• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit

memvariasikan metanol. Pada reaksi ini dilakukan variasi perbandingan mol minyak terhadap metanol masing-masing sebesar 1:6, 1:9, 1:12, 1:15, dan 1:18. Reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 65 oC selama 2 jam. Sejumlah tertentu (sesuai variasi perbandingan) metanol direaksikan dahulu dengan 4 %

commit to user

katalis KF/CaO alam dari berat minyak. Semua bahan dimasukan ke dalam labu leher tiga pada seperangkat alat refluks yang dilengkapi termometer dan pengaduk magnetik. Setelah reaksi berjalan selama 2 jam, reaksi dihentikan.

d. Pencucian dan Pemurnian Biodiesel

Hasil transesterifikasi kemudian dibiarkan, sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan atas merupakan metil ester, sedangkan lapisan bawah gliserol, dan sisa katalis. Bagian atas diambil, dan merupakan biodiesel kotor. Biodiesel kotor dimurnikan dengan evaporator selama 1 jam pada kondisi vakum (tekanan 50-100 mBar, suhu 40-60 oC, dan kecepatan putar 2-3 rpm) untuk menghilangkan air, dan metanol. Selanjutnya biodiesel ditambah Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan air. Biodiesel yang telah bersih, dan siap untuk dikarakterisasi.

e. Karakterisasi Biodiesel

Biodiesel yang diperoleh dilakukan uji karakterisasi dengan Hidrogen Nuclear Magnetic Resonance (1H NMR) dengan pelarut CDCl3.

E. Teknik Pengumpulan Data

Karakterisasi CaO alam dan KF dilakukan menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk mengetahui gugus fungsinya. CaO alam, dan KF/CaO alam dengan berbagai variasi penambahan KF terhadap berat CaO sebesar 15, 25, 35, dan 45 % dikarakterisasi dengan difraktometer sinar X yang bertujuan untuk mengetahui kristanilitas dari katalis tersebut. Untuk mengetahui aktivitas katalis, masing-masing katalis KF/CaO alam, dan CaO alam langsung diaplikasikan dengan membuat biodiesel. Katalis yang memiliki nilai aktivitas tertinggi kemudian dianalisis gugus fungsinya dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR).

Sebelum reaksi transesterifikasi dilakukan, perlu menentukan berat molekul dari suatu minyak (triasilgliserida). Penentuan berat molekul dapat dilakukan dengan menghitung bilangan penyabunan dari minyak kelapa sawit tersebut. Rata – rata berat molekul minyak (TAG) adalah :

Berat molekul TAG = 3x 56,1 x 1000 mg SN x 1 g

commit to user

Keterangan :

SN = bilangan penyabunan (mg/g)

Reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit dengan masing-masing variasi metanol terhadap mol minyak akan diperoleh metil ester, dan dapat ditentukan konversi metil ester (%) dengan menggunakan 1H NMR. Rumus yang digunakan dalam penentuan konversi metil ester adalah :

C ( %) = 100x 5 x I

5 x I + 9 x I Keterangan :

CME = konversi metil ester, %

IME = nilai integrasi puncak metil ester ITAG = nilai integrasi puncak triasilgliserida

F. Teknik Analisis Data

Difraktometer sinar-X (XRD) dapat digunakan untuk mengetahui kristalinitas dari material. Dari data XRD diperoleh puncak – puncak 2θ dari CaO

alam awal, KF, dan gabungan KF dengan CaO alam. Puncak – puncak 2θ tersebut

dibandingkan dengan data puncak yang ada di Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS), dan referensi. Pembandingan ini untuk mengetahui senyawa - senyawa yang ada di CaO alam, maupun di KF/CaO alam. Puncak – puncak 2θ dari CaO alam awal dibandingkan dengan gabungan KF, dan CaO alam. Adanya puncak baru berarti menunjukkan bahwa terbentuk katalis KF/CaO alam.

Untuk mengetahui gugus fungsi dari batu tohor (CaO alam) dan KF dilakukan analisis FTIR dengan melihat dari panjang gelombang absorbansinya dan dibandingkan dengan hasil spektra FTIR dari KF/CaO alam. Adanya pergeseran panjang gelombang menunjukkan bahwa terbentuk katalis KF/CaO

commit to user

alam. Untuk mengetahui kandungan tingkat aktivitas katalis dapat langsung diaplikasi dalam pembuatan biodiesel. Tingkat aktivitas katalis dapat dilihat dari hasil biodiesel yang diperoleh.

Untuk mengetahui kondisi optimum metanol terhadap hasil biodiesel dilakukan analisis menggunakan metode scatter graphic dilakukan dengan plot kadar metil ester dengan variasi metanol terhadap mol minyak. Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui kondisi perbandingan mol metanol terhadap minyak yang paling optimum. Kondisi perbandingan mol metanol terhadap minyak yang optimum dapat ditunjukkan dengan grafik yang mencapai puncak tertinggi yang menghasilkan kadar metil ester maksimum. Konversi metil ester dapat ditentukan dengan 1H NMR.

commit to user

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Preparasi KF/CaO Alam

Katalis CaO alam dipreparasi dengan menghaluskan dan mengayaknya dengan ayakan 150 mesh. CaO alam 150 mesh dikalsinasi pada suhu 600 oC selama 3 jam. Kalsinasi ini dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa organik yang mungkin ada di katalis CaO alam tersebut, dan menurut Yoosuk et al. (2010) kalsinasi CaO dilakukan pada suhu 600 oC selama 3 jam untuk mengubah hidroksi menjadi bentuk oksida, sehingga dapat meningkatkan aktivitas katalis pada reaksi transesterifikasi.

Batu tohor (CaO alam) yang telah dikalsinasi pada suhu 600 oC dianalisis menggunakan X-Ray Fluorescence (XRF). Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen dalam batu tohor (CaO alam). Komponen terdapat di dalam batu tohor setelah dikalsinasi pada suhu 600 oC selama 3 jam dapat ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komponen Batu Tohor (CaO Alam) Setelah Dikalsinasi pada Suhu 600

oC Selama 3 Jam Komponen Konsentrasi (%) CaO 97,93 SiO2 0,67 Al2O3 0,50 K2O 0,29 P2O5 0,18 Fe2O3 0,18 Cl 0,16 SrO 0,03 23

commit to user

Tabel 3 menunjukkan bahwa kandungan CaO dalam batu tohor mencapai 97,93%. sedangkan komponen lain yang terkandung di dalam batu tohor antara lain SiO2, Al2O3, K2O, P2O5, Fe2O3, Cl, dan SrO. Proses selanjutnya adalah preparasi KF/CaO alam dengan berbagai variasi berat KF yaitu 15, 25, 35, dan 45 % b/b.

B. Karakterisasi Katalis 1. Analisis X-Ray Diffraction (XRD)

Senyawa KF/CaO alam dianalisis dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Difraktogram ditunjukkan pada Gambar 4. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa dari hasil KF/CaO alam seperti CaO, Ca(OH)2, KF, dan senyawa gabungan KF dengan CaO. Identifikasi senyawa

dilakukan dengan membandingkan harga 2θ puncak-puncak difraktogram

senyawa hasil KF/CaO alam dengan 2θ CaO, Ca(OH)2, dan KF dari JCPDS (Joint Comittee on Powder Difraction Standard) dan referensi.

Gambar 4 menunjukkan difraktogram penambahan KF pada CaO alam. Hasil difraktogram tersebut mengindikasikan adanya kristal baru. Kristal tersebut adalah KCaF3 pada 2θ (o

) = 28,73; 41,2; 59,52; 59,7; dan 67,59. KCaF3 dari KF/CaO yang telah diteliti oleh Wen et al., (2010) memiliki harga 2θ (o

) yaitu 28,74; 41,22; 51,26; 59,52; 59,69; dan 67,59. Apabila dibandingkan harga 2θ, adanya kesesuaian 2θ KCaF3 antara KF/CaO alam dengan KF/CaO dari penelitian Wen. Selain KCaF3, difraktogram menunjukkan adanya CaO ( 2θ (o

) = 32,2; 37,4; 53,9; 64,23; 67,4), dan Ca(OH)2( 2θ (o

) = 18,06; 34,11; 47,1; 50,8) .

Pada Gambar 4b dengan penambahan KF 15 % mulai terbentuk KCaF3. Adanya penambahan KF, puncak Ca(OH)2 mulai menghilang. Akan tetapi, puncak difraksi KF tidak terlihat pada Gambar 4b-4e. Hal ini dikarenakan KF terdispersi di permukaan CaO.

commit to user

Gambar 4. Difraktogram CaO Alam dengan Penambahan KF Sebesar (a) 0, (b) 15, (c) 25, (d) 35, (e) 45 % b/b, dan (f) KF/CaO dari Penelitian Wen et al. (2010)

2. Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR

Data lain yang dapat digunakan untuk mendukung terbentuknya KF/CaO alam adalah data dari FTIR. Data yang diperoleh berupa gugus fungsi yang ada CaO, KF, maupun KF/CaO alam yaitu gugus fungsi ion hidroksi (OH-) maupun ion karbonat (CO32-) dan apabila dideteksi dengan FTIR, puncak-puncak gugus fungsi yang terlihat seperti ikatan O-H, O-C-O, C=O, Ca-O, dan K-F. Hasil

commit to user

pengukuran FTIR dari material CaO, KF, dan KF/CaO alam ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Spektra FTIR dari (a) KF, (b) CaO Alam, (c) KF/CaO Alam 45 % Tabel 4. Tabulasi Gugus Fungsional CaO Alam, KF/CaO Alam 45 %, dan KF

Gugus Fungsi Referensi Bilangan Gelombang (v) (cm-1)

(cm-1) CaO alam

KF/CaO alam

45 % KF

Uluran OH 3460 a 3425,72 3412,08 3319,49

Tekukan OH 1647 b, 1621 a 1641 1649 1629,85

Uluran simetri O-C-O 1475 b 1418,71 1460-1404,18 1529,55 Uluran asimetri O-C-O 1074 ; 864 b 1010; 874 1057; 871,82

Uluran C=O 1500-2000 a 1656,85 1739,79 Uluran Ca-O 250-600 c 418,57 543,93 Uluran K-F Uluran Ca-F 678,2 d 450 e 669,3 449,41-435,91 684,73 Sumber : a Tang et al. (2011), b Lopez et al. (2007) dalam Vujicic et al. (2010), c

commit to user

Gambar 5b menunjukkan spektra CaO yang memiliki serapan yang khas yaitu adanya serapan lancip dan panjang pada daerah 3642,73 cm-1, serapan lebar di daerah 3425,72 cm-1, serapan sedang pada 1418,71 cm-1, dan ada serapan kuat di sekitar 600 cm-1. Gambar 5a yaitu spektra KF memiliki serapan lebar di daerah 3319,49 cm-1 yang merupakan serapan air, di daerah 1600 cm-1 ada serapan sedang, dan ada serapan kuat diantara daerah 702-613 cm-1. Sedangkan pada Gambar 5c merupakan spektra KF/CaO alam yang memiliki serapan hampir sama dengan CaO alam.

Tabel 4 terlihat adanya serapan dengan puncak lebar antara bilangan 3319,49-3425,72 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur O-H dari gugus hidroksi di dalam CaO, KF/CaO alam dan KF dengan molekul-molekul air dalam partikel. Bilangan gelombang antara 1629-1649 cm-1 merupakan tekukan OH yang berasal dari molekul air pada daerah partikel tersebut yang terikat dengan anion interlayer. Vibrasi ulur simetris O-C-O dari CO32- muncul pada bilangan gelombang antara 1404-1529,55 cm-1, dan uluran asimetris O-C-O muncul pada bilangan gelombang 1010-1057 cm-1, dan di daerah 871,82-874 cm-1. Uluran C=O dari CO32- pada puncak dengan bilangan gelombang 1656,85-1739,79 cm-1. Hasil penelitian Gonzalez et al. (2003) menyebutkan bahwa puncak pada bilangan gelombang diantara 250-600 cm-1 merupakan uluran Ca-O sehingga puncak pada bilangan antara 453-544 cm-1 dapat diartikan sebagai vibrasi ulur Ca-O. Campuran KF dan CaO alam ditandai adanya vibrasi pada daerah 669,3-685 cm-1 yang menunjukkan vibrasi KF. Hasil penelitian Omolfajr et al. (2011) menyatakan ada serapan Ca-F pada bilangan gelombang 450 cm-1 dari hasil sintesis CaF2 nanopartikel. Berdasarkan data FTIR setelah pencampuran KF/CaO alam terdapat serapan baru pada daerah 435,91-449,41 cm-1 yang merupakan ikatan Ca-F. Hal ini dapat mengindikasikan terbentuknya senyawa baru KCaF3

commit to user

C. Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit 1. Preparasi Reaksi Transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan sabun sehingga menyebabkan hasil biodieselnya menurun. Terbentuknya sabun disebabkan kandungan asam lemak bebas yang tinggi di dalam minyak. Oleh karena itu, sebelum melakukan reaksi transesterifikasi perlu menentukan bilangan keasaman dan angka penyabunan di dalam minyak kelapa sawit.

Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 2 didapatkan angka keasaman sebesar 0,561 mg/g. Bilangan keasaman yang kurang dari 1 mg/g menandakan bahwa kandungan asam lemak bebas di dalam minyak sawit sedikit sehingga tidak perlu dilakukan proses esterifikasi. Hasil perhitungan pada Lampiran 3, minyak kelapa sawit juga memiliki angka penyabunan sebesar 181,2 mg/g. Hasil penelitian Pike (1994) menyebutkan bahwa angka penyabunan dari minyak kelapa sawit antara 190,1 - 201,7 mg/g. Angka penyabunan yang diperoleh berada di bawah batas bilangan minyak kelapa sawit (191,1 – 201,7 mg/g), sehingga dapat disimpulkan bahwa harga angka penyabunan rendah maka kemungkinan pembentukan sabun pada reaksi pembuatan biodiesel rendah, dan mempermudah pemisahan ester dan gliserol.

Berdasarkan harga angka penyabunan yang diperoleh, dapat menghitung berat molekul pada minyak kelapa sawit. Dari perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 3, berat molekul minyak kelapa sawit sebesar 928,79.

2. Pengaruh Penambahan KF terhadap Aktivitas Katalis pada Reaksi Transesterifikasi

Aktivitas katalis di berbagai variasi katalis dapat dievaluasi melalui pembuatan biodiesel. Aktivitas katalis dapat ditunjukkan dari jumlah kemurnian biodiesel yang diperoleh. Katalis yang digunakan untuk reaksi transesterifikasi merupakan katalis hasil sintesis KF/CaO dengan berbagai variasi penambahan KF. Sifat fisik hasil biodiesel yang diperoleh dari katalis CaO alam dengan variasi penambahan KF ( 15, 25, 35, 45 % b/b) ditunjukkan pada Tabel 5.

commit to user

Tabel 5. Karakterisasi Fisik Hasil Biodiesel

Katalis Hasil Biodiesel

Ratio massa KF/CaO alam (% b/b) Bentuk Warna 0 15 25 35 45 Sebagian padat Sebagian padat Cair Cair Cair Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning

Tabel 5 menunjukkan bahwa katalis CaO alam tanpa KF menghasilkan biodiesel dalam bentuk sebagian padatan, Hal ini dikarenakan hasil reaksi transesterifikasi kurang sempurna sehingga menghasilkan ester (biodiesel) dan monogliserida atau bahkan digliserida. Sedangkan pada penambahan KF 15 %, hasil biodiesel berbentuk sebagian padat dikarenakan terbentuknya monogliserida dari hasil reaksi transesterifikasi. Hasil konversi biodiesel terhadap pengaruh variasi katalis yaitu massa KF di dalam CaO alam dapat ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengaruh Jumlah Penambahan KF pada CaO Alam terhadap Konversi Biodiesel dari Hasil Transesterifikasi pada Kondisi Suhu 65 oC selama 2 jam, Perbandingan Mol Metanol/Minyak 12:1, dan 4% Berat Katalis CaO atau KF/CaO Alam.

0 20 40 60 80 100 0 15 30 45 60 K o n v er si b io d ie se l (% )

Jumlah penambahan KF terhadap CaO alam (% b/b CaO alam)

commit to user

Berdasarkan hasil sintesis katalis KF/CaO alam dengan berbagai variasi KF yaitu 15, 25, 35, dan 45 % b/b menunjukkan bahwa penambahan KF pada CaO alam dapat meningkatkan konversi biodiesel. Konversi biodiesel dengan katalis CaO alam sebesar 20,47 %, dan konversi tersebut masih di bawah konversi biodiesel dengan penambahan KF 15 %. Dengan adanya penambahan KF pada CaO dapat menghasilkan konversi biodiesel lebih besar dibandingkan CaO tanpa KF. Dengan kata lain, adanya penambahan KF pada CaO alam ini memperbesar aktivitas katalis. Hal ini dikarenakan terbentuknya situs aktif baru sehingga menyebabkan meningkatnya reaktifitas katalis. Situs aktif yang terbentuk pada sintesis KF/CaO alam yang utama yaitu KCaF3. Pada Gambar 6 menunjukkan penambahan KF 45 % dari berat CaO alam memiliki aktivitas yang lebih kuat dan menghasilkan konversi biodiesel yang paling optimum yaitu sebesar 98,82 %. Apabila penambahan KF lebih dari 45 % b/b dari CaO alam dimungkinkan aktivitas katalis akan menurun, karena berdasarkan penelitian dari Wen et al. (2010) yang menyebutkan bahwa semakin besar penambahan KF maka akan menutup situs aktif, sehingga dapat menurunkan aktivitas katalis.

3. Pengaruh Perbandingan Mol Metanol pada Reaksi Transesterifikasi Biodiesel dibuat melalui reaksi transesterifikasi antara minyak dengan alkohol. Dalam penelitian ini menggunakan metanol dikarenakan kereaktifitas dari metanol lebih baik dibandingkan dengan alkohol lain. Perbandingan mol metanol terhadap mol minyak merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh dalam konversi biodiesel. Pada penelitian ini, dilakukan reaksi transesterifikasi dengan variasi perbandingan mol minyak dengan mol metanol sebesar 1:6, 1:9, 1:12, 1:15, dan 1:18 dengan menggunakan katalis KF/CaO alam dengan ratio massa KF/CaO alam 45 % b/b. Reaksi transesterifikasi ini dikondisikan pada suhu 65 oC selama 2 jam. Hasil konversi biodiesel dengan adanya variasi perbandingan mol metanol dapat dilihat pada Gambar 7.

commit to user

Gambar 7. Konversi Biodiesel dari Hasil Transesterifikasi dengan Variasi Mol Metanol terhadap Minyak Kelapa Sawit pada Kondisi Suhu 65 oC selama 2 jam, dan 4 % Berat Katalis KF/CaO Alam 45 %.

Berdasarkan Gambar 7 tampak bahwa terjadi peningkatan hasil konversi biodiesel dengan meningkatnya rasio mol pereaksi hingga mencapai rasio mol minyak terhadap metanol 1:9. Pada rasio mol minyak dengan metanol 1:9 tersebut menghasilkan kemurnian biodiesel yang optimum yaitu sebesar 98,39 %. Hasil konversi biodiesel pada rasio mol 1:6 memberikan nilai yang rendah dikarenakan jumlah metanol yang digunakan tersebut sedikit, dan tumbukan yang terjadi antar reaktan sedikit sehingga produk yang diperoleh sedikit jika dibandingkan dengan rasio yang lain.

Pada rasio mol minyak dengan metanol lebih dari 1:12, hasil konversi biodiesel semakin menurun. Berdasarkan hasil penelitian Viriya et al. (2010) yang telah melakukan sintesis biodiesel menggunakan katalis CaO dari meretrix venus shell menyatakan bahwa penambahan ratio metanol terhadap minyak dari 9 sampai 12 dapat meningkatkan kandungan metil ester, dan jika penambahan ratio metanol terhadap minyak sampai 18 maka menurunkan metil ester. Hal ini disebabkan adanya penambahan metanol berlebih akan menyebabkan jumlah kelarutan gliserol semakin besar di dalam metanol sehingga menghambat reaksi

50 60 70 80 90 100 0 3 6 9 12 15 18 21 K o n v er si b io d ie se l (% )

commit to user

antara metanol dengan reaktan, dan katalis, serta dapat memperlambat pemisahan antara gliserol dengan metil ester. Hal ini mengakibatkan hasil konversi biodiesel menurun.

commit to user

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penambahan kalium fluorida (KF) pada CaO alam dengan perlakuan kalsinasi pada suhu 600 oC selama 4 jam dapat membentuk senyawa baru KCaF3. 2. Penambahan kalium fluorida (KF) pada CaO alam sebagai katalis dalam

reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit dengan kondisi suhu 65 oC selama 2 jam, dan perbandingan mol metanol/minyak 12:1 dapat meningkatkan aktivitas katalis, dan menaikkan konversi biodiesel.

3. Semakin besar perbandingan mol metanol terhadap minyak dalam reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit dengan katalis KF/CaO alam pada kondisi suhu 65 oC selama 2 jam hingga perbandingan mol metanol terhadap minyak 9:1, maka konversi biodiesel meningkat.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dari percobaan yang telah dilakukan, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Pada kalsinasi KF/CaO dengan suhu tinggi, sebaiknya tempat yang digunakan terbuat dari platina atau tetap menggunakan porselin akan tetapi material hasil kalsinasi yang diambil pada bagian tengahnya (yang tidak menempel pada dinding) untuk mengurangi kontaminasi dengan dinding porselin.

Dokumen terkait