• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. POLA SPASIAL KEMISKINAN, PEMBANGUNAN

5.4 Tipologi Wilayah Berdasarkan Pola Spasial Kemiskinan,

Analisis pola spasial kemiskinan, pembangunan manusia/sosial, dan aktivitas ekonomi yang dibangun dari komponen konfigurasinya membentuk tipologi wilayah kabupaten/kota dengan memanfaatkan prinsip tree clustering, dimana wilayah akan dikelompokkan berdasarkan kemiripan nilai tengah (euclidean distance) dari bobot kabupaten/kota.

Enam konfigurasi wilayah kabupaten/kota, yaitu konfigurasi tingkat sebaran keluarga miskin (Misk), sebaran penduduk (Demog), tingkatan pembangunan manusia (PM), tingkatan pembangunan sosial (PS), sebaran aktivitas sektor

Pola Spasial Aktivitas Ekonomi

SAMBAS BENGKAYANG LANDAK PONTIANAK SANGGAU KETAPANGSINTANG KAPUAS HULU SEKADAU MELAWI AYONG UTARA KUBU RAYA KOTA PONTIAN SINGKAWANG -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 Sektor Industri/Perdagangan -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 S ek tor P er tani an SAMBAS BENGKAYANG LANDAK PONTIANAK SANGGAU KETAPANGSINTANG KAPUAS HULU SEKADAU MELAWI KAYONG UTARA KUBU RAYA KOTA PONTIANAK SINGKAWANG Kuadran I Kuadran IV

pertanian (Tani), dan sebaran aktivitas sektor industri/perdagangan (Indag) membangun 4 tipologi berdasarkan empat tahapan pengelompokkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 28. Tahapan pertama wilayah dikelompokkan berdasarkan kesamaan jarak nilai tengah dari bobot konfigurasi sebaran aktivitas industri/perdagangan, tingkat pembangunan manusia, dan sebaran penduduk. Tahapan kedua dan ketiga adalah berturut-turut kesamaan atas dasar tingkat pembangunan sosial dan sebaran penduduk miskin. Tahapan keempat pengelompokkan atas dasar kesamaan sebaran aktivitas pertanian.

Gambar 28 Proses klasterisasi tipologi wilayah berdasarkan pola spasial kemiskinan, pembangunan manusia/sosial, dan aktivitas ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat.

Dari keempat tahapan klasterisasi, wilayah dikelompokkan dengan teknik K-means clustering untuk mengetahui tipologi wilayah dengan tingkatan variabelnya masing-masing seperti yang ditunjukkan pada Gambar 29. Ukuran tinggi dan rendah dari nilai tengah variabel dilihat pada posisi nilai tengah di atas atau di bawah sumbu nol, yaitu: a) tipologi 1 adalah wilayah dengan sebaran keluarga miskin tinggi, sebaran penduduk rendah, tingkat pembangunan manusia rendah, tingkat pembangunan sosial tinggi, sebaran aktivitas sektor pertanian tinggi, dan sebaran aktivitas sektor industri/perdagangan rendah; b) tipologi 2 adalah wilayah dengan sebaran keluarga miskin tinggi, sebaran penduduk tinggi, tingkat pembangunan manusia tinggi, tingkat pembangunan sosial rendah, sebaran aktivitas sektor pertanian rendah, dan sebaran aktivitas sektor

Proses Klasterisasi 6 variabel

Ward`s method Euclidean distances

Indag PM Demog Tani Sosial Misk

0 2 4 6 8 10 12 L in ka g e D is ta n ce

industri/perdagangan tinggi; c) tipologi 3 adalah wilayah dengan sebaran keluarga miskin rendah, sebaran penduduk tinggi, tingkat pembangunan manusia tinggi, tingkat pembangunan sosial rendah, sebaran aktivitas sektor pertanian tinggi, dan sebaran aktivitas sektor industri/perdagangan tinggi; dan d) tipologi 4 adalah wilayah dengan sebaran keluarga miskin rendah, sebaran penduduk rendah, tingkat pembangunan manusia rendah, tingkat pembangunan sosial tinggi, sebaran aktivitas sektor pertanian rendah, dan sebaran aktivitas sektor industri/perdagangan rendah;

Gambar 29 Tipologi wilayah berdasarkan pola spasial kemiskinan, pembangunan manusia/sosial, dan aktivitas ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat. Tipologi yang dihasilkan dari kompilasi enam konfigurasi tersebut menghasilkan empat tipologi, dengan susunan kabupaten/kota sebagai berikut: a) tipologi 1 terdiri atas tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, dan Kabupaten Sanggau; b) tipologi 2 yaitu Kota Pontianak; c) tipologi 3 terdiri atas empat kabupaten/kota yaitu Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sambas, dan Kota Singkawang; dan d) tipologi 4 terdiri atas enam kabupaten yaitu Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Bengkayang. Hasil klasterisasi kabupaten/kota berdasarkan tingkat sebaran keluarga miskin, sebaran penduduk, pembangunan manusia, pembangunan sosial, aktivitas sektor pertanian dan sektor industri/perdagangan ditampilkan pada Tabel 44.

TIPOLOGI TINGKAT KABUPATEN

Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi 3 Tipologi 4

Misk Demog PM Sosial Tani Indag

INDIKATOR -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

Tabel 44 Tipologi wilayah berdasarkan kategori tingkat kemiskinan, pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi

Kabupaten/ Kota Kategori tingkatan pada konfigurasi* Tipo-

logi

Misk Demog PM PS Tani Indag

Kab. Sintang Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah 1

Kab. Landak Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah 1

Kab. Sanggau Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah 1

Kota Pontianak Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi 2

Kab. Kubu Raya Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi 3

Kab. Pontianak Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi 3

Kota Singkawang Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi 3

Kab. Sambas Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi 3

Kab. Ketapang Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4

Kab. Kapuas Hulu Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4

Kab. Sekadau Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4

Kab. Melawi Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4

Kab. Kayong Utara Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4

Kab. Bengkayang Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4

Keterangan :

Konfigurasi* : Misk = Tingkat Sebaran Keluarga Miskin

Demog = Tingkat Sebaran Penduduk

PM = Tingkat Pembangunan Manusia

PS = Tingkat Pembangunan Sosial

Tani = Tingkat Sebaran Aktivitas Sektor Pertanian

Indag = Tingkat Sebaran Aktivitas Sektor Industri/Perdagangan

Wilayah pada tipologi 1 adalah wilayah berbasis pertanian dengan tingkat kemiskinan tinggi. Dengan jumlah penduduk rendah menandakan wilayah ini kepadatan keluarga miskinnya tinggi. Data statistik tahun 2008 mencatat jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sintang sebesar 66 ribu orang, dan Kabupaten Landak sebesar 54 ribu orang. Jumlah ini melebihi 10% dari total jumlah penduduk miskin di Kalimantan Barat. Sedangkan di Kabupaten Sanggau, jumlah penduduk miskinnya hanya berkisar 5% dari total penduduk miskin di Kalimantan Barat. Diduga tingginya sebaran keluarga miskin di Kabupaten Sanggau terkait dengan ukuran keluarga miskin yang relatif lebih kecil dibandingkan dua kabupaten pada tipologi yang sama.

Wilayah pada tipologi 1 memiliki tingkat resiko terus meningkatnya jumlah penduduk/keluarga miskin, terkait tingkat pembangunan manusianya yang rendah. Dengan aktivitas ekonomi berbasis pertanian yang memiliki karakteristik sumber daya manusia berpendidikan rendah dan produktivitas tenaga kerja yang rendah, membuat kelompok miskin terutama keluarga yang bekerja di sektor pertanian, sulit untuk keluar dari kemiskinannya.

Pada tipologi 2, merupakan bentuk kemiskinan di perkotaan, dimana tingginya jumlah penduduk miskin terkait dengan jumlah penduduk yang tinggi. Tingginya investasi di perkotaan, yang ditunjukkan dengan tingkat pembangunan manusia dan aktivitas sektor industri/perdagangan yang tinggi, memunculkan bias pembangunan perkotaan. Tingginya tekanan arus urbanisasi dapat menurunkan daya dukung perkotaan terhadap jumlah penduduk, khususnya ketersediaan lapangan kerja. Terlebih lagi, urbanisasi diikuti oleh rendahnya kualitas penduduk yang memasuki wilayah perkotaan, khususnya dari perdesaan yang memperparah kemiskinan di perkotaan. Dampak urbanisasi yang paling nyata timbul di perkotaan adalah tingginya pemukiman kumuh seperti di Kecamatan Pontianak Barat dan juga pinggiran kota, Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak Timur, sehingga menjadikan tiga kecamatan ini sebagai kantong kemiskinan di Kalimantan Barat.

Untuk wilayah di tipologi 3 adalah wilayah yang memiliki karakteristik penduduk miskin rendah dengan sebaran penduduk tinggi, pembangunan manusia dan aktivitas ekonomi tinggi. Tingkat kemiskinan pada wilayah ini relatif lebih baik dibandingkan dua tipologi sebelumnya. Dari tipologi ini menunjukkan bahwa investasi yang tinggi terhadap kualitas manusia melalui pembangunan manusia dibidang kesehatan dan pendidikan, akan mampu meningkatkan kapabilitas penduduknya untuk hidup lebih baik dan keluar dari lingkaran kemiskinan. Sumber daya yang baik tentunya menjadi modal manusia untuk mengembangkan wilayahnya melalui pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Data statistik menunjukkan pada tahun 2008 laju pertumbuhan ekonomi empat wilayah ini diatas 5%, lebih tinggi dibandingkan tiga kabupaten pada tipologi pertama yang pertumbuhannya dibawah 5%. Tipologi ini dikategorikan sebagai wilayah yang paling memungkinkan untuk keluar dari permasalahan kemiskinanannya sebagaimana langkah pemetaan rumah tangga yang berada di 35 desa sebelah Utara India. Hasilnya didapatkan rumah tangga mana saja yang tetap atau dapat keluar dari kemiskinannya (Khrisna, 2003).

Di tipologi 4, pola yang muncul adalah tingkat kemiskinan yang rendah dengan jumlah penduduk yang rendah, serta pembangunan manusia dan aktivitas ekonomi yang rendah pula. Data Statistik tahun 2008 menunjukkan bahwa

Kabupaten Sekadau, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kapuas Hulu, dan Kabupaten Bengkayang sebaran penduduk miskinnya relatif rendah dibandingkan wilayah lainnya, dengan jumlah penduduk miskin yang berkisar 2-5% dari total penduduk miskin di provinsi. Berbeda dengan Kabupaten Ketapang, dari sumber data yang sama, menunjukkan jumlah penduduk miskinnya mencapai 67,7 ribu orang atau berkisar 13,47% dari total penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Barat. Tingkat kemiskinan di kabupaten ini lebih tinggi dibandingkan wilayah lain pada tipologi yang sama. Sebaran rendah untuk keluarga miskin di Kabupaten Ketapang menunjukkan bahwa size atau ukuran rumah tangga miskin yang berada di Kabupaten Ketapang cukup tinggi, yaitu sebesar 2,06 orang pada setiap satu rumah tangga miskin. Selain Kabupaten Ketapang, wilayah lain pada tipologi ini dengan size atau ukuran rumah tangga terkategori tinggi adalah Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Kayong Utara yang berturut-turut sebesar 2,45 dan 3,12 orang per rumah tangga miskin.

Tingkat pembangunan manusia di wilayah pada tipologi 4 menunjukkan tingkat pembangunan manusia dan aktivitas ekonomi yang rendah, baik aktivitas sektor pertanian maupun sektor industri/perdagangan. Tingkat kemiskinan di tipologi ini tergolong lebih baik dibandingkan tipologi 1, akan tetapi wilayah pada tipologi ini juga relatif rentan akan peningkatan insiden kemiskinan. Rendahnya investasi di bidang pembangunan manusia, akan berakibat rendahnya pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Pada tahun 2008, tiga kabupaten pada tipologi keempat yaitu Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Kayong Utara adalah kabupaten dengan PDRB tiga terendah di Kalimantan Barat dengan besaran kurang dari Rp1,00 trilyun. Apabila pemerintah daerah tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, maka pembangunan pada tiga wilayah ini akan semakin tertinggal dan beresiko tinggi akan meningkatnya insiden kemiskinan. Timbulnya resiko kemiskinan di wilayah ini, akan diperparah apabila sumber daya yang dimiliki terbatas untuk diakses yang kemudian akan ditinggal oleh penduduk di wilayah tersebut, sedangkan ketersediaan sumber daya manusia menjadi modal penggerak aktivitas ekonomi.

Kondisi yang berbeda dengan Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Kapuas Hulu yang pendapatan wilayahnya masing-masing sebesar Rp1,90 trilyun

dan Kabupaten Ketapang yang sebesar Rp4,29 trilyun. PDRB yang tinggi di kabupaten ini disebabkan akumulasi aktivitas ekonomi dari masing-masing kecamatan di wilayahnya masing-masing, dimana tiga wilayah ini memiliki unit kecamatan terbanyak dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Meskipun intensitas aktivitas ekonomi baik pertanian maupun industri/perdagangan pada tiap-tiap kecamatan terkategori rendah, dengan banyaknya jumlah kecamatan akan menghasilkan total output yang besar di tingkat kabupaten. Tingginya total output kedua kabupaten ini tidak diikuti oleh prestasi pembangunan manusia di kedua wilayah, diduga terjadinya kebocoran wilayah (regional leakages) yang jika tidak diantisipasi dengan kebijakan pemerintah yang tepat mengakibatkan wilayah ini akan terus tertinggal.

Modal yang cukup menguntungkan bagi kabupaten pada tipologi 4 adalah tingginya tingkat pembangunan sosial, sebagaimana wilayah pada tipologi 1, yang memungkinkan bagi pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, karena dukungan kondisi sosial yang relatif kondusif. Peningkatan sarana prasarana masih sangat diperlukan untuk membangun wilayah pada tipologi 4, yang diharapkan dapat mendorong perkembangan sektor jasa, atau melalui kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan baru di wilayah pada tipologi ini agar tidak ditinggalkan oleh penduduk keluar dari wilayah tersebut.

VI. PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN AKTIVITAS