• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. TAFSIR PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG

E. Karakterisasi (penokohan)

1. Tokoh kisah

a. Yesus sebagai Narator

Narator adalah penutur mengisahkan cerita. Narator dibedakan beberapa jenis yaitu narator yang mahatahu (omniscient narrator) dan narator yang terbatas

(limited narrator) (Martin Suhartono,1999:9).

Yesus adalah pemegang kendali dalam cerita ini. Dia juga yang menjadi pencerita perumpamaan orang Samaria yang baik hati. Ia adalah narator dalam perumpamaan orang Samaria yang baik hati. Dalam menuturkan kisah Yesus adalah narator yang serba tahu (omniscient narrator). Ia mengetahui kedalaman hati orang Samaria yang tergerak oleh belas kasih. Ia juga ada dimana-mana cerita itu dikisahkan (jalan dari Yerusalem ke Yerikhho dan penginapan).

Peranan narator dibedakan menjadi narator yang ditokohkan (dramatised

narrator) dan narator yang tak ditokohkan (undramatised narrator). Narator yang

ditokohkan adalah narator yang hadir dalam cerita sebagai salah satu tokohnya. Sedangkan narator yang tidak ditokohkan tidak hadir dalam cerita (Martin Suhartono, 1999:8).

Pada perumpamaan orang Samaria yang baik hati Yesus tidak ikut serta dalam pengisahan. Yesus tidak menjadi tokoh dalam pengisahan perumpamaan orang Samaria yang baik hati, maka hal ini disebut narator yang tidak ditokohkan

(undramatised narrator).

Cara pengisahan ada dua yaitu narator yang selalu mengatakan (telling) dan memperlihatkan (showing) peristiwa itu di panggung. Telling mengatakan pada pembaca apa yang harus dipikirkan tentang para tokoh. Showing membiarkan pembaca menilai sendiri atau membiarkan seorang tokoh mengatakan sesuatu tentang tokoh lain (Martin Suhartono, 1999:10).

Cara pengisahan Yesus menggunakan Showing yaitu dengan memberikan pertanyaan terbuka pada dialog akhir kepada Ahli Taurat. Dengan demikian Ahli Taurat menyimpulkan sendiri apa yang ditanyakannya. Keterlibatan Yesus pada perumpamaan ini hanya sebagai pengamat dari luar dan menceritakan reaksi-reaksi para tokoh. Yesus membiarkan pendengar ceritanya untuk menemukan sendiri nilai dari perumpamaan orang Samaria yang baik hati.

b. Ahli Taurat sebagai Naratee

Naratee adalah pendengar kisah yang dituturkan oleh narator. Ia juga

sebagai penerima pesan dari narator. Ada beberapa macam-macam pembaca dalam konteks naratif yaitu pembaca sesungguhnya (real reader) dan pembaca tersirat (implied reader) (Martin Suhartono, 1999:13).

Disini Ahli Taurat sebagai naratee. Ia merupakan orang pertama yang menjadi tujuan dari pesan dari kisah yang dituturkan oleh Yesus. Ahli Taurat sebagai pembaca sesungguhnya (real reader). Ahli Taurat adalah orang yang ahli

dalam Hukum Taurat. Sebagai orang yang Ahli dalam hukum ia taat dalam melaksanakan hukum. Minat Ahli Taurat juga sekitar persoalan hukum. Dalam perumpamaan orang Samaria yang baik hati Yesus mengajak Ahli Taurat untuk memandang hukum secara berbeda yaitu memandang Hukum Taurat secara lebih mendalam. Hukum Taurat bukan dimaksudkan untuk membatasi seseorang dalam bertindak namun lebih sebagai motivasi seseorang untuk bertindak.

Ada tiga posisi utama naratee yaitu 1) Pembaca yang lebih tahu dari pada tokoh dalam narasi (reader elevating position), 2) Tokoh lebih tahu dari pada pembaca (character elevating position), 3) Pembaca maupun tokoh dalam narasi mempunyai pengetahuan yang sama (evenhanded position )(Martin Suhartono, 1999:13).

Disini naratee lebih tahu dari pada tokoh dalam narasi yang disebut dengan reader elevating position. Pertama, orang yang disamun itu tidak diketahui kebangsaannya. Akan tetapi naratee mengerti orang yang disamun yang dimaksudkan oleh Yesus adalah orang Yahudi dari kebiasaan orang yang disamun itu melewati jalan dari Yerusalem ke Yerikho. Kedua, naratee mengetahui alasan Imam dan Lewi tidak mau menolong orang yang disamun itu karena baru saja menjalankan tugas di Bait Allah walaupun tidak dijelaskan. Ketiga, Naratee juga mengetahui bahwa Imam dan Lewi mengira orang yang disamun sudah mati sehingga najis bagi Imam maupun Lewi. Keempat, naratee mengetahui alasan orang Samaria menolong adalah tergerak hatinya oleh belas kasih. Pada dialog terakhir baik naratee mengetahui bahwa sesama bagi orang yang disamun itu adalah orang Samaria.

Plot menimbulkan rasa ingin tahu naratee. Ada 3 minat dalam narasi. 1) Minat kognitif atau intelektual berhubungan dengan kebenaran, 2) Minat estetik atau kualitatif berhubungan dengan keindahan, 3) Praktis berhubungan dengan kebaikan (Martin Suhartono, 1999:13-14).

Ahli Taurat lebih berminat pada minat kognitif atau intelektual. Ia bertanya soal hukum. Ia lebih tertarik pada kebenaran suatu hukum. Karena sudah mempelajari Kitab Taurat merasa diri paling tahu Taurat. Pertanyaannya bukan karena ia tidak mengerti lalu bertanya, akan tetapi ingin menjebak atau mencobai dan mengadu kepintaran.

Minat estetik atau kualitatif terlihat pada skema plot, kita melihat keindahan dari pengisahan orang Samaria yang baik hati. Adegan demi adegan seperti berpasangan. Dialog awal dengan dialog akhir. Pertanyaan siapa sesamaku manusia (ay.29) dijawab dengan orang yang menunjukkan belas kasih (ay. 37). Keindahan dari skema ini juga terlihat dari Ahli Taurat yang bertanya dan Ahli Taurat sendiri yang menjawab. Ada ajakan untuk melaksanakan pemahaman yang benar berada pada dialog awal (ay. 28) dan dialog akhir (ay. 37).

Selain itu minat estetik atau kualitatif terlihat dari pertentangan tindakan yang diambil Imam dan Lewi dengan orang Samaria. Seorang Lewi yang melewati orang yang disamun (ay. 32) dipertentangkan dengan orang Samaria merawat orang yang disamun ditempat (ay. 34). Seorang Imam yang melewati orang yang disamun (ay. 31) dipertentangkan orang Samaria menitipkan orang yang disamun kepada pemilik penginapan (ay. 35).

Minat praktis terlihat pada akhir cerita Ahli Taurat menemukan pemahaman yang benar. Narator menyakinkan pembaca untuk melaksanakan pemahaman yang benar demi memperoleh hidup yang kekal dengan melaksanakan Hukum Terutama. Pemahaman yang benar adalah melaksanaan Hukum Terutama dengan menjadi sesama yang baik bagi orang lain.

Ada beberapa reaksi naratee terhadap tokoh yaitu: 1) Empati yaitu pembaca ambil bagian dalam pengalaman dan perasaan tokoh, 2) Simpati yaitu pembaca dapat memahami, turut merasakan, akan tetapi tidak dapat masuk secara penuh dalam perasaan tokoh, 3) Antipati yaitu tidak memahami dan tidak merasakan dalam perasaan tokoh (Martin Suhartono, 1999:14).

Ahli Taurat diceritakan 2 kali menghidari rasa malu. Pertama, malu karena tidak berhasil mencobai Yesus. Kedua, malu dengan mengakui bahwa orang Samaria yang telah menjadi sesama bagi orang yang disamun walaupun ia mengetahui bahwa orang Samarialah yang menjadi sesama dengan menunjukkan belaskasih. Ahli Taurat simpati pada tindakan orang Samaria yang menolong orang yang disamun akan tetapi ia tidak masuk secara penuh dalam perasaan orang Samaria.

Dokumen terkait