• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM

4.2 Total Kredit yang Tersalurkan di Sektor UKM

Fungsi bank di Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur, dan pelayan jasa dalam “lalu-lintas” pembayaran dan peredaran uang di masyarakat. Fungsi tersebut bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Fungsi perbankan dalam hal penghimpunan dana dari masyarakat dapat berupa giro, deposito, dan tabungan. Semua dana yang didapatkan oleh Bank dalam bentuk simpanan tersebut akan digunakan oleh pihak Bank untuk disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan likuiditas finansial dalam bentuk kredit. Menurut Bank Indonesia, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Pemberian kredit akan menimbulkan resiko. Oleh sebab itu, penyaluran kredit harus teliti dan memenuhi beberapa persyaratan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya resiko kredit macet. Kredit macet yang terjadi pada suatu Bank pada dasarnya akan merugikan para nasabah dari Bank tersebut, karena dana yang disalurkan oleh suatu Bank dalam bentuk kredit sebenarnya adalah dana masyarakat (nasabah) yang dihimpun oleh Bank. Oleh karena itu, Bank sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit agar tidak terjadi kredit macet.

Ada lima faktor pertimbangan yang menjadi tolak ukur dalam penyaluran kredit oleh Bank, yaitu : karakter (Character), kapasitas (Capacity), modal (Capital), kolateral (Collateral), dan kondisi (Condition) dari calon penerima kredit. Semua faktor pertimbangan ini akan dievaluasi oleh pihak Bank dalam rangka pemberian kredit kepada calon peminjam. Karena keterbatasan informasi dari lima faktor pertimbangan di atas, pihak Bank akan mengevaluasi secara detail faktor-faktor tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kredit macet.

Berdasarkan analisis penilaian karakter, kapasitas, modal, kolateral, dan kondisi dari calon penerima kredit, pada umumnya sektor usaha berskala kecil dan menengah lebih sulit untuk mendapatkan kredit daripada usaha berskala besar. Pihak bank menilai bahwa pemberian kredit kepada sektor usaha kecil dan menengah memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan memberikan kredit kepada usaha berskala besar. Penilaian pihak Bank kepada usaha berskala kecil dan menengah itu timbul karena kusulitan pihak perbankan untuk mengetahui berbagai informasi mengenai analisis penilaian di atas. Sehingga

Usaha Kecil dan Menengah mengalami masalah akses dalam memperoleh pinjaman Bank.

Menurut survey yang dilakukan oleh redaksi Kompas Tahun 2005, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh usaha berskala kecil dan menengah. Kendala-kendala yang dihadapai sektor usaha kecil adalah seperti masalah kesulitan modal, pengadaan bahan baku, pemasaran, produksi dan manajemen, dan persaingan lainnya. Tabel 4.4 menampilkan hasil survey yang telah dilakukan oleh redaksi harian Kompas.

Tabel 4.4 Kendala yang Dihadapi Industri Kecil dan Rumah Tangga Jenis kendala Rumah Tangga (%) Industri Kecil (%)

Kendala Modal 40,48 36,63

Pengadaan Bahan Baku 23,75 16,76

Pemasaran 16,96 4,43

Produksi dan Manajemen 3,07 26,89

Persaingan Lainnya 15,74 17,36

Jumlah 100 100

Sumber : www.kompas.com

Berdasarkan data dari Tabel 4.4 di atas, dapat disimpulkan bahwa kendala utama yang dihadapi usaha berskala kecil adalah masalah kesulitan modal. Hal ini akan menghambat pertumbuhan usaha berskala kecil dan menengah. Pada akhirnya, apabila penyaluran kredit kepada sektor usaha berskala kecil dan menengah masih sangat sulit, hal ini dapat mengganggu perekonomian Indonesia.

Walaupun kendala modal menjadi masalah utama pada usaha berskala kecil dan menengah, namun berdasarkan pada kenyataannya jumlah usaha

berskala kecil dan menengah terus berkembang dari Tahun 2000 hingga Tahun 2008. Selain itu, usaha berskala kecil dan menengah juga mampu bertahan menghadapi krisis ekonomi yang terjadi. Melihat potensi usaha berskala kecil dan menengah yang begitu besar, kepercayaan pihak perbankan Indonesia untuk menyalurkan kredit sebagai bantuan finansial kepada usaha berskala kecil dan menengah terus berkembang. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, jumlah kredit yang disalurkan oleh Bank Umum kepada sektor usaha berskala kecil dan menengah mengalami peningkatan dari Tahun 2000 hingga Tahun 2008. Besarnya jumlah total kredit bank umum yang disalurkan pada usaha berskala kecil dan menengah ditampilkan pada Tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5 Jumlah Total Kredit Bank Umum yang Disalurkan pada Usaha Kecil dan Menengah (Miliar Rupiah)

Tahun Toal Kredit Pertumbuhan (%)

2000 299.532 - 2001 709.566 136,89 2002 659.202 -7,09 2003 427.700 -35,11 2004 881.009 105,98 2005 1.076.840 22,23 2006 1.153.478 7,12 2007 1.276.530 10,67 2008 1.488.036 16,57

Sumber : Bank Indonesia (Data diolah), 2009.

Berdasarkan pada Tabel 4.5, besarnya jumlah total kredit bank umum yang disalurkan pada usaha berskala kecil dan menengah mempunyai tren yang positif. Total kredit yang disalurkan bank umum kepada usaha berskala kecil pada tahun 2000 adalah sebesar 299.532 milyar rupiah, sedangkan pada Tahun 2008,

penyaluran kredit sudah mencapai 1.488.036 milyar rupiah. Sehingga semenjak Tahun 2000 hingga 2008 telah terjadi peningkatan jumlah total kredit sebesar 1.188.504 milyar rupiah, atau sebesar 396,8 persen. Tren dari penyaluran total kredit bank umum untuk usaha berskala kecil dan menengah dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Total Kredit bank Umum yang Disalurkan pada Usaha Berskala Kecil dan Menengah

Peningkatan pada jumlah total kredit bank umum yang disalurkan pada usaha berskala kecil dan menengah mempunyai multiplier effect yang sangat besar. Peningkatan pada jumlah total kredit yang disalurkan pada usaha berskala kecil dan menengah akan memacu usaha-usaha yang berskala kecil dan menengah di Indonesia untuk terus tumbuh. Perkembangan usaha berskala kecil dan menengah akan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi, sehingga tingkat

JUMLAH/ TOTAL

pengangguran di Indonesia akan berkurang. Dengan berkurangnya tingkat pengangguran di Indonesia, maka hal itu akan meningkatkan produktivitas masyarakat Indonesia, dengan demikian tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia pun juga akan meningkat, dan pada akhirnya, hal ini juga akan memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Penyaluran kredit pada usaha berskala kecil dan menengah di Indonesia banyak disalurkan untuk usaha yang bergerak di sektor non-pertanian. Sektor pertanian dinilai sebagai salah satu sektor usaha yang kurang menjanjikan di Indonesia. Sehingga penyaluran kredit untuk usaha berskala kecil dan menengah yang bergerak di sektor pertanian tidak mendapatkan proporsi kredit yang terbesar. Sektor-sektor yang menjadi tujuan utama dari penyaluran kredit untuk UKM adalah sektor jasa. Selain itu, sektor UKM yang bergerak di bidang perdagangan juga mendapat penyaluran kredit usaha dari pihak perbankan. Besarnya nilai kredit yang disalurkan oleh bank umum untuk usaha berskala kecil dan menengah di berbagai sektor ditunjukan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Proporsi Kredit pada Berbagai Sektor Usaha Kecil dan Menengah pada Tahun 2000-2008 (miliar rupiah)

Pertanian Pertambangan Perdagangan Jasa-jasa Total

2000 53320 374 58782 187056 299532 2001 117382 686 139953 451545 709566 2002 132654 519 181544 344485 659202 2003 153389 645 241891 31775 427700 2004 177912 553 299121 403423 881009 2005 223355 640 414598 438247 1076840 2006 229094 721 503099 420564 1153478 2007 236994 1258 595191 443087 1276530 2008 235132 2784 721848 528272 1488036

Berdasarkan pada Tabel 4.6, dapat diketahui bahwa jumlah kredit yang disalurkan kepada usaha berskala kecil dan menengah banyak disalurkan kepada usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang jasa. Pada Tahun 2000, jumlah kredit yang disalurkan mencapai 299.532 miliar rupiah. Dari 299.532 milyar tersebut, kredit yang disalurkan pada sektor jasa mencapai 187.056 miliar rupiah, atau mencapai 62,5 persen dari total kredit yang disalurkan pada tahun itu. Sektor perdagangan menjadi sektor tujuan kedua dalam penyaluran kredit kepada usaha berskala kecil dan menengah. Pada Tahun 2000, kredit yang tersalurkan di sektor perdagangan mencapai 58.782 miliar rupiah, atau setara dengan 19,63 persen dari total kredit yang disalurkan. Sedangkan sektor pertanian dan pertambangan hanya mendapat bantuan kredit dari bank sebesar 53.320 miliar rupiah atau sekitar 17,8 persen dan 374 miliar rupiah atau setara dengan 0,13 persen. Mulai Tahun 2006 penyaluran kredit untuk UKM lebih banyak disalurkan untuk sektor perdagangan, setelah itu disusul secara berurutan oleh sektor jasa, pertanian, dan pertambangan. Pada Tahun 2006, jumlah total kredit yang disalurkan oleh perbankan di Indonesia mencapai 1.153.478 miliar rupiah. Dari jumlah tersebut, jumlah kredit yang disalurkan untuk sektor perdagangan mencapai 503.099 miliar rupiah (43,6 persen), sedangkan kredit yang disalurkan untuk sektor jasa adalah sebesar 420.564 miliar rupiah (36,5 persen). Jumlah kredit yang disalurkan untuk sektor pertanian sebesar 229.094 miliar rupiah (19,9 persen), dan sektor pertambangan hanya mendapatkan kredit sebesar 721 miliar rupiah, atau sebesar 0,06 persen. Berdasarkan Tabel 4.6 , mulai Tahun 2006 hingga Tahun 2008, jumlah penyaluran kredit untuk sektor pertanian nyaris

mengalami stagnansi. Jumlah kredit yang disalurkan untuk sektor pertanian hanya berkisar pada nilai 229.000 hingga 236.000. Hal ini sangat berbeda untuk sektor perdagangan dan jasa, jumlah kredit yang disalurkan pada sektor ini mengalami peningkatan yang besar pada periode 2006-2008.

Besarnya jumlah total kredit dari Tahun 2000 hingga Tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dari 299.532 miliar rupiah pada Tahun 2000 hingga mencapai 1.488.036 miliar rupiah pada Tahun 2008, atau telah meningkat sebesar 396,8 persen. Namun hal ini tidak membuat sektor pertanian sebagai sektor primadona dalam penyaluran kredit. Sektor jasa dan sektor perdagangan masih menjadi sektor tujuan utama dalam penyaluran kredit untuk usaha berskala kecil dan menengah. Berdasarkan pada Tabel 4.6, dapat diolah lebih lanjut untuk mengetahui proporsi rata-rata dari penyaluran kredit UKM semua sektor. Pada Tabel 4.7 ditampilkan besarnya proporsi rata-rata dari penyaluran kredit UKM untuk semua sektor.

Tabel 4.7 Proporsi Rata-rata dari Penyaluran Kredit UKM untuk Semua Sektor pada Periode tahun 20002008 (Persen)

Pertanian Pertambangan Perdagangan Jasa-jasa

2000 17,80 0,12 19,62 62,45 2001 16,54 0,10 19,72 63,64 2002 20,12 0,08 27,54 52,26 2003 35,86 0,15 56,56 7,43 2004 20,19 0,06 33,95 45,79 2005 20,74 0,06 38,50 40,69 2006 19,86 0,06 43,62 36,46 2007 18,57 0,10 46,63 34,71 2008 15,80 0,19 48,51 35,50 Rata - Rata 20,61 0,10 37,18 42,10

Tabel 4.7 menunjukan bahwa pada periode Tahun 2000-2008 secara rata- rata jumlah kredit yang disalurkan oleh bank untuk usaha berskala kecil dan menengah lebih dominan disalurkan pada sektor jasa sebesar 42,10 persen dari jumlah total kredit yang disalurkan. Setelah itu, sektor perdagangan menjadi alternative kedua sebesar 37,18 persen dari total kredit yang dikucurkan untuk usaha kecil dan menengah. Walaupun Indonesia sebagai negara agraris, penyaluran kredit untuk sektor pertanian masih belum diperhatikan secara maksimal. Rata-rata jumlah kredit yang disalurkan oleh bank untuk sektor pertanian hanya sebesar 20,61 persen dari jumlah total kredit yang disalurkan. Sektor yang mendapat bagian kredit paling adalah usaha kecil dan menengah sektor pertambangan. Penyaluran kreditnya secara rata-rata hanya berkisar 0,10 persen dari jumlah total kredit yang disalurkan bank untuk UKM. Besarnya proporsi rata-rata dari penyaluran kredit UKM pada semua sektor ditampilkan pada Gambar 4.3. 42.1 37.18 20.61 1 Jasa - Jasa Perdagangan Pertanian Pertanian Pertambangan

Sumber : Bank Indonesia, 2009

Gambar 4.3 Proporsi Rata-rata dari Penyaluran Kredit UKM pada Semua Sektor.

Dokumen terkait