• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transformasi Langgam Hotel Majapahit Surabaya

Dalam dokumen PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR SEKOLAH TI (Halaman 32-37)

PERJALANAN ARSITEKTUR MELEWATI MASA : TRANSFORMASI LANGGAM ARSITEKTUR KOLONIAL

3. Transformasi Langgam Hotel Majapahit Surabaya

Bangunan dengan fungsi sebagai hotel dibangun pada masa kolonialisme Belanda untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal sementara bagi turis – turis Eropa yang dating ke Indonesia. Pariwisata di Indonesia mulai berkembang pada abad ke -19, di mana pihak Belanda membuat biro wisata, yang kemudian menerbitkan buku panduan wisata Nusantara. Eksotisme bumi Nusantara yang ditampilkan buku – buku tersebutlah yang membawa turis – turis Eropa berkunjung ke Indonesia. Hotel – hotel mewah pertama di Hindia Belanda sebagian besar terletak di Pulau Jawa, Medan, dan Makassar (travel.kompas.com). Salah satu dari hotel mewah tersebut adalah Hotel Oranje yang sekarang bernama Hotel Majapahit yang terletak di kota Surabaya. Pendirian bangunan, arsitek yang terlibat, dan langgam arsitektur yang diaplikasikan

Bangunan ini dibangun pertama kali sebagai hotel mewah pada 1910, pemiliknya adalah Lucas Martin Sarkies yang berasal dari Armenia. Keluarga Sarkies memang terkenal sebagai pengusaha hotel di beberapa negara di Kawasan Asia, salah satu hotel lainnya

28 Jurnal Desain Interior Vol. II No. 1 Juni Tahun 2015

ISSN 2355-9284

adalah Raffless Hotel di Singapura. Saat pertama kali dibangun tahun 1910, bangunan dirancang oleh arsitek kebangsaan Inggris bernama James Afprey, yang mengaplikasikan langgam Art Nouveau pada bangunan ini. Kemudian pada tahun 1936 hotel ini direnovasi pada bagian pintu masuk oleh arsitek berkebangsaan Belanda Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker yang mengaplikasikan langgam Art Deco pada rancangannya. Dapat disimpulkan bahwa bangunan Hotel Oranje ( Hotel Majapahit ) merupakan bangunan dengan langgam perpaduan art nouveau dan art deco. (travel.kompas.com;

wisataindonesiaterlaris.blog-spot.com) Peristiwa bersejarah yang terjadi

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia nama hotel ini berubah dari Hotel Oranje menjadi Yamato Hoteru/ Hotel Yamato. Pada saat Jepang kalah oleh tentara Sekutu, pihak Belanda ingin kembali menguasai Indonesia, maka pihak Belanda menaikkan bendera Belanda yang berwarna merah, putih, dan biru di Hotel Yamato ini. Rakyat Indonesia yang saat itu baru saja memproklamirkan kemerdekaan dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi merasa tersinggung dengan sikap pihak Belanda. Maka dari itu Residen Sudirman sebagai wakil pihak Indonesia ingin berunding dengan pihak Belanda yaitu Ploegmann untuk mengakui kedaulatan Indonesia dan menurunkan bendera Belanda dari atap Hotel Yamato. Namun perundingan itu memunculkan perkelahian karena pihak Belanda tidak mengakui kedaulatan Indonesia, berakibat pada tewasnya Ploegmann, dan terjadilah peristiwa perobekan warna biru dari bendera Belanda hingga menyisakan bendera merah putih. Kejadian inilah yang menyulut terjadinya Perang 10 November di Surabaya, sehingga tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan. (id.wikipedia.org)

Perubahan yang terjadi sampai masa sekarang

Hotel ini telah beberapa kali mengalami pergantian nama dan manajemen, tapi fungsi dan bentuk bangunannya masih dipertahankan. Pada tahun 1910 Hotel ini bernama Hotel Oranje, kemudian pada masa pendudukan Jepang, hotel ini diambil alih oleh pemerintah Jepang di Indonesia dan mengubah namanya menjadi Yamato Hoteru. Setelah peristiwa perobekan bendera Belanda yang terjadi di hotel ini, nama Yamato Hoteru dirubah menjadi Hotel Merdeka. Pada tahun 1946 hotel ini kembali dikelola oleh keluarga Sarkies dan namanya dirubah menjadi Hotel LMS (Lucas Martin Sarkies). Pada tahun 1969 properti hotel ini dibeli oleh pemilik baru dan namanya dirubah menjadi Hotel Majapahit. Setelah dua tahun direstorasi tahun 1996 hotel ini dibuka kembali dengan nama Mandarin Oriental Majapahit Hotel Surabaya, dan akhirnya pada tahun 2006 nama hotel ini ditetapkan menjadi Hotel Majapahit Surabaya sampai sekarang. (rere – reri.blogspot.com)

Kajian karakter bangunan Hotel Majapahit Surabaya

Pada makalah ini akan dikaji mengenai karakter bangunan Hotel Majapahit Surabaya dilihat dari periodisasi perkembangan arsitektur pada masa kolonialisme Belanda di Indonesia, langgam arsitektur yang diaplikasikan pada bangunan ini, usaha yang dilakukan dalam perancangan bangunan ini untuk merespon iklim tropis basah Indonesia. Apabila dilihat dari tahun pendirian bangunan ini untuk pertama kalinya yaitu tahun 1910, pada periode tersebut telah ada sistem politik opendoor yang menyebabkan banyaknya pengusaha asing yang datang ke Indonesia. Maka dari itu industri jasa pariwisata juga sudah mulai bermunculan, sehingga dibutuhkan bangunan yang dapat

29 Jurnal Desain Interior Vol. II No. 1 Juni Tahun 2015

ISSN 2355-9284

ditinggali sementara oleh para turis yang datang ke Indonesia. Pada masa itu juga telah muncul keinginan dari arsitek asing untuk membangun bangunan yang merespon iklim dan alam Indonesia, sehingga bentuk bangunan ini tidak dapat ditemui di tempat lainnya karena merupakan perpaduan konsep arsitektur Eropa dan konsep arsitektur lokal.

Bangunan ini dibangun pada masa transisi perubahan gaya arsitektur Indische Empire menuju Arsitektur Kolonial Modern, sehingga bangunan ini masih memiliki pavilion dan denah yang relative simetris. Bangunan ini masih dihiasi oleh pilar – pilar, tapi pilar – pilar tersebut lebih sederhana, tidak mengambil bentuk pilar – pilar bergaya Yunani atau Romawi. Atap bangunan ini berbentuk gabungan pelana dan perisai pada paviliunnya, sedangkan pada bangunan lobby terdapat atap kubah dan atap datar. Ini berfungsi sebagai penanda entrance utama hotel, sehingga bagian ini dibuat berbeda dari bagian lainnya.

Kemudian pada tahun 1936 bangunan ini direnovasi dengan penambahan di bagian depannya. Pada masa ini telah ada paham

mengenai “less is more” serta form follow function sehingga arsitektur yang dihasilkan cenderung bersih, sederhana dan mengambil bentuk kubus, dengan atap datar dari beton. Hal ini terlihat dari tampilan hotel ini setelah mengalami renovasi, yang memiliki bentuk yang cenderung kotak, berwarna putih, dan beratap datar.

Bangunan ini pernah dirancang oleh 2 arsitek yang berbeda. Pada tahun 1910 saat bangunan ini pertama kali dibangun, diarsiteki oleh James Afprey dari Inggris dengan menerapkan gaya arsitektur Art Nouveau. Tampilan dari langgam ini terihat dari fasad bangunan dan bentuk – bentuk lengkung pada pintu masuk dan koridor di pavilion. Gaya art nouveau yang berkembang di Inggris saat itu adalah kerajinan kaca yang didominasi oleh bentuk – bentuk organis, bentuk ini bisa dilihat pada pintu masuk utama.

Gambar 02. Layout hotel Oranje pavilion pada sisi – sisi bangunan utama (kiri) tampak bangunan hotel oranje tahun 1910 atap bangunan utama berbentuk kubah (kanan ) Sumber :

http://dewey.petra.ac.id

Gambar 03. Tampak Hotel Oranje setelah renovasi tahun 1936 (atas dan bawah ) Sumber :

30 Jurnal Desain Interior Vol. II No. 1 Juni Tahun 2015

ISSN 2355-9284

Kemudian pada tahun 1936 bangunan hotel ini direnovasi pada bagian depannya oleh C.P. Wolff Schoemaker dengan menerapkan langgam art deco pada bangunan ini. Aliran art deco memiliki karakter yang identic dengan garis – garis yang tegas kokoh, elegan, dan simetris. Terlihat perbedaan yang cukup signifikan antara bangunan yang dirancang James Afprey dengan

bangunan yang dirancang oleh Wolff Schoemaker.

Walaupun bangunan ini dirancang dengan menggunakan langgam bangunan Eropa, tapi bangunan ini tetap dirancang untuk beradaptasi dengan iklim tropis basah Indonesia. Dengan memberikan teras di sekeliling bangunan dapat membantu melancarkan sirkulasi udara pada ruang – ruang dalam bangunan dan juga dapat menghalangi panas matahari, namun tetap dapat mendapatkan cahaya alaminya. Orientasi kamar – kamar tamu diarahkan ke inner-court/ ruang luar juga bertujuan untuk mendapatkan sirkulasi udara dan pencahayaan ruang yang baik Ketinggian ruangan kamar tidur dalam bangunan dibuat lebih dari 4 meter, dengan tujuan melancarkan sirkulasi udara dalam kamar. Atap bangunan juga dibuat dengan derajat kemiringan yang tinggi lengkap dengan overstek dan list profil gevel selain sebagai ornament dekoratif juga untuk menghindari air hujan masuk ke dalam bangunan. Walaupun bangunan bagian depan bergaya art deco memiliki atap datar, tapi

Gambar 03. Bagian dalam hotel majapahit (kiri) sumber :

http://www.eastjavatraveler.com; Bagian pintu depan bergaya art nouveau (kanan) sumber : http://www.tripadvisor.co.id

Gambar 04. Fasad pertama bangunan hotel oranje (kiri)

sumber : http://dewey.petra.ac.id; Hotel Majapahit

bergaya art nouveau (kanan) sumber : www.transtiket.com

Gambar 05. Fasad setelah bangunan hotel oranje (kiri)

sumber : http://id.wikipedia.org; Fasad Hotel

Majapahit bergaya art deco (kanan) sumber : http://www.jalanjajanhemat.com

31 Jurnal Desain Interior Vol. II No. 1 Juni Tahun 2015

ISSN 2355-9284

tetap diberi overstek agar air hujan tidak masuk ke dalam bangunan.

4. Kesimpulan

Dari kajian di atas mengenai bangunan yang dibangun pada masa kolonialisme Belanda, yang mengambil contoh kasus bangunan pariwisata Hotel Majapahit Surabaya, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :

Pengaruh kolonialisme Belanda terhadap munculnya fungsi

fungsi baru dalam arsitektur

Belanda dengan sistem politik yang diterapkan di Hindia Belanda dan masa pendudukan yang panjang yaitu 350 tahun menyebabkan perubahan di Indonesia dalam bidang sosial, budaya, dan ekonomi. Sehubungan dengan bangunan yang diangkat adalah fasilitas pariwisata, maka dapa dikatakan bahwa sistem politik open door Belanda menyebabkan berkembangnya industry pariwisata di Indonesia.

Hubungan karakter tampilan bangunan dengan langgam arsitektur, periode, dan fungsi bangunan

Arsitektur merupakan perwujudan dari kehidupan manusia. Oleh karena itu, karakter bangunan bisa menceritakan kehidupan yang terjadi pada masa itu, dalam hal ini bangunan bergaya Eropa seperti Hotel Majapahit Surabaya menunjukkan bahwa bangsa Eropa pernah hidup di Indonesia dengan segala kebudayaan mereka yang turut terbawa, turut memperkaya khasanah kebudayaan Indonesia khususnya dalam bidang arsitektur.  Hubungan karakter bangunan dengan usaha merespon iklim tropis basah Indonesia

Karakter bangunan yang berbeda antara bangunan Belanda yang ada di negeri Belanda atau Eropa dengan bangunan Belanda yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa keadaan alam khususnya iklim yang berbeda harus dihadapi pula dengan arsitektur bangunan yang sesuai dan mengadaptasi keadaan tersebut

Hubungan karakter bangunan dengan konsep pendekatan arsitektur Barat

Karakter bangunan kolonial Belanda di Indonesia yang unik karena adanya proses adaptasi dengan keadaan setempat, menunjukkan konsep pendekatan arsitektur Barat berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, semua alasan perancangan didasarkan pada penciptaan kenyamanan manusia yang berkegiatan di dalamnya.

Gambar 06. Ruang dalam yang cukup tinggi (atas)

sumber : http://jajalindo.com; Bangunan

menggunakan atap perisai dan pelana dengan gevel yang menjadi ciri khas colonial (bawah) sumber : http://travel.kompas.com

32 Jurnal Desain Interior Vol. II No. 1 Juni Tahun 2015

ISSN 2355-9284

Dalam dokumen PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR SEKOLAH TI (Halaman 32-37)

Dokumen terkait