• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Penelitian Tahap Kedua : Pemilihan Formula Bahan baku

1. Total karoten

Analisis total karoten dalam penelitian ini didasarkan pada PORIM

test method (1995) yang mengukur nilai absorbansi menggunakan

spektrofotometer. Hasil analisis menggunakan metode ini sudah dinyatakan dalam ppm β-karoten.

Sampel dilelehkan dan dihomogenasi. Kemudian sampel sebanyak 0,1 g dilarutkan dengan heksana p.a. ke dalam labu takar 25 ml sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Total karotenoid dihitung dengan menggunakan rumus:

Total karoten (ppm) =

A

B

C

25 x 383 x absorbansi berat sampel (g) x 100

23

2. Slip Melting Point (SMP) (AOCS Official Method Cc 3-25 1990)

Pipa kapiler yang berdiameter 1 mm dan panjang 10 cm dicelupkan dalam sampel minyak yang sudah dipanaskan setinggi ± 1 cm, lalu bagian luar pipa kapiler dibersihkan dengan kertas tissue. Pipa kapiler disimpan dalam refrigerator (suhu 4-10 ºC) selama 16 jam (semalam). Kemudian dipasangkan pada termometer dengan diikat karet sejajar dengan ujung termometer. Termometer dicelupkan ke dalam gelas piala di atas hot plate berisi air dengan suhu 8-10℃ di bawah SMP sampel. Hot plate dinyalakan dengan kenaikan suhu 1℃ per menit. Air dalam gelas piala naik suhunya, pada suhu tertentu sampel minyak dalam kapiler mencair yang ditandai dengan naiknya sampel tersebut. Selang suhu termometer saat sampel minyak mulai naik sampai sampel minyak berada di atas batas 1 cm dicatat.

3. Solid Fat Content (SFC) (IUPAC 2.150 ex 2.323 1987)

Pengukuran SFC dilakukan menggunakan alat nuclear magnetic

resonance (NMR) Brucker Minispec PC 100 NMR Analyzer. Pre-treatment atau prosedur stabilisasi sangat menentukan jumlah dan tipe

kristal lemak yang terbentuk, dan konsekuensinya terhadap kandungan padatan (solid content) yang diukur dengan NMR. Prosedur stabilisasi dan tempering untuk pengukuran SFC margarin, sesuai dengan yang dikeluarkan oleh Bruker (Typical Applications for Industry: Minispec

Application Note 8).

Sampel diisikan ke dalam tabung NMR setinggi ± 2,5 cm. Sebelum dianalisis, sampel dipanaskan pada suhu 80℃ agar meleleh sempurna untuk meyakinkan homogenitasnya. Kemudian sampel yang telah meleleh dipertahankan pada suhu 60℃ selama 5 menit. Selanjutnya sampel disimpan pada suhu 0℃ selama 60 menit. Sebelum dianalisis SFC, sampel dipertahankan dulu pada masing-masing suhu pengukurannya yaitu 10, 20, 25, 30, 35, dan 40oC selama 30-35 menit.

24 c-(a-b)

c

M x V x T 10m

4. Kadar Air (AOAC 1995)

Sejumlah ± 5.0 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan terlebih dulu dalam oven dan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunaan rumus:

Kadar air (%) = x 100%

Keterangan : a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)

5. Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS Official Method Ca 5a-40 1990)

Sampel sebanyak 7,05 ± 0.05 g dilarutkan dalam 75 ml alkohol 95% netral, dipanaskan selama 10 menit dalam hot plate sambil diaduk, lalu ditambahkan 3-5 tetes indikator fenoftalein 1%. Setelah itu sampel tersebut dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,25 N hingga warna merah muda tetap. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai persen asam lemak, dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan rumus :

Kadar asam lemak bebas (%) = %

Keterangan : M = Bobot molekul asam lemak (269,74 untuk NDRPO, 270,54 untuk olein sawit, 266,38 untuk stearin sawit, dan 212,23 untuk minyak kelapa)

V = Volume NaOH yang diperlukan dalam peniteran (ml) T = Normalitas NaOH (N)

25

6. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap karakteristik produk selanjutnya diuji secara statistik. Pengolahan data untuk uji statistik menggunakan program SPSS 15.0. Data yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan analisis ragam dengan one-way ANOVA (analysis of

variance) untuk mengetahui perbedaan pada karakteristik produk yang

diuji. Setelah diketahui bahwa karakteristik produk berbeda nyata, selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan apakah terdapat perbedaan nyata pada tiap sampe (Lea et al. 1997).

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Tahap Pertama: Karakterisasi Bahan Baku

Karakter yang dianalisis dari bahan baku minyak sawit merah adalah total karoten, nilai slip melting point (SMP), profil solid fat content (SFC), kadar air, dan kadar asam lemak bebas. Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui kondisi awal minyak sawit merah dan formula bahan baku sehingga dapat diketahui peluangnya untuk proses interesterifikasi enzimatik. Karakteristik bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 1.

1. Total Karoten

Gee (2007) menyebutkan bahwa kandungan karoten dalam minyak sawit kasar (CPO) sekitar 500-700 ppm. Tabel 7 memperlihatkan data total karoten dari bahan baku minyak sawit merah yang digunakan dalam penelitian ini. RPO memiliki kandungan karoten yang lebih tinggi dibanding RPO/RPS. Fraksi stearin sawit mengandung karoten yang lebih sedikit dibandingkan dengan fraksi olein. Stearin sawit lebih banyak mengandung monoasilgliserol, sterol, dan fosfolipid (Gee 2007). Hal ini yang menyebabkan RPO mengandung karoten yang lebih tinggi daripada RPO/RPS. Kandungan karoten dalam NDRPO lebih tinggi dibandingkan dengan RPO dan RPO/RPS. Hal ini diduga karena adanya pemanasan sebelum tahap fraksinasi.

Tabel 7. Kandungan karoten bahan baku

Sampel Total karoten (ppm)

NDRPO 376,47 ± 3,65

RPO 351,36 ± 12,07

RPO/RPS (1:1) 343,27 ± 7,89

Keterangan: NDRPO = neutralized deodorized red palm oil; RPO = red palm olein; RPS = red palm stearin.

RPO/RPS banyak mengandung karoten, sedangkan pada CNO tidak terdapat karoten. Menurut Gee (2007), kandungan karotenoid, diasilgliserol, tokoferol, dan tokotrienol banyak terkonsentrasi pada fraksi olein sawit. Oleh karena itu semakin banyak RPO/RPS maka kandungan

27 karotennya juga semakin tinggi. Pada Tabel 8 terlihat bahwa semakin tinggi jumlah RPO/RPS maka kandungan karotennya juga semakin tinggi.

Tabel 8. Kandungan karoten bahan baku yang telah diformulasi

Sampel (RPO/RPS:CNO) Kode Sampel Total karoten (ppm)

75:25 M75 262,42 ± 6,80

77,5:22,5 M77 265,01 ± 12,65

82,5:17,5 M82 269,02 ± 8,73

Keterangan: RPO = red palm olein; RPS = red palm stearin; CNO = coconut oil.

Penelitian ini merupakan tahap lanjutan dari serangkaian penelitian pemanfaatan minyak sawit merah. Penelitian terdahulu merupakan kendali proses deasidifikasi dengan menggunakan CPO sebagai bahan baku (Widarta 2008). Produk deasidifikasi adalah minyak sawit merah netral atau neutralized red palm oil (NRPO). Setelah dilakukan deasidifikasi kemudian NRPO dideodorisasi oleh Riyadi (2009) untuk mendapatkan

neutralized deodorized red palm oil (NDRPO). NDRPO yang dihasilkan

Riyadi (2009) ini yang dipakai sebagai bahan baku interesterifikasi enzimatik dalam penelitian ini. Hasrini (2008) menggunakan NRPO yang diformulasi dengan minyak kelapa. Tabel 9 menunjukkan data kandungan karoten hasil penelitian Widarta (2008), Hasrini (2008), dan Riyadi (2009). Terlihat bahwa kandungan karoten dalam NDRPO yang digunakan dalam penelitian ini mendekati hasil analisis yang dilakukan Riyadi (2009).

Tabel 9. Kandungan karoten hasil penelitian Widarta (2008), Hasrini

(2008), dan Riyadi (2009)

Sampel Total karoten (ppm)

Widarta (2008) Hasrini (2008) Riyadi (2009)

NRPO 464,96 511,31 -

NDRPO - - 375,33

RPO - 529,74 -

RPO/RPS - 465,43 -

Keterangan: NRPO = neutralized red palm oil; NDRPO= neutralized deodorized red

28

2. Slip Melting Point (SMP) dan Solid Fat Content (SFC)

Karakteristik leleh dari minyak sawit dapat terlihat dari nilai slip

melting point (SMP). SMP didefinisikan sebagai suhu saat lemak atau

minyak memiliki padatan lemak sebesar 5% (Lida et al. 1998). SMP dari lemak atau minyak berubah dengan adanya perubahan panjang asam lemak, rasio ketidakjenuhan, kandungan asam lemak trans dan posisi asam lemak pada struktur triasilgliserol (Karabulut et al. 2004).

Nilai SMP meningkat secara berurutan pada sampel M75, M77, dan M82 (Tabel 10). Hal ini diduga disebabkan oleh adanya peningkatan konsentrasi RPS yang memiliki titik leleh lebih tinggi daripada RPO dan CNO. Menurut Reshma et al. (2007) stearin sawit memiliki titik leleh sebesar 45-55oC (di atas suhu ruang).

SFC adalah jumlah kristal lemak yang terkandung dalam campuran lemak/minyak. Nilai SFC diukur pada suhu 10-40oC. Tabel 10 menunjukkan nilai SFC dan SMP dari sampel bahan baku. Nilai SFC juga bertambah dengan adanya peningkatan komposisi RPO/RPS. Adhikari et

al. (2010) menyatakan bahwa penambahan stearin sawit dapat

meningkatkan SFC campuran lemak/minyak.

Tabel 10. Nilai SFC dan SMP formula bahan baku

Sampel SFC (%) SMP (oC) 10 oC 20 oC 25 oC 30 oC 35 oC 40 oC NDRPO 40,26 18,92 8,96 7,71 5,96 3,28 - RPO 32,93 10,03 4,90 1,47 1,33 1,17 - RPS 52,26 34,96 25,29 21,40 17,80 13,22 - RPO/RPS 47,38 26,58 20,78 11,57 9,18 6,04 - CNO 69,50 29,84 7,36 2,26 1,24 1,04 - M75 37,86 14,86 14,31 7,48 6,40 3,52 34,1 ± 0,9 M77 41,41 16,53 12,65 9,88 7,50 4,92 35,6 ± 0,5 M82 42,99 17,23 16,49 11,76 8,31 5,15 36,5 ± 0,4 Keterangan: M75= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 77,5:22,5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 82,5:17,5.

Tabel 11 menunjukkan nilai SFC dan nilai SMP bahan baku yang

digunakan Hasrini (2008). Nilai SFC pada penelitian Hasrini (2008) lebih tinggi dibandingkan dengan SFC bahan baku pada penelitian ini,

29 sedangkan SMP hasil penelitian Hasrini (2008) lebih rendah dibandingkan dengan SMP bahan baku pada penelititan ini. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan bahan baku yang digunakan. Hasrini (2008) menggunakan NRPO, sedangkan penelitian ini menggunakan NDRPO. Menurut Riyadi (2009) selama proses deodorisasi, asam-asam lemak bebas dan komponen-komponen odor dihilangkan untuk mendapatkan minyak yang tidak berbau. Oleh karena itu komposisi NRPO dan NDRPO juga berbeda.

Tabel 11. Nilai SFC dan SMP bahan baku pada penelitian Hasrini (2008)

Sampel SFC (%) SMP (℃)

10 oC 20 oC 25 oC 30 oC 35 oC 40 oC

M75 45,78 23,52 20,13 14,11 11,23 8,12 31,15±0,23 M77 46,47 23,46 20,46 14,18 11,28 8,29 33,34±0,78 M82 46,90 41,37 22,62 16,14 12,59 9,63 36,19±0,28 Keterangan: M75= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 77,5:22,5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 82,5:17,5.

3. Kadar Air dan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

Kadar air dan kadar asam lemak bebas (ALB) merupakan karakteristik yang penting dalam reaksi interesterifikasi enzimatik. Kadar air dapat memengaruhi kadar ALB dalam produk minyak sawit. Minyak yang ideal untuk interesterifikasi enzimatik mengandung kadar air dan kadar ALB kurang dari 0,1% (Cowan 2009). Berdasarkan Tabel 12, kadar air bahan baku sudah memenuhi syarat, sedangkan kadar ALB sedikit melewati batas ideal untuk reaksi interesterifikasi enzimatik. Walaupun demikian, menurut PORIM test method (1995) batas penerimaan kadar ALB untuk minyak sawit dan produk turunannya adalah sekitar 0,5-1%.

Menurut Zhang et al. (2000), tahap pertama dari interesterifikasi yang dikatalisis oleh lipase adalah hidrolisis yang menghasilkan ALB dan diasilgliserol; tahap kedua adalah esterifikasi antara diasilgliserol dan ALB sehingga membentuk triasilgliserol yang baru. Interesterifikasi ini membutuhkan air, akan tetapi bila terlalu banyak air, reaksi cenderung mengarah ke hidrolisis yang akan menghasilkan ALB dan diasilgliserol sebagai produk akhir.

30

Tabel 12. Kadar air dan kadar ALB bahan baku

Sampel Kadar air (%) Kadar ALB (%)

NDRPO 0,065 ± 0,004 1,33 ± 0,01 RPO 0,093 ± 0,001 1,29 ± 0,00 RPO/RPS 0,105 ± 0,003 1,40 ± 0,05 CNO 0,029 ± 0,002 0,30 ± 0,00 M75 0,083 ± 0,000 1,00 ± 0,01 M77 0,086 ± 0,000 1,15 ± 0,04 M82 0,093 ± 0,002 1,26 ± 0,03

Keterangan: NDRPO = neutralized deodorized red palm oil; RPO = red palm olein; RPS = red palm stearin; CNO= coconut oil; M75= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 77,5:22,5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 82,5:17,5.

Kadar air NDRPO yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,065%. Riyadi (2009) melaporkan kadar air NDRPO adalah sebesar 0% (Tabel 13). Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, telah terjadi peningkatan kadar air dalam NDRPO yang digunakan. Peningkatan kadar air ini diduga oleh karena masuknya air selama penyimpanan NDRPO. Kadar air yang tinggi dapat memicu terjadinya kerusakan minyak melalui hidrolisis sehingga meningkatkan kadar asam lemak bebas.

Tabel 13. Kadar air dan kadar asam lemak bebas bahan baku penelitian

Widarta (2008), Hasrini (2008), dan Riyadi (2009) Sampel

Kadar air (%) Kadar asam lemak bebas (%)

Widarta (2008) Hasrini (2008) Riyadi (2009) Widarta (2008) Hasrini (2008) Riyadi (2009) NRPO 0,580 0,035±0,003 - 0,130 0,64±0,04 - NDRPO - - 0,000 - - 0,490 RPO - 0,015±0,001 - - 0,51±0,02 - RPO/RPS - 0,016±0,001 - - 0,79±0,03 - CNO - 0,002±0,000 - - 0,13±0,01 -

Keterangan: NRPO = neutralized red palm oil; NDRPO= neutralized deodorized red

palm oil; RPO= red palm olein; RPS = red palm stearin; CNO= coconut oil.

B. Penelitian Tahap Kedua : Pemilihan Formula Bahan baku

Formula bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran antara RPO/RPS dan CNO dengan rasio 75:25, 77,7:22,5, dan 82,5:17,2. Formula-formula ini adalah tiga formula terbaik yang menghasilkan karakter bahan baku spreads yang mendekati karakter margarin

31 ritel dan industri (Hasrini 2008). Ketiga formula ini diinteresterifikasi menggunakan Lypozyme TL IM dalam erlenmeyer menggunakan shaker inkubator. Hasil interesterifikasi dianalisis total karoten, nilai SMP, dan profil SFC untuk mengetahui formula mana yang karakternya paling mendekati karakter margarin target (Fattahi-far et al. 2006) dan yang memiliki kandungan karoten yang cukup tinggi. Karakteristik hasil interesterifikasi enzimatik pada penelitian tahap kedua dapat dilihat pada Lampiran 2.

1. Total Karoten

Hasil analisis total karoten pada sampel sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik disajikan pada Tabel 14. Hasil ANOVA memperlihatkan bahwa total karoten berbeda nyata (p<0,05) (Lampiran

3). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa total karoten sampel sebelum

dan sesudah interesterifikasi enzimatik berbeda nyata. Total karoten pada sampel M75, M77, dan M82 tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena komposisi RPO/RPS dalam M75, M77, dan M82 tidak berbeda jauh, sehingga kandungan karoten di dalamnya juga tidak banyak berbeda. Pada

Tabel 14 terlihat bahwa total karoten sesudah interesterifikasi enzimatik

lebih rendah daripada sebelum total karoten interesterifikasi enzimatik. Penurunan karoten yang terjadi relatif rendah (retensi karoten cukup tinggi) karena interesterifikasi dilakukan pada suhu yang relatif rendah pula, yaitu 60oC. Karoten banyak terdapat pada RPO/RPS. Oleh karena itu semakin banyak komposisi RPO/RPS maka total karoten dalam sampel juga semakin tinggi. Sampel M77 dan M82 adalah dua sampel dengan kandungan karoten terbesar.

Retensi karoten berkisar antara 79,98-84,38%. Retensi karoten dihitung berdasarkan perbandingan total karoten yang tersisa sesudah interesterifikasi enzimatik terhadap jumlah karoten awal. Data pada

Tabel 14 menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan karoten awal,

maka retensi karoten juga semakin besar. Budiyanto et al. (2008) menyatakan bahwa perubahan kandungan β-karoten pada minyak sawit merah sangat dipengaruhi oleh konsentrasi β-karoten awal pada minyak

32 sawit merah, temperatur/suhu pemanasan, dan lama pemanasan minyak sawit merah.

Tabel 14. Perbandingan total karoten sebelum dan sesudah interesterifikasi

enzimatik (IE) penelitian tahap kedua

Sampel Total karoten (ppm) Retensi karoten (%)

Sebelum IE Sesudah IE

M75 262,42 ± 6,80b 209,88 ± 0,28a 79,98 M77 265,01 ± 12,65b 212,92 ± 4,84a 80,34 M82 269,02 ± 8,73b 227,00 ± 0,83a 84,38

Keterangan: Data ± standar deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada taraf uji 5%.

M75= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 77,5:22,5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 82,5:17,5.

Tabel 15 menunjukkan perbandingan total karoten sebelum dan

sesudah interesterifikasi enzimatik hasil penelitian Hasrini (2008). Hasrini (2008) melaporkan data retensi karoten yang lebih tinggi dibandingkan retensi karoten pada tahap ini. Hal ini diduga karena perbedaan komposisi bahan baku, sehingga dihasilkan retensi karoten yang berbeda pula.

Tabel 15. Perbandingan total karoten sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik (IE) hasil penelitian Hasrini (2008)

Sampel Total karoten (ppm) Retensi karoten

(%)

Sebelum IE Sesudah IE

M75 363,13 ± 3,35 356 43 ± 2,39 98,15

M77 378,21 ± 3,03 366,72 ± 4,06 96,96

M82 392,81 ± 2,86 381,32 ± 3,72 97,07

Keterangan: M75= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 77,5:22,5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 82,5:17,5.

2. Slip Melting Point (SMP) dan Solid Fat Content (SFC)

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa SMP berbeda nyata (p<0,05) (Lampiran 4). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa SMP sampel sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik berbeda nyata. SMP sampel sesudah interesterifikasi enzimatik M75 tidak berbeda nyata dengan M77, sampel M77 tidak berbeda nyata dengan M82. Interesterifikasi enzimatik dapat mengubah nilai SMP. SMP sampel sebelum dan sesudah interesterikasi enzimatik diperlihatkan pada

33

Tabel 16. Sampel sesudah interesterifikasi enzimatik memiliki SMP yang

lebih rendah (30,1-32,5oC) dibandingkan sampel sebelum interesterifikasi enzimatik (34,1-36,5oC) pada semua formula. Hal ini disebabkan karena perubahan profil triasilgliserol akibat interesterifikasi enzimatik. Diduga triasilgliserol yang terbentuk memiliki titik leleh yang lebih rendah sehingga SMP sesudah interesterifikasi enzimatik menjadi lebih rendah. Titik leleh lemak bergantung pada berbagai faktor, seperti sifat asam lemak penyusunnya. Sifat asam lemak tersebut antara lain adalah panjang rantai atom C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Makin panjang rantai atom C, titik leleh semakin tinggi dan sebaliknya. Titik leleh akan menurun dengan semakin banyaknya ikatan rangkap. Asam lemak jenuh memiliki titik leleh yang lebih tinggi daripada asam lemak tak jenuh. Bentuk trans pada asam lemak menyebabkan lemak memiliki titik leleh lebih tinggi (Barus 2006). Setiap sampel sesudah interesterifikasi enzimatik memiliki SMP di bawah suhu tubuh, yang artinya tidak menimbulkan tekstur seperti lilin (waxy flavor) ketika dikonsumsi.

SMP setelah interesterifikasi enzimatik dibandingkan dengan SMP margarin komersial A, margarin komersial B, dan margarin target (Fattahi-far et al., 2006). Margarin target adalah standar spreads yang digunakan pada penelitian ini, yaitu margarin komersial yang digunakan sebagai standar oleh Fattahi-far et al. (2006). Fattahi-far et al. (2006) melakukan interesterifikasi antara minyak biji teh non-hidrogenasi (nonhydrogenated

tea seed oil) dengan minyak biji teh hidrogenasi (hydrogenated tea seed oil) untuk memproduksi bahan baku margarin. Fattahi-far et al. (2006)

melaporkan bahwa campuran antara minyak biji teh non-hidrogenasi dan minyak biji teh hidrogenasi dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan margarin. SMP sampel M77 dan M82 adalah yang paling mendekati SMP margarin komersial dan margarin target. Oleh karena itu sampel M77 dan M82 digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian tahap ketiga, yaitu interesterifikasi enzimatik menggunakan reaktor batch.

34

Tabel 16. Perbandingan SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi

enzimatik (IE) penelitian tahap kedua dibandingkan dengan SMP margarin komersial dan margarin target (Fattahi-far et

al., 2006) Sampel SMP ( o C) Sebelum IE Sesudah IE M75 34,1 ± 0,9cd 30,1 ±0,9a M77 35,6 ± 0,5de 31,4 ± 0,5ab M82 36,5 ± 0,4e 32,5 ± 0,7bc Margarin komersial A 35,6 ± 0,2 Margarin komersial B 37,2 ± 0,0

Margarin target (Fattahi-far

et al., 2006) 33,5 ± 0,5

Keterangan: Data ± standar deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada taraf uji 5%.

M75= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 77,5:22,5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 82,5:17,5.

Tabel 17 menunjukkan data analisis SMP sebelum dan sesudah

interesterifikasi enzimatik pada penelitian Hasrini (2008). Hasil analisis SMP pada penelitian Hasrini (2008) berbeda dengan hasil analisis SMP pada penelitian ini. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan bahan baku yang digunakan.

Tabel 17. Perbandingan SMP sebelum dan sesudah interesterifikasi

enzimatik (IE) penelitian Hasrini (2008)

Sampel SMP ( o C) Sebelum IE Sesudah IE M75 31,15 ± 0,23 32,63 ± 0,15 M77 33,34 ± 0,78 33,60 ± 0,94 M82 36,19 ± 0,28 34,86 ± 0,74

Keterangan: M75= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 77,5:22,5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 82,5:17,5.

Gambar 8 menunjukkan profil SFC hasil penelitian Hasrini (2008)

yaitu hasil interesterifikasi enzimatik yang dibandingkan dengan bahan baku margarin ritel dan margarin industri. Hasil penelitian Hasrini (2008) menunjukkan bahwa formula M75, M77, dan M82 adalah formula yang memiliki profil SFC yang paling mendekati bahan baku margarin ritel dan industri.

35 Keterangan: M75= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 77,5:22,5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 82,5:17,5.

Gambar 8. Profil SFC hasil interesterifikasi enzimatik Hasrini (2008) SFC memengaruhi karakter fisik dari produk spreads, seperti kekerasan, mouthfeel, dan spreadability. Oleh karena itu nilai SFC diperlukan untuk mengetahui karakter fisik dari spreads. Perubahan profil triasilgliserol akibat interesterifikasi enzimatik juga diikuti dengan perubahan SFC. Gambar 9 menunjukkan profil SFC sampel sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik yang dibandingkan dengan profil SFC margarin komersial A, margarin komersial B, dan margarin target (Fattahi-far et al. 2006). SFC pada suhu 10oC lebih tinggi dibandingkan dengan SFC pada suhu pengukuran lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa SFC berbanding terbalik dengan suhu. Semakin tinggi suhu, maka SFC semakin rendah (Maulina 2004). Setiap sampel memiliki profil SFC yang mirip dan SFC-nya meningkat dengan peningkatan komposisi RPO/RPS. RPS mengandung banyak trisaturated triacylglycerol bertitik leleh tinggi, sehingga semakin tinggi komposisi RPS maka SFC juga semakin tinggi.

Profil SFC hasil interesterifikasi enzimatik yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan profil SFC hasil penelitian Hasrini (2008). Hal ini disebabkan oleh profil SFC bahan baku sebelum interesterifikasi pada penelitian ini berbeda dengan profil SFC bahan baku Hasrini (2008).

36 (a)

(b)

(c)

Keterangan: M75= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 75:25; M77= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 77,5:22,5; M82= Rasio (RPO/RPS):CNO sebesar 82,5:17,5.

Gambar 9. Profil SFC dari campuran sebelum dan sesudah interesterifikasi

enzimatik (IE) penelitian tahap kedua pada sampel (a) M75, (b) M77, dan (c) M82 yang dibandingkan dengan profil SFC margarin komersial A, margarin komersial B, dan margarin target (Fattahi-far et al. 2006)

37

C. Penelitian Tahap Ketiga: Interesterifikasi Enzimatik Menggunakan Reaktor Batch

Sampel yang digunakan dalam penelitian tahap ketiga adalah M77 dan M82. Sampel M77 dan M82 dipilih dengan pertimbangan SMP yang paling mendekati SMP margarin komersial dan retensi karoten yang cukup tinggi. Karakter hasil interesterifikasi enzimatik menggunakan reaktor batch dapat dilihat pada Lampiran 5.

Bahan baku dalam penelitian ini adalah campuran antara RPS, RPO, dan CNO. RPS adalah fraksi padatan dari minyak sawit merah yang diperoleh setelah fraksinasi. RPS tidak dapat dikonsumsi secara langsung karena titik lelehnya tinggi (45-55oC). RPS dipakai sebagai sumber lemak jenuh. RPO adalah fraksi cair dari minyak sawit merah, digunakan sebagai sumber karoten. CNO digunakan sebagai sumber asam lemak berantai pendek. Produksi bahan baku spreads membutuhkan campuran antara minyak dan lemak yang mempunyai titik leleh tinggi dengan minyak yang mempunyai titik leleh rendah, atau antara minyak yang mengandung asam lemak berantai panjang dengan minyak yang mengandung asam lemak berantai pendek sehingga dihasilkan campuran minyak/lemak sesudah interesterifikasi enzimatik yang plastis. Lemak yang plastis adalah ketika lemak tersebut mudah dibentuk dan tidak terlalu lunak maupun terlalu keras (Jennings dan Akoh 2009).

1. Total karoten

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa total karoten berbeda nyata (p<0,05). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa total karoten sampel sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik berbeda nyata (Lampiran

6). Total karoten antar sampel sesudah interesterifikasi enzimatik tidak

berbeda nyata, kecuali antara sampel M822 dengan sampel M774 dan M776. Total karoten sampel M774 dan M776 tidak berbeda nyata. Menurut Choo (1993), karoten bersifat labil terhadap panas dan jumlahnya menurun secara drastis pada suhu sekitar 180-220oC. Data pada Tabel 18

38 menunjukkan bahwa terjadi penurunan total karoten sesudah interesterifikasi enzimatik menggunakan reaktor batch.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa semakin lama reaksi, maka retensi karoten semakin menurun. Retensi karoten berkisar antara 74,80-81.08%. Retensi karoten pada interesterifikasi enzimatik menggunakan reaktor batch lebih rendah dibandingkan dengan interesterifikasi enzimatik pada penelitian tahap kedua. Penurunan karoten ini diduga karena adanya oksigen dan panas yang mengkatalisis oksidasi karoten dalam minyak selama reaksi. Selain itu cahaya juga berpengaruh dalam penurunan karoten. Wafford (1980) menyatakan bahwa oksidasi karoten dipercepat dengan adanya cahaya dan katalis logam.

Sampel M822 memiliki kandungan karoten tertinggi, sedangkan M776 adalah sampel dengan kandungan karoten terendah. Berdasarkan data pada Tabel 18 hasil interesterifikasi enzimatik dapat dijadikan bahan baku pembuatan produk spreads kaya β-karoten karena mengandung karoten yang cukup tinggi.

Tabel 18. Total karoten campuran sebelum dan sesudah interesterifikasi

enzimatik (IE) menggunakan reaktor batch Bahan Lama

Reaksi Kode

Total Karoten (ppm) Retensi Karoten (%) Sebelum IE Sesudah IE 2jam M772 265,01 ± 12,65c 212,24 ± 4,96ab 80,09 77,5:22,5 4jam M774 265,01 ± 12,65c 200,16 ± 0,18a 75,53 6jam M776 265,01 ± 12,65c 198,22 ± 0,14a 74,80 2jam M822 269,02 ± 8,73c 218,12 ± 2,69b 81,08 82,5:17,5 4jam M824 269,02 ± 8,73c 209,31 ± 1,84ab 77,80 6jam M826 269,02 ± 8,73c 207,53 ± 1,66ab 77,14 Keterangan: Data ± standar deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada taraf uji 5%.

FDA (2009) menyatakan suatu pangan dapat diklaim mengandung karoten tinggi apabila dapat memenuhi 20% Angka Kecukupan Gizi (AKG) per takaran saji. β-karoten berperan sebagai provitamin A. Tabel

Dokumen terkait