• Tidak ada hasil yang ditemukan

Total Production Ratio (TPR)

Dalam dokumen BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 37-46)

Atau persamaan lainnya adalah

%

Atau

%

4. Nilai Overall equipment effectiveness (OEE)

Diperoleh dengan mengalikan ketiga rasio utama tersebut. Secara matematis formula pengukuran nilai OEE adalah sebagai berikut :

2.5 Total Production Ratio (TPR)

 Pada umumnya kegiatan pengukuran keefektifan penggunaan

peralatan untuk mengetahui keberhasilan TPM di perusahaan-perusahaan sifatnya hanya project atau kegiatan jangka pendek saja. Setelah kegiatan tersebut berakhir hasilnya tidak ada record atau rekaman untuk memantau tingkat keefektifan penggunaan peralatan atau performance dari mesin yang dijadikan project tersebut, apakah mengalami peningkatan atau penurunan selama beberapa bulan kedepan. Padahal dalam suatu perusahaan jumlah

mesin yang dimiliki untuk proses produksi sangat banyak dan bagian maintenance tidak mungkin mengukur satu persatu tingkat keefektifan penggunaan peralatan dari setiap jenis mesin yang ada di perusahaan.

Beranjak dari permasalahan diatas, dibutuhkan pengukuran keefektifan peralatan yang lebih sederhana dan efektif, sehingga bagian maintenance secara berkesinambungan dapat mengetahui dan memantau tingkat keefektifan dari setiap mesin yang menjadi tanggung jawabnya, mendeteksi mesin-mesin mana saja yang mempunyai kinerja tidak baik untuk mendapat prioritas pemeliharaan dan perbaikan serta mempertahankan mesin dalam level kondisi yang ideal.

Perusahaan-perusahaan pada umumnya menggunakan nilai OEE sebagai suatu indikator yang dapat memperlihatkan seberapa baik perusahaan menggunakan atau memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya (tingkat kehandalan, tingkat produktivitas, dan lain-lain) misalnya suatu peralatan atau mesin yang digunakan pada proses produksi. Di beberapa keadaan dalam prakteknya sangat sulit untuk mengukur nilai OEE bahkan di lini produksi yang sederhana sekalipun. OEE didasarkan pada perhitungan tiga rasio utama yaitu availability, performance, dan quality seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ketiga rasio utama tersebut digunakan untuk mengukur enam jenis kerugian (six big losses).

Dari enam jenis kerugian (six big losses), waktu downtime seperti kerusakan/breakdown mesin, set up dan adjustment sangat mempengaruhi waktu tersedia mesin (Availability). Hal ini menjadi perhatian utama bagi TPM untuk ditanggulangi (Nakajima, 1988).

Total Production Ratio (TPR) yaitu suatu rasio yang menggambarkan tingkat keefektifan penggunaan peralatan dilihat dari kemampuan suatu mesin/peralatan untuk menghasilkan produk yang sesuai permintaan konsumen selama total jam kerja yang tersedia. Dalam TPR lebih menitikberatkan faktor keandalan/performance dari mesin yaitu seberapa baik tingkat produktivitas dan keefektifan dari mesin/peralatan yang digunakan.

Pengukuran TPR lebih mudah dan sederhana untuk diterapkan jika dibandingkan pengukuran dengan menggunakan OEE yang lebih kompleks. Pengukuran TPR digunakan sebagai alternatif lain untuk mengganti pengukuran OEE. TPR sangat berkaitan erat dengan OEE, pengukuran yang digunakan berasal dari penyederhanaan/subtitusi perkalian dari pengukuran OEE itu sendiri. Nilai TPR adalah perkalian antara operating rate dengan nilai OEE, Operating rate adalah perbandingan antara loading time dengan working time. Untuk lebih jelasnya perhitungan dari TPR adalah sebagai berikut (Leflar, 2001):

Dimana :

• Working time = Total jam kerja setelah dikurangi waktu untuk istirahat.

• Planned downtime = Downtime yang direncanakan (misalnya adanya

schedule maintenance, meeting pagi dan lain-lain)

• Loading time = Jumlah waktu kerja yang ditetapkan, dikurangi dengan waktu berhenti yang terencana atau penting dari peralatan dalam waktu tertentu.

Perluasan dari perhitungan OEE dan TPR adalah sebagai berikut :

(persamaan 1)

(persamaan 2)

(persamaan 4)

%

%

(persamaan 5) Subtitusikan persamaan (2), (3), (4) dan (5) ke persamaan (1)

%

Langkah selanjutnya adalah menghilangkan loading time, operation time, dan

net operation time, sehingga perhitungan menjadi sebagai berikut :

% Dimana :

• Total quality production = Jumlah produksi yang dihasilkan dikurangi jumlah produksi yang cacat

• Ideal cycle time = Waktu siklus yang ideal untuk kondisi yang optimal • Working time = Total jam kerja dikurangi waktu untuk istirahat.

Perhitungan nilai TPR diatas sangat sederhana dan lebih mudah mengukurnya jika dibandingkan dengan perhitungan nilai OEE yang kompleks. Nilai TPR akan sama konstan dengan nilai OEE jika disajikan dalam bentuk grafik, karena perhitungannya diturunkan dari perhitungan OEE. Nilai hasil perhitungannya menunjukkan Performance atau seberapa baik tingkat produktivitas dan keefektifan dari mesin/peralatan yang digunakan sama seperti nilai perhitungan pada OEE, hanya saja pada TPR hasil perhitungannya langsung diketahui tanpa harus menghitung tiga rasio utama terlebih dahulu.

Apabila dalam suatu periode waktu tidak ada downtime yang direncanakan/planned downtime oleh pihak perusahaan, maka loading time akan sama dengan jam kerja efektif (working time) sehingga nilai perbandingan (operating rate) adalah 1, sehingga nilai TPR hasilnya akan sama dengan nilai OEE. Nilai TPR dijadikan tolak ukur keberhasilan penerapan TPM di perusahaan sebagai pengganti dari pengukuran nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) yang biasa digunakan. Kondisi ideal yang digunakan untuk nilai TPR mengacu pada kondisi ideal nilai OEE yaitu sebesar ≥ 85 % (Leflar, 2001).

Tinggi rendahnya nilai TPR menunjukkan seberapa baik tingkat pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan oleh bagian maintenance dan operator, itu tercermin dengan kinerja mesin yang baik, kerusakan/breakdown mesin yang rendah, dan output produksi yang meningkat atau dengan kata lain

kondisi mesin selalu dalam keadaan optimal. Hal itu bisa terwujud bila adanya kerjasama dan keterlibatan peran operator dan bagian maintenance, itu semua sesuai dengan prinsip TPM yaitu melibatkan keikutsertaan semua karyawan dari level atas sampai dengan operator di lantai produksi.

2.5.1 Langkah-langkah untuk mencapai standar nilai TPR

Apabila dalam penerapan TPM pada suatu perusahaan, nilai TPR yang dicapai masih dibawah 85%. Maka perlu dilakukan perubahan untuk mencapai nilai yang diinginkan tersebut. Berikut 5 langkah yang harus dilakukan untuk menambah nilai TPR (leflar, 2001) :

1. Mengembalikan mesin ke keadaan seperti yang baru.

• Semua daerah kerja mesin dalam keadaan bersih dan tidak ada cacat kecil yang terlihat.

• Dibuatnya standar untuk inspeksi dan pembersihan untuk menjaga mesin dalam kondisi tersebut.

• Daerah kerja mesin dapat dikontrol secara visual. 2. Membuat perencanaan pemeliharaan secara lengkap.

• Membuat checksheet, jadwal, prosedur preventive maintenance. • Membuat spesifikasi inspeksi mesin.

• Membuat daftar part, dan rencana penggantian part. • Membuat qualitas checksheet.

3. Menerapkan perencanaan pemeliharaan tersebut secara tepat.

• Melaksanakan preventive maintenance secara tepat waktu dan lengkap tanpa ada item yang terlewatkan.

• Melaksanakan preventive maintenance secara berkelanjutan.

• Terus melakukan pengembangan pengetahuan dan kemampuan pada setiap karyawan perusahaan.

4. Mencegah kerusakan mesin yang terjadi berulang.

• Melaksanakan analisa kerusakan untuk mencegah kerusakan berulang. • Melaksanakan evaluasi dan perbaikan preventive maintenance secara

berkelanjutan (lebih mudah, lebih cepat, lebih baik). 5. Meningkatkan produktivitas mesin.

• Analisa pelumasan, kalibrasi dan penyesuaian. • Analisa kualitas dan bagian mesin.

• Analisa produktivitas yang meliputi availability, setup, scrap, yield, pemberhentian kecil dan kecepatan.

• Meningkatkan pengamatan kondisi mesin dan secara berkelanjutan. • Analisa biaya pemeliharaan.

2.6 Kegagalan (Failure)

Kegagalan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang tidak memuaskan. Dalam konteks pemeliharaan, kegagalan didefinisikan sebagai

ketidakmampuan menghasilkan pekerjaan-pekerjaan dengan cara yang tepat, bukan ketidakmampuan untuk menghasilkan sesuatu pekerjaan.

2.6.1 Penyebab Kegagalan

Kegagalan operasi sebuah sistem ataupun komponen tidak hanya berpengaruh terhadap komponen atau sistem tersebut serta keberlangsungan dari proses produksi dimana sistem atau komponen tersebut dioperasikan. Lebih jauh lagi, kegagalan tersebut dapat berpengaruh terhadap keselamatan operator maupun lingkungan sekitar dimana proses produksi tersebut dilakukan. Dengan demikian, efek dari kegagalan dari satu komponen kecil di dalam sistem akan dapat mengakibatkan kerugian yang besar baik materi maupun jiwa manusia serta lingkungan.

Untuk mencegah terjadinya kegagalan, pengetahuan tentang penyebab kegagalan sangatlah diperlukan. Beberapa penyebab kegagalan operasi ini antara lain kelalaian manusia, pemeliharaan yang buruk, kesalahan dalam penggunaan, kurangnya perlindungan terhadap tekanan lingkungan yang berlebihan. Secara garis besar ada empat faktor yang berperan besar terhadap kegagalan suatu peralatan atau sistem yaitu :

1. Desain tidak memadai (engineering design) 2. Kegagalan komponen

3. Penanganan yang buruk waktu mengoperasikan atau memelihara alat 4. Buruknya para pekerja (un-trained) dan amat jarangnya pemeriksaan.

Kegiatan pemeliharaan pencegahan pada suatu industri manufaktur diarahkan untuk mencegah kegagalan (failure) sarana produksi dan dilaksanakan dengan memeriksa mesin-mesin pada selang waktu yang teratur dan ditentukan sebelumnya, pelaksanaan reparasi selanjutnya tergantung pada apa yang ditemukan selama pemeriksaan.

Dalam dokumen BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 37-46)

Dokumen terkait