• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Umum Pantang Larang Masyarakat Melayu Pontianak Bagi masyarakat Melayu Pontianak dalam berbagai tradisi yang mereka lakukan merupakan tradisi yang turun temurun dilakukan oleh masyarakat pendukungnya. Tradisi pantang larang dalam masyarakat Melayu Pontianak terdapat dalam setiap siklus kehidupan yang mempunyai makna pesan bagi masyarakat agar tetap melaksanakan nilai- nilai yang ada pada tradisi tersebut. Tradisi pantang larang ini telah ada sejak nenek moyang mereka dahulu sehingga tetap dipertahankan oleh orang tua-tua.

Menurut Kepala Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Kota Pontianak, Lisyawati Nurcahyani, tradisi pantang larang yang cenderung mengenai daur hidup yang berkaitan dengan kebudayaan. Sebelum Islam datang sudah punya kebudayaan sendiri, jadi punya warisan nenek moyang. Tahap pertama, berdasarkan sejarah sebelum ada proses sekarang ada proses yang terdahulu, dimana yang pertama itu kepercayaan dengan animisme dan dinamisme, munculnya kebudayaan itu karena baru mempunyai sebatas kemampuan untuk itu. Jangkauan pemikiran manusia pada saat itu mengatakan bahwa ada kekuatan lain selain dirinya, ada kekuatan yang lebih besar, ini terjadi karena pengalaman-pengalaman yang mereka alami setiap hari. Kemudian ada perkembangan dimana muncul suatu keyakinan, suatu agama, agama Hindu, Budha, Kristen dan akhirnya orang masuk Islam. Penyebaran agama Islam yang lebih lunak, mengikuti adat dan tradisi masyarakat, sehingga mudah diterima. Saat ini selama tradisi pantang larang tidak melanggar aturan-aturan dalam Al-Qur’an maka tradisi pantang larang boleh dilakukan.

Dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa orang gererasi tua dan generasi muda masyarakat Melayu Pontianak menyatakan bahwa tradisi pantang larang masyarakat Melayu Pontianak yaitu :

1. Tradisi pantang larang sebaga i suatu sistem kepercayaan pada masyarakat Melayu Pontianak dapat dilihat pada pantang larang yang menjadi suatu pengalaman dari orang-orang tua mereka pada zaman dahulu, sehingga

mereka menyakini tradisi pantang larang tersebut sesuai dengan ajaran yang diberikan oleh orang tua mereka. Unsur kepercayaan pada pantang larang bagi masyarakat Melayu Pontianak, diungkapkan oleh salah seorang warga masyarakat, yaitu :

“Kite percaya same pantangan yang diberikan oleh orang tua karne pantangan itu udah ade dari duloknye, kamek ikot jak, contoh pantangan yang sehari-hari sering kite dengar kalo anak gadis tak boleh dudok ditepi pintu, sampai sekarang pon maseh kamek sampaikan seme anak-anak kamek,”

Pantang larang ini menjadi suatu kepercayaan karena diyakini oleh masyarakat. Kepercayaan akan adanya pantang larang diungkapkan juga oleh generasi muda masyarakat Melayu Pontianak, ibu Salma, yaitu :

“Ade pantangan dan larangan yang maseh kamek ikot tu, waktu kamek hamel, kate orang tue orang hamel tak boleh macam- macam,apelagi sampai bunuh binatang”

Kepercayaan akan tradisi pantang larang masyarakat Melayu Pontianak menjadi unsur budaya yang dipandang penting untuk dilakukan.

2. Tradisi pantang larang sebagai suatu nilai pada masyarakat Melayu Pontianak karena dilihat dari batasan nilai sebagai ukuran perasaan seseorang yang berhubungan dengan pesan yang disampaikan apa berupa baik buruk, benar salah atau suka tidak suka terhadap suatu pantang larang yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Hal ini dilihat pada pandangan anak untuk memaknai pesan pantang larang yang diberikan oleh orang tua sebagai suatu yang baik buat dirinya.

3. Tradisi pantang larang sebagai unsur sikap dari suatu kebudayaan pada masyarakat Melayu Pontianak dilihat dari sikap masyarakat yang memandang dari kepercayaan atau keyakinan serta nilai- nilai yang melandasi perkembangan dan isi dari sistem sikap. Sikap yang merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya, jadi sikap seseorang melaksanakan pantang larang karena adanya kepercayaan dan nilai yang terkandung pada pantangan dan larangan tersebut. 4. Tradisi pantang larang sebagai unsur personal, norma dan tata kelakuan pada

masyarakat Melayu Pontianak yang menjadikan pantang larang sebagai suatu kebiasaan atau tradisi dalam masyarakat. Unsur kebudayaan ini merupakan

komponen yang penting dalam menjalani tradisi pantang larang oleh masyarakat. Dari unsur kebudayaan personal atau individu, norma dan tata kelakuan masyarakat membuat suatu proses komunikasi.

Dalam melaksanakan siklus kehidupan tersebut, terdapat tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Melayu Pontianak, seperti pada prosesi tradisi perkawinan, ketika seorang wanita hamil dan melahirkan, pada masa itu diberlakukan pantang larang bagi calon pengantin, calon ibu dan ayah. Tetapi tidak semua tradisi yang ada dalam masyarakat Melayu Pontianak diberlakukan pantang larang. Dari hasil pengamatan peneliti tradisi pantang larang pada masyarakat Melayu Pontianak dalam masa perkawinan, masa kehamilan dan kelahiran sangat sarat dengan pantang larang pada nilai- nilai yang terkandung didalamnya.

Pantang Larang dalam Prosesi Perkawinan

Masyarakat Melayu Pontianak bila sudah ditetapkan hari perkawinan berarti pantang larang juga juga dibuat untuk calon pengantin. Apa yang telah ditetapkan harus diikuti oleh calon pengantin untuk kebaikan mereka. Pantang larang bukanlah menjadi kewajiban tetapi sudah menjadi tradisi dalam masyarakat Melayu khususnya Melayu Pontianak. Pesan pantang larang perkawinan selalu ada pada prosesi tradisi perkawinan, di mana setiap prosesi perkawinan yang dilaksanakan akan terdapat pantang larang bagi calon pengantin untuk mempermudah menjalani proses awal perkawinan sampai selesai menjalani prosesi perkawinan. Pantang larang ya ng dibuat untuk menjaga agar calon pengantin menjaga diri dari bahaya-bahaya sebelum mereka menikah. Adapun prosesi perkawinan yang didalamnya sarat dengan nilai-nilai budaya berupa pantang larang pada masyarakat Melayu Pontianak, seperti :

1. Meminang

Meminang pada masyarakat Melayu Pontianak, lazimnya dilakukan oleh pihak laki- laki kepada pihak perempuan, apakah pinangnya ditolak atau diterima. Kalau ditolak biasanya dilakukan secara halus agar pihak laki- laki tidak tersinggung, kalau diterima maka persiapan alat-alat dan kelengkapan untuk meminang, baik dari pihak laki- laki maupun pihak perempuan yang dipinang, berupa :

1) Pembicaraan waktu yang telah disepakati untuk acara peminangan tersebut, berapa orang yang akan datang dari pihak laki- laki, agar pihak perempuan dapat melakukan persiapan.

2) Tempat sirih lengkap dengan isinya seperti sirih, pinang, kapur, gambir serta tembakau.

3) Kesepakatan dua belah pihak mengenai antar tanda.

4) Menetapkan hari akad nikah dan hari pesta perkawinan (resepsi).

Setelah acara meminang selesai, pantang larang kepada kedua calon pengantin diharapkan dapat menjaga diri masing- masing agar jangan sampai terpikat dengan gadis atau perjaka lain, karena jika hal ini terjadi akan memalukan kedua belah pihak calon pengantin. Selain itu pantang larang ini dibuat agar calon pengantin lebih memaknai nilai- nilai agama Islam sebelum menjadi suami istri.

Prosesi perkawinan pada acara meminang yang dilakukan oleh masyarakat Melayu Pontianak karena menjalankan tradisi sesuai syariat Islam sehingga terjadi keterhubungan antara agama dan tradisi dalam budaya masyarakat.

2. Berinai

Berinai atau berpacar dalam bahasa Melayu Pontianak adalah memasang inai yang sudah digiling halus dan lumat pada kuku jari tangan dan kuku kaki serta telapak tangan, kaki dan tumit. Dalam tradisi Melayu Pontianak berinai termasuk rangkaian prosesi perkawinan.

Berinai biasanya di mulai empat hari sebelum upacara pernikahan, berinai dilakukan baik oleh calon pengantin laki- laki maupun calon pengantin perempuan. Acara ini dilakukan bersamaan walaupun terpisah di rumah masing- masing. Berinai ini dimaksudkan agar menolak bala, supaya tubuh dan wajah calon pengantin tampak bercahaya, cantik dan menarik sebagai lambang siap meninggalkan hidup membujang untuk berumah tangga.

Menginai ibu jari dimaksudkan agar sifat egois dan merasa hebat sendiri dapat dijauhi. Menginai jari telunjuk dimaksudkan agar jangan hanya suka memerintah saja, tetapi dapat membuktikan dalam kelakuannya. Menginai jari tengah agar dapat menghilangkan rasa takut karena salah dan berani karena benar. Menginai jari manis agar terbiasa berbuat yang baik-baik saja. Menginai jari

kelingking dimaksudkan agar dalam diri muncul rasa kebersamaan dan tolong menolong.

Berinai dilakukan karena tradisi ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Melayu Pontianak bila akan melangsungkan perkawinan, berinai dilakukan sebagai petanda bahwa mereka telah menikah.

3. Berbedak

Berbedak atau luluran di masyrakat Melayu Pontianak wajib dilakukan oleh calon pengantin, khususnya pengantin perempuan. Berbedak dimaksudkan agar membersihkan badan dari kotoran dan agar badan calon pengantin wangi. Berbedak biasanya dilakukan seminggu sebelum acara akad nikah.

Pantang larang kalau sudah berbedak tidak boleh lagi keluar rumah bagi calon pengantin. Pantang larang ini di buat agar calon pengantin dapat menjaga tubuhnya dengan tidak boleh lagi melihat cermin karena akan hilang cahaya wajah dan tidak boleh memakai emas. Sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang generasi tua masyarakat Melayu Pontianak, ibu Jamilah, yaitu :

“Pantang misalnye kite nak kawen, kalo nak jatohkan bebedak tu tak boleh bekace, ilang cahaye muke, kedua tak boleh makai emas, kalo pakai mas tu cahaye tak ade, ketige barulah kite jatohkan bedak, udah jatohkan bedak, setelah bebedak kite pon betanggas”

Pantang larang ini sudah belangsung lama, sehingga bila tidak dilakukan maka dalam menjalani proses perkawinan tidak lengkap. Berbedak ini juga masih sering dilakukan oleh generasi muda sekarang pada waktu mereka menikah, sebagaimana mana yang dikatakan oleh Ibu Salma, yaitu

“Dulok waktu saye kawen, saye juga disuroh bebedak karne kate orang tue saye dengan bebedak,badan kita akan wangi, orang yang nak kawen tuh harus wangi, selain itu bebedak udah menjadi kewajiban kalo orang mau kawen”

Dari hasil pengamatan peneliti pada salah satu calon pengantin pada masyarakat Melayu Pontianak , bila berbedak ini sudah dilakukan khsususnya pada calon pengantin perempuan, maka pantang larang yang diberlakukan yaitu calon pengantin tidak boleh lagi keluar rumah, karena calon pengantin sudah harus masuk dalam masa di pinggit.

Bebedak merupakan tradisi yang sudah menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat Melayu Pontianak dalam melaksanakan perkawinana. Bebedak sudah dilakukan oleh orang tua-tua dahulu sebagai suatu tradisi yang wajib dilakukan sebelum melakukan pernikahan. Pada saat ini, tradisi bebedak juga masih tetap dilakukan oleh generasi muda tapi tidak dilakukan selama satu bulan seperti orang tua dahulu, mereka hanya melakukan paling lama satu minggu saja sebagai syarat dalam prosesi perkawinan pada masyarakat Melayu Pontianak.

4. Betangas

Betangas yang dilakukan oleh calon pengantin untuk membersihkan badan atau mengeluarkan keringat agar badan menjadi wangi menjelang perkawianan. Betangas umumnya dilakukan oleh pihak calon pengantin perempuan, tetapi biasanya juga dilakukan oleh calon pengantin laki- laki.

Bahan-bahan atau peralatan yang digunakan untuk betangas pertama kali yang harus disiapkan adalah paku, keminting, pucuk lidik, danti, kesuri, pala sari dan daun-daun wewangian, dimasukkan dalam periuk atau belangga yang ditutup dengan daun pisang kemudian direbus sampai mendidih. Selanjutnya calon pengantin dimasuk dalam gulungan tikar pandan yang ditutup rapat dengan menggunakan kain, kemudian menusuk periuk tersebut secara perlahan hingga menguarkan aroma yang wangi.

Bagi calon pengantin yang sudah melakukan berbedak dan betangas maka pantang larang untuk keluar rumah, dikhawatirkan akan terjadi apa-apa pada calon pengantin karena aroma pengantin yang sudah wangi. Sebagaimana yang dikatakan oleh dukun kampung, ibu Syarifah Rohani, yaitu :

“Kalo calon penganten udah betangas, calon penganten tak boleh agik keluar rumah,karne penganten udah wangi, selaen itu kalo pun udah betangas calon penganten tak boleh mandi dengan sabun, ditakutkan wangi tangas akan ilang, jadi mandi dengan bersehkan gitu jak, dulok ade orang yang melanggar itu, mandi dengan sabun tibe-tibe badannye jadi biru-biru lebam”

Betangas ini dilakukan selama tiga hari sampai empat hari sebelum perkawinan. Bagi masyarakat Melayu Pontianak, baik generasi tua dan generasi muda betangas wajib dilakukan sebelum perkawinan karena tradisi ini sudah berlangsung dari zaman dahulu.

5. Makan- makan

Tradisi makan- makan dilakukan sebelum akad nikah bagi calon pengantin, dimaksudkan untuk mempermudah menjalin rumah tangga, atau sebagian menganggap ini merupakan nafkah atau makanan terakhir yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Tradisi makan-makan yang harus disiapkan, yaitu : a. Empat jenis pulut atau ketan.

b. Ayam panggang. c. Nasi kuning. d. Pisang berangan.

e. Telur ayam kampung yang diatasnya dikasih emas. f. Air putih.

g. Lilin merah dan lilin kuning. h. Beras kuning.

i. Berteh. j. Minyak bau. k. Kelapa. l. Benang.

Makanan ini ditelakkan di atas pahar. Sebelum acara makan- makan dimulai diadakan dulu pembacaan “Do’a Selamat dan Do’a Tolak Bala” oleh tokoh Agama. Dalam tradisi makan- makan, empat jenis pulut mempunyai arti atau makna, yaitu:

a. Pulut atau ketan berwarna kuning melambangkan keturunan Melayu.

b. Pulut warna merah dimaksudkan penghormatan terhadap orang-orang tua dahulu.

c. Pulut warna putih dimaksudkan bersih. d. Pulut warna hitam dimaksudkan keras hati.

Empat warna pada ketan ini juga melambangkan empat elemen dalam kehidupan. Merah dilambangkan merupakan unsur api, kuning dilambangkan merupakan unsur udara, hitam dilambangkan merupakan unsur tanah atau bumi, putih dilambangkan merupakan unsur air. Waktu pertama yang diambil oleh calon pengantin untuk dimakan melambangkan sifat dari calon pengantin tersebut.

Pantang larang untuk makan-makan dilakukan agar calon pengantin terhindar dari berbagai macam bahaya sebelum dan sesudah perkawinan. Makan- ini dilakukan oleh dukun atau bahasa Melayu Pontianak dikatakan “tukang beri makan-makan”. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang dukun yang memberi makan-makan bagi calon pengantin, yaitu :

“Kalo tak dibawa tu, pantangnye yang udah didapat tu, kite pasti dapat anok ye, balak, biase pantangannye kalo tak dilaksanakan nampak dalam kite nak kawen, macam- macam terjadi tu, ade lah entah ape-apelah dirumah, cekcok-cekcok lah di rumah, ntah dari penganten lah, ntah ape-apelah, pasti tu, makenye harus dibuat biar sikit, adat tu harus dibawa”

Tradisi makan- makan ini bagi calon pengantin wajib bagi yang mau melakukan tradisi Melayu. Dalam pelaksanaan tradisi makan- makan, calon pengantin harus duduk di atas tujuh macam kain, salah satunya adalah kain kuning. Kain kuning ini melambangkan atau simbol bagi orang Melayu. Pahar untuk sajian makan- makan juga di alaskan dengan kain kuning.

Tradisi makan-makan tidak semua dilakukan oleh masyarakat Melayu Pontianak karena tergantung kepada orang tua masing- masing. Bila orang tua masih memegang kuat tradisi makan-makan, maka wajib dilakukan oleh setiap keturunannya tetapi bila orang tua sudah tidak lagi memegang kuat tradisi ini maka tidak dilakukan. Bagi generasi tua tradisi makan- makan dilakukan sebagai tradisi untuk menghormati nenek moyang mereka karena bila tidak dilakukan makan-makan maka calon pengantin akan mengalami berbagai macam permasalahan dalam menjalani hidup berumah tangga tetapi bagi generasi muda tradisi makan- makan sebagai sebuah tradisi dalam menjalani prosesi perkawinan saja dan mereka menganggap sebagai pemberian makan terakhir dari orang tua kepada anaknya.

6. Penik ahan

Setelah tiba pada hari yang telah ditetapkan, diadakan acara akah nikah. Rombongan calon pengantin laki- laki ke rumah calon pengantin perempuan dengan membawa perlengkapan baik menurut syariat maupun adat yaitu berupa mahar (mas kawin) yang telah disepakati. Upacara akad nikah biasanya diawali

dengan penyambutan calon pengantin laki- laki dengan pembacaan Maulid dan Sholawat Nabi.

Penyambutan calon pengantin ditandai dengan penaburan beras kuning oleh nenek atau seorang perempuan yang dianggap tua dari calon pengantin perempuan, selanjutnya dilakukan ijab kabul. Setelah selesai proses ijab kabul, undangan dan rombongan pihak laki- laki pulang setelah makan, dilanjuti dengan undangan untuk para perempuan. Undangan kepada perempuan akan dilakukan proses upacara jamu besan, dalam rangkaian jamu besan ini biasanya masyarakat Melayu Pontianak akan memperlihatkan hantaran dari pihak laki- laki dan diteruskan dengan upacara “cucur air mawar”. Kegiatan cucur air mawar ini diawali dengan tepung tawar kepada kedua mempelai kemudian baru mencucurkan air mawar ke telapak tangan kedua mempelai, cucur air mawar ini dilakukan oleh tujuh orang dari pihak laki- laki dahulu baru tujuh orang dari pihak perempuan.

7. Mandi- mandi

Mandi- mandi dilaksanakan setelah selesai semua prosesi perkawinan. Mandi- mandi dilaksanakan waktu siang, upacara ini dengan menyandingkan kedua mempelai, mereka didudukan di atas kursi di tempat terbuka, misalnya di teras rumah atau halaman rumah. Pelaksanaan ini dilaksanakan di tempat pengantin perempuan dan tidak mengundang orang lain kecuali kerabat dekat atau sanak famili yang membantu pada upacara perkawinan.

Adapun alat-alat yang dipergunakan dalam mandi- mandi, yaitu : a. Cermin

b. Benang c. Lilin

d. Satu buah telur e. Air tujuh bunga

f. Rangkaian bunga yang dibuat pakai daun kelapa

Kedua mempelai yang telah duduk lalu dilakukan proses tepung tawar oleh orang-orang yang telah diminta sebelumnya, orang-orang yang akan memandikan kedua mempelai berjumlah ganjil, bisa tiga orang atau tujuh orang. Setelah tepung tawar, lalu kedua mempelai melaksanakan mandi- mandi, setelah

mandi kedua mempelai disuruh berdiri, kemudian dilingkarkan benang dan disuruh melangkah sebanyak tiga kali, setelah itu cermin kecil bersama lilin yang dibuat dipasangkan api, kemudian diputar kepada kedua mempelai sebanyak tiga kali, lalu pada putaran ketiga berlomba untuk meniup lilin. Proses yang terakhir kedua mempelai harus menginjak telur yang telah disiapkan secara bersama-sama. Makna dalam rangkaian terakhir pada waktu meniup lilin dan memecahkan telur, diyakini akan lebih kerasnya dalam mengarungi kehidupan berumah tangga.

Setelah melaksanakan berbagai macam prosesi upacara perkawinan yang didalamnya terdapat pantang larang, maka upacara mandi- mandi menjadi upacara yang terakhir bagi calon pengantin setelah itu pantang larang sudah tidak ada lagi, karena mereka sudah masuk dalam kehidupan yang baru yaitu kehidupan berumah tangga.

8. Pantang Larang Lain dalam Perkawinan

Dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat Melayu Pontianak dan penga matan peneliti, maka ada beberapa tradisi pantang larang yang harus dilakukan oleh calon pengantin selain pantang larang pada prosesi perkawinan diatas, berupa :

1) Calon pengantin tidak boleh memakai emas atau perhiasan agar tidak hilang cahaya wajah pada waktu melaksanakan perkawinan. Pesan ini dimaksukan pada saat melaksanakan akad nikah atau pesta perkawinan calon pengantin harus kelihatan bercahaya wajahnya agar indah dipandang oleh orang atau tamu, terutama bagi calon pengantin laki- laki. Pantang larang ini masih dilakukan oleh calon pengantin pada masyarakat Melayu Pontianak.

2) Calon pengantin tidak boleh memandang cermin ketika berhias dan setelah berhias oleh juru rias pengantin karena dikhawatirkan akan hilang cahaya wajah waktu melaksanakan perkawinan. Bagi masyarakat Melayu Pontianak tradisi berhias yang dilakukan oleh juru hias merupakan adat yang wajib dilakukan, bila calon pengantin sudah berhias sampai waktu akad nikah tidak boleh melihat cermin, karena wajah calon pengantin sudah berubah. Makna pesan ini agar pengantin tidak terkejut melihat perubahan bentuk wajahnya yang telah di rias oleh juru rias, pelaksanaan berhias pengantin ini biasanya

dilakukan tiga atau dua hari sebelum akad nikah. Tradisi berhias bagi calon perempuan dilengkapi dengan bahan-bahan sebagai syarat untuk berias, yaitu : a. Satu kilogram padi atau berteh dalam bahasa Melayu Pontianak

b. Satu bungkus garam c. Satu buah gula merah d. Satu buah lilin kuning e. Satu buah kelapa

f. Satu bungkus asam Jawa g. Satu meter kain putih h. Satu sisir pisang

i. Empat jenis kue-kue khas Melayu Pontianak

Bahan-bahan ini mengandung makna untuk memberikan keindahan kepada calon pengantin sehingga para tamu akan senang melihat pengantin. Adapun bahan-bahan sebagai syarat tersebut bila telah selesai proses upacaranya akan diserahkan kepada juru rias pengantin.

Tradisi pantang larang ini pada masyarakat Melayu Pontianak ada yang masih melaksanakan dan ada juga yang tidak lagi, biasanya pantang larang ini terngantung pada juru rias pengantin yang masih memakai tradisi ini atau tidak.

3) Calon pengantin tidak boleh makan makanan sembarangan, seperti nanas, pepaya agar tubuh dalam kondisi baik menjelang perkawinan. Pantang larang tidak boleh makan sembarang bagi calon pengantin mempunyai pesan agar pengantin selalu dalam kondisi sehat sampai menjelang perkawinan, bagi masyarakat Melayu Pontianak biasanya makanan calon pengantin dibuatkan khusus oleh orang tuanya.

4) Hindarkan terkena cahaya matahari karena dikhawatirkan hitam dan tidak bercahaya pada saat perkawianan. Pantang larang ini bermakna pesan kalau pengantin yang sudah di pinggit oleh orang tua jangan keluar rumah sampai terkena sinar matahari, karena calon pengantin sudah melaksanakan serangkaian prosesi pada perkawinan seperti berbedak, bertangas dimana badan calon pengantin sudah wangi sehingga dikhawatirkan akan hilang aura

Dokumen terkait