• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tokoh Utama Antagonis: Malom

BAB II STRUKTUR ROMAN ISINGA: ROMAN PAPUA

2.3.2 Penokohan

2.3.2.3 Tokoh Utama Antagonis: Malom

Malom adalah seorang duda yang berasal dari Kampung Hobone. Istrinya meninggal karena mengidap penyakit malaria. Malom jatuh cinta kepada Irewa dan sangat menginginkan Irewa untuk menjadi istrinya. Berulang kali Malom mengutarakan perasaannya kepada Irewa dan selalu ditolak Irewa. Usaha Malom mendapatkan Irewa adalah karena Malom tidak bisa hidup tanpa perempuan dan ingin mewujudkan keinginannya mempunyai banyak anak laki-laki. Malom tidak mendapatkan keturunan dari istri pertamanya. Berikut bukti kutipannya.

38)Malom adalah pemuda dari lembah Tolabugi. Perkampungan Hobone tempat Malom tinggal letaknya cukup jauh dari perkampungan Aitubu. Istri Malom baru saja meninggal karena terserang penyakit gemetar. Dukun tak bisa menolongnya. Malom tak bisa hidup tanpa perempuan yang bisa dikawininya (Herliany, 2015:28)

Demi menuruti keinginannya agar segera memperistri Irewa, Malom melakukan cara yang tidak biasa yaitu menculik Irewa. Setelah penculikan itu terjadilah perang antara Kampung Aitubu dan Kampung Hobone. Dan untuk mendamaikan kedua kampung tersebut, Irewa harus menjadi istri Malom.

Setelah sekian lama tidak memiliki istri, Malom merasa sudah tidak sabar menyentuh tubuh Irewa, namun Irewa menolak ajakan Malom karena lelah setelah

upacara adat perkawinan. Malom tidak memperdulikan tolakan Irewa dan memaksakan keinginannya di malam pertama. Berikut kutipannya.

39)Irewa sudah makin tak bertenaga lagi. Malom berkuasa atas tubuh Irewa. Malom telah menjadi seorang suami. Laki-laki Iko harus mengawini tubuh perempuan. Irewa tak bisa melawan lagi. Malom menyenangkan diri dan keinginan batinnya pada tubuh Irewa. Anak panah dalam tubuh Malom dilepaskan (Herliany, 2015:57)

Secara psikis, Malom termasuk laki-laki yang sangat egois, ia tidak pernah memikirkan keadaan Irewa yang sudah letih bekerja dari matahari terbit sampai terbenam. Malom selalu meminta Irewa untuk melayani keinginan seksualnya dan juga mewujudkan impian Malom memiliki anak yang banyak. berikut bukti kutipannya.

40)Hanya sepuluh hari Irewa melahirkan, Malom sudah minta Irewa melayaninya bersetubuh. Malom bilang, ia ingin anak laki-laki. Anak laki- laki adalah tuntutan (Herliany, 2015:69-70)

41)Malom tak memahami bahwa suami perlu menahan diri untuk tidak terus- menerus menyetubuhi seorang istri. Tidak terus-menerus punya anak (Herliany, 2015:91)

Sudah cukup lama Malom menjadi suami Irewa. Malom tidak pernah memperlakukan Irewa dengan baik sebagai istrinya. Malom tidak menunjukkan rasa pedulinya terhadap Irewa. Apabila tidak ada makanan di rumah, Malom selalu marah. Ketika Irewa mencoba membela diri, Malom malah bersikap kasar. Malom tidak memedulikan ketika Irewa sakit. Berikut bukti kutipannya.

42)Pada hari keempat, Irewa belum juga sembuh dari sakitnya. Malom mulai memarahinya. Irewa bilang, ia merasa tidak ada tenaga untuk bekerja. Malom mengatakan betatas harus selalu ada. Ia lapar. Babi-babi harus diberi makan. Irewa menjelaskan tentang sakitnya. Malom kesal. Irewa dianggap banyak bicara. Mulut Irewa yang sedang bicara itu ditamparnya. Malom bilang, besok Irewa harus sudah bekerja lagi (Herliany, 2015:73)

Perilaku Malom tidak berubah, semakin lama semakin kasar dan buruk. Malom tidak segan-segan menampar, memukul, menendang Irewa jika keinginannya tidak terpenuhi. Sejak Malom keluar kota, ia memiliki kesibukan baru. Hampir setiap hari Malom berkunjung ke “kota” Distrik Yar dan berpesta bersama para pelacur. Semakin hari berlanjut sifat buruk Malom, ia membutuhkan uang untuk bersenang-senang sedangkan ia tidak memiliki perkerjaan. Malom pun menjual tanah dan uangnya dipakai sendiri untuk membayar pelacur. Dengan mudah, Malom menjual tanahnya supaya dapat bersenang-senang bersama teman- temannya dan tidur bersama pelacur. Hingga akhirnya Malom dan Irewa pindah ke Distrik Yar serta membeli rumah baru yang lebih kecil. Uang sisa penjualan rumah lama tetap dipakai Malom untuk dirinya sendiri.

43)Malom tak bekerja. Kalau ia menjual tanah, uang itu dipakainya untuk dirinya sendiri. Jadi Irewa yang harus memikirkan semua kebutuhan keluarga. Yang terakhir babi milik Irewa hanya tinggal dua ekor saja. Ladang yang dulu tanahnya longsor, sudah dijual oleh Malom. Begitu pula ladang-ladangnya yang lain. . . (Herliany, 2015:183)

44)Suatu hari, ada pedagang dari lain perkampungan mencari-cari rumah yang bisa dijual. Pendatang dan keluarganya itu akan pindah ke daerah tempat Malom dan Irewa tinggal. Malom tadinya tidak punya pikiran untuk pindah rumah. Tapi, mendengar hal itu, ia jadi tertarik. Ia berpikir,

kalau saja ia pindah ke pusat “kota” distrik, maka tak harus pulang ke

rumahnya yang jauh itu. ia akan bisa lebih sering berada di dekat teman- temannya. Kebutuhan hidupnya untuk minum-minum dan kesenangan lain juga lebih tersedia di Distrik Yar. Maka, Malom lalu menjual rumahnya ke orang yang membutuhkan itu. Ia lalu membeli rumah baru di

“kota” distrik. Tak perlu rumah bagus. Cukup kecil saja. Asal dia bisa tidur. Yang lebih penting, ia bisa memegang uang sisa yang banyak. malom menyimpan sisanya untuk dirinya sendiri (Herliany, 2015:184) Pada bukti kutipan (38), (39), (40), (41), (42), (43), dan (44) dapat disimpulkan bahwa Malom merupakan tokoh yang sangat egois, tidak bertanggung jawab, dan tidak menghargai istrinya. Tindakan-tindakan yang

dilakukan Malom dalam bukti kutipan di atas dengan jelas menunjukkan sikap Malom yang tidak berperikemanusiaan. Malom tidak menjadi suami yang memberi panutan baik kepada istri dna anak-anaknya, tetapi Malom menjadi suami yang sangat kasar.

Dalam novel Isinga, Malom merupakan tokoh utama antagonis. Secara penokohan Malom digambarkan sebagai suami yang bersikap kasar terhadap Irewa. Setiap kali keinginan Malom tidak terpenuhi, ia tidak segan-segan menampar Irewa. Ditambah ketika Irewa mencoba menjelaskan, Malom justru semakin menjadi perlakuan kasarnya. Segala bentuk kekesalan yang tidak disukai Malom kepada Irewa selalu diakhiri dengan memberi perlakuan kasar kepada Irewa. Selajutnya, kutipan-kutipan di atas juga menunjukkan sikap Malom yang

tidak berubah, ia tetap pergi ke “kota” Distrik Yar untuk mewujudkan

kesenangannya sendiri. Malom menjual segala harta miliknya demi memuaskan kesenangannya sendiri tanpa memikirkan nasib anak-anak dan istrinya.

Dokumen terkait