• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagan 1: Pengintegrasian Hukum Dalam Kehidupan Masyarakat

F. Tipologi Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

Istilah sengketa (dispute) selalu dipertukarkan dengan konflik (conflict), karena mengandung kesamaan makna yang menunjukkan adanya perselisihan atau pertengkaran, sehingga keduanya selalu dipertukarkan penggunaannya. Dipergunakan istilah sengketa sebab lebih bernuansa yuridis ketimbang konflik yang dikonotasikan pada peristiwa sosial-politik.552 Meskipun sengketa tidak diharapkan terjadi oleh para pihak dalam hubungan hukum yang mereka perbuat, namun timbulnya sengketa tetap saja termungkinkan. Apalagi sengketa pada dasarnya merupakan pencerminan dari watak dan kemauan manusia di antara manusia yang tidak bisa seragam.553

551

Peter van den Bossche, et. Al., Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010), hlm. 100.

. Tujuan utama para pihak yang terikat dalam hubungan hukum yang terjadi di lingkungan perbankan syariah bukanlah untuk menimbulkan sengketa, melainkan merealisasikan isi kesepakatan secara normal. Hakekat penyelesaian sengketa atas pembiayaan

552

Syahrizal Abbas, Op. Cit., hlm. 124. Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 3

553

Adi Sulistiyono, Mengembangkan ...., Op. Cit., hlm. 3. Novri Susan menyebut, manusia adalah makhluk konfliktis (homo conflictus), yaitu makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan, baik sukarela maupun terpaksa. Pertentangan bisa muncul ke dalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara pihak-pihak yang saling berseberangan. Novri Susan, Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 4. Wirawan juga menuliskan, konflik merupakan salah satu esensi kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karakteristik beragam. Manusia memiliki berbagai perbedaan yang bisa didasarkan atas strata sosial dan ekonomi, kepercayaan, budaya, dan tujuan hidup. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan itulah yang selalu menimbulkan konflik. Selama dalam kehidupan terdapat perbedaan, konflik tidak dapat dihindari dan selalu akan terjadi. Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hlm. 2.

bermasalah juga merupakan keinginan agar terpenuhi kewajiban yang telah disepakati secara hukum.

Meskipun secara normatif UUPS 2008 telah memberi aturan yang bermaksud untuk menghindari berbagai kemungkinan terjadinya risiko, namun tetap saja ada risiko bahwa dalam penggunaan jasa perbankan syariah tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kemungkinan yang sama terjadi akibat moral hazard yang merugikan bagi perbankan syariah maupun nasabah shahibul mal. Perkembangan pesat perbankan syariah dengan berbagai produk yang diimplementasikan ke dalam akad tersebut tidak tertutup kemungkinan memunculkan sengketa antara nasabah dengan pihak bank. Potensi sengketa bisa terjadi karena perbedaan pendapat di antara para pihak, dalam memahami maupun implementasi akad, yang membawa kepada wanprestasi satu pihak terhadap pihak lain. Sengketa terjadi ketika salah satu pihak tidak memenuhi atau mengingkari kewajiban yang ditetapkan dalam akad atau lalai melaksanakan prestasi, sehingga membawa kerugian bagi pihak lain. Pelanggaran perjanjian (breach of contract) yang secara teknis hukum dinamakan wanprestasi, termanifestasi dalam beberapa bentuk, yaitu: a) the debtor has not done anything to carry out his duty; b) the debtor has done his duty but not equivalent to what was promised in the contract; c) the debtor has fulfilled his task, but too late; d) the debtor has done something that is in contravention of the contract.554

Kemungkinan terjadi sengketa dalam aktivitas perbankan syariah sukar untuk dihindari. Secara umum, penyebab terjadi sengketa perbankan syariah karena

554

R. Subekti, The Law of Contracts in Indonesia: Remedies of Breach, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1989), hlm. 16.

kesulitan keuangan yang dialami nasabah. Sengketa dalam kegiatan perbankan syariah dapat terjadi antara nasabah dengan bank syariah, karena pelanggaran hak dan kewajiban yang disepakati atau tidak memenuhi prestasi yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Masing-masing kegiatan usaha perbankan syariah mempunyai karakter yang membedakan bentuk sengketa. Dalam pembiayaan mudharabah, sengketa dapat terjadi dalam bentuk pemenuhan bagi hasil yang tidak dibayar nasabah, atau penggunaan dana pembiayaan yang tidak sesuai dengan jenis usaha yang diperjanjikan, atau penyembunyian keuntungan oleh nasabah. Pada pembiayaan musyarakah, sengketa bisa terjadi karena mitra usaha ingkar dalam memenuhi kontribusi dana yang disepakati, atau membesarnya biaya yang dikeluarkan tanpa informasi yang jelas, atau nasabah melakukan kelalaian yang disengaja. Untuk pembiayaan murabahah, bentuk sengketa dapat berupa uang pembelian yang tidak dibayar sesuai waktu yang disepakati, musnah atau hilang barang yang menjadi objek murabahah atau terjadi perubahan harga, atau penolakan nasabah atas barang yang dikirim.

Penyelesaian sengketa dalam aktivitas perbankan syariah, terutama dalam ketegori pembiayaan macet, bank dapat mengambil tindakan secara hukum dengan melakukan tindakan yang bersifat litigasi atau non-litigasi sesuai hak yang dimiliki bank. Tindakan dilakukan guna mengambil pelunasan atas pembiayaan yang tidak dapat dipenuhi sebagai kewajiban oleh nasabah. Sengketa yang mungkin terjadi dalam kegiatan perbankan syariah memerlukan pengetahuan dan keahlian di bidang perbankan syariah. karena itu, keahlian arbiter di bidang perbankan syariah menjadi tuntutan yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan sengketa yang di putus.

Dalam sejarah Islam, ada tiga mekanisme penyelesaian sengketa di bidang ekonomi (muamalah), yaitu melalui mekanisme perdamaian (al-sulh), arbitrase (tahkim), dan kekuasaan kehakiman atau pengadilan (al-qadha).555

Tahkim sering dipadankan dengan arbitrase, merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui pengangkatan pihak ketiga sebagai wasit (hakam) guna menyelesaikan sengketa dengan tujuan mendamaikan persengketaan yang terjadi antara para pihak yang mengangkatnya. Hakam sebagai juru damai yang diangkat para pihak, menyelesaikan sengketa dengan menetapkan hukum syara’ terhadap sengketa yang wajib dilaksanakan, sesuai dengan putusan yang diberikan.

Al-sulh merupakan mekanisme penyelesaian melalui perjanjian untuk mengakhiri persengketaan antara pihak yang bersengketa secara damai. Perdamaian dalam konteks fikih berlaku bila dilakukan dengan adanya ijab, qabul, dan shigat, tanpa rukun tersebut tidak diketahui adanya perdamaian antara mereka yang bersengketa. Perjanjian perdamaian yang telah disepakati mewajibkan para pihak untuk melaksanakannya. Perjanjian perdamaian harus dipatuhi, dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Pembatalan hanya dapat dilakukan jika ada persetujuan kedua belah pihak yang bersengketa. Pembatalan dapat dilakukan karena melanggar prinsip- prinsip syariah, yaitu mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Perjanjian demikian terlarang dalam Islam, dan harus dibatalkan.

Penyelesaian sengketa melalui mekanisme kekuasaan kehakiman, dalam tradisi peradilan Islam dilakukan tiga lembaga, yaitu al-qadha, al-hisbah, dan al-

555

Faturrahman Djamil, Penyelesaian .... Op. Cit., hlm. 106-119. Juhaya S. Pradja, Ekonomi Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 222-227. Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 427-434

madzalim. Al-qadha merupakan badan peradilan biasa yang memiliki wewenang menyelesaikan sengketa keperdataan, termasuk didalamnya hukum keluarga, dan masalah tindak pidana (jinayat). Al-hisbah merupakan lembaga resmi negara yang berfungsi menyelesaikan sengketa ringan yang tidak termasuk wewenang al-qadha, seperti penimbunan, pemalsuan, dan pengurangan takaran. Sementara al-madzalim merupakan lembaga yang berfungsi membela hak-hak rakyat yang teraniaya akibat sikap semena-mena dari pembesar negara atau keluarganya. Termasuk kewenangan al-madzalim adalah menyelesaikan kasus pelanggaran hukum yang dilakukan aparat atau pejabat pemerintah, seperti sogok menyogok dan korupsi.556

Dalam konteks hukum positif di Indonesia dewasa ini, sengketa ekonomi syariah, termasuk perbankan syariah, dapat diselesaikan secara litigasi atau non- litigasi. Pengaturan mekanisme penyelesaian sengketa dalam hukum perbankan syariah menjadi penting untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya sengketa dalam hubungan hukum antara bank dengan nasabah. Sesuai dengan fungsi hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa (dispute settlement), atau sebagai sarana penegak keadilan,

557

556

Apabila dipadankan ketiga kekuasaan kehakiman yang dikenal dalam tradisi atau sejarah Islam dengan kekuasaan kehakiman di Indonesia, maka al-qadha sepadan dengan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, al-hisbah sepadan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan polisi, sedang al-madzalim sepadan dengan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Faturrahman Djamil, Penyelesaian .... Op. Cit., hlm. 137.

yang memuat kaedah penyelesaian masalah secara adil, maka sengketa yang terjadi dalam aktivitas perbankan syariah harus dapat diselesaikan secara adil. Pengaturan dimaksud memberi kesempatan bagi para pihak memilih mekanisme yang tepat untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui litigasi atau

557

non-litigasi. Mekanisme penyelesaian sengketa yang dipilih, biasanya dicantumkan dalam kesepakatan yang dirumuskan para pihak di dalam akad.

Bagan 2: Tipologi Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Menurut UUPS