. Pendekatan DPSIR untuk mengetahui keterkaitan faktor- faktor penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem sehingga dapat digunakan untuk menilai intensitas penggunaan sumberdaya oleh manusia dan aktivitas yang ada. Penilaian tekanan terhadap ekosistem dianalisis berdasarkan pendekatan keseluruhan sistem dan integrasi ekos istem yang berkaitan dengan struktur, komposisi dan fungsinya berdasarkan indikator ruang meliputi bentang alam, tata guna air da n biodiversity (Turner et al. 2000). Mode l ini dikembangkan untuk mengevaluasi masalah kerentanan di pulau be rdasarka n tujuan yang ingin dicapai. Yang dimulai dengan definisi dan identifikasi tujuan sebagai indikator yang dibutuhkan. Langkah-langkah berikut merupakan pengembangan dari indikator kerentanan :

, dan lain-lain. Secara implisit, kerentanan menyangkut tindakan manusia menggunakan lingkungan pada beberapa waktu tertentu. Adaptasi dari mode l P-S-R ke sektor masyarakat, terkait secara langsung seperti kemiskinan, pertumbuhan populasi, dan migrasi da n teka nan alami, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan lain lain.

32

1. Ruang lingkup, berupa analisa yang digunaka n sesuai target sistem indikator kerentanan, kebutuhan pe nduduk, persepsi, dan kapasitas ruang dan wilayah serta batasan waktu.

2. Pemilihan kerangka indikator yang sesuai, yang meliputi daerah (lingkungan, ekonomi, masyarakat), tuj uan (kebutuhan dasar manusia, kemakmuran ekonomi), sektor publik (perumahan, kesehatan, pendidikan), isu (polusi industri, tingkat pengangguran) dan sebab akibat ( kondisi-ko ndisi, teka nan, reaksi), dan kombinasi faktor-faktor yang ada.

3. Kriteria pemilihan berkaitan dengan kebenaran, perhitungan yang mudah, ketelitian, dan keefektifan biaya untuk mengumpulkan dan memproses data. 4. Identifikasi indikator potensial berkaitan dengan kerangka dan kriteria

pemilihan.

5. Pemilihan indikator akhir berkaitan dengan tingkatan sebelumnya.

6. Evaluasi pelaksanaan indikator berkaitan dengan langkah- langkah sebelumnya.

Pengukuran model DPSIR berupa matriks hubungan antara suatu komponen indikator yang ada dan akibat yang ditimbulkannya hingga menimbulkan kerentanan ekosistem (functional relationship to ecosystem vulnerability).

Kerentanan sangat mudah dikaji pada wilayah yang sangat kecil seperti halnya dengan pulau kecil. Vitousek (2002), menggambarkan pulau sebagai mod el sistem untuk mempelajari ekologi karena pada pulau kecil terdapat proses evolus i dan spesiasi, biologi konservasi mudah dilakukan dan terdapat evolusi buda ya. Dalam konteks wilayah pulau kecil, kerentanan digambarkan Villagran (2006) sebagai kecenderungan wilayah yang rusak oleh kekuatan eko nomi eksternal atau resiko lingkungan terkait dengan keterpencilan dan ukuran geografis yang kecil. CSD-UN-DESA memperkenalkan indeks kerentanan untuk wilayah pulau kecil (UN-DESA 2004), seperti Briguglio ( Atkins et al. 2001).

33

Gambar 6. Model Evaluasi Kerentanan dengan Metode DPSIR (IUCN 2001; European Commission 2002 in Bowen and Riley 2003)

Briguglio (2003; 2004) in Pelling and Uitto (2001) mulai mengembangkan beberapa indeks kerentanan ekonomi terkait dengan parameter-parameter sebagai berikut :

1. Ukuran kecil, yang dapat menghalangi wilayah memperoleh keuntungan ekonomi;

2. Keterbukaan ekonomi, yang berarti ketiadaan kendali untuk mengatur secara menyeluruh;

3. Kegiatan ekspor terbatas pada produk tertentu;

4. Ketergantungan pada produk impor, terutama bahan baku dan energi;

Driver Response

Impact