• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. UMUM

Dewasa ini telah berkembang sistem perdagangan secara elektronik, yang memungkinkan setiap pihak dapat melakukan aktivitas dan transaksi perdagangannya melalui sistem komunikasi elektronik. Pada dasarnya kebijakan dan kaidah ketentuan hukum tentang perdagangan baik yang dilakukan seceara konvensional maupun yang dilakukan secara elektronik mempunyai tujuan yang sama, yakni melakukan kegiatan perdagangan yang legal, jujur, dilandasai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat serta menghargai dan melindungi hak-hak konsumen.

Demikian pula halnya dengan pihak-pihak ketiga (intermediary) yang terkait yang memberikan kontribusi sehingga secara teknis suatu aktivitas ataupun transaksi perdagangan menjadi dapat dilakukan secara elektronik. Kerjasama antara para pihak terkait tersebut dalam suatu penyelenggaraan sistem elektronik untuk transaksi perdagangan harus dibangun dari semangat kerjasama yang saling menguntungkan dan bertanggung jawab secara tanggung renteng dan/atau bertanggung jawab secara proporsional kepada para pengguna sistem tersebut sesuai fungsi dan perannnya masing-masing.

Tidak berbeda dengan perdagangan secara konvensional maka kegiatan dan transaksi perdagangan secara elektronik harus memenuhi aspek kewajiban perdagangan pada umumnya terutama kejelasan informasi baik unsur subyektif maupun obyektif. Hal tersebut mengamanatkan kejelasan legalitas dan transaksi elektronik, baik sebelum terjadinya transaksi, pelaksanaan transaksi dan pasca transaksi.

Pengaturan perdagangan pada umumnya telah diatur dalam UU Perdagangan dan terhadap kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik diamanatkan untuk membuat pengaturan lebih lanjut dalam PP yang mengatur aktivitas perniagaan secara elektronik tersebut demi terselenggaranya sistem perdagangan yang fair dan terpercaya serta melindungi kepentingan nasional. Berbeda dengan pengaturan dalam PP Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP-PSTE) maka RPP tentang Penyelenggaraan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik mengatur aspek hukum perdagangan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan sistem elektronik yang ditujukan khusus untuk perdagangan.

Lingkup Pengaturan dalam PP ini mencakupi semua kegiatan perdagangan yang dilakukan dengan menggunakan berbagai moda dan jenis sistem komunikasi elektronik, baik yang online maupun secara offline. Hal tersebut akan mencakup hubungan hukum dalam konteks antara pelaku usaha (Business to Business) maupun pelaku usaha dengan konsumen (Business to Customer).

Materi pokok pengaturan Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik meliputi: 1. Prinsip-prinsip Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik;

2. Yurisdiksi Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; 3. Lingkup Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; 4. Syarat Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik;

5. Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Kedudukan Hukumnya; 6. Penyelenggaraan Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik;

7. Kewajiban Pelaku Usaha Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; 8. Bukti Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik;

9. Iklan Elektronik;

10. Penawaran Melalui Sistem Elektronik; 11. Perlindungan Terhadap Data Pribadi;

12. Pembayaran Dalam Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik;

13. Pengiriman Barang dan Jasa Dalam Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik;

14. Pengenaan Pajak dan Bea Materai Dalam Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik;

15. Kontrak Elektronik;

16. Penyelesaian Sengketa Dalam Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; 17. Pembinaan dan Pengawasan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Huruf a

Prinsip itikad baik yaitu Pelaku Usaha dan konsumen dalam melakukan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik wajib memiliki itikad baik, dimana pelanggaran atas asas ini berakibat batalnya kesepakatan diantara para pihak, dengan tidak mengurangi atau mengabaikan hak-hak dari pihak yang memilki itikad baik dalam melakukan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Huruf b

Prinsip kehati-hatian yaitu Pelaku Usaha dan konsumen wajib bersikap hati-hati dalam melakukan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, dimana segala informasi elektronik sehubungan dengan Pelaku Usaha, konsumen, barang dan/atau jasa yang menjadi obyek perdagangan serta persyaratan dan ketentuan dari perdagangan barang atau jasa melalui Sistem Elektronik wajib dipahami dengan baik.

Huruf c

Prinsip transparansi yaitu Pelaku Usaha dan konsumen wajib secara transparan menyampaikan segala informasi elektronik sehubungan dengan Pelaku Usaha, konsumen, barang atau jasa yang menjadi obyek perdagangan serta persyaratan dan ketentuan dari perdagangan barang dan/atau jasa melalui Sistem Elektronik wajib dipahami dengan baik.

Huruf d

Prinsip keterpercayaan yaitu pelaku usaha wajib membangun sistem elektronik dengan baik yang layak dipercaya demi menjaga kepercayaan pengguna sistem terhadap sistem elektronik yang diselenggarakannya.

Huruf e

Prinsip akuntabilitas yaitu Perdagangan Melalui Sistem Elektronik wajib dilakukan oleh para Pelaku Usaha dan konsumen secara akuntabel dengan memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku dan etika yang berlaku umum.

Huruf f

Prinsip keseimbangan yaitu pelaku usaha dan konsumen wajib menjamin bahwa hubungan hukum yang dilakukan dilandasi oleh semangat untuk saling menguntungkan sesuai dengan harapan dan pengorbanan yang diberikan oleh masing-masing pihak.

Pasal 4

- Diperlukan kepastian yuridiksi hukum dalam perdagangan demi menjaga kepentingan hukum nasional. Sesuai prinsip kedaulatan bangsa dan Negara demi menjaga kepentingan nasional diperlukan kejelasan keberlakuan hukum Indonesia, kecuali para pihak dengan posisi yang setimbang dan sah sepakat melakukan pilihan hukum dan pilihan penyelesaian sengketa di luar hukum Indonesia.

- Secara teknis sesungguhnya konsumen Indonesia tidak pernah meninggalkan wilayah hukum Indonesia atau menanggalkan status dan domisilinya di Indonesia atau pergi memasuki wilayah hukum penyelenggara pihak penyelenggara. Justru pihak penyelenggara yang sedari awal dengan sengaja telah memasuki wilayah hukum konsumen Indonesia dengan melakukan penawaran kepada konsumen Indonesia. Oleh karena itu dalam konteks B2C maka diperlukan kepastian hukum untuk memberlakukan hukum konsumen Indonesia.

- Yang dimaksud dengan kepentingan nasional adalah kepentingan hukum bangsa Indonesia, termasuk namun tidak terbatas pada kepentingan konsumen dan kepentingan ekonomi Indonesia.

Pasal 5 Ayat (1)

Kebijakan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik pada dasarnya mengikuti kebijakan perdagangan dalam negeri, sedangkan terhadap transaksi yang bersifat lintas batas Negara mengikuti kebijakan perdagangan luar negeri.

Yang dimaksud dengan posisi tawar-menawar yang seimbang adalah posisi yang setara dengan semangat saling menguntungkan. Yang dapat menjadi indikatornya

adalah perjanjian yang tidak memuat unfair contract terms, atau tidak dirumuskan secara sepihak oleh pelaku usaha yang hanya menguntungkan salah satu pihak/pelaku usaha dan melepaskan tanggung jawabnya.

Ayat (2)

Demi melindungi kepentingan nasional, pelaku usaha asing yang berdagang melalui PTPMSE Indonesia atau bertujuan melakukan transaksi dengan Indonesia harus mematuhi kebijakan perdagangan di Indonesia. Sepanjang tidak terdapat informasi tentang kedudukan hukum dari pelaku usaha yang bersangkutan di Indonesia, maka demi menjaga kepentingan nasional, Pelaku usaha asing yang melakukan transaksi dengan tujuan Indonesia dianggap berkedudukan hukum di PN Niaga Jakarta Pusat.

Pasal 6 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e

Transaksi antara penyelenggara negara atau penyelenggara pelayanan publik sesuai dengan ketentuan dalam UU Pelayanan Publik dan UU ITE, selain itu dalam konteks pengadaan barang/jasa yang menggunakan anggaran negara diatur lebih lanjut dalam Perpres Pengadaan barang dan jasa.

Pasal 7 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan penawaran secara umum adalah penawaran transaksi perdagangan yang dilakukan kepada publik atau semua pihak.

Yang dimaksud dengan penawaran secara terbatas adalah penawaran transaksi perdagangan yang dilakukan secara khusus, limitatif atau hanya kepada pihak tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Yang dimaksud dengan kompetensi relatif adalah penentuan wilayah hukum pengadilan mana yang berwenang mengadili.

Pasal 8 Ayat (1)

menerangkan keberadaan dan legalitas subyek hukum yang bersangkutan, baik individu maupun badan hukum, antara lain Kartu Tanda Penduduk, Izin Usaha, atau Nomor SK Pengesahan Badan Hukum, nomor identitas pendaftaran yang diberikan oleh Menteri Perdagangan.

Ayat (2)

Pada dasarnya semua asas dan ketentuan yang berlaku dalam UU Perdagangan juga berlaku dalam PP ini, sehingga para pihak yang melakukan perdagangan melalui sistem elektronik harus memperhatikan dan mematuhi kebijakan perdagangan (dalam negari, luar negeri, perbatasan), antara lain:

a. Kebijakan untuk melindungi kepentingan nasional dengan peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan kemandirian;

b. Larangan ataupun pembatasan ekspor impor; c. Standarisasi produk barang dan jasa;

d. Peraturan dibidang Kepabeanan. Ayat (3)

Yang dimaksud dengan sistem elektronik yang akuntabel adalah sistem elektronik yang memenuhi ketentuan berdasarkan UU ITE berikut dengan peraturan pelaksanaannya. Khususnya merujuk pada Pasal 15 UU ITE bahwa pada dasarnya sistem elektronik harus andal, aman dan bertanggungjawab.

Dalam prakteknya, jika pendaftaran sistem elektronik pada Kementerian Komunikasi dan Informatika diikuti dengan pemeriksaan subtansial terhadap akuntabilitas sistem elektronik, bukti pendaftaran dapat diterima sebagai bukti awal adanya suatu informasi tentang akuntabilitas sistem elektronik

Pasal 9 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan barang/jasa yang yang berdampak terhadap kerentanan keamanan nasional adalah setiap barang/jasa yang terkait dengan industri pertahanan nasional dan keamanan nasional, mencakup antara lain: produk kriptografi; produk-produk yang dipakai untuk penyadapan dan anti sadap (monitoring and surveilence); dan hal-hal yang serupa dengan itu.

Yang dimaksud dengan security clearance adalah hasil pemeriksaan dan penilaian dari instansi yang berwenang terhadap dampak suatu produk atau barang/jasa terhadap sistem keamanan nasional.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Huruf a

melakukan Penawaran Secara Elektronik baik melalui Sistem Elektronik yang dimiliki atau dikelolanya sendiri, maupun melalui sarana yang disediakan oleh pihak Penyelenggara Perdagangan Secara Elektronik. Pedagang dapat bertindak sebagai Penjual Langsung atau Pedagang Perantara, baik sebagai Distributor (bertindak untuk atas nama distributor sendiri), maupun Agen (bertindak untuk dan atas nama prinsipal).

- Yang dimaksud dengan pedagang meliputi namun tidak terbatas pada pedagang besar (wholesaler), distributor, agen, pemasok, dan pengecer.

- Penjual yang hanya menjual barang dan/atau jasa secara temporal dan tidak komersial tidak termasuk pedagang.

Huruf b

- Yang termasuk dalam lingkup pengertian PTPMSE ialah semua pihak yang menyediakan jasa dan/atau sarana sistem elektronik sehingga memungkinkan suatu transaksi untuk kegiatan usaha perdagangan secara elektronik dapat dilakukan. Pelaku usaha tersebut menyelenggarakan jasanya dengan menyediakan sistem aplikasi untuk digunakan sebagai sarana Komunikasi Elektronik guna memfasilitasi kegiatan usaha Perdagangan dan/atau penyelesaian transaksi perdagangan secara elektronik, meliputi berbagai model bisnis sistem penyelenggaraan perdagangan secara elektronik., antara lain:

a. Penyelenggara Portal, cybermall atau pasar (market-place);

b.Penyelenggara Iklan Elektronik, pemasaran dan/atau penawaran elektronik (e-advertising);

c. Penyelenggara sistem penelusuran dan perbandingan harga (price-grabber atau match-maker);

d.Penyelenggara distribusi ataupun eceran (retail); e. Penyelenggara lelang secara elektronik (auction);

f. Penyelenggara sistem pembayaran, dan/atau uang elektronik; g. Penyelenggara sistem pengiriman barang.

Sarana komunikasi elektronik dapat berfungsi sebagai media informasi, komunikasi, penyelesaian transaksi, sistem pembayaran dan/atau sistem pengiriman Barang.

Huruf c

- Yang termasuk dalam lingkup pengertian Penyelenggara Sarana Perantara (intermediary services) ialah penyedia sarana sistem penelusuran informasi (search engine), penyedia ruang penyimpanan informasi secara tetap (hosting) maupun untuk penampungan sementara (caching).

- Fungsi sebagai perantara meliputi namun tidak terbatas pada fungsi penelusuran informasi (mere-conduit), penyediaan tempat baik yang bersifat tetap (hosting) maupun sementara (caching).

Pasal 12

Cukup jelas Pasal 13

Kebijakan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik pada dasarnya mengikuti kebijakan perdagangan dalam negeri, sedangkan terhadap transaksi yang bersifat lintas batas Negara mengikuti kebijakan perdagangan luar negeri dan/atau perdagangan di wilayah perbatasan.

Pasal 14

Cukup jelas Pasal 15

Huruf a

Setiap Pelaku Usaha yang melakukan transaksi perdagangan melalui system elekteronik wajib memenuhi persyaratan antara lain: izin teknis; Tanda Daftar Perusahaan; NPWP; Kode Etik Bisnis; dan hal-hal lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada dasarnya setiap pihak baik orang perorangan maupun badan hukum yang menjalankan kegiatan usaha perdagangan harus terdaftar dalam Daftar Perusahaan. Ketentuan tersebut berlaku secara mutatis mutandis terhadap pedagang atau pelaku usaha asing.

Huruf b

Cukup jelas Huruf c

Yang dimaksud dengan Tata Etika (Business Conduct) dan Perilaku Usaha (Code of Practices) adalah aturan etis untuk melakukan perdagangan secara jujur dan menjunjung semangat kompetisi yang sehat, baik yang berlaku internal maupun eksternal pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik.

Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17

Izin usaha sebagai penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi merupakan domain kewenangan Kominfo, sedangkan izin penyelenggaraan sarana dan aplikasi perdagangan merupakan domain kewenangan Kementrian Perdagangan.

Pasal 18 Ayat (1)

bukti dokumen yang menerangkan legalitas dan kedudukan pelaku usaha, antara lain: Surat Keterangan Domisili dan pernyataan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

- Yang dimaksud dengan ketentuan hukum sektoral yang terkait ialah ketentuan hukum peraturan perundang-undangan yang diatur oleh instansi-instansi tertentu sesuai karakteristik sektor-sektor perdagangan yang ada (contoh: kesehatan, perbankan, jasa keuangan, telekomunikasi, aplikasi informatika, sistem pembayaran, pos, dll).

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas Ayat (4)

Yang dimaksud melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum Indonesia ialah melakukan transaksi yang berlaku didalamnya yurisdiksi Indonesia sesuai pasal 2 UU ITE baik yang dianggap berkedudukan hukum tetap di Indonesia maupun yang tidak berkedudukan hukum di Indonesia, sepanjang melakukan transaksi dengan pihak Indonesia (mencakup setiap transaksi yang salah satu pihaknya adalah warga negara Indonesia, perusahaan Indonesia maupun pemerintah Indonesia). Ayat (5) Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Huruf a

Yang dimaksud dengan kepuasan konsumen adalah bahwa konsumen telah dipenuhi haknya oleh pelaku usaha.

Huruf b

Yang dimaksud dengan terdapat bukti adanya penerapan perlindungan konsumen adalah adanya jaminan kepada konsumen bahwa setiap keluhan dan permintaan informasi lainnya akan dilayani dengan baik sesuai ketentuan

perundang-undangan. Huruf c Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Huruf a Cukup jelas Huruf b

Yang dimaksud dengan instansi terkait adalah Kominfo. Huruf c

Cukup jelas Huruf d

Yang dimaksud dengan sektoral lain yang terkait, contohnya adalah Bank Indonesia dalam hal penyelenggaraan jasa sistem pembayaran melalui sistem elektronik dan Otoritas Jasa Keuangan dalam hal penyelenggaran jasa keuangan secara elektronik. Huruf e Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan konten ilegal adalah konten-konten yang dilarang atau bersifat melawan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2)

Cukup Jelas Ayat (3)

Cukup Jelas Ayat (4)

Yang dimaksud dengan bertindak cepat ialah bertindak segera setelah mengetahui adanya konten illegal, diantaranya dapat terlihat dengan keberadaan prosedur tetap untuk bertindak paling lambat 1x24 jam setelah menerima pemberitahuan dari pihak lain atau setelah mengetahui sendiri tentang konten ilegal tersebut.

Pasal 28

Pasal 29 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan akuntabilitas sistem ialah sistem elektronik yang memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 15 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yakni handal, aman dan bertanggung jawab. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Yang dimaksud dengan petugas yang kompeten dalam memproses layanan pengaduan adalah petugas yang mampu memberikan penjelasan dan/atau jawaban atas pengaduan yang disampaikan.

Pasal 33 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Yang dimaksud dengan mengikat sesuai peraturan perundang-undangan adalah dengan memperhatikan reliabilitas tingkat keamanan yang menentukan derajat keautentikan terhadap bukti transaksi elektronik.

Realibilitas sistem keamanan dalam prakteknya secara teknis akan menentukan bobot pembuktian terhadap bukti elektronik itu sendiri. Semakin tinggi tingkat keamanan terhadap suatu bukti elektronik, maka bukti elektronik tersebut dapat berfungsi sebagaimana layaknya bukti otentik karena terjamin otorisasi, otentisitas, kerahasiaan, integritas/keutuhan dan tidak dapat disangkal. Jika tingkat keamanan rendah, maka bukti elektronik tersebut tidak terjamin keutuhannya sehingga terbuka kemungkinan untuk dapat disangkal sebagaimana layaknya bukti tulisan bawah tangan.

Pasal 34 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

- Informasi elektronik dan/atau Tanda Tangan Elektronik dapat menjadi bukti adanya niatan untuk berkontrak dan/atau melakukan suatu persetujuan melakukan transaksi sepanjang terdapat metode atau sistem yang dapat menjelaskan hal tersebut.

- Informasi elektronik dapat menjadi bukti yang setara dengan akta autentik sepanjang tidak adanya penampikan dari para pihak atau dari pihak yang seharusnya dianggap bertanggung jawab atas informasi elektronik tersebut.

- Bobot kekuatan pembuktian terhadap Informasi Elektronik ditentukan oleh tingkat reliabilitas keamanan tehadap sistem informasi dan/atau komunikasi elektronik yang digunakan. Jika tidak ada pengamanan informasi maka majelis hakim menjadi bebas untuk menilai bukti tersebut. Jika informasi tersebut berasal dari sistem yang telah terakreditasi dan/atau tersertifikasi maka majelis hakim selayaknya menerima alat bukti tersebut sebagaimana layaknya akta autentik, kecuali terbukti lain dimuka persidangan.

- Pada dasarnya komunikasi elektronik via internet adalah bersifat terbuka dan rentan akan keamanan terhadap komunikasi yang dilakukan untuk melakukan transaksi. Penggunaan tanda tangan elektronik harus dapat menjelaskan keamanan dan keautentikan informasi tentang transaksi yang dijadikan sebagai bukti transaksi.

- Nilai kekuatan pembuktian terhadap bukti transaksi yang tidak aman atau tidak menggunakan TTE belum dapat dikatakan mempunyai harkat yang sama sebagaimana layaknya bukti tulisan yang autentik, oleh karenanya hakim perlu mempertimbangkan reliabilitas keamanannya sebelum mempercayai bukti tersebut.

Pasal 35

Yang dimaksud dengan prinsip kesetaraan fungsional adalah prinsip pengakuan hukum bahwa suatu informasi elektronik secara fungsional dipersamakan dengan informasi diatas kertas.

Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas

Pasal 39 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Yang dimaksud dengan aspek privasi dan data pribadi tidak hanya pengertian keamanan konsumen melainkan juga mencakup setiap aspek yang menyangkut kenyamanan konsumen sebagaimana telah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen dan UU No.11 Tahun 2008 dan perubahannya serta aturan pelaksanaannya.

Pasal 40 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan tidak bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat ialah penyampaian iklan yang merupakan persaingan tidak jujur atau tidak adil (fair) atau bertujuan untuk mendiskreditkan kompetitor.

Ketentuan perundang-undangan tentang persaingan yang jujur dan sehat mengacu pada ketentuan dalam UU 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Sehat dan juga merujuk kepada UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia (EPI) dan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI).

Ayat (2) Cukup jelas Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Pada dasarnya setiap Pelaku Usaha bertanggung jawab terhadap kebenaran substansi atau materi iklan yang disampaikan. Meskipun suatu iklan belum dapat dinyatakan sebagai kondisi penawaran, namun pihak yang mempercayai iklan tersebut dianggap telah memberikan kepercayaan terhadap subtansi yang ditawarkannya.

Pasal 42 Ayat (1)

Substansi atau materi iklan elektronik tidak boleh bertentangan dengan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berikut aturan pelaksanaannya, UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berikut aturan pelaksanaanya, dan/atau bertentangan dengan pedoman perilaku periklanan atau ketentuan lain yang dikeluarkan oleh Pemerintah yang dibuat untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya eksploitasi terhadap hak konsumen.

Ayat (2)

Ayat (3) Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 51 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan responsif, pihak yang menyampaikan jawaban harus mengikuti mekanisme teknis atau prosedur yang ditetapkan secara cermat dalam melihat apakah terjadi ketidaksempurnaan sistem, dengan memperhatikan pesan atau respons error sekiranya terjadi.

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Ayat (4) Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Ayat (1)

Penentuan Jangka waktu tertentu adalah sesuai dengan standar penyelenggaraan atau sesuai dengan pernyataan yang disepakati dalam perjanjian tingkat layanan

(service level agreement) serta dengan memperhatikan kejelasan waktu respon dan hari kerja. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57

Yang dimaksud dengan mengemban amanat penyimpanan dan penggunaan data pribadi dengan baik adalah mengacu kepada standar perlindungan data pribadi sesuai kepatutan dan praktek bisnis yang berkembang.

Pasal 58 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Standar perlindungan data pribadi memperhatikan keberadaan standar perlindungan data Eropa dan/atau APEC Privacy legal frameworks.

Ayat (3)

Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Ayat (1)

Berdasarkan UU Bank Indonesia, Bank Indonesia adalah otoritas di bidang sistem pembayaran di Indonesia Ayat (2) Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Cukup jelas Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66

- Yang termasuk dalam barang digital adalah data-data konten elektronik, seperti: lagu, photo, buku, program komputer dan hal lain yang serupa.

- Yang dimaksud dengan sebagaimana mestinya ialah sistem bekerja sebagaimana spesifikasi yang telah dinyatakan, atau sebagaimana yang diperjanjikan jika keberadaannya lahir atas pesanan.

Pasal 67

Pasal 68 Cukup jelas Pasal 69 Cukup jelas Pasal 70 Ayat (1)

Kontrak Jual Beli bertujuan terjadinya pengalihan hak kepemilikan atas barang atau jasa yang ditawarkan, sementara Kontrak Lisensi hanya bertujuan untuk terjadinya pemberian izin atau untuk melakukan suatu hak tertentu, antara lain; hak penggunaan, hak modifikasi, dan hak-hak lain yang ditentukan dalam perjanjian itu sendiri.

Ayat (2) Cukup jelas Pasal 71 Cukup jelas Pasal 72 Cukup jelas Pasal 73

Dokumen terkait